ArticlePDF Available

The Effectiveness Of Reflexology Massage In Lowering The Blood Pressure In Elderly With Hypertension

Authors:

Abstract

Elderly in the age of 60 or above is a natural process that can not be avoided where the life of man as a human being is limited by a rule of nature. As a result of the aging process, the blood vessels become stiff and affect the left ventricular wall reduce its elasticity, resulting in a progressive increase of blood pressure. The treatment of hypertension in addition to pharmacological therapy could also use non-pharmacological therapies such as reflexology massage. Method: The research design used in this study was pre-experimental using one group pretest-posttest approach. In this research, the researchers measured blood pressure before and after the treatment (reflexology massage). The sample of this study was 20 respondents using purposive sampling. This research used statistical t-test analysis test, because it had a scale ratio data. Result : The result of t-test showed that p <0.0001, means that there was significantly different result before and after treatment with reflexology massage on the feet with a medium timber. Discussion : It is expected that people with hypertension do the feet reflexology massage in order to taking medication because can lower systolic blood pressure.
202
PENGARUH TERAPI PIJAT REFLEKSI TERHADAP
PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANJUT USIA DENGAN
HIPERTENSI
(The Effectiveness Of Reflexology Massage In
Lowering The Blood Pressure In Elderly With Hypertension)
Levi Tina Sari, Nevy Norma Renityas dan Wahyu Wibisono
STIKes Patria Husada Blitar
e-mail: viemuaniez@yahoo.com
Abstract : Elderly in the age of 60 or above is a natural process that can not be
avoided where the life of man as a human being is limited by a rule of nature. As
a result of the aging process, the blood vessels become stiff and affect the left
ventricular wall reduce its elasticity, resulting in a progressive increase of blood
pressure. The treatment of hypertension in addition to pharmacological therapy
could also use non-pharmacological therapies such as reflexology massage.
Method: The research design used in this study was pre-experimental using one
group pretest-posttest approach. In this research, the researchers measured
blood pressure before and after the treatment (reflexology massage). The sample
of this study was 20 respondents using purposive sampling. This research used
statistical t-test analysis test, because it had a scale ratio data. Result : The result
of t-test showed that p <0.0001, means that there was significantly different result
before and after treatment with reflexology massage on the feet with a medium
timber. Discussion : It is expected that people with hypertension do the feet
reflexology massage in order to taking medication because can lower systolic
blood pressure.
Keywords : elderly, reflexology massage, hypertension
Pada lanjut usia dengan umur 60 tahun
keatas merupakan suatu proses alami yang
tidak dapat dihindari dimana umur manusia
sebagai mahkluk hidup terbatas oleh suatu
aturan alam. Resiko yang dapat muncul dalam
masa penurunan yang sangat erat
hubungannya dengan proses menua antara
lain : gangguan sirkulasi seperti hipertensi,
kelainan pembuluh darah, gangguan pada
persendian seperti osteoporosis (Nugroho,
2008). Akibat dari proses menua, pembuluh
darah menjadi kaku dan menyebabkan
dinding ventrikel kiri berkurang elastisitasnya,
akibatnya kenaikan tekanan darah menjadi
progresif.
Langkah pertama dalam perawatan
hipertensi adalah terapi farmakologi dan
terapi non farmakologi. Terapi farmakologi
hanya membuat tekanan darah kembali
normal tetapi tidak menjamin tekanan darah
kembali naik. Jika obat diminum dalam
jangka waktu yang lama, dapat memberikan
efek kerusakan organ target seperti otak dan
ginjal. Penanganan hipertensi selain dengan
terapi farmakologi juga bisa menggunakan
terapi non farmakologi diantaranya pijat
refleksi (Sustrani, 2006).
Menurut WHO (2005) menyatakan
bahwa hipertensi merupakan masalah
kesehatan umum didunia. Diperkirakan
sekitar 7,1 juta orang mengalaminya pada usia
lebih muda dan sekitar 64 juta orang
mengalami disability adjusted life year karena
hipertensi. Di Indonesia setiap tahunnya
terjadi 175.000 kematian akibat hipertensi dan
terdapat 450.000 kasus penyakit hipertensi.
Dari kasus hipertensi tersebut diketahui
bahwa 337.500 kasus (75%) merupakan usia
produktif (15-50 tahun) yang didominasi oleh
laki-laki, sisanya 112.500 kasus (25%) tidak
terdiagnosis dan baru sebagian yang tercakup
dalam program penaggulangan penyakit
hipertensi sesuai dengan rekomendasi WHO
(Depkes RI, 2006).
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 1, No. 3, Nopember 2014
DOI: 10.26699/jnk.v1i3.ART.p200-204
© 2014 Jurnal Ners dan Kebidanan
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
203 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 1, Nomor 3, Nopember 2014, hlm.202-206
Dari data tersebut diatas, terdapat 21
ribu penderita kasus hipertensi setiap bulan
yang tersebar di Jawa Timur. Data dinas
kesehatan (Dinkes) Jawa Timur menyebutkan,
total penderita hipertensi di Jatim 2011
sebanyak 285.724 pasien. Data ini diambil
menurut Surveilans Terpadu Penyakit (STP)
puskesmas di Jatim. Jumlah tersebut terhitung
mulai bulan Januari hingga September.
Dengan jumlah penderita tertinggi pada bulan
Mei sebanyak 46.626 pasien. Hipertensi di
Jatim menduduki “top score” selama tiga
tahun terakhir dibandingkan 3 kasus penyakit
tidak menular (PTM) (DinKes, 2011).
Sementara itu, menurut STP Puskesmas
di Jatim 2010, sejumlah daerah di Jawa timur
yang paling banyak menyumbang pasien
penderita Hipertensi adalah kabupaten Malang
dengan jumlah penderita 31.789 orang.
Disusul Surabaya menduduki peringkat ke-2
dengan jumlah 28.970 penderita. Madura
menduduki rangking 3 sebanyak 28.955
penderita. Sementara di Blitar jumlah
penderita Hipertensi sebanyak 15.292 orang.
Secara keseluruhan jumlah penderita
hipertensi di Jatim mencapai 275 ribu orang
(Dinkes, 2010).
Jumlah penderita hipertensi di Jawa
Timur meningkat setiap tahunnya sebagian
besar disebabkan kondisi stres. Seseorang
dalam kondisi stres akan mengakibatkan
penyempitan pembuluh darah dan
pengeluaran cairan lambung yang berlebihan.
Akibatnya, seseorang akan mengalami mual,
muntah, mudah kenyang, nyeri lambung yang
berulang dan nyeri kepala. Jika hal ini terjadi
terus- menerus, dapat menyebabkan
komplikasi hipertensi.
Selain itu faktor yang berpengaruh
memacu terjadinya tekanan darah tinggi
adalah faktor genetik, jenis kelamin, usia,
obesitas, dan konsumsi garam serta alkohol.
Penderita hipertensi biasanya tidak
menunjukkan gejala yang spesifik, hanya
gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan
dan sakit kepala. Kenaikan tekanan darah baru
diketahui sewaktu pemeriksaan. Hipertensi
yang berulang-ulang dikarenakan
pemeriksaan yang tidak teratur dan sering
tidak dirasakan oleh penderitanya, sering
menimbulkan komplikasi pada organ tubuh
lainnya seperti pada jantung, otak mata dan
ginjal (Sutanto, 2010).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di
Bendogerit tahun 2013 terdapat 78 lanjut usia
dan yang aktif hadir ke posyandu lansia
sebanyak 40 orang lanjut usia dan 26 orang
(65%) yang mengalami hipertensi. Selama ini
selain terapi farmakologi, terapi non
farmakologi seperti akupunktur, meditasi,
herbal dan pijat refleksi tidak pernah
diberikan pada lanjut usia dengan hipertensi,
dan pemberian konseling tentang diit
makanan hanya sebatas agar mengurangi
konsumsi garam, pada lanjut usia yang
mengalami hipertensi ringan langsung diberi
obat anti hipertensi dengan dosis rendah dan
jika hipertensi berat maka biasanya diberi obat
anti hipertensi dengan dosis tinggi (Posyandu
Lansia, 2012). Hal tersebut terjadi berulang-
ulang, padahal dengan mengkonsumsi obat-
obatan terus menerus dapat mengakibatkan
kerusakan organ fital seperti hati, jantung, dan
otak. Pengobatan hipertensi tidak hanya
dengan obat-obatan saja, metode pengobatan
komplementer dengan terapi pijat refleksi
dapat menjadi pilihan alternatif yang baik dari
segi manfaat dan keamanannya. Pijat refleksi
adalah terapi non-infasif dan membantu untuk
menghentikan kerusakan lebih lanjut dari
tubuh. Refleksi membantu mengurangi stres
dari tubuh ketika diterapkan pada kaki.
Menerapkan tekanan pada kaki membantu
dalam pembangunan kembali keseimbangan
tubuh. Hal ini juga membantu dalam
mengurangi nyeri, meningkatkan aliran darah,
mengurangi tekanan darah dan kolesterol
(Ayushveda, 2009).
Peneliti lebih tertarik melakukan
penelitian tentang pengaruh pijat refleksi
terhadap penurunan tekanan darah karena
penderita hipertensi lebih banyak
dibandingkan didesa lain, sebelumnya peneliti
pernah melakukan studi pendahuluan , jumlah
lansia dengan hipertensi hanya 18 orang dari
47 lanjut usia yang datang ke posyandu lansia.
Jadi penderita hipertensi di desa Babadan
Wlingi tidak sebanyak penderita hipertensi di
bendogerit.
Pijat refleksi saat ini sudah diteliti
tentang pengaruh terhadap penurunan tekanan
darah, namun selama ini terapi non
farmakologi seperti pijat refleksi di bendogert
kota Blitar belum pernah dilakukan, karena
adanya keterbatasan tenaga kesehatan dan
sarana sehingga penanganan terhadap
Sari, Renityas, Wibisono, Pengaruh Pendidikan Kesehatan......204
hipertensi hanya memberikan terapi
farmakologi saja (Posyandu lansia, 2012).
Dari fenomena diatas dengan begitu
banyaknya lanjut usia yang mengalami
hipertensi maka dari sini peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian adakah pengaruh
pijat refleksi terhadap penurunan tekanan
darah pada lanjut usia dengan hipertensi.
Rumusan masalahnya adalah
bagaimanakah pengaruh terapi pijat refleksi
terhadap penurunan tekanan darah pada lanjut
usia dengan hipertensi.
Tujuan umumnya adalah mengetahui
pengaruh pijat refleksi terhadap tingkat
penurunan tekanan darah pada lanjut usia
dengan hipertensi. Sedangkan tujuan
khususnya adalah (1) Mengidentifikasi
Mengidentifikasi tekanan darah sebelum
dilakukan terapi pijat refleksi, (2)
Mengidentifikasi tekanan darah setelah
dilakukan terapi pijat refleksi, (3)
Menganalisa adakah pengaruh terapi pijat
refleksi terhadap penurunan tekanan darah
pada lanjut usia dengan hipertensi sebelum
dan sesudah terapi pijat refleksi
Target luaran yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah diharpakan dapat masuk
dalam jurnal nasional dan menjadi artikel di
instansi pendidikan kesehatan. Adapun
kontribusi terhadap ilmu pengetahuan
diharapkan dapat mengembangkan ilmu,
mendukung informasi penelitian sebelumnya
dan dapat dijadikan landasan teori bagi
peneliti selanjutnya khususnya tentang
penanganan hipertensi dengan pijat refleksi.
BAHAN DAN METODE
Rancangan penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pre-eksperimental.
Dengan pendekatan one group pretest-posttest
desaign, peneliti mengukur tekanan darah
responden sebelum dan sesudah diberikan
perlakuan yaitu dengan pijat refleksi.
Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah pijat refleksi, sedangkan variabel
terikatnya adalah pengukuran tekanan darah.
Subyek penelitian ini berjumlah 20
responden 20 responden yang dihasilkan dari
tehnik pengambilan sampling yaitu purposive
sampling, dengan kriteria lansia yang
mempunyai tekanan darah tinggi dan bersedia
di pijat terapi.
Alat pengumpulan data menggunakan
tensi meter dan checklist untuk mendata
tekanan darah responden sebelum dan sesudah
perlakuan.
Penelitian ini menggunakan analisis
univariat dan bivariat. Analisis univariat
digunakan untuk mengukur karakteristik
responden yaitu jenis kelamin, umur,
pendidikan, pekerjaan, pola makan (diit
rendah garam). Analisis bivariat
menggunakan uji statistic t-test, karena
mempunyai skala data rasio.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik responden:
Tabel 1. Karakteristik responden
No
Karakteristik subyek
Distribusi
frekuensi
1.
Jenis Kelamin
65%
2.
Umur 66-75
40%
3.
Pendidikan SD
70%
4.
Pekerjaan Petani
60%
5.
Hipertensi 1-6 Bulan
50%
Tabel 2. Tekanan darah sistole sebelum
perlakuan
Means
Median
Minimum
Maximum
172,60
170,00
150,00
200,00
Tabel 3. Tekanan darah sistole sesudah
perlakuan.
Means
Median
Std.
deviasi
Minimum
Maximum
148,00
145,00
12,290
130,00
170,00
Tabel 4. Perubahan tekanan darah sebelum
dan sesudah perlakuan
means
Standart
deviasi
Means ±
standart
deviasi
perbedaan
p
Sebelum
perlakuan
173
14,302
24,60 ±
6,44
<0,0001
Sesudah
perlakuan
148
12,290
Berdasarkan tabel diatas terlihat terjadi
kenaikan rata-rata pada sebelum dan sesudah
perlakuan yaitu 25 poin. Dan hasil uji t-test
didapatkan bahwa p < 0,0001, maka terdapat
perbedan yang signifikan antara sebelum dan
sesudah perlakuan.
PEMBAHASAN
Tekanan darah sistole sebelum dilakukan
perlakuan
Penyakit hipertensi jika tidak segera
disembuhkan maka dalam jangka panjang
205 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 1, Nomor 3, Nopember 2014, hlm.202-206
dapat menimbulkan kerusakan arteri di dalam
tubuh sampai organ-organ yang mendapatkan
suplai darah darinya seperti jantung, otak dan
ginjal (Hayens, 2003). Hipertensi merupakan
penyebab utama stroke, serangan jantung,
gagal jantung, gagal ginjal, demensia dan
kematian prematur. Apabila tidak ditanggapi
secara serius, umur penderitanya bisa
diperpendek 10-20 tahun (Sheps, 2005).
Faktor penyebab hipertensi ada dua yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer,
kasus hipertensi 90% merupakan hipertensi
esensial yang didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan darah yang tidak
diketahui penyebabnya (idiopatik). Beberapa
faktor diduga berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi esensial adalah
genetik, jenis kelamin, usia, diet, berat badan,
dan gaya hidup. Dan penyebab yang kedua
yaitu hipertensi sekunder. kasus hipertensi
sekunder sebanyak 10% dari keseluruhan
kasus hipertensi. Hipertensi sekunder adalah
peningkatan tekanan darah karena suatu
kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti
penyakit ginjal atau gangguan tiroid. (Indarti,
2012).
Dari hasil penelitian sebelum dilakukan
perlakuan rata-rata responden memiliki
tekanan darah sistole sebesar 172,60 MmHg.
Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh usia
terdapat 8 responden yang berusia 66-75
tahun. Begitu juga dari faktor gaya hidup
masa lalu, karena dari hasil wawancara
beberapa responden mengungkapkan bahwa
karena pekerjaan merekalah yang
mnyebabkan gaya hidup tinggi dengan pola
makanan yang banyak mengandung lemak,
selalin itu tingkat stresor yang tinggi pasca
pension. Hal ini juga didukung oleh penelitian
Maulana (2010) hasil penelitian menunjukan
Ada hubungan tingkat stress dengan kejadian
hipertensi di wilayah Puskesmas Guntur
Kabupaten Demak dengan P Value = 0.012.
Tekanan darah sistole sesudah dilakukan
perlakuan
Pijat refleksi kaki menimbulkan
relaksasi yang dalam sehingga meringankan
kelelahan jasmani dan rohani dikarenakan
sistem saraf
simpatis mengalami penurunan aktivitas yang
akhirnya mengakibatkan turunnya tekanan
darah (Kaplan,2006). Menurut Dalimartha
(2009), pada prinsipnya pijat yang dilakukan
pada penderita hipertensi adalah untuk
memperlancar aliran energy dalam tubuh
sehingga gangguan hipertensi dan
komplikasinya dapat diminimalisir, ketika
semua jalur energi terbuka dan aliran energi
tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot dan
hambatan lain maka risiko hipertensi dapat
ditekan.
Dari hasil penelitian terdapat penurunan yang
signifikan. Refleksi pijat kaki dengan
mengggunakan media kayu dapat menurubkan
tingkat stress dan menjadikan responden
merasa nyaman.
Penatalaksaannya bertujuan untuk
menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi jumlah darah, mengurangi
kegiatan jantung memompa, dan mengurangi
mengerutnya dinding-dinding pembuluh nadi
halus sehingga tekanan pada dinding-dinding
pembuluh darah berkurang dan aliran
darahmenjadi lancar sehingga tekanan darah
akan menurun (Dekker, 1996). Menurut
penelitian Putri (2009) dengan hasil
penelitiannya yang berjudul Efektivitas
Massage Kaki dengan Minyak Esensial
Lavender terhadap Penurunan Tekanan Darah
pada Penderita Hipertensi di Dusun XI Desa
Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa
Kabupaten Deli Serdang. Dengan hasil p
value = 0.003.
Pengaruh Sebelum Dan Sesudah Perlakuan
Dari hasil penelitian ini bahwa terdapat
perbedaan tekanan darah sistole yang signikan
antara sebelum dan sesudah perlakuan dengan
pijat refleksi pada kaki dengan menggunakan
media kayu.
Hal ini disebabkan karena pijat refleksi kaki
atau sering disebut dengan pijat refleksiologi
yang dilakukan dengan cara memijat bagian
titik refleksi di kaki (Gillanders, 2009) yang
dapat memberikan rangsangan relaksasi yang
mampu memperlancar aliran darah dan cairan
tubuh pada bagianbagian tubuh yang
berhubungan dengan titik syaraf kaki yang
dipijat (Wijayakusuma, 2006).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
setelah dilakukan pemijatan hampir seluruh
responden mengatakan bahwa mereka merasa
nyenyak saat tidur. Hal ini disebabkan karena
rangsangan yang diberikan mampu
memperlancar aliran darah dan cairan tubuh.
Hasilnya, sirkulasi penyaluran nutrisi dan
oksigen ke sel-sel tubuh menjadi lancer tanpa
Sari, Renityas, Wibisono, Pengaruh Pendidikan Kesehatan......206
ada hambatan. Sirkulasi darah yang lancar
akan memberikan efek relaksasi dan
kesegaran pada seluruh anggota tubuh
sehingga tubuh mengalami kondisi seimbang
(Wijayakusuma, 2006). Menurut penelitian
Arita Murawani (2012) hasil penelitian
dengan judul pengaruh pijat refleksi terhadap
penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi di desa Kasinder Kecamatan
Jorlang Hataran Kabupaten Simalungun
dengan p value= 0.002
Pijat refleksi kaki menimbulkan relaksasi
yang dalam sehingga meringankan kelelahan
jasmani dan rohani dikarenakan system saraf
simpatis mengalami penurunan aktivitas yang
akhirnya mengakibatkan turunnya tekanan
darah (Kaplan,2006).
Pijat refleksi kaki merupakan teknik integrasi
sensori yang mempengaruhi aktivitas sistem
saraf otonom. Apabila seseorang
mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus
rileks maka akan muncul respon relaksasi
(Meet, 1993 dalam Perry&Potter,2005).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian dan analisa data
yang telah dilakukan di dapatkan hasil sebagai
berikut:Tekanan darah sistole sebelum
dilakukan perlakuan mempunyai rata-rata
sebesar 172,60mmHg, Tekanan darah sistole
sesudah dilakukan perlakuan mempunyai rata-
rata sebesar 148,00 mmHg, Perbedaan
tekanan darah sistole sebelum dan sesudah
perlakuan mempunyai hasil yang signifikan
sebesar p > 0,0001
Saran
Diharapkan penderita hipertensi
melakukan pijat refleksi pada kaki selain
mengkonsumsi obat-obatan karena selalin
dapat menurunkan tekanan darah sistole juga
membuat badan merasa rileks dan nyaman.
Kemudian dapat dilakukan promosi kesehatan
tentang pijat refleksi pada kaki baik untuk
penderita maupun keluarga agar dapat
mengetahui dan mampu untuk melakukan
pijat refleksi.
Untuk memperkuat penelitian ini
maka dapat diteruskan dengan penelitian
selanjutnya dengan menambahkan kelompok
control pada variabel penelitian dan
membandingkan antara pijat refleksi kaki
dengan message pada kaki.
DAFTAR RUJUKAN
Ayushveda. 2009. Refleksi: Sebuah Praktek
Remedy Alternatif.
http://Ayushveda.com/&rurl=translate.go
ogle.co.id Diakses tanggal 4 April 2012.
Depkes RI, 2006. Hipertensi Penyebab
Kematian Nomor Tiga. Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta.-
http://www.depkes.go.id/index.php/-
berita/press-release/810-hipertansi-
penyebab-kematian-nomor-tiga.html
Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik &
Geriatrik, Ed 3. Jakarta: EGC.
Sustrani, dkk. 2006. Hipertensi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Sutanto. 2010. Cekal Penyakit Modern
Hipertensi, Stroke, Jantung, Kolesterol
dan Diabetes. Yogyakarta: CV.Andi
Offset.
WHO, 2005. Hypertension fact sheet.
Department of Sustainable Development
and Healthy Environments September
2005. http:-
//www.searo.who.int/linkfiles/non_comm
unicable_diseases_hypertension-fs.pdf
... One of the therapies to reduce anxiety in patients with hypertension is the foot massage. Foot massage therapy is a technique that can lower blood pressure and make the body relax and fit in patients with hypertension (Sari et al., 2014). The foot massage can reduce anxiety levels and improve sleep cycles and acute coronary syndromes (Rahmani et al., 2016). ...
Article
Full-text available
Background Globally, the prevalence of hypertension, especially in older people, is relatively high and increasing annually. In addition to hypertension, many older people also experience anxiety. Interventions are needed to reduce blood pressure and overcome anxiety, one of which is foot massage. Objective To determine the effect of foot massage on reducing blood pressure and anxiety in older people with hypertension. Method This study was a one-group pre-test–post-test design with a time-series design for measuring blood pressure and assessing the degree of anxiety after foot massage intervention for 12 sessions. Thirty older people with hypertension and anxiety participated in this study. Results A significant decrease in anxiety was observed after the 6th and 12th sessions of foot massage intervention ( P < 0.05). A significant decrease was observed in systolic blood pressure after the 12th intervention compared to baseline and 8th intervention ( P < 0.05). Conclusion Foot massage intervention is effective in reducing blood pressure and anxiety in older people with hypertension.
... 22 It has been proven to lower blood pressure. 23,24 Massage will give effect on the contraction of the capillary walls so that the capillary blood and lymph vessels dilated. According to Potter & Perry, 25 foot massage can improve muscle tone and provide a relaxing effect. ...
Article
Full-text available
Objective To determine the effect of foot massage on reducing blood pressure in patients with intradialytic hypertension. Method This study is a randomized controlled trial (RCT). Subjects were 32 hemodialyses (HD) patients randomly allocated into two groups: the control group and the intervention group. Foot massage was performed three times in intradialytic phase for 5–10 min in the first, second, and third HD hours. Measurement of blood pressure (BP) used portable sphygmomanometer. The measurement was conducted every hour. Results There is a different effect of foot massage on systolic and diastole blood pressure between the control group and intervention group with p < 0.05. The difference in median value for systolic blood pressure between the two groups was 25 mmHg, and diastole was 10 mmHg. Conclusion The foot massage is beneficial in controlling intradialytic hypertension and can be applied in the management of hemodialysis patients by nurses.
... Terdapat perbedaan efektivitas dalam menurunkan tekanan darah sistole, tetapi tidak ada perbedaan efektivitas dalam menurunkan tekanan darah diastole (Sari, Renityas & Wibisono, 2014). Terapi bekam yang dilakukan selama 3x selang 15 hari dapat menurunkan kadar kolesterol total secara signifikan pada 24 orang subyek dengan diabetes melitus type 2. Berbekam juga dapat meningkatkan sistem imun, hal ini terlihat pada 20 subyek yang diberi terapi bekam, 15 hari kemudian terdapat peningkatan sel makrofag dalam darah. ...
Article
Full-text available
WET CUPPING THERAPY PRACTITIONER AND STANDARD OPERATING PROCEDURESBackground: Traditional wet cupping therapy is an invasive alternative therapy in the community. To ensure its safety, it is necessary to conduct research on the compliance of wet cupping practitioners against the Standard Operating Procedure (SOP). Purpose: To obtain an overview of the compliance of cupping therapy practitioners with the Standard Operating Procedure (PSO) in DKI Jakarta.Methods: This study was a cross-sectional study, conducted on 30 wet cupping practitioners in the DKI Jakarta area who fulfilled the inclusion and exclusion criteria. The method of data collection is done by observing cupping practitioners, each of them 3 times to avoid bias behavior of respondents who deliberately do it because they are being observed. Data analysis was carried out descriptively and analytically. Test the relationship between independent and dependent variables is done to determine the factors associated with compliance.Conclusion: The average value of compliance with cupping practitioners in the PBI member of DKI Jakarta against PSO is 81.47 percent. Factors related to the compliance of cupping therapy members of the Jakarta DKI Cupping Association (PBI) towards Standard Operating Procedure (PSO) there are 3 variables, namely the year passed the standardization test, facilities and supervision.Keywords: compliance, wet cupping, Standard Operating ProcedurePendahuluan: Terapi tradisional bekam merupakan terapi alternatif yang bersifat invasif yang ada di masyarakat. Untuk memastikan keamanannya maka perlu dilakukan penelitian mengenai kepatuhan para praktisi bekam terhadap Prosedur Standar Operasi (PSO).Tujuan: memperoleh gambaran kepatuhan para praktisi terapi bekam terhadap Standar Prosedur Operasional (PSO) di DKI Jakarta.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional, dilakukan pada 30 orang praktisi bekam di wilayah DKI Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Cara pengumpulan data dilakukan dengan observasi terhadap praktisi bekam, masing-masing sebanyak 3 kali untuk menghindari bias perilaku responden yang sengaja dilakukan karena mengetahui sedang diamati. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan analitik. Uji hubungan antar variabel independen dan dependen dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan.Simpulan: Nilai rata-rata kepatuhan praktisi bekam anggota PBI DKI Jakarta terhadap PSO yaitu 81,47 persen. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan praktisi terapi bekam anggota Perkumpulan Bekam Indonesia (PBI) DKI Jakarta terhadap Prosedur Standar Operasi (PSO) ada 3 variabel yaitu tahun lulus uji standardisasi, sarana prasarana dan supervisi.
Article
Full-text available
Introduction: The increase in blood pressure that lasts long enough to cause damage to the kidneys, heart, and brain. This is in line with Carol A. Miller's theory regarding the aging process that occurs in the older adults. Miller's functional theory in the development process, the older adults will experience many changes, one of which is the dilated and stiff arteries, this results in reduced vascular recoil capacity. The purpose of this study was to determine the effect of massage, warm water foot soaking, and aromatherapy on lowering blood pressure in hypertensive older adults based on empirical studies of the last ten years.Method: Search for journals or articles using a database through Scopus, ProQuest, PubMed, SAGE, EBSCO, Scient Direct, Research Gate, and Google Scholar. The Center for Review and Dissemination and The Joanna Briggs Institute were used to assess the study's quality. The framework used for the review is PICOS, and the inclusion criteria used are English and Indonesian language journals with a coverage of the last ten years, older adults who lives in nursing home or community older adults, outcomes: decreased to blood pressure, and the study design of quasy-experimental studies, randomized control and trial, qualitative research and cross-sectional studies.Result: After screening twenty-five article, but only Thirteen studies matched the research criteria. Six studies suggest that age is a significant factor in hypertension and seven studies the presence of excess sympathetic activity. Meanwhile, strategies to reduce blood pressure in the older adults include massage, soaking feet in warm water, and aromatherapy.Conclusion: Decreased prevalence of hypertension in the older adults can be carried out pharmacologically and non-pharmacologically. The strategy is entirely sufficient for lowering blood pressure in elderly hypertensive are massage, foot soak warm water, and aromatherapy as inhaled a calming effect. Determines successfully in complementary therapy in lowering blood pressure.
ResearchGate has not been able to resolve any references for this publication.