Available via license: CC BY-NC 4.0
Content may be subject to copyright.
Abstract The use of social media provides many benets for medical profession, including expanding profession-
al network, assisting the process of professional education, facilitate the promotion of health care facilities and
health promotion. However, unwise use of social media can cause ethical problems which harm the medical pro-
fession. These ethical problems arising from doctor’s use of social media are usually due to violation of patient’s
privacy, unclear boundary between physician–patient relationship, defamation, unassured quality and con-
dence level of information, and violation of legal aspects. Given the complexity of the problem and the absence
of clear rules in Indonesia regarding the use of social media by physicians, special ethical studies are required to
develop guidelines for doctor’s use of social media, both for personal and professional needs of physicians.
Tinjauan Etika Penggunaan Media Sosial
oleh Dokter
Abstrak Penggunaan media sosial memberikan banyak manfaat bagi
profesi dokter, antara lain memperluas jaringan profesi, membantu
proses pendidikan profesi, mempermudah promosi fasilitas pelayanan
kesehatan dan promosi kesehatan. Namun, penggunaan media sosial
yang tidak bijaksana dapat menjadi menimbulkan masalah etik yang
merusak reputasi profesi dokter. Masalah etik yang timbul akibat
penggunaan media sosial oleh dokter umumnya disebabkan karena
pelanggaran privasi pasien, ketidakjelasan batas hubungan antara
dokter dengan pasien, pencemaran reputasi profesi, kualitas dan tingkat
kepercayaan informasi yang kurang terjamin, serta pelanggaran aspek
hukum. Mengingat kompleksitas masalah dan belum adanya aturan
yang jelas di Indonesia tentang penggunaan media sosial oleh dokter,
diperlukan kajian etik khusus untuk menyusun panduan penggunaan
media sosial, baik untuk aktivitas personal maupun keperluan profesi
dokter.
Media sosial merupakan bagian tak
terpisahkan dari kehidupan hampir seluruh lapisan
masyarakat, termasuk kalangan dokter. Penggunaan
media sosial di kalangan dokter cukup bervariasi,
baik untuk aktivitas personal maupun keperluan
profesi. Sebuah survei yang dilakukan pada 4.000
dokter di sebuah situs internet menunjukkan bahwa
90% dokter menggunakan media sosial untuk
aktivitas personal dan 65% dokter menggunakan
media sosial untuk keperluan profesi.1
Istilah “media sosial” memiliki pengertian
luas dan terus berkembang. Secara umum, media
sosial merupakan perangkat berbasis internet yang
memudahkan individu atau komunitas tertentu
untuk berkumpul dan berkomunikasi, serta berbagi
informasi, ide, foto, dan konten lainnya.2–4 Terdapat
beberapa jenis media sosial yang sering digunakan
dokter, antara lain jejaring sosial (seperti Facebook),
jejaring profesi (seperti LinkedIn), media sharing
(seperti YouTube), dan content production (seperti
Blog). 3–5
Perilaku penggunaan media sosial untuk
masyarakat Indonesia telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE), di antaranya
dilarang menyebarkan informasi yang menimbulkan
kebencian pada suatu kelompok masyarakat
berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA), melakukan pengancaman atau pemerasan,
penghinaan atau pencemaran nama baik, dan lain-
lain. Karena hal ini telah jelas diatur dalam undang-
undang, tulisan ini tidak membahas kembali hal
tersebut. Namun, artikel ini bertujuan untuk
membahas hal-hal yang belum diatur dalam ITE dan
dapat berimbas pada profesi kedokteran.
Penggunaan media sosial untuk keperluan
Kata Kunci
media sosial; etika kedokteran
Korespondensi
pukovisa@ui.ac.id
contact@ilmiah.id
Publikasi
© 2017 JEKI/ilmiah.id
DOI
10.26880/jeki.v1i1.7
Tanggal masuk: 6 Juli 2017
Tanggal ditelaah: 25 Juli 2017
Tanggal diterima: 15 Agustus 2017
Tanggal publikasi: 11 Oktober 2017
Pukovisa Prawiroharjo1,2, Nurfanida Libritany1,3
1Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
2Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta
3Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta
PENDAHULUAN
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 1 No. 1 Okt 2017 31
ISSN 2598-179X (cetak)
ISSN 2598-053X (online)
Prawiroharjo P, Libritany N. Tinjauan etika penggunaan media sosial oleh dokter. JEKI. 2017;1(1):31–4.
doi: 10.26880/jeki.v1i1.7.
dasar penulisan publikasi ini terbit antara tahun
2012-2017.
Isu Etik yang Timbul akibat Penggunaan Media
Sosial oleh Dokter
Masyarakat masih menghargai kehormatan
profesi kedokteran, sehingga jika terdapat akun
media sosial yang mencampurkan edukasi
kedokteran masyarakat dengan kebebasan ekspresi
pribadi, masyarakat berpotensi mempersepsikan
kebebasan pribadi tersebut sebagai cerminan
profesionalitas yang dimilikinya. Persepsi ini pun
semakin rumit jika dokter yang terlibat merupakan
pengurus teras dari suatu organisasi profesi,
sehingga masyarakat dapat beranggapan bahwa
pendapat pribadi dokter tersebut merepresentasikan
pendapat organisasi profesi. Terlebih lagi, pada akun
yang sudah dikhususkan untuk edukasi kesehatan
yang mewakili profesi kedokteran, juga diperlukan
pengkategorian informasi yang layak diakses
masyarakat umum, ataukah lebih pantas informasi
tersebut dikonsumsi di kalangan profesional dokter
dan/atau tenaga medis secara terbatas. Untuk itu,
diperlukan regulasi khusus penggunaan media sosial
oleh dokter.
Perlu disayangkan adanya kasus seperti
publikasi foto pasien saat operasi. Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) bahkan sempat memberi kecaman
pada tenaga medis yang berfoto di tengah proses
operasi pasien.10 Informasi-informasi kesehatan
yang disebarkan oleh orang yang tidak kompeten
kini juga marak beredar di media sosial sehingga
tak jarang menimbulkan kesalahpahaman dan sesat
pikir. Oleh karena itu, dokter diperlukan untuk
memonitor dan mengklarifikasi informasi tersebut
berdasarkan sumber-sumber terpercaya yang dapat
dipertanggungjawabkan.4,6,7
Regulasi Penggunaan Media Sosial di Indonesia
Secara umum, penggunaan informasi dan
media elektronik telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. Mekanisme dan sanksi
yang diterapkan pada pelanggaran hukum di media
elektronik lebih dipaparkan jelas pada Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 yang memuat
beberapa perubahan pada Undang-Undang Nomor
32 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 1 No. 1 Okt 2017
Tinjauan Etika Penggunaan Media Sosial oleh Dokter
profesi dokter berperan dalam memperluas jaringan
profesi, pendidikan profesi, promosi institusi, dan
promosi kesehatan.4,6 Melalui media sosial, dokter
dapat mempermudah pasien mengakses informasi
kesehatan dan melibatkan masyarakat dalam diskusi
mengenai kebijakan kesehatan.6,7 Selain itu, media
sosial juga dapat memfasilitasi hubungan profesional
tenaga kesehatan, baik dalam skala nasional maupun
internasional.6
Dengan menggunakan media sosial, dokter
dapat lebih mudah memberikan edukasi kepada
pasien, keluarga pasien, dan teman sejawat.
Penggunaan media sosial untuk kepentingan profesi
dapat berdampak pada perluasan jaringan kolega dan
peningkatan pemasukan dalam sektor kesehatan.4–7
Dalam pengembangan profesi, penggunaan media
sosial membuat dokter lebih terbuka terhadap
berita dan penemuan-penemuan baru di bidang
kedokteran yang dapat meningkatkan wawasan.2
Meskipun membawa banyak manfaat dalam
promosi dan layanan kesehatan, media sosial juga
dapat membawa dampak negatif jika tidak digunakan
secara bijaksana. Penggunaan media sosial yang sudah
merebak menyebabkan penerapan hukum menjadi
lebih kompleks. Beberapa hak konstitusional
yang dapat diterapkan dalam penggunaan media
sosial, antara lain kebebasan berbicara, kebebasan
mencari, dan privasi, yang batasannya kini kerap
kali menuai kontroversi.2 Beberapa masalah yang
berkaitan dengan penggunaan media sosial oleh
dokter umumnya disebabkan karena pelanggaran
kerahasiaan pasien, ketidakjelasan batas hubungan
antara dokter dengan pasien, pencemaran reputasi
profesi, serta kualitas dan reliabilitas informasi yang
kurang terjamin.2,8,9
Informasi dan data penunjang dikumpulkan
melalui penelusuran literatur di basis data jurnal
PubMed dan Annals of Internal Medicine, dengan
kata kunci “social media”, “doctors”, dan “healthcare
professionals”; situs web surat kabar daring Tempo.
co Nasional dan Detiknews; situs web Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Ikatan Dokter
Indonesia, Quantia MD Publication, General
Medical Council, dan British Columbia Medical
Journal Publication; Undang-Undang Republik
Indonesia; serta Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Jurnal, artikel, dan regulasi yang digunakan sebagai
METODE
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prawiroharjo P dan Libritany N
11 Tahun 2008.12, 13
Saat ini belum ada peraturan yang resmi
mengatur penggunaan media sosial oleh dokter di
Indonesia. Namun, para dokter diharapkan untuk
menggunakan media sosial secara bijaksana dengan
mempertimbangkan aspek-aspek etik yang termuat
dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI),
terutama profesionalisme, keterangan dan pendapat
yang valid, kejujuran, kebajikan sejawat, serta rahasia
jabatan.11
Regulasi Penggunaan Media Sosial oleh Dokter
Di beberapa negara di Eropa, penggunaan
media sosial oleh dokter telah diatur oleh General
Medical Council (GMC) dalam sebuah publikasi
berjudul “Doctor’s use of social media” pada tahun
2013. Pada publikasi tersebut, GMC menegaskan
bahwa dokter harus menjaga batasan dengan pasien,
menjaga kerahasiaan rekam medik dan informasi
pribadi pasien, menghindari pencemaran nama
baik, serta menjaga rasa hormat terhadap sejawat.12
Disarankan agar dokter yang memiliki akun
medial sosial membuat dua akun berbeda antara
akunnya sebagai pemberi edukasi kesehatan
(mewakili profesinya sebagai dokter), dan akun
ekspresi pribadi. Menurut Budd,13 pada akun yang
ditujukan untuk ekspresi pribadi, dokter perlu
menolak pertemanan atau pemberian akses kepada
pasien. Sedangkan, bagi akun yang dibuat untuk
edukasi kesehatan, maka informasi yang layaknya
terbatas pada kalangan profesional tidak boleh
disampaikan pada media sosial yang tidak dapat
atau minim diatur tingkat privasinya. Disarankan
informasi ini disebarkan melalui jenis media sosial
yang terenkripsi baik, sehingga sasaran dapat diatur
secara tepat.
Untuk menghindari masalah etik yang timbul
dari penggunaan media sosial oleh dokter, terdapat
beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama,
memperketat pengaturan privasi pegawai dan pasien
di layanan kesehatan. Hal tersebut perlu dilakukan
untuk mengetahui siapa saja yang mengakses konten
yang dibuat atau disimpan oleh dokter. Meskipun
terdapat pengaturan privasi, dokter dianjurkan
untuk tetap waspada dengan ketidaksempurnaan
sistem privasi di media sosial.
Selain itu, batasan antara dokter dengan pasien
juga perlu diperjelas. Penetapan batasan tersebut
dapat dilakukan dengan menghindari hubungan
non profesional secara online dengan pasien,
misalnya dengan membatasi pertemanan dengan
pasien di situs profesi dan menolak pertemanan
dengan pasien di situs pribadi. Ketika berbagi
kasus secara online, dokter hendaknya menjaga
kerahasiaan pasien dengan menghilangkan identitas
pasien dan tetap meminta persetujuan pasien yang
bersangkutan.
Pencemaran nama baik merupakan hal yang
harus dihindari oleh dokter. Berdasarkan publikasi
Budd,13 hukum pencemaran nama baik berlaku
pada konten yang bersifat online. Oleh karena itu,
dokter perlu berhati-hati dalam memberikan opini
mengenai sejawat, pegawai, fasilitas pelayanan
kesehatan, atau birokrasi kesehatan seperti dinas
kesehatan, departemen kesehatan, dan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Sebagai seorang
dokter, mengevaluasi reputasi pribadi dan profesi
secara berkala sangat penting untuk dilakukan.
Evaluasi tersebut perlu dilakukan untuk memastikan
informasi mengenai pribadi dan profesi dokter
akurat dan layak terbit sehingga pencemaran nama
baik yang mencoreng reputasi profesi dokter dapat
dihindari.
Seorang dokter dituntut untuk jujur dalam
berinteraksi secara online, termasuk dalam beriklan.
Dokter hanya boleh beriklan secara online untuk
layanan yang sah berdasarkan informasi yang
terpercaya, akurat, dan relevan. Dokter tidak
diperkenankan menggunakan testimoni pasien
untuk mempromosikan diri.
Aktivitas media sosial dari seorang Dokter
memiliki potensi memberikan manfaat luas bagi
masyarakat. Namun di sisi lain, dokter perlu
menyadari bahwa aktivitasnya di media sosial harus
juga memperhatikan nilai etika kedokteran. Dokter
di samping taat kepada hukum yang mengatur
aktivitas di media sosial juga perlu memperhatikan
tujuan dan nilai etika yang melingkupinya dalam
menjalankan aktivitas media sosial. Dokter
harus dapat memilih jenis media sosial sesuai
dengan tujuannya beraktivitas. Pada konten yang
memerlukan batasan dan tidak untuk publik,
disarankan Dokter menggunakan media sosial
dengan tingkat privasi dan keamanan yang baik.
Jika diperlukan, dokter dapat mengelola dua akun
terpisah untuk tujuan edukasi kedokteran dan
menyalurkan ekspresi pribadi.
33
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 1 No. 1 Okt 2017
KESIMPULAN
8. Pirraglia PA, Kravitz RL. Social media: New
opportunities, new ethical concerns. Journal of
General Internal Medicine. 2013;28(2):165–6.
9. Moorhead SA, Hazlett DE, Harrison L,
Carroll JK, Irwin A, Hoving C. A new dimension
of health care: Systematic review of the uses,
benefits, and limitations of social media for
health communication. J Med Internet Res.
2013;15(4):e85. doi: 10.2196/jmir.1933.
10. Mardiastuti A. IDI kecam tenaga medis yang
selfie di tengah proses operasi pasien [Internet].
2015 Dec 15 [disitasi 2017 Jul 1]. Diunduh dari:
http://news.detik.com/berita/3096411/idi-kecam-
tenaga-medis-yang-selfie-di-tengah-proses-operasi-
pasien
11. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Indonesia. Kode etik kedokteran tahun 2012.
Jakarta; 2012.
12. General Medical Council. Doctors’ use of
social media [Internet]. 2013 Mar [disitasi 2017
Jul 1]. Diunduh dari: http://www.gmc-uk.org/
Doctors__use_of_social_media.pdf_51448306.pdf
13. Budd L. Physician tweet thyself: A guide for
integrating social media into medical practice. B C
Med J. 2013;55(1):38–41.
34 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 1 No. 1 Okt 2017
Tinjauan Etika Penggunaan Media Sosial oleh Dokter
Fatwa Etika Kedokteran khusus mengenai
pembatasan umum aktivitas media sosial oleh
dokter sangat penting untuk dibuat segera untuk
mengarahkan aktivitas media sosial oleh dokter
menjadi produktif dan sesuai kaidah etika
kedokteran Indonesia.
Tidak ada konflik kepentingan
1. Modahl M, Tompsett L, Moorhead T.
Doctors, patients & social media [Internet]. 2011
Sep [disitasi 2017 Jul 1]. Diunduh dari: http://
www.quantiamd.com/q-qcp/social_media.pdf
2. Peck JL. Social media in nursing education:
Responsible integration for meaningful use. J Nurs
Educ. 2014;53(3):164–9. doi: 10.3928/01484834-
20140219-03.
3. Lambert KM, Barry P, Stokes G. Risk
management and legal issues with the use of social
media in the healthcare setting. J Heal Risk Manag.
2012;31(4):41–7. doi: 10.1002/jhrm.20103.
4. von Muhlen M, Ohno-Machado L.
Reviewing social media use by clinicians. J Am Med
Inform Assoc. 2012;19(5):777–81. doi: 10.1136/
amiajnl-2012-000990.
5. George DR, Rovniak LS, Kraschnewski JL.
Dangers and opportunities for social media in
medicine. Clin Obstet Gynecol. 2013;56(3):453–
62. doi: 10.1097/GRF.0b013e318297dc38.
6. Househ M. The use of social media in
healthcare: Organizational, clinical, and patient
perspectives. Stud Health Technol Inform.
2013;183:244–8. doi: 10.3233/978-1-61499-203-5-
244.
7. Farnan JM, Sulmasy LS, Worster BK,
Chaudhry HJ, Rhyne JA, Arora VM. Online
medical professionalism: Patient and public
relationships: Policy statement from the American
College of physicians and the federation
of State Medical Boards. Ann Intern Med.
2013;158(8):620–7. doi: 10.7326/0003-4819-158-8-
201304160-00100.
KONFLIK KEPENTINGAN
REFERENSI