ArticlePDF Available

Abstract

Penggunaan media sosial memberikan banyak manfaat bagi profesi dokter, antara lain memperluas jaringan profesi, membantu proses pendidikan profesi, mempermudah promosi fasilitas pelayanan kesehatan dan promosi kesehatan. Namun, penggunaan media sosial yang tidak bijaksana dapat menjadi menimbulkan masalah etik yang merusak reputasi profesi dokter. Masalah etik yang timbul akibat penggunaan media sosial oleh dokter umumnya disebabkan karena pelanggaran privasi pasien, ketidakjelasan batas hubungan antara dokter dengan pasien, pencemaran reputasi profesi, kualitas dan tingkat kepercayaan informasi yang kurang terjamin, serta pelanggaran aspek hukum. Mengingat kompleksitas masalah dan belum adanya aturan yang jelas di Indonesia tentang penggunaan media sosial oleh dokter, diperlukan kajian etik khusus untuk menyusun panduan penggunaan media sosial, baik untuk aktivitas personal maupun keperluan profesi dokter.
Abstract The use of social media provides many benets for medical profession, including expanding profession-
al network, assisting the process of professional education, facilitate the promotion of health care facilities and
health promotion. However, unwise use of social media can cause ethical problems which harm the medical pro-
fession. These ethical problems arising from doctor’s use of social media are usually due to violation of patient’s
privacy, unclear boundary between physician–patient relationship, defamation, unassured quality and con-
dence level of information, and violation of legal aspects. Given the complexity of the problem and the absence
of clear rules in Indonesia regarding the use of social media by physicians, special ethical studies are required to
develop guidelines for doctor’s use of social media, both for personal and professional needs of physicians.
Tinjauan Etika Penggunaan Media Sosial
oleh Dokter
Abstrak Penggunaan media sosial memberikan banyak manfaat bagi
profesi dokter, antara lain memperluas jaringan profesi, membantu
proses pendidikan profesi, mempermudah promosi fasilitas pelayanan
kesehatan dan promosi kesehatan. Namun, penggunaan media sosial
yang tidak bijaksana dapat menjadi menimbulkan masalah etik yang
merusak reputasi profesi dokter. Masalah etik yang timbul akibat
penggunaan media sosial oleh dokter umumnya disebabkan karena
pelanggaran privasi pasien, ketidakjelasan batas hubungan antara
dokter dengan pasien, pencemaran reputasi profesi, kualitas dan tingkat
kepercayaan informasi yang kurang terjamin, serta pelanggaran aspek
hukum. Mengingat kompleksitas masalah dan belum adanya aturan
yang jelas di Indonesia tentang penggunaan media sosial oleh dokter,
diperlukan kajian etik khusus untuk menyusun panduan penggunaan
media sosial, baik untuk aktivitas personal maupun keperluan profesi
dokter.
Media sosial merupakan bagian tak
terpisahkan dari kehidupan hampir seluruh lapisan
masyarakat, termasuk kalangan dokter. Penggunaan
media sosial di kalangan dokter cukup bervariasi,
baik untuk aktivitas personal maupun keperluan
profesi. Sebuah survei yang dilakukan pada 4.000
dokter di sebuah situs internet menunjukkan bahwa
90% dokter menggunakan media sosial untuk
aktivitas personal dan 65% dokter menggunakan
media sosial untuk keperluan profesi.1
Istilah “media sosial” memiliki pengertian
luas dan terus berkembang. Secara umum, media
sosial merupakan perangkat berbasis internet yang
memudahkan individu atau komunitas tertentu
untuk berkumpul dan berkomunikasi, serta berbagi
informasi, ide, foto, dan konten lainnya.2–4 Terdapat
beberapa jenis media sosial yang sering digunakan
dokter, antara lain jejaring sosial (seperti Facebook),
jejaring profesi (seperti LinkedIn), media sharing
(seperti YouTube), dan content production (seperti
Blog). 3–5
Perilaku penggunaan media sosial untuk
masyarakat Indonesia telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE), di antaranya
dilarang menyebarkan informasi yang menimbulkan
kebencian pada suatu kelompok masyarakat
berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA), melakukan pengancaman atau pemerasan,
penghinaan atau pencemaran nama baik, dan lain-
lain. Karena hal ini telah jelas diatur dalam undang-
undang, tulisan ini tidak membahas kembali hal
tersebut. Namun, artikel ini bertujuan untuk
membahas hal-hal yang belum diatur dalam ITE dan
dapat berimbas pada profesi kedokteran.
Penggunaan media sosial untuk keperluan
Kata Kunci
media sosial; etika kedokteran
Korespondensi
pukovisa@ui.ac.id
contact@ilmiah.id
Publikasi
© 2017 JEKI/ilmiah.id
DOI
10.26880/jeki.v1i1.7
Tanggal masuk: 6 Juli 2017
Tanggal ditelaah: 25 Juli 2017
Tanggal diterima: 15 Agustus 2017
Tanggal publikasi: 11 Oktober 2017
Pukovisa Prawiroharjo1,2, Nurfanida Libritany1,3
1Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
2Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta
3Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta
PENDAHULUAN
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 1 No. 1 Okt 2017 31
ISSN 2598-179X (cetak)
ISSN 2598-053X (online)
Prawiroharjo P, Libritany N. Tinjauan etika penggunaan media sosial oleh dokter. JEKI. 2017;1(1):31–4.
doi: 10.26880/jeki.v1i1.7.
dasar penulisan publikasi ini terbit antara tahun
2012-2017.
Isu Etik yang Timbul akibat Penggunaan Media
Sosial oleh Dokter
Masyarakat masih menghargai kehormatan
profesi kedokteran, sehingga jika terdapat akun
media sosial yang mencampurkan edukasi
kedokteran masyarakat dengan kebebasan ekspresi
pribadi, masyarakat berpotensi mempersepsikan
kebebasan pribadi tersebut sebagai cerminan
profesionalitas yang dimilikinya. Persepsi ini pun
semakin rumit jika dokter yang terlibat merupakan
pengurus teras dari suatu organisasi profesi,
sehingga masyarakat dapat beranggapan bahwa
pendapat pribadi dokter tersebut merepresentasikan
pendapat organisasi profesi. Terlebih lagi, pada akun
yang sudah dikhususkan untuk edukasi kesehatan
yang mewakili profesi kedokteran, juga diperlukan
pengkategorian informasi yang layak diakses
masyarakat umum, ataukah lebih pantas informasi
tersebut dikonsumsi di kalangan profesional dokter
dan/atau tenaga medis secara terbatas. Untuk itu,
diperlukan regulasi khusus penggunaan media sosial
oleh dokter.
Perlu disayangkan adanya kasus seperti
publikasi foto pasien saat operasi. Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) bahkan sempat memberi kecaman
pada tenaga medis yang berfoto di tengah proses
operasi pasien.10 Informasi-informasi kesehatan
yang disebarkan oleh orang yang tidak kompeten
kini juga marak beredar di media sosial sehingga
tak jarang menimbulkan kesalahpahaman dan sesat
pikir. Oleh karena itu, dokter diperlukan untuk
memonitor dan mengklarifikasi informasi tersebut
berdasarkan sumber-sumber terpercaya yang dapat
dipertanggungjawabkan.4,6,7
Regulasi Penggunaan Media Sosial di Indonesia
Secara umum, penggunaan informasi dan
media elektronik telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. Mekanisme dan sanksi
yang diterapkan pada pelanggaran hukum di media
elektronik lebih dipaparkan jelas pada Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 yang memuat
beberapa perubahan pada Undang-Undang Nomor
32 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 1 No. 1 Okt 2017
Tinjauan Etika Penggunaan Media Sosial oleh Dokter
profesi dokter berperan dalam memperluas jaringan
profesi, pendidikan profesi, promosi institusi, dan
promosi kesehatan.4,6 Melalui media sosial, dokter
dapat mempermudah pasien mengakses informasi
kesehatan dan melibatkan masyarakat dalam diskusi
mengenai kebijakan kesehatan.6,7 Selain itu, media
sosial juga dapat memfasilitasi hubungan profesional
tenaga kesehatan, baik dalam skala nasional maupun
internasional.6
Dengan menggunakan media sosial, dokter
dapat lebih mudah memberikan edukasi kepada
pasien, keluarga pasien, dan teman sejawat.
Penggunaan media sosial untuk kepentingan profesi
dapat berdampak pada perluasan jaringan kolega dan
peningkatan pemasukan dalam sektor kesehatan.4–7
Dalam pengembangan profesi, penggunaan media
sosial membuat dokter lebih terbuka terhadap
berita dan penemuan-penemuan baru di bidang
kedokteran yang dapat meningkatkan wawasan.2
Meskipun membawa banyak manfaat dalam
promosi dan layanan kesehatan, media sosial juga
dapat membawa dampak negatif jika tidak digunakan
secara bijaksana. Penggunaan media sosial yang sudah
merebak menyebabkan penerapan hukum menjadi
lebih kompleks. Beberapa hak konstitusional
yang dapat diterapkan dalam penggunaan media
sosial, antara lain kebebasan berbicara, kebebasan
mencari, dan privasi, yang batasannya kini kerap
kali menuai kontroversi.2 Beberapa masalah yang
berkaitan dengan penggunaan media sosial oleh
dokter umumnya disebabkan karena pelanggaran
kerahasiaan pasien, ketidakjelasan batas hubungan
antara dokter dengan pasien, pencemaran reputasi
profesi, serta kualitas dan reliabilitas informasi yang
kurang terjamin.2,8,9
Informasi dan data penunjang dikumpulkan
melalui penelusuran literatur di basis data jurnal
PubMed dan Annals of Internal Medicine, dengan
kata kunci “social media”, “doctors”, dan “healthcare
professionals”; situs web surat kabar daring Tempo.
co Nasional dan Detiknews; situs web Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Ikatan Dokter
Indonesia, Quantia MD Publication, General
Medical Council, dan British Columbia Medical
Journal Publication; Undang-Undang Republik
Indonesia; serta Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Jurnal, artikel, dan regulasi yang digunakan sebagai
METODE
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prawiroharjo P dan Libritany N
11 Tahun 2008.12, 13
Saat ini belum ada peraturan yang resmi
mengatur penggunaan media sosial oleh dokter di
Indonesia. Namun, para dokter diharapkan untuk
menggunakan media sosial secara bijaksana dengan
mempertimbangkan aspek-aspek etik yang termuat
dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI),
terutama profesionalisme, keterangan dan pendapat
yang valid, kejujuran, kebajikan sejawat, serta rahasia
jabatan.11
Regulasi Penggunaan Media Sosial oleh Dokter
Di beberapa negara di Eropa, penggunaan
media sosial oleh dokter telah diatur oleh General
Medical Council (GMC) dalam sebuah publikasi
berjudul “Doctor’s use of social media” pada tahun
2013. Pada publikasi tersebut, GMC menegaskan
bahwa dokter harus menjaga batasan dengan pasien,
menjaga kerahasiaan rekam medik dan informasi
pribadi pasien, menghindari pencemaran nama
baik, serta menjaga rasa hormat terhadap sejawat.12
Disarankan agar dokter yang memiliki akun
medial sosial membuat dua akun berbeda antara
akunnya sebagai pemberi edukasi kesehatan
(mewakili profesinya sebagai dokter), dan akun
ekspresi pribadi. Menurut Budd,13 pada akun yang
ditujukan untuk ekspresi pribadi, dokter perlu
menolak pertemanan atau pemberian akses kepada
pasien. Sedangkan, bagi akun yang dibuat untuk
edukasi kesehatan, maka informasi yang layaknya
terbatas pada kalangan profesional tidak boleh
disampaikan pada media sosial yang tidak dapat
atau minim diatur tingkat privasinya. Disarankan
informasi ini disebarkan melalui jenis media sosial
yang terenkripsi baik, sehingga sasaran dapat diatur
secara tepat.
Untuk menghindari masalah etik yang timbul
dari penggunaan media sosial oleh dokter, terdapat
beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama,
memperketat pengaturan privasi pegawai dan pasien
di layanan kesehatan. Hal tersebut perlu dilakukan
untuk mengetahui siapa saja yang mengakses konten
yang dibuat atau disimpan oleh dokter. Meskipun
terdapat pengaturan privasi, dokter dianjurkan
untuk tetap waspada dengan ketidaksempurnaan
sistem privasi di media sosial.
Selain itu, batasan antara dokter dengan pasien
juga perlu diperjelas. Penetapan batasan tersebut
dapat dilakukan dengan menghindari hubungan
non profesional secara online dengan pasien,
misalnya dengan membatasi pertemanan dengan
pasien di situs profesi dan menolak pertemanan
dengan pasien di situs pribadi. Ketika berbagi
kasus secara online, dokter hendaknya menjaga
kerahasiaan pasien dengan menghilangkan identitas
pasien dan tetap meminta persetujuan pasien yang
bersangkutan.
Pencemaran nama baik merupakan hal yang
harus dihindari oleh dokter. Berdasarkan publikasi
Budd,13 hukum pencemaran nama baik berlaku
pada konten yang bersifat online. Oleh karena itu,
dokter perlu berhati-hati dalam memberikan opini
mengenai sejawat, pegawai, fasilitas pelayanan
kesehatan, atau birokrasi kesehatan seperti dinas
kesehatan, departemen kesehatan, dan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Sebagai seorang
dokter, mengevaluasi reputasi pribadi dan profesi
secara berkala sangat penting untuk dilakukan.
Evaluasi tersebut perlu dilakukan untuk memastikan
informasi mengenai pribadi dan profesi dokter
akurat dan layak terbit sehingga pencemaran nama
baik yang mencoreng reputasi profesi dokter dapat
dihindari.
Seorang dokter dituntut untuk jujur dalam
berinteraksi secara online, termasuk dalam beriklan.
Dokter hanya boleh beriklan secara online untuk
layanan yang sah berdasarkan informasi yang
terpercaya, akurat, dan relevan. Dokter tidak
diperkenankan menggunakan testimoni pasien
untuk mempromosikan diri.
Aktivitas media sosial dari seorang Dokter
memiliki potensi memberikan manfaat luas bagi
masyarakat. Namun di sisi lain, dokter perlu
menyadari bahwa aktivitasnya di media sosial harus
juga memperhatikan nilai etika kedokteran. Dokter
di samping taat kepada hukum yang mengatur
aktivitas di media sosial juga perlu memperhatikan
tujuan dan nilai etika yang melingkupinya dalam
menjalankan aktivitas media sosial. Dokter
harus dapat memilih jenis media sosial sesuai
dengan tujuannya beraktivitas. Pada konten yang
memerlukan batasan dan tidak untuk publik,
disarankan Dokter menggunakan media sosial
dengan tingkat privasi dan keamanan yang baik.
Jika diperlukan, dokter dapat mengelola dua akun
terpisah untuk tujuan edukasi kedokteran dan
menyalurkan ekspresi pribadi.
33
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 1 No. 1 Okt 2017
KESIMPULAN
8. Pirraglia PA, Kravitz RL. Social media: New
opportunities, new ethical concerns. Journal of
General Internal Medicine. 2013;28(2):165–6.
9. Moorhead SA, Hazlett DE, Harrison L,
Carroll JK, Irwin A, Hoving C. A new dimension
of health care: Systematic review of the uses,
benefits, and limitations of social media for
health communication. J Med Internet Res.
2013;15(4):e85. doi: 10.2196/jmir.1933.
10. Mardiastuti A. IDI kecam tenaga medis yang
selfie di tengah proses operasi pasien [Internet].
2015 Dec 15 [disitasi 2017 Jul 1]. Diunduh dari:
http://news.detik.com/berita/3096411/idi-kecam-
tenaga-medis-yang-selfie-di-tengah-proses-operasi-
pasien
11. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Indonesia. Kode etik kedokteran tahun 2012.
Jakarta; 2012.
12. General Medical Council. Doctors’ use of
social media [Internet]. 2013 Mar [disitasi 2017
Jul 1]. Diunduh dari: http://www.gmc-uk.org/
Doctors__use_of_social_media.pdf_51448306.pdf
13. Budd L. Physician tweet thyself: A guide for
integrating social media into medical practice. B C
Med J. 2013;55(1):38–41.
34 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 1 No. 1 Okt 2017
Tinjauan Etika Penggunaan Media Sosial oleh Dokter
Fatwa Etika Kedokteran khusus mengenai
pembatasan umum aktivitas media sosial oleh
dokter sangat penting untuk dibuat segera untuk
mengarahkan aktivitas media sosial oleh dokter
menjadi produktif dan sesuai kaidah etika
kedokteran Indonesia.
Tidak ada konflik kepentingan
1. Modahl M, Tompsett L, Moorhead T.
Doctors, patients & social media [Internet]. 2011
Sep [disitasi 2017 Jul 1]. Diunduh dari: http://
www.quantiamd.com/q-qcp/social_media.pdf
2. Peck JL. Social media in nursing education:
Responsible integration for meaningful use. J Nurs
Educ. 2014;53(3):164–9. doi: 10.3928/01484834-
20140219-03.
3. Lambert KM, Barry P, Stokes G. Risk
management and legal issues with the use of social
media in the healthcare setting. J Heal Risk Manag.
2012;31(4):41–7. doi: 10.1002/jhrm.20103.
4. von Muhlen M, Ohno-Machado L.
Reviewing social media use by clinicians. J Am Med
Inform Assoc. 2012;19(5):777–81. doi: 10.1136/
amiajnl-2012-000990.
5. George DR, Rovniak LS, Kraschnewski JL.
Dangers and opportunities for social media in
medicine. Clin Obstet Gynecol. 2013;56(3):453–
62. doi: 10.1097/GRF.0b013e318297dc38.
6. Househ M. The use of social media in
healthcare: Organizational, clinical, and patient
perspectives. Stud Health Technol Inform.
2013;183:244–8. doi: 10.3233/978-1-61499-203-5-
244.
7. Farnan JM, Sulmasy LS, Worster BK,
Chaudhry HJ, Rhyne JA, Arora VM. Online
medical professionalism: Patient and public
relationships: Policy statement from the American
College of physicians and the federation
of State Medical Boards. Ann Intern Med.
2013;158(8):620–7. doi: 10.7326/0003-4819-158-8-
201304160-00100.
KONFLIK KEPENTINGAN
REFERENSI
... This is in accordance with what is stated in the Indonesian Medical Code of Ethics in article 16, which states: "Every doctor is required to keep everything he knows about a patient private, even after the patient has died." 4 Problems that arise from medical disputes are most often due to misunderstandings between patients and dentists. The forms of medical disputes that occur are very diverse. ...
... However, if not used wisely, social media can have negative impacts, such as the emergence of several problems which are generally caused by violations of patient confidentiality and the emergence of unclear boundaries between doctors and patients. 4 A person's right to privacy is something that must be valued and respected because it is an inherent right of each individual. According to the Black's Law Dictionary, the right to privacy is "the right to personal autonomy". ...
Article
Full-text available
Background: Information and communication technology develops very rapidly along with the development of the globalization era. Photography is a mixture of art and technology that is not merely a record of the real world but is a complex piece of art that gives meaning. In the world of dentistry, dental photography is one of the tools that can facilitate the imaging process of the patient. Dental photography can be a tool for legal documentation, enforcing diagnosis, determining treatment plans, facilitating the communications between dentists and laboratories, educational facilities, and consulting equipment with laboratories. Natural, beautiful, and interesting have a subjective meaning for every human being. The dentist’s obligation is to understand what each patient wants and can lead the ideal thing for the patient. Nowadays many dentists are uploading the results of work to social media. Purpose: The purposes of this writing are to provide explanation about the legality of dental photography and dentist reasonability in using dental photography in social media. Method: The research method used is normative juridical. Results: The dentist must keep the confidentially of the document or the patient’s data, thereby avoiding document leakage that may be denied by the person who has no right. Conclusion: In Indonesia, we must comply with the law of dental photography, which is subject to the ITE laws, Health Law, Medical Practice Act, and other legal regulations.
... Penggunaan media sosial yang sudah merebak menyebabkan penerapan hukum menjadi lebih kompleks. Beberapa masalah yang berkaitan dengan penggunaan media sosial oleh dokter umumnya disebabkan karena pelanggaran kerahasiaan pasien, ketidakjelasan batas hubungan antara dokter dengan pasien, pencemaran reputasi profesi, serta kualitas dan reliabilitas informasi yang kurang terjamin (Prawiroharjo & Libritany, 2017). ...
Article
Full-text available
Transformasi digital memudahkan akses terhadap data kesehatan, namun juga meningkatkan risiko kebocoran informasi medis. Maraknya telemedicine telah meningkatkan potensi penyalahgunaan data, karena konsultasi online dapat menyebabkan akses yang tidak sah dan pelanggaran data jika tidak dikelola dengan baik. Masyarakat seringkali kurang memahami hak mereka terkait data kesehatan dan proses pelepasan informasi yang aman, dapat menimbulkan risiko privasi dan keamanan. Kurangnya pemahaman tersebut menyebabkan pelanggaran kerahasiaan dan kebocoran data. Angka kebocoran data kesehatan di Indonesia mencakup 1,4 juta catatan yang bocor. Salah satu penyebabnya kesalahan manusia/pengguna system itu sendiri. Untuk mengatasi permasalahan ini, program edukasi yang dirancang khusus untuk masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Padangsari akan dilaksanakan. Program mencakup penyuluhan mengenai pentingnya kerahasiaan data medis, serta prosedur yang tepat untuk pelepasan informasi. Dengan pendekatan yang berbasis pada teknologi informasi, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami hak dan kewajiban mereka terkait pengelolaan data kesehatan. Evaluasi pretest dan posttest, peningkatan pengetahuan masyarakat akan diukur, sehingga efektivitas program dapat diketahui. Kegiatan ini dihadiri oleh 41 kader Kesehatan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kader mengetahui terkait pentingnya informasi medis dan resiko kebocoran data Kesehatan. Edukasi yang komprehensif menjadikan masyarakat untuk dapat lebih berdaya dalam melindungi data kesehatan mereka dan berpartisipasi aktif dalam era digital yang terus berkembang. Kegiatan berikutnya dapat melibatkan vendor teknologi kesehatan untuk mengadakan lokakarya tentang solusi inovatif dalam pengelolaan data medis dan perlindungan privasi.
... Candidates are asked to provide responses based on what they would do or how they would act in those situations. 9 SJT serves as a measurement tool and is not used as the sole method in the selection process. As a result, SJT is often combined with knowledge-based tests, and its format can be adjusted according to the specifications of the desired test. ...
... Di Indonesia perilaku penggunaan media sosial diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Isi dari undang-undang tersebut di antaranya dilarang menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian pada suatu kelompok masyarakat berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA), melakukan pengancaman atau pemerasan, penghinaan atau pencemaran nama baik, dan lain-lain (Prawiroharjo & Libritany, 2017). ...
Article
Full-text available
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelanggaran etika yang terjadi dalam iklan media sosial Tiktok dan mengkaji lebih dalam mengenai pelanggaran pelanggaran yang terjadi di akun @Prasteguh dengan konten blind challange. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuallitatif, pengumpulan data yang dilakukan menggunakan dokumentasi dengan melihat konten video yang kemudian di screenshoot dan dianalisis lebih lanjut. Berdasarkan penelitian, ditemukan pelanggaran etika karena dalam konten blind challange tersebut Praz Teguh merendahkan merek lain dan hanya mengunggulkan satu merek yaitu aqua tanpa adanya sensor untuk produk lainya. Blind challange adalah konten Tiktok yang digunakan untuk me-review sebuah produk baik makanan maupun minuman dengan sejujur-jujurnya. Penggunaan akun media sosial pribadi tanpa menjelaskan bahwa konten tersebut adalah iklan juga melanggar etika pariwara Indonesia. kedua pelanggaran ini tercantum dalam Etika Pariwara Indonesia dalam ketentuan tata krama poin 1.20 dan poin 4.6.11.
... anfaat diantaranya dapat memperluas jaringan profesi, membantu proses pendidikan, promosi fasilitas kesehatan, promosi kesehatan. Namun, masalah etik yang bisa terjadi pada pengguna medsos diantaranya, pelanggaran privasi pasien, ketidakjelasan hubungan dokter dan pasien, pencemaran reputasi profesi, informasi tidak akurat, pelanggaran aspek hukum.(Prawiroharjo & Libritany, 2017) MKEK Pusat IDI menerbitkan surat keputusan majelis kehormatan etik kedokteran nomor :029/PB/K.MKEK/04/2021 tentang fatwa etik dokter dalam aktivitas media sosial. MKEK merupakan salah satu unsur Pimpinan dalam struktur kepengurusan IDI di setiap tingkatan, bersifat otonom dan berperan serta bertanggung jawab dalam pembinaan, pelaksanaan ...
Article
Full-text available
Media sosial (medsos) memiliki peranan penting dalam dunia kedokteran. Hampir semua institusi menggunakan medsos untuk memberikan informasi mengenai informasi pendidikan sampai edukasi kesehatan baik untuk mahasiswa, dokter, maupun masyarakat awam. Namun, masalah etik yang bisa terjadi pada pengguna medsos diantaranya, pelanggaran privasi pasien, ketidakjelasan hubungan dokter dan pasien, pencemaran reputasi profesi, informasi tidak akurat, dan pelanggaran aspek hukum harus diwaspadai. Mahasiswa kedokteran diharapkan dapat melakukan edukasi ke masyarakat untuk kampanye kesehatan, namun juga harus memahami batasan dalam penggunaan medsos. Seminar dengan judul optimalisasi media sosial dari hulu ke hilir sebagai kampanye kesehatan diharapkan dapat membuka wawasan mahasiswa untuk melakukan kampanye kesehatan sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit di Indonesia.
... Secara umum, media sosial merupakan perangkat berbasis internet yang memudahkan individu atau komunitas tertentu untuk berkumpul dan berkomunikasi, serta berbagi informasi, ide, foto, dan konten lainnya. Terdapat beberapa jenis media sosial yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia, antara lain jejaring sosial seperti Instagram, Tiktok, Facebook, dan Whatsapp [3]. ...
Research Proposal
Full-text available
Teknologi Informasi dan Komunikasi saat ini menjadi kebutuhan pokok bagi seluruh masyarakat tidak hanya di Indonesia, tetapi seluruh belahan dunia dalam berbagai sektor kehidupan. Pertahanan dan keamanan dari suatu negara saat ini juga terpengaruh akibat berkembangnya teknologi saat ini. Konsep pertahanan saat ini mulai bergeser, banyak negara di dunia bahkan hampir semuanya saat ini telah mulai mengembangkan strategi pertahanan dan juga serangan dalam bentuk teknologi baik yang bersifat digital maupun analog. Dengan keberadaan internet beragam akses baik informasi dan komunikasi serta hiburan dari penjuru dunia bisa dicari dan dinikmati melalui internet. Internet sendiri dapat menembus ruang dan waktu dalam kehidupan para penggunanya atau dengan kata lain dapat diakses oleh siapa pun, kapan pun dan di mana pun berada. Perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi menunjukkan kemajuan yang pesat, baik di bidang perangkat keras maupun perangkat lunak, dan infrastruktur lain seperti jaringan komunikasi yang dapat mendukung terciptanya suatu sistem informasi yang handal mengalami perkembangan juga.
... Tirta M Hudhi (@tirta_cipeng) and many more. The presence of doctors and researchers in social media is very much needed, even before the pandemic (Prawiroharjo & Libritany, 2017 ...
Article
Full-text available
Health workers play a vital role during the COVID-19 pandemic, not only in the health facilities but also as a reference in the media. This role arises from the health workers’ accounts on social media amplified by the mass media and public discourse. This study aims to examine the narratives of doctors’ accounts on social media, responding to the emergency period of the Covid-19 pandemic in Indonesia. This study maps and analyzes the narratives of the 10 (ten) doctors’ Twitter accounts in Indonesia during the Emergency Community Activity Restrictions (PPKM) period from 3 July - 23 August 2021 through qualitative content analysis methods. The spread of the Delta variant virus and a significant increase in active cases, death, and bed occupancy rates were recorded during this period. The study shows that each doctor has a different narrative, with the main issues: vaccination, health protocols, health facilities, case data, and government policies related to the pandemic. Some doctors’ narratives are also a form of public pressure on government policies. This study also notes the phenomenon of “twitting to the press” by the mass media because of social restriction. Keywords: Healthcare professional, Twitter, mobility restriction, Covid-19, Indonesia
Article
Full-text available
Dalam era digital ini, interaksi antara pasien dan dokter semakin meluas ke platform media sosial, yang dapat memberikan manfaat signifikan dalam aksesibilitas dan keterjangkauan layanan kesehatan. Namun, perlu diperhatikan bahwa ketika konsultasi medis dilakukan secara daring, tantangan hukum baru muncul terkait kerahasiaan informasi, tanggung jawab profesional, dan perlindungan pasien. Jurnal ini membahas isu perlindungan hukum bagi pasien yang melakukan konsultasi dengan dokter melalui media sosial. Penelitian ini menganalisis kerangka hukum yang mengatur konsultasi medis online dan melibatkan aspek-aspek seperti hak privasi pasien, etika profesional dokter, dan pertanggungjawaban hukum. Penekanan diberikan pada identifikasi celah hukum yang mungkin timbul dan penyusunan solusi untuk memperkuat perlindungan hukum pasien dalam konteks ini. Melalui pendekatan ini, jurnal ini berusaha memberikan kontribusi pada pengembangan regulasi yang sesuai dan meyakinkan untuk mengatasi permasalahan hukum yang muncul seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi.
Article
Full-text available
The application of artificial intelligence technology in the field of medicine provides various benefits as an aid in screening, diagnosing, and managing various diseases. The medical profession is helped by AI used in health services, making it easier and faster to diagnose and manage patients more precisely and efficiently. Even AI can also help in the process of medical education and medical research. This widespread use of AI could also lead to ethical issues related to patient and physician safety. This ethical dilemma can arise due to the automation and independence of AI technology, so that it is formed by the principles of medical ethics, violations of patient privacy, loss of patient empathy and trust, the quality of health services produced, and violations of legal aspects. Considering the ethical dilemmas that can occur and the absence of clear rules in Indonesia regarding the use of AI in the fields of medicine and health, a special ethical study is needed to compile guidelines for the use of AI in the medical field so that the AI technology used remains within safe limits and plays a role in improving public health. Abstrak Penerapan teknologi artificial intelligence (AI) dalam bidang kedokteran memberikan beragam manfaat sebagai alat bantu dalam skrining, diagnosis, dan tatalaksana berbagai penyakit. Profesi dokter menjadi terbantu dengan AI yang digunakan dalam pelayanan kesehatan sehingga memudahkan dan mempercepat proses diagnosis dan tatalaksana pasien yang lebih tepat dan efisien. Bahkan AI juga dapat membantu dalam proses pendidikan dokter dan penelitian kedokteran. Penggunaan AI yang mulai meluas ini dapat juga menyebabkan masalah etik yang berhubungan dengan keamanan pasien dan dokter. Dilema etik ini dapat timbul akibat otomatisasi dan independensi teknologi AI sehingga berbenturan dengan prinsip-prinsip etika kedokteran, pelanggaran privasi pasien, kehilangan empati dan kepercayaan pasien, kualitas pelayanan kesehatan yang dihasilkan, serta pelanggaran aspek hukum. Kajian etik tentang panduan penggunaan AI di bidang kedokteran sangat diperlukan mengingat dilema etik yang dapat terjadi dan belum adanya aturan yang jelas di Indonesia. Teknologi AI yang digunakan tetap harus berada dalam batasan aman dan berperan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Artificial intelligence (AI) merupakan hasil revolusi industri keempat di dunia. Penggunaan teknologi AI digunakan secara luas pada berbagai bidang, dimulai sebagai asisten virtual, software penerjemah, bahkan robot yang melakukan aktivitas tertentu. 1 Penggunaan AI atau kecerdasan buatan juga mulai diaplikasikan dalam bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat. 1-3 Adanya big data dalam bidang kedokteran dan kesehatan menyebabkan AI menjadi semakin penting dapat diaplikasikan dalam bidang kesehatan. Hal tersebut dimulai dari algoritma sederhana mesin pembelajar (machine learning) hingga pembelajaran lebih mendalam. Aplikasi AI dalam sistem kesehatan saat ini digunakan di berbagai bidang kedokteran termasuk analisis pencitraan medis, rekam medis elektronik, penunjang keputusan klinis, skrining dan prediksi penyakit, robotika bedah, manajemen kesehatan, asisten medis virtual, membantu dalam skrining target obat serta diagnosis laboratorium. 1,4 Alan Turing merupakan sosok awal yang memperkenalkan istilah kecerdasan buatan lewat publikasi yang berjudul "Computing Machinery and Intelligence" pada tahun 1950.
Article
Full-text available
The use of social media is increasing, including in the world of nursing. Nurses use social media in all domains of practice, enabling nurses to connect with colleagues and share information. Social media is also used at the organizational level and at the individual level to communicate with other nurses. The purpose of this study was to explore the experience of nurses in social media at Eka Hospital. This research is a qualitative phenomenological study conducted by in-depth interviews with eight informants obtained by purposive sampling. Transcription was analyzed using colaizzi analysis to identify categories and themes. The results of the study obtained three themes, namely, an overview of the use of social media in nurses, the advantages and disadvantages of using social media in the health sector, and ethics in using social media in the health sector. It is hoped that the results of the study will be useful for nurses to use social media appropriately.
Article
Full-text available
Health professionals have begun using social media to benefit patients, enhance professional networks, and advance understanding of individual and contextual factors influencing public health. However, discussion of the dangers of these technologies in medicine has overwhelmed consideration of positive applications. This article summarizes the hazards of social media in medicine and explores how changes in functionality on sites like Facebook may make these technologies less perilous for health professionals. Finally, it describes the most promising avenues through which professionals can use social media in medicine-improving patient communication, enhancing professional development, and contributing to public health research and service.
Article
Full-text available
There is currently a lack of information about the uses, benefits, and limitations of social media for health communication among the general public, patients, and health professionals from primary research. To review the current published literature to identify the uses, benefits, and limitations of social media for health communication among the general public, patients, and health professionals, and identify current gaps in the literature to provide recommendations for future health communication research. This paper is a review using a systematic approach. A systematic search of the literature was conducted using nine electronic databases and manual searches to locate peer-reviewed studies published between January 2002 and February 2012. The search identified 98 original research studies that included the uses, benefits, and/or limitations of social media for health communication among the general public, patients, and health professionals. The methodological quality of the studies assessed using the Downs and Black instrument was low; this was mainly due to the fact that the vast majority of the studies in this review included limited methodologies and was mainly exploratory and descriptive in nature. Seven main uses of social media for health communication were identified, including focusing on increasing interactions with others, and facilitating, sharing, and obtaining health messages. The six key overarching benefits were identified as (1) increased interactions with others, (2) more available, shared, and tailored information, (3) increased accessibility and widening access to health information, (4) peer/social/emotional support, (5) public health surveillance, and (6) potential to influence health policy. Twelve limitations were identified, primarily consisting of quality concerns and lack of reliability, confidentiality, and privacy. Social media brings a new dimension to health care as it offers a medium to be used by the public, patients, and health professionals to communicate about health issues with the possibility of potentially improving health outcomes. Social media is a powerful tool, which offers collaboration between users and is a social interaction mechanism for a range of individuals. Although there are several benefits to the use of social media for health communication, the information exchanged needs to be monitored for quality and reliability, and the users' confidentiality and privacy need to be maintained. Eight gaps in the literature and key recommendations for future health communication research were provided. Examples of these recommendations include the need to determine the relative effectiveness of different types of social media for health communication using randomized control trials and to explore potential mechanisms for monitoring and enhancing the quality and reliability of health communication using social media. Further robust and comprehensive evaluation and review, using a range of methodologies, are required to establish whether social media improves health communication practice both in the short and long terms.
Article
Full-text available
Adoption studies of social media use by clinicians were systematically reviewed, up to July 26th, 2011, to determine the extent of adoption and highlight trends in institutional responses. This search led to 370 articles, of which 50 were selected for review, including 15 adoption surveys. The definition of social media is evolving rapidly; the authors define it broadly to include social networks and group-curated reference sites such as Wikipedia. Facebook accounts are very common among health science students (64-96%) and less so for professional clinicians (13-47%). Adoption rates have increased sharply in the past 4 years. Wikipedia is widely used as a reference tool. Attempts at incorporating social media into clinical training have met with mixed success. Posting of unprofessional content and breaches of patient confidentiality, especially by students, are not uncommon and have prompted calls for social media guidelines.
Article
User-created content and communications on Web-based applications, such as networking sites, media sharing sites, or blog platforms, have dramatically increased in popularity over the past several years, but there has been little policy or guidance on the best practices to inform standards for the professional conduct of physicians in the digital environment. Areas of specific concern include the use of such media for nonclinical purposes, implications for confidentiality, the use of social media in patient education, and how all of this affects the public's trust in physicians as patient-physician interactions extend into the digital environment. Opportunities afforded by online applications represent a new frontier in medicine as physicians and patients become more connected. This position paper from the American College of Physicians and the Federation of State Medical Boards examines and provides recommendations about the influence of social media on the patient-physician relationship, the role of these media in public perception of physician behaviors, and strategies for physician-physician communication that preserve confidentiality while best using these technologies.
Article
The astonishing popularity of social media and its emergence into the academic arena has shown tremendous potential for innovations in teaching. The appeal of using social media in the learning environment is enhanced by accessibility and affordability. However, it has also broadened the scope of consideration for protecting student privacy. This article explores the legal impact of privacy concerns when social media is used as a teaching tool. Institutions of higher learning must formulate guidelines that will govern appropriate social media use so that novel teaching modalities can be safely explored. Students must be educated by faculty regarding the standards of conduct and privacy considerations related to social media. The National Council of State Boards of Nursing has issued the White Paper: A Nurse's Guide to the Use of Social Media, a must-read for nursing faculty in the current academic arena. [J Nurs Educ. 2014;53(x):xx-xx.].
Article
The purpose of this review paper is to explore the impacts of social media on healthcare organizations, clinicians, and patients. This study found that healthcare organizations, clinicians and patients can benefit from the use of social media. For healthcare organizations, social media can be used primarily for community engagement activities such as fundraising, customer service and support, the provision of news and information, patient education, and advertising new services. The study also found that the most widely used social media venues for physicians were online communities where physicians can read news articles, listen to experts, research new medical developments, network, and communicate with colleagues regarding patient issues. Patients can benefit from the use of social media through education, obtaining information, networking, performing research, receiving support, goal setting, and tracking personal progress. Future research should further examine other financial, technological, informational, ethical, legal, and privacy issues surrounding the use of social media in healthcare.
Article
Social media have infiltrated all of our lives, both personally and professionally. Most of us could never have envisioned the impact that social media have had on us, particularly in the healthcare arena. Who would have thought even five years ago that a discussion on the ASHRM exchange would involve the use of Twitter in the operating room or that a physician would be reprimanded by a state medical board and have her privileges revoked due to posting information online about a trauma patient? In the coming years, social media use will only increase, causing concern for risk managers across the continuum. Furthermore, although case law and statutory regulations addressing the use of social media are minimal today, it is anticipated that we will see legal challenges to this evolving medium in the future.
IDI kecam tenaga medis yang selfie di tengah proses operasi pasien
  • A Mardiastuti
Mardiastuti A. IDI kecam tenaga medis yang selfie di tengah proses operasi pasien [Internet].