ArticlePDF Available

PERAN JARINGAN KOMUNIKASI DALAM GERAKAN SOSIAL UNTUK PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

Authors:

Abstract

Fokus tulisan ini yaitu peran jaringan komunikasi dalam gerakan sosial, khususnya terkait upaya pelestarian lingkungan hidup. Tulisan ini diangkat dari fenomena gerakan sosial yang semakin marak terjadi di Indonesia sejalan dengan krisis ekologi yang semakin hari semakin meluas sehubungan dengan konsesi pertambangan, kehutanan, dan perkebunan dari berbagai perusahaan dalam dan luar negeri. Terbentuknya berbagai gerakan sosial untuk memperjuangkan keadilan lingkungan dalam menghadapi meluasnya konsesi-konsesi tersebut. Penulis menggunakan jaringan komunikasi untuk menganalisis gerakan sosial karena jaringan bisa menjelaskan proses mobilisasi dan proses dinamika relasi seseorang yang menyebabkan individu terdorong melakukan gerakan sosial serta dapat melihat proses berkembangnya gerakan sosial. Para ahli menunjukkan bahwa orang ikut serta dalam gerakan sosial karena mereka berbagi norma-norma dan nilai tertentu yang berhubungan kepada suatu wilayah khusus dalam pertentangan politik. Pembahasan mengenai gerakan sosial untuk pelestarian lingkungan terkait dengan komunikasi lingkungan yaitu komunikasi yang mengarah kepada perubahan perilaku individu untuk melestarikan lingkungan. Dalam komunikasi lingkungan, individu atau manusia dapat menjadi pelestari atau perusak lingkungan. Komunikasi dapat menjadi salah satu cara untuk mempengaruhi perilaku individu.
KomunikasI
JURNAL
IKATAN SARJANA KOMUNIKASI INDONESIA
e-ISSN: ---- ---- ---
p-ISSN: ---- ---- ---
PERAN JARINGAN KOMUNIKASI DALAM GERAKAN SOSIAL
UNTUK PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Dwi Retno Hapsari
Departemen Sains Komunikasi&Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor
enno0910@gmail.com
Abstrak:
Fokus tulisan ini yaitu peran jaringan komunikasi dalam gerakan sosial, khususnya terkait upaya pelestarian
lingkungan hidup. Tulisan ini diangkat dari fenomena gerakan sosial yang semakin marak terjadi di Indonesia
sejalan dengan krisis ekologi yang semakin hari semakin meluas sehubungan dengan konsesi pertambangan,
kehutanan, dan perkebunan dari berbagai perusahaan dalam dan luar negeri. Terbentuknya berbagai gerakan
sosial untuk memperjuangkan keadilan lingkungan dalam menghadapi meluasnya konsesi-konsesi tersebut.
Penulis menggunakan jaringan komunikasi untuk menganalisis gerakan sosial karena jaringan bisa menjelaskan
proses mobilisasi dan proses dinamika relasi seseorang yang menyebabkan individu terdorong melakukan gerakan
sosial serta dapat melihat proses berkembangnya gerakan sosial. Para ahli menunjukkan bahwa orang ikut serta
dalam gerakan sosial karena mereka berbagi norma-norma dan nilai tertentu yang berhubungan kepada suatu
wilayah khusus dalam pertentangan politik. Pembahasan mengenai gerakan sosial untuk pelestarian lingkungan
terkait dengan komunikasi lingkungan yaitu komunikasi yang mengarah kepada perubahan perilaku individu
untuk melestarikan lingkungan. Dalam komunikasi lingkungan, individu atau manusia dapat menjadi pelestari
atau perusak lingkungan. Komunikasi dapat menjadi salah satu cara untuk mempengaruhi perilaku individu.
Kata Kunci: Jaringan Komunikasi, Gerakan Sosial, Komunikasi Lingkungan
Jurnal Komunikasi. 01 (2016) 25-36
PENDA H U LUA N
Tulisan ini berfokus pada analisis peran jaringan
komunikasi dalam gerakan sosial, khususnya
terkait untuk pelestarian lingkungan hidup.
Tulisan ini diangkat dari fenomena gerakan sosial
yang semakin marak terjadi di Indonesia sejalan
dengan krisis ekologi yang semakin hari semakin
meluas dan mendalam sehubungan dengan konsesi
pertambangan, kehutanan, dan perkebunan dari
perusahaan-perusahaan raksasa dalam dan luar
negeri. Menurut Achmaliadi dan Rachman (2012),
hal ini sekaligus menjadi pembentuk utama dari
tiga pokok masalah, yakni kerusakan lingkungan,
distribusi pengguasaan tanah dan sumberdaya alam
yang timpang dan konik. Oleh karena itu, banyak
terbentuk gerakan sosial. Pembentukan gerakan-
gerakan sosial tersebut untuk memperjuangkan
keadilan lingkungan dalam menghadapi meluasnya
konsesi-konsesi perkebunan, kehutanan, dan
pertambangan.
Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (WALHI), pada tahun 2012 telah terjadi 147
kasus kekerasan dan kriminalisasi terkait persoalan
lingkungan hidup. Di tahun 2013, naik cukup
signikan menjadi 227 kasus konik lingkungan
hidup, sumber daya alam dan agraria yang berujung
pada tindakan kekerasan dan kriminalisasi. Hal ini
mereeksikan bahwa persoalan lingkungan tidak
sesederhana yang dibayangkan. Menurut Tamrin
(2014:14) permasalahan lingkungan memberikan
gambaran tentang persoalan mendasar tentang
sosial-politik, ekonomi-politik, dan politik-hukum
bahwa saat ini ada kondisi yang tidak adil atas nama
pembangunan ekonomi. Terjadi tarik menarik
antara kepentingan peningkatan anggaran dan
ekonomi harus berhadapan dengan perlindungan
26 Dwi Retno Hapsari / Jurnal Komunikasi. 01 (2016) 25-36
terhadap kekayaan dan kelestarian lingkungan
hidup. Isu mengenai lingkungan kurang mendapat
perhatian besar, terutama dari pemerintah. Banyak
isu lingkungan yang hanya diperjuangkan oleh
masyarakat yang menjadi korban. Pihak-pihak di
luar korban menutup mata dengan realitas yang
ada. Walaupun fakta yang ada telah menunjukkan
ketidakadilan terhadap masyarakat.
Penulis tertarik untuk mengkaji peran jaringan
komunikasi dalam gerakan sosial untuk pelestarian
lingkungan hidup karena membaca tulisan Prell
(2012) yang membuat kesimpulan dan catatan
khusus mengenai bidang masa depan jaringan yang
patut diteliti lebih mendalam antara lain: gerakan
sosial, modal sosial, ekologi dan sumberdaya alam.
Adapun penjelasan konsep mengenai ketiga hal
tersebut menurut Prell, adalah sebagai berikut:
Pertama, Gerakan sosial, topik gerakan sosial me-
ningkat pesat sejalan dengan popularitas bidang
analisis jaringan sosial (Diani and McAdam, 2003).
Gerakan sosial merujuk pada aksi kelompok yang
fokus pada politik spesik dan atau isu sosial dengan
meletakkan tujuan inisiasi atau mengkontribusi
untuk perubahan. Analisis jaringan cenderung
tertarik pada bagaimana individu berkumpul bersa-
ma untuk membentuk suatu gerakan, dan meng-
ungkapkan atau menggambarkan struktur jaringan
pada suatu kelompok.
Kedua, Modal Sosial, kembali pada tahun 1990-
an, bersama dengan publikasi Robert Putnam pada
tahun 1993 dalam buku Making Democracy Work,
modal sosial menjadi topik yang popular di dalam
dan di luar akademisi, dan dengan berkembangnya
popularitas men jadikan peningkatan perhatian
dan ketertarikan dalam jaringan sosial dan analisis
jaringan. Modal sosial merujuk pada kemampuan
untuk identi kasi sumberdaya membang un jaringan
sosial dengan orang lain, serta proses yang terlibat
dalam mengakses sumberdaya tersebut (Lin, 2001).
Mungkin popu laritas modal sosial telah menurun
secara perlahan (Borgatti, 2005), namun banyak
publikasi melanjutkan modal sosial dari perspektif
jaringan (Hsung et al.,2009; Lin and Erickson,
2008), dan trend ini kelihatannya berlanjut untuk
beberapa waktu, sehingga perlu untuk dilakukan
penelitian terbaru. Ketiga, Ekologi dan Sumberdaya
Alam, pakar ekologi memulai untuk melihat
keuntungan dalam integrasi pendekatan jaringan
sosial dengan ide dalam sistem ekologi, dan juga
mengunakan analisis jaringan sosial sebagai alat
untuk memperoleh pengetahuan atau wawasan baru
ke dalam kebiasaan sumber daya alam yang dapat
dikelola dan diatur. Peningkatan ketertarikan ini
dalam topik demonstrasi, sebagai contoh, sebuah isu
khusus terbaru dalam Ecology and Society.
Selain penjelasan di atas, telaah mengenai peran
jaringan komunikasi dalam gerakan sosial untuk
pelestarian lingkungan hidup sangat menarik bagi
penulis karena ingin mengetahui lebih mendalam
keterkaitan jaringan komunikasi dengan gerakan
sosial yang hingga saat ini masih jarang dikaji
di Indonesia. Penulis menghubungkan jaringan
komunikasi dengan gerakan sosial, karena membaca
tulisan Diani dan McAdam (2003) yang menyatakan
bahwa jaringan bisa menjelaskan proses mobilisasi,
termasuk di dalamnya partisipasi individu dalam
gerakan sosial. Kajian yang sudah dilakukan
McAdam dan Diani menggunakan jaringan dan
gerakan sosial pada perspektif sosiologi. Sedangkan
dalam tulisan ini, penulis akan mengkaji peranan
jaringan komunikasi dalam gerakan sosial. Terdapat
dua asumsi mengapa peran jaringan komunikasi
penting dalam berbagai hal, termasuk dalam
mengkaji gerakan sosial, antara lain (1) dalam
jaringan komunikasi dapat melihat peran penting
aktor dalam sebuah jaringan, dalam hal ini aktor
dapat seseorang maupun lembaga atau organisasi; (2)
dalam jaringan mengasumsikan pentingnya relasi
antar aktor (Rogers dan Kincaid, 1981). Berdasarkan
uraian di atas, maka penting untuk melakukan
kajian menge nai peran jaringan komunikasi
dalam gerakan sosial. khususnya untuk pelestarian
lingkungan hidup yang merupakan kajian terpadu
dari konsep jaringan, modal sosial, dan ekologi yang
merupakan bagian dari komunikasi lingkungan.
PEMBAHASAN TEORI
Pengertian Jaringan Komunikasi
Jaringan secara sederhana bisa dide nisikan
sebagai seperangkat aktor yang mempunyai relasi
dengan aktor lain dalam tipe relasi tertentu. Jaringan
adalah seperangk at item yang disebut dengan vertices
atau kadangkala disebut dengan nodes, dengan hu-
bungan antara mereka yang disebut dengan edges
atau ties (Newman, 2006). Jaringan sosial ada-
lah seperangkat orang atau kelom pok orang-orang
dengan beberapa bentuk kontak dan interaksi
anta ra mereka (Scott, 2000). Jaringan komunikasi
adalah individu-individu yang terkoneksi antara
satu dengan lainnya yang dihubungkan oleh arus
27
Dwi Retno Hapsari / Jurnal Komunikasi. 01 (2016) 25-36
komunikasi yang terpola (Rogers dan Kincaid, 1981).
Hal ini memperlihatkan esensi perilaku manusia
yaitu interaksi melalui pertukaran informasi antara
satu individu dengan indi vidu lainnya dalam suatu
sistem. Informasi berbeda dengan pemaknaan ka-
rena individu tersebut memberikan infor masi yang
dapat dipertukarkan. Pertukaran infor masi yang
terjadi dilakukan dalam suatu sistem ko mu nikasi
interpersonal yang kemudian menjadi pola.
Kekuatan jaringan merujuk pada kekuatan
aktor dan organisasi termasuk dalam jaringan
yang membangun pusat jaringan global masya -
rakat diantara sekumpulan individu (Castells, 2009).
Studi jaringan komunikasi meng gambarkan relasi
aktor (bisa orang, lem baga, perusahaan, negara dan
lain sebagainya) satu dengan lainnya dalam struktur
sosial tertentu. Ada dua kata kunci utama dari
jaringan komunikasi. Pertama, aktor yaitu jaringan
komunikasi melihat fenomena atau peristiwa dari
sisi mikro (aktor) bukan makro. Kedua, relasi yaitu
bagaimana aktor-aktor tersebut berinteraksi satu
sama lain. Eriyanto (2015) menjelaskan bahwa istilah
jaringan komunikasi (communication networks) atau
jaringan sosial (social networks) setidaknya dipakai
untuk tiga hal yang berbeda.
Pertama, jaringan komunikasi sebagai teknik
analisis data. Analisis jaringan dipakai pada tahap
analisis, terutama dengan menggunakan perangkat
lunak (soware) pengolah data jaringan sosial,
seperti UCINET, NodeXL, PAJEK, Phyton dan
sebagainya. Kedua, jaringan komunikasi sebagai
metode. Analisis jaringan di sini posisinya setara
dengan eksperimen, analisis isi atau metode survei.
Analisis jaringan bukan sekedar dilihat sebagai
teknik analisis data, tetapi juga sebuah metode yang
berbeda dengan metode kuantitatif lain.
Analisis jaringan mempunyai perspektif,
asumsi, dan teknik pengumpulan data yang khas
yang membedakan dengan meto de lain. Jaringan
komunikasi di sini dilihat sebagai strategi penelitian
dalam memahami fenomena atau realitas. Metode
jaringan komunikasi berbeda dengan metode pene-
litian kuantitatif yang dikenal luas dalam studi
komunikasi. Ketiga, jaringan komunikasi sebagai
teori. Jaringan komunikasi atau sosial, juga bisa
menempati posisi sebagai sebuah teori, yakni
seperangkat konstruk yang menghubungkan dan
menjelaskan realitas, seperti homoli adalah contoh
dari teori mengenai jaringan.
Rogers dan Kincaid (1981) menjelaskan bahwa
analisis jaringan komunikasi adalah sebuah meto-
de penelitian untuk meng identikasi stuktur
komunikasi pada suatu sistem, di mana data rela -
sional tentang arus komunikasi dianalisis dengan
menggunakan beberapa jenis hubungan inter-
personal sebagai unit analisis. Pendekatan analisis
ini sangat berguna khususnya untuk peneliti sosial
karena pendekatan in i memungkink an peneliti untuk
menelusuri arus pesan spesik pada suatu sistem,
dan untuk membandingkan struktur komunikasi
tersebut dengan struktur sosial dalam sistem untuk
menentukan bagaimana struktur sosial tersebut
saling berhubungan dengan jaringan komunikasi.
Data aliran komunikasi membawa kehidupan ke
sifat alami lainnya pada variabel stuktur sosial.
Metode analisis jaringan komunikasi yaitu suatu
metode yang bertititik tolak dari model komunikasi
konvergensi melandas pada teori cybernetic. Teori
cybernetic meman dang tingkah laku manusia dari
perspektif sistem-sistem yaitu suatu acara atau
usaha untuk melihat dan memahami hubungan-
hubungan secara keseluruhan (Richard Jr, 1976
dalam Setiawan, 1989).
Esensi dari perilaku manusia umumnya adalah
interaksi di mana individu bertu kar informasi dengan
satu atau lebih individu. Setiap individu tertentu
pada suatu sistem kemungkinan menghubungi
orang-orang ter tentu, dan mengabaikan banyak
orang lain (khususnya ketika berada pada suatu
sistem dengan ukuran yang besar). Oleh karena itu
aliran komunikasi interpersonal mem bentuk pola
dari waktu ke waktu. Suatu struktur komunikasi
atau jaringan muncul, dan relatif stabil dan mem-
prediksi perilaku. Analisis jaringan komunikasi
menggambarkan keterkaitan yang dibuat oleh ber-
bagi informasi, dan keterhubungan pada struktur
komunikasi interpersonal. Sebuah jaringan komu-
nikasi terdiri dari saling berhubungan orang-orang
yang terhubung oleh arah komunikasi yang berpola
(Rogers&Kincaid, 1981).
PENGERTIAN GERAKAN SOSIAL
Pengertian geraka n sosial lahir dari situasi da lam
masyarakat karena adanya ketidak adilan dan sikap
sewenang-wenang terhadap masyarakat. Menurut
Stompzka (1993) dalam Sarwoprasodjo (2007),
secara ringkas, gerakan sosial adalah sekelompok
orang bertindak bersama secara longgar terorganisir
dengan cara tidak melembaga untuk menghasilkan
perubahan dalam masyarakat. Gerakan sosial
28 Dwi Retno Hapsari / Jurnal Komunikasi. 01 (2016) 25-36
dapat dipandang sebagai produk perubahan sosial,
tetapi juga dapat menghasilkan trans formasi sosial
berikutnya. Gerakan nampak sebagai sarana atau
pembawa, pemindah perubahan yang sedang
berlangsung dari pada sekedar penyebab utama atau
hanya manifestasi permukaan saja
Sebuah teori yang dijelaskan oleh McAdam, et al
(2003) menyebutkan bahwa untuk membuat sebuah
gerakan dapat dila kukan melalui tiga cara: Pertama,
resource mobilization theory (teori mobilisasi sumber
daya) yaitu gerakan sosial dianggap berhasil jika
memiliki uang dan organisasi yang kuat, termasuk
melibatkan banyak orang. Struktur mobilisasi
adalah sejumlah cara kelompok gerakan sosial
mele bur dalam aksi kolektif, termasuk di dalamnya
taktik gerakan dan bentuk organisasi gerakan sosial.
Kedua, political opportunity structure (struktur
kesem patan politik) yaitu gerakan sosial diang gap
berhasil jika ada kesempatan atau momen tumnya
tepat. Mekanisme struktur kesempatan politik
berupaya menjelaskan bahwa gerakan sosial terjadi
karena dise babkan oleh perubahan dalam struktur
politik yang dilihat sebagai kesempatan.
Ketiga, teori frame yaitu gerakan sosial dianggap
berhasil jika aktor bisa membentuk apakah isu
menyentuh orang atau tidak. Teori Frame dilatar
belakangi oleh pemikiran Snow dan Banford bahwa
suksesnya gerakan sosial terletak sampai sejauh
mana mereka memenangkan pertempuran atas arti.
Hal ini berkaitan dengan upaya para pelaku peru -
bahan mempengaruhi makna dalam kebijaksanaan
publik. Hal ini merupakan upaya untuk meyakinkan
kelompok sasaran untuk melakukan sebuah
gerakan perubahan. Selain tiga cara yang dijelaskan
diatas, menurut Situmorang (2007), para akademisi
gerakan sosial juga mempergunakan repertoire of
contention atau pilihan bentuk taktik dan strategi
aksi dalam menjelaskan aksi bersama dan bentuk
protes lainnya. Perintis pertama yang menggunakan
repertoire of contention adalah Charles Tilly pada
tahun 1970-an untuk menganalisis ketegangan-
ketegangan politik di Inggris Raya, Burgundy dan
Prancis, khususnya untuk menjelaskan mengapa
peru bahan bentuk aksi diterapkan oleh para pelaku
perubahan.
KETERKAITAN ANTARA JARINGAN
KOMUNIKASI DENGAN GERAKAN SOSIAL
Prinsip Dasar Jaringan Komunikasi Bersifat
Homoli
Prinsip dasar komunikasi manusia adalah
adanya pertukaran ide terjadi lebih sering diantara
individu-individu yang terlihat sama, atau homoli
(Rogers, 2003:305). Secara etimologis istilah homoli
berasal dari Bahasa Yunani “homoios” yang berarti
“sama”. Pengertian secara harah homoli berarti
komunikasi dengan orang yang sama. Homoli
adalah suatu keadaan yang menggambarkan derajat
pasangan per orangan yang berinteraksi yang memi-
liki kesamaan dalam sifat (attribute), seperti dalam
kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial, dan
sebagainya. Prinsip Homoli adalah sejauh mana
pasangan yang berinteraksi itu mirip dalam ciri-ciri
tertentu.
Menurut Lazarfeld dan Merton (1964:23) dalam
Rogers (2003:306) keberadaan perilaku homoli
telah dicatat setengah abad yang lalu oleh Tarde
pada tahun 1903 yaitu ‘’Hubungan sosial, lebih
erat antara orang-orang yang serupa satu sama lain
dalam pekerjaan dan pendidikannya’’. Homoli
sering terjadi karena komunikasi itu lebih efektif
bila sumber dan penerima memiliki kesamaan.
Ketika dua individu berbagi makna bersama, keya-
kinan atau kepercayaan, dan saling pengertian,
komunikasi mereka akan berjalan lebih efektif.
Literatur lain, Kadushin (2012:18) menjelaskan
bahwa homoli berasal dari kata Yunani yaitu
cinta dalam kesamaan adalah sebuah konsep yang
diperkenalkan pada teori sosial oleh Lazarsfeld
dan Merton pada tahun 1955 yang lebih dikenal
denga istilah “orang yang sejenis akan berkumpul
bersama”. Secara lebih formal, jika dua orang
memi liki karakteristik yang mirip atau sama akan
cenderung. Homoli adalah sejauh mana orang
yang berinteraksi itu ada kemiripan dalam ciri-ciri
tertentu, seperti umur, jenis kelamin, pendidikan,
prestise, kelas sosial, jabatan, dan pekerjaan (Carley,
et all 1991 dalam Monge and Contractor, 2003).
Terdapat kecenderungan kuat orang akan
memilih berkomunikasi dengan orang yang sepadan
dengan dirinya. Banyak alasan berkait dengan prin-
sip homoli. Orang yang punya kemiripan satu
sama lain biasanya menjadi anggota kelompok
yang sama. Kedekatan sik dan sosial seperti
itu memungkinkan terjadinya komunikasi yang
homoli. Komunikasi semacam itu mungkin lebih
29
Dwi Retno Hapsari / Jurnal Komunikasi. 01 (2016) 25-36
efektif, karena mempunyai efek yang lebih besar
dalam perolehan pengetahuan, pembentukan dan
perubahan sikap, dan perubahan perilaku nyata.
Lazarsfeld dan Merton membedakan antara ascribed
(seperti umur, budaya, jenis kelamin) atau acquired
status (seperti status pernikahan, pendidikan,
peker jaan) dan nilai homoli (seperti perilaku,
stereo type), yang dapat disebut sebagai homogenitas
(Hall dan Welmann 1985, dalam Kadushin, 2012:19).
Berdasarkan penjelasan di atas, jaringan dalam ge-
rakan sosial untuk pelestarian lingkungan hidup
terdiri dari sekumpulan orang atau aktor yang me-
mi liki kesamaan persepsi dan nilai yang sama untuk
memperjuangkan pelestarian lingkungan hidup.
THE FOCUS ORGANIZATION OF SOCIAL
TIES: PENJELASAN BAGAIMANA
JARINGAN TERBENTUK
Scott L.Feld menguraikan penjelasan yang
ber beda mengenai terbentuknya homoli. Feld
(1981) memberi nama penjelasan homoli sebagai
teori foci (fokus). Feld (1981;1016) mendenisikan
foci atau fokus adalah suatu relasi di mana aktor
saling berinteraksi dalam aktivitas yang sama dan
terorganisasi, bisa berupa tempat pekerja, organisasi,
keluarga dan seterusnya. Foci merujuk kepada relasi
antara aktor yang didasarkan pada aktivitas atau
tujuan yang sama yang terorganisasi. Relasi ini tidak
harus serta dan timbal balik (seperti pada klik),
tetapi mempunyai tujuan dan aktivitas yang sama.
Model foci atau fokus menitikberatkan pada
tempat di mana aktor berinteraksi dengan aktor
lain- bisa berupa tempat kerja, organisasi, kelompok
bermain, dan sebagainya. Dengan mengamati
foci, kita bisa menyelidiki apa yang menyebabkan
aktor berkumpul dengan aktor lain. Terdapat
kecenderungan di mana aktor yang mengumpul
dalam foci mempunyai karakteristik yang sama
(homoli). Ada dua mekanisme bagaimana homoli
terbentuk (Easley and Kleinberg, 2010: 90-91).
Pertama, proses seleksi yaitu proses di mana
individu akan menyeleksi (memilih) orang yang
mempunyai karakteristik sama agar berada dalam
kelompok. Kedua, proses pengaruh sosial (social
inuence) yaitu homoli terjadi ketika orang yang
berada dalam kelompok (foci) menyesuaikan diri
dengan anggota lain, sehingga terbentuk kesamaan.
Foci di sini berperan dalam membentuk kesamaan
di antara anggota-anggota. Homoli terjadi
ketika orang yang berada dalam kelompok (foci)
menyesuaikan diri dengan anggota lain, sehingga
terbentuk kesamaan. Foci di sini berperan dalam
membentuk kesamaan di antara anggota-anggota.
Proses seleksi dan pengaruh sosial bisa terjadi
secara bergantian. Homoli mungkin terjadi karena
proses seleksi, tetapi di situasi yang lain terbentuk
karena pengaruh sosial. Seseorang cenderung
menge lompok kepada orang ya ng sama (seleksi), pada
situasi lain seseorang mungkin juga menyesuaikan
diri dengan kelompok (pengaruh sosial). Hal yang
patut diperhatikan, proses seleksi atau pun penga-
ruh sosial membuat aktor saling terhubung satu
sama lain. Hal ini merupakan proses yang unik.
Homoli di satu sisi cenderung mengelompok
(orang berkumpul karena karakteristik yang sama),
tetapi pada sisi lain lewat homoli orang juga saling
mengenal sehingga jaringan sosial seseorang makin
luas. Berdasarkan penjelasan di atas, maka kesa-
maan nilai dan persepsi mengenai penetingnya
men jaga kelestarian lingkungan hidup diantara
aktor gerakan sosial dapat terjadi karena sejak awal
memiliki kesamaan nilai dan membentuk kelompok
gerakan sosial atau tergabung terlebih dahulu dalam
kelompok gerakan barulah memiliki kesamaan
nilai. Hal ini dapat terjadi secara simultan karena
proses komunikasi berjalan dinamis.
CONTAGION: JARINGAN MERUPAKAN
SALURAN UNTUK MENULARKAN SIKAP
DAN PERILAKU
Teori penularan (contagion) berusaha untuk
menjelaskan jaringan sebagai saluran untuk
menularkan sikap dan perilaku. Kontak dise-
diakan oleh jaringan komunikasi dalam teori
penularan. Jaringan komunikasi ini berfungsi
sebagai mekanisme yang mengekspos orang-
orang, kelompok, dan organisasi untuk informasi,
pesan sikap dan perilaku orang lain (Burt, 1980
dalam Monge and Contractor, 2003). Hal tersebut
dapat meningkatkan kemungkinan bahwa anggota
jaringan akan mengembangkan keyakinan, asumsi,
dan sikap yang sama dengan jaringan mereka.
Teori penularan mencari hubungan antara ang-
gota organisasi dan jaringan mereka. Penge tahuan,
sikap, dan perilaku anggota organisasi terkait
dengan informasi, sikap, dan perilaku orang lain
dalam jaringan yang mereka terhubung. Faktor-
faktor seperti frekuensi, multiplexity, kekuatan, dan
asimetri dapat membentuk sejauh mana orang lain
mempengaruhi individu dalam jaringan mereka
30 Dwi Retno Hapsari / Jurnal Komunikasi. 01 (2016) 25-36
(Erickson ,1988 dalam Monge and Contractor, 2003)
. Penularan dapat dibedakan menjadi penularan oleh
kohesi dan penularan oleh kesetaraan struktural
(Burkhardt, 1994) dalam Monge and Contractor,
20 03). Contagion oleh kohesi mengacu pada
pengaruh orang-orang yang memiliki komunikasi
langsung. Persepsi orang-orang ini ‘self-ecacy’ dari
teknologi baru secara signikan dipengaruhi oleh
orang-orang yang memiliki komunikasi langsung.
Contagion oleh kesetaraan struktural mengacu
pada pengaruh orang-orang yang memiliki pola
komunikasi yang sama. Berdasarkan penjelasan
di atas, maka jaringan dalam gerakan sosial untuk
pelestarian lingkungan hidup berfungsi sebagai
saluran untuk menularkan sikap dan perilaku
kepada banyak pihak untuk sadar dan terdorong
menjaga kelestarian lingkungan hidup karena
penting untuk keberlanjutan kehidupan manusia.
JARINGAN SEBAGAI MODAL SOSIAL
Prell (2012) menjelaskan bahwa popu laritas
analisis jaringan sosial meningkat secara dramatis
bersama dengan publikasi buku modal sosial Robert
Putnam pada tahun 1993 dan 2001. Diskusi Putnam
pada peranan jaringan dalam mendenisikan apa
yang membentuk masyarakat menangkap imajinasi
dari sejum lah ak ademisi dan para pembuat kebijakan.
Putnam membedakan antara menjembatani dan
mengikat modal sosia l berhubungan secara langsung
untuk struktur jaringan tertentu—modal sosial
yang menjembatani membangun ikatan lemah dan
struktur jaringan terbuka, sedangkan modal sosial
yang mengikat membangun ikatan yang kuat dan
struktur jaringan padat.
Coleman (2011) menjelaskan bahwa bentuk
modal sosial yang penting adalah potensi informasi
yang melekat pada relasi-relasi sosial. informasi
penting untuk mendasari tindakan. Informasi seku-
rang-kurangnya memerlukan perhatian, yang selalu
cepat diberikan. Alat yang dapat digunakan untuk
mendapatkan informasi adalah penggunaan relasi
sosial yang dipertahankan untuk tujuan-tujuan
lain. Relasi sosial menghasilkan modal sosial untuk
penye diaan informasi yang memudahkan tindakan.
Relasi-relasi tersebut berharga karena informasi
yang diberikan (Coleman, 2011:428-429). Hampir
semua denisi tentang modal sosial menempatkan
modal sosial itu sebagai variabel independen. Arti-
nya, modal sosial itu merupakan penyebab dari
suatu tindakan individual atau tindakan kolektif
yang memungkinkan suatu daya guna dan daya
hasil tercapai. Modal sosial bukan suatu entitas yang
berdiri sendiri, melainkan tertambat pada struktur
sosial (Lawang, 2004: 176).
Terdapat tiga ahli yang paling banyak dikutip
orang dalam mengkonstruksikan de nisi tentang
modal sosial untuk diterapkan dalam penelitian
lapangan atau dalam menyusun makalah. Ketiga
ahli itu adalah James Coleman, Robert Putnam,
dan Francis Fukuyama. Selain itu terdapat denisi
menurut Bank Dunia yang merupakan rumusan
dari para ahli (akademisi dan pemimpin NGO) yang
tergabung dalam kelompok Advisory Council to e
Vice Presidency for Environmentally Sustainable
Development (salah satu anggo tanya adalah Cliord
Geertz, seorang ahli antropologi tentang Indonesia),
denisi menurut Jonathan H. Turner dan Lawang.
Berdasarkan Tabel 1, denisi modal sosial yang
lebih jelas ialah denisi menurut Putnam. Denisi
Putnam tentang moda l sosial lebih eksplisit, jelas, dan
dikonstruksikan dari acuan pustaka yang lebih luas.
Denisi ini merupakan rangkuman atau gabungan
dari denisi bebe rapa ahli, seperti james S. Coleman,
Glenn Loury, P.A. Wallace dan A. Le Mund, dan
lain sebagainya. Menurut Putnam, modal sosial
menunjuk pada bagian-bagian dari organisasi sosial
seperti kepercayaan, norma, dan jaringan, yang
dapat meningkatkan esiensi masyarakat dengan
memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi
(Putnam 1993:167 dalam Lawang, 2004).
Menurut Burt (1992) modal sosial adalah ke-
mampuan masyarakat untuk melakukan asosiasi
(berhubungan) satu sama lain dan selanjutnya men-
jadi kekuatan yang sangat penting bukan hanya
bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga setiap
31
Dwi Retno Hapsari / Jurnal Komunikasi. 01 (2016) 25-36
aspek eksistensi sosial yang lain. Relasi-relasi sosial
yang terbentuk ketika individu-individu berupaya
menggunakan sumber-sumber individual mereka
sebaik-baiknya tidak hanya penting dilihat sebagai
komponen-komponen struktural sosial. Relasi-relasi
sosial tersebut juga dapat dilihat sebagai sumber-
sumber untuk para individu tersebut. Loury (1987)
dalam Coleman (2011:415) meperkenalkan istilah
“modal sosial” untuk menggambarkan sumber-
sumber ini. Dalam penggunaan Loury, modal sosial
adalah kumpulan sumber yang melekat dalam relasi
keluarga dan dalam organisasi sosial komunitas
yang bermanfaat untuk perkembangan kognitif dan
sosial. Sumber-sumber ini berbeda untuk orang
yang berbeda dan dapat memberikan keuntungan
penting untuk perkembangan modal manusia.
Modal sosial mencakup relasi wewenang,
relasi kepercayaan, dan norma-norma. Coleman
(2011:418) menjelaskan bahwa modal sosial
ditetapkan berdasarkan fungsi nya. Modal sosial
bukan entitas tunggal tetapi bermacam-macam
entitas berbeda yang memiliki dua karakteristik
umum: mereka semua terdiri atas beberapa aspek
struktur sosial, dan mereka memudahkan beberapa
tindakan individu-individu yang ada dalam struktur
tersebut. Seperti bentuk modal lainnya, modal sosial
bersifat produktif, yang memungkinkan pencapaian
beberapa tujuan yang tidak dapat dicapai tanpa
keberadaannya.
Coleman (2011:418) juga menjelaskan bahwa
seperti modal sik dan modal manusia, modal
sosial tidak sepenuhnya dapat ditukar, tetapi dapat
ditukar terkait dengan aktivitas-aktivitas tertentu.
bentuk modal sosial tertentu yang bernilai untuk
memudahkan beberapa tindakan bisa jadi tidak
berguna atau merugikan orang lain. Tidak sperti
bentuk modal lainnya, modal sosial melekat pada
stru ktur relasi di antara orang d an di kalanga n orang.
Letak modal sosial bukan pada individu ataupun alat
produksi sik, organisasi sosial merupakan contoh
modal sosial. Modal sosial merupakan sumber
yang dapat digunakan oleh para pelaku untuk
merealisasikan kepentingannya. Coleman (2011:422)
menje laskan bahwa dengan mengidentikasi fungsi
beberapa aspek struktur sosial, konsep modal sosial
membantu menjelaskan hasil-hasil berbeda d i tingkat
pelaku individual dan melakukan transisi mikro ke
makro tanpa memperluas detil-detil struktur sosial
yang melangsungkan transisi tersebut.
Konsep modal sosial dapat menunjukkan
bagaimana sumber tersebut dapat dikom binasikan
dengan sumber lain untuk menghasilkan perilaku di
tingkat sistem yang berbeda atau dalam kasus lain,
hasil berbeda untuk individu-individu, nilai modal
sosial terletak pada kemanfaataanya untuk analisis
sistem sosial. Lin (2001) menjelaskan bahwa dalam
modal sosial, penting menggunakan koneksi dan
relasi sosial untuk mencapai tujuan. Modal sosial,
atau sumber daya diakses melalui koneksi dan
hubungan merupakan sesuatu yang sangat penting
(bersama dengan sumber daya manusia, atau
apapun yang dimiliki seseorang atau organisasi)
Tabel 1. Inti Denisi Kapital Sosial Menurut Beberapa Ahli
Penulis Tertambat Pada Kapital Sosial (Independen) Variabel Dependen
Coleman Struktur sosial; hubungan
sosial; institusi.
Fungsi kewajiban, harapan, layak
percaya; saluran’ norma, sanksi;
jaringan, organisasi
Tindakan aktor atau aktor
dalam badan hokum
Putnam Institusi sosial Jaringan; norma; kepercayaan. Keberhasilan ekonomi,
demokrasi
Fukuyama Agama, lsafat Kepercayaan, nilai Kerjasama keberhasil
ekonomi
Bank Dunia Institusi, norma, hubungan Tindakan social
Tur n e r Hubungan sosial, pola
organisasi yang diciptakan
individu
Kekuatan Potensi perkembangan
ekonomi
Lawang Struktur sosial makro, meso,
makro
Kekuatan sosial komunitas bersama
capital-kapital lainnya
Esiensi dan efektitas dalam
pengatasan masalah.
Sumber: Lawang (2004) dalam Buku Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologi
32 Dwi Retno Hapsari / Jurnal Komunikasi. 01 (2016) 25-36
untuk individu, kelompok sosial, organisasi, dan
masyarakat dalam mencapai tujuan. Berdasarkan
penjelasan di atas, terlihat jelas bahwa jaringan
sebagai modal sosial dalam hal ini potensi informasi
yang melekat pada relasi-relasi sosial penting untuk
mendasari tindakan untuk membentuk suatu
gerakan sosial.
ANALISIS
Gerakan Sosial untuk Pelestarian Ling kungan
Hidup sebagai Salah Satu Kajian Komunikasi
Lingkungan
Gerakan lingkungan hidup merupakan istilah
yang digunakan untuk politik hijau dan konservasi,
meliputi aneka gerakan politik, sosial dan ilmu
pengetahuan yang ditujukan untuk masalah-
masalah lingkungan hidup (Adiwibowo, 2010).
Gerakan sosial untuk pelestarian lingkungan hidup
sangat terkait dengan teori komunikasi lingkungan.
Penjelasan mengenai teori komunikasi lingkungan
menarik bag i teori budaya, teori med ia, teori reto r ika,
teori gerakan sosial, teori budaya pop, dan banyak
bidang lainnya. Dalam tulisan ini, penulis memilih
fokus untuk mengkaji gerakan sosial sebagai salah
satu bagian kajian komunikasi lingkungan.
Komunikasi lingkungan adalah bidang dalam
disiplin komunikasi, serta metaeld yang melintasi
disiplin ilmu. Teori ini fokus pada komunikasi
dan hubungan manusia dengan lingkungan. Teori
ini muncul dari keprihatinan para ilmuwan yang
mempelajari cara-cara orang berkomunikasi tentang
alam, khususnya mengenai krisis lingkungan
(Littlejohn and Foss, 2009).
Inti teori komunikasi lingkungan adalah cara-
cara kita berkomunikasi mempengaruhi persepsi
kita tentang dunia, pada gilirannya, persepsi ini
membantu membentuk bagai mana kita mende-
nisikan hubungan kita dengan alam dan bagaimana
kita bertindak terhadap alam. Dengan demikian
komunikasi tidak hanya menggambarkan tetapi
juga membangun, memproduksi, dan secara alami
manusia berhubungan dengan lingkungan. Teori-
teori yang digunakan ilmuwan untuk menyelidiki
asumsi ini berk isar luas dala m orientasi epistemologis
dan metodologis karena hubungan manusia dengan
alam dinegosiasikan dalam komunikasi budaya,
media massa, komunikasi publik, komunikasi inter-
personal, budaya populer, dan sebagainya.
Ilmuwan komunikasi lingkungan juga memin-
jam dari dan menambah teori trans disipliner,
seperti teori ecofeminist dan ekologi politik, dan non-
environment specic, seperti teori konstruksionis
sosial, teori sistem, dan teori kinerja. Teori-teori
yang dipinjam dan yang dihasilkan diterapkan pada
berbagai bidang hubungan manusia-alam. Misalnya,
beberapa teori fokus pada penjelasan dialog publik
tentang lingkungan, termasuk politik, media, dan
wacana, sedangkan beberapa fokus untuk menje-
laskan pandangan budaya atau komunikasi sehari-
hari tentang lingkungan. Pada intinya membahas
bagaimana manusia berkomunikasi tentang alam.
Konsep lain menjelaskan bahwa komu nikasi
lingkungan adalah aplikasi dalam pendekatan,
prinsip, strategi, dan teknik komu nikasi terhadap
pengelolaan dan pelestarian lingkungan (Flor,
2004). Komunikasi ling kungan adalah bentuk tin-
dakan simbolik dimana bahasa dan simbol lain-
nya melakukan sesuatu medium simbolik yang
digunakan untuk mengkonstruksikan masalah
ling kungan dan menegosisasikan respon yang
berbeda dari masyarakat terhadap alam (Cox, 2010).
Komunikasi lingkungan diinspirasi oleh teori sistem
umum (general systems theory atau GTS) yang
memasukkan sistem kehidupan yang menunjukkan
tiga fungsi kritis: pertu karan material dengan
lingkungan dan dengan sistem kehidupan lainnya;
pertukaran energi dengan lingkungan dan dengan
sistem kehidupan lainnya, dan pertukaran informasi
dengan lingkungan dan dengan sistem kehidupan
lainnya.
Castells (2009) menjelaskan bahwa gerakan
sosial terbentuk dengan mengkomunikasikan pesan
kemarahan dan harapan. Struktur spesik komu-
nikasi dalam masyarakat mem bentuk gerakan
sosial. Dengan kata lain, gerakan sosial, tumbuh
dan berkembang di ruang publik. Gerakan sosial
untuk pelestarian lingkungan hidup menjadi
pusat perhatian penulis karena kerusakan pada
lingkungan hidup terjadi karena dua faktor baik
faktor alami ataupun karena manusia. Emil Salim
(2008) menjelaskan bahwa ada mata rantai yang
menghubungkan antara lingkungan yang dapat
diperbaharui dengan yang tidak dapat diperbaharui.
Ketika jumlah manusia semakin bertambah, maka
kemampuan manu sia untuk bisa memanfatkan
alam semakin berkembang. Sjafriel Salim (2008)
dalam Salim (2008) menjelaskan bahwa masa lah
lingkungan hidup adalah produk perilaku manusia,
terutama perilaku para pejabat di pemerintahan.
33
Dwi Retno Hapsari / Jurnal Komunikasi. 01 (2016) 25-36
Dengan demikian, manusia merupakan aktor
yang memiliki peran penting dalam menimbulkan
keru sakan lingkungan maupun dalam menjaga
kelestarian lingkungan.
Kerusakan lingkungan yang meningkat pesat
memerlukan suatu strategi komunikasi lingkungan
menyeluruh yang dikombinasikan dengan instru-
men lain, seperti insentif eko nomi, hukum, dan
peraturan dan perencanaan sektoral untu k mencapai
keseimbangan lingkungan. Pengelolaan lingkungan
hidup bersifat holistik dan membutuhkan dukungan
dari semua pihak. Artinya, jaringan komunikasi
hadir untuk menggalang kekuatan lintas pihak
tersebut untuk mendorong suatu gerakan sosial
yang efektif. Siti Aini Hanum (2008) dalam Salim
(2008) menjelaskan bahwa konsep lingkungan
hidup sangat berkaitan dengan paradigma, persepsi,
dan realitas masyarakat. Peran jaringan komunikasi
sangat menentukan penularan atau penyebarluasan
konsep pelestarian lingkungan hidup.
Peran Jaringan Komunikasi dalam Gerakan
Sosial untuk Pelestarian Lingkungan Hidup
Kajian mengenai jaringan komunikasi pada
umumnya terkait dengan difusi inovasi. Studi ini
awalnya di inisiasi oleh Everett M.Rogers ketika
menulis disertasi di Iowa State University mengenai
proses difusi inovasi di kalangan petani. Untuk
penelitiannya tersebut, Rogers menggunakan model
sosiometri dari Moreno guna memetakan ikatan
di antara para petani di Iowa yang menjadi objek
penelitiannya. Difusi inovasi menjelaskan bagai-
mana gagasan atau teknologi baru diterima oleh
suatu kelompok atau komunitas. Sedangkan tulisan
ini melihat peran jaringan komunikasi dalam
gerakan sosial, terkait isu lingkungan sebagai salah
satu teori gerakan sosial baru.
Teori gerakan sosial, pada awalnya lebih sering
membahas konteks dalam skala besa r atau kelompok,
kurang melihat peran individu, dan lebih mengarah
kepada tin dakan-tindakan irasional. Sejalan dengan
waktu, gerakan sosial berkembang, tipologi atau
karakteristik gerakan sosial lama dan baru berbeda,
sehingga cara menganalisisnya pun turut berbeda
atau membutuhkan cara baru. Salah satu cara baru
dapat dilakukan melalui jaringan, karena jaringan
dapat memberikan penjelasan proses dinamika relasi
seseorang yang menyebabkan individu terdorong
melakukan gerakan sosial serta dapat melihat proses
berkembangnya gerakan sosial.
Jaringan mengintervensi pada saat-saat yang
berbeda dalam proses panjang par tisipasi individu.
Para ah li menunjuk kan bahwa orang ik ut serta dalam
tindakan kolektif karena mereka berbagi norma-
norma dan nilai tertentu yang berhubungan kepada
suatu wilayah khusus dalam pertentangan politik.
Dalam perspektif ini, partisipasi dalam tindakan
kolektif adalah suatu proses identikasi. Oleh karena
identitas dibuat dan dibentuk melalui relasi sosial,
jaringan memain kan peranan penting. Jaringan
mem bangun dan memperkuat identitas individu
dan menyediakan individu dengan kesadaran politik
yang memungkinkan mereka untuk memperoleh
keterbukaan ideologi terhadap suatu isu politik.
Dalam hal ini, jaringan mengintervensi pada tahap
awal proses partisipasi (Diani&McAdam, 2003).
McAdam&Paulsen (1993) dalam Diani
&McAdam (2003) menjelaskan bahwa ter dapat tiga
fungsi jaringan sosial yaitu (1) fungsi sosialisasi,
menciptakan disposisi awal untuk berpartisipasi;
(2) fungsi koneksi struktural, terjadi sebelum calon
partisipan bergabung dengan organisasi gerakan
sosial, dimana jaringan memberikan kesempatan
partisipan untuk mengubah kesadaran politiknya
menjadi sebuah aksi; (3) fungsi membentuk kepu-
tusan, hubungan penting antara keputusan individu
dan relasi sosial yaitu keputusan untuk bergabung
pada tindakan kolektif dipengaruhi oleh tindakan
dari partisipan lain. Ketiga fungsi jaringan sosial
tersebut, merupakan penjelasan dari pilihan rasional
yang menginterpretasikan peranan interaksi sosial
mengandalkan konsepsi instrumental jaringan.
Alfred Schutz menjelaskan bahwa relasi sosial mem-
buat dan meneruskan suatu struktur makna yang
berkontribusi untuk mendenisikan persepsi atau
preferensi individu. Persepsi berubah mengikuti
kejadian pada kehidupan seseorang, mengikuti
kejadian eksternal, tetapi juga sebagai hasil dari
interaksi setiap hari.
Selain itu, pembahasan mengenai peran jaringan
dalam gerakan sosial merupakan hal yang penting
karena jaringan merupakan salah satu bentuk
modal sosial yang meru pakan jumlah sumberdaya,
aktual atau virtual, yang diperoleh individu atau
kelom pok berdasarkan hubungan jaringan yang
bertahan lama saling mengenal yang dilem bagakan
dan memperoleh pengakuan. Hal ini tentunya di-
peroleh dari komunikasi yang dilakukan oleh
individu setiap harinya. Sedangkan menurut Burt
(1992) modal sosial adalah kemampuan masyarakat
34 Dwi Retno Hapsari / Jurnal Komunikasi. 01 (2016) 25-36
untuk melakukan asosiasi (berhubungan) satu sama
lain dan selanjutnya menjadi kekuatan yang sangat
penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan
tetapi juga setiap aspek eksistensi sosial yang lain.
Relasi-relasi sosial yang terbentuk ketika indi-
vidu-individu berupaya menggunakan sumber-
sumber individual mereka sebaik-baik nya tidak
hanya penting dilihat sebagai komponen-komponen
struktural sosial. Relasi-relasi sosial tersebut juga
dapat dilihat sebagai sumber-sumber untuk para
individu tersebut. Loury (1987) dalam Coleman
(2011:415) menjelaskan bahwa modal sosial adalah
kum pulan sumber yang melekat dalam relasi ke-
luarga dan dalam organisasi sosial komunitas yang
bermanfaat untuk perkembangan kognitif dan
sosial.
Seperti yang telah dijelaskan pada latar bela-
kang dan tinjauan pustaka, pembahasan mengenai
gerakan sosial lingkungan terkait dengan komu-
nikasi lingkungan yaitu komu nikasi yang mengarah
kepada perubahan perilaku individu untuk meles-
tarikan ling kungan. Dalam komunikasi lingkungan
indi vidu atau manusia dapat menjadi aktor yang
melestarikan atau merusak lingkungan. Jaringan
komunikasi dapat menjadi salah satu cara untuk
mempengaruhi perilaku individu. Tulisan ini men-
des kripsikan peran jaringan komunikasi dalam
gerakan sosial, khususnya yang terkait upaya peles-
tarian lingkungan hidup. Pada intinya teori social
capital menje laskan bagaimana orang terhu bung
satu sama lain sehingga membentuk gerakan sosial
(social action).
Gerakan sosial dapat diklasikasian sebagai
suatu bentuk perilaku kolektif tertentu. Sebagai
sebuah aksi kolektif, gerakan sosial dilakukan oleh
sekelompok orang disertai program terencana
dan ditujukan pada suatu perubahan. Umumnya,
sekelompok orang tersebut memiliki kesamaan
kepentingan, tujuan dan saling mempengaruhi satu
sama lain dan berkembang membangun sebuah
jaringan. Kedua hal tersebut, sejalan dengan konsep
homophily dalam tulisan ini yaiitu teori Foci dan
konsep contagion yang sangat memiliki pengaruh
timbal balik dengan jaringan komunikasi dan
berkembangnya gerakan sosial atau aksi kolektif.
Jaringan komu nikasi memiliki pengaruh terhadap
terbentuknya modal sosial, sekaligus dapat
menjelaskan proses perkembangan sebuah gerakan
sosial atau aksi kolektif.
Kajian mengenai jaringan sudah pernah dila-
kukan, namun lebih sering dikaitkan dengan
organisasi. Hal tersebut berbeda dengan tulisan ini
yang mengkaji jaringan komunikasi yang dikaitkan
dengan gerakan sosial. Organisasi berbeda dengan
gerakan sosial, walaupun seringkali para ilmuwan
sosial yang mengkaji gerakan sosial sering kali
memandang sebuah gerakan sosial seolah-olah sama
dengan sebuah organisasi. Gerakan sosial menurut
Giddens merupakan suatu keberanian untuk ber-
usaha menstabilkan sebuah tata kehidupan yang
baru (new order of life). Tidak seperti organisasi,
gerakan sosial tidak mempunyai karakteristik,
yaitu mengoperasikan aturan-aturan atau hukum di
dalam tempat-tempat terjadinya peristiwa gerakan
sosial dan menetapkan posisi-posisi (berkenaan
hak dan kewajiban) dari para anggotanya secara
transparan. Dengan kata lain, suatu gerakan tidak
secara jelas atau transparan mendenisikan posisi-
posisi dan peran-peran serta menerapkan sistem
sanksi atas perilaku atau tindakan menyimpang
para anggotanya. Gerakan sosial memang bisa mela-
hirkan organisasi nantinya (Agusyanto, 2007:50).
Salah satu fakta di Indonesia yang menunjukkan
keberhasilan kekuatan jaringan dalam gerakan
sosial yaitu gerakan penolakan pembangunan
proyek bendungan Kedung Ombo, sebuah proyek
pem bangunan ben dungan yang didanai oleh utang
World Bank di Jawa Tengah. Berlangsung lebih dari
lima tahun dan akhirnya berhasil menggagalkan
rencana proyek besar tersebut. Gerakan ini bertujuan
untuk mencegah penenggelaman puluhan desa di
Jawa Tengah. Gerakan anti-bendungan Kedung
Ombo ini penting dilihat dari cara bagaimana para
aktor yang berbeda latar belakang bersatu dalam
membangun jaringan dan aksi sekaligus menun-
jukkan persamaan dan potensi aliansi di masa
mendatang. Gerakan tersebut mempunyai arti yang
sangat penting bahwa masalah ling kungan bisa
bersifat politik. Gerakan ini merupakan peristiwa
yang menjadi simpul berbagai kekuatan jaringan.
KONTR IBUSI
Tulisan ini diharapkan dapat menambah re-
ferensi pengetahuan mengenai peran jaringan
komu nikasi dalam gerakan sosial, ter masuk bagi
upaya pelestarian lingkungan hidup. Selain itu,
tulisan ini diharapkan dapat menjadi rujukan
bagi aktor gerakan sosial untuk mengoptimalkan
jaringan komunikasi, baik sebagai modal sosial
maupun metode dalam menyebarkan, memperluas
35
Dwi Retno Hapsari / Jurnal Komunikasi. 01 (2016) 25-36
dan memperkuat sebuah gerakan sosial, khususnya
pada isu pelestarian lingkungan hidup.
DISKUSI
Isu mengenai pelestarian lingkungan hidup
kurang mendapat perhatian besar, terutama dari
pemerintah. Banyak isu lingkungan yang hanya
diperjuangkan oleh masyarakat yang menjadi
korban. Hal ini mendorong aktivis dan masyarakat
yang memperhatikan kelestarian lingkungan mem-
bentuk jaringan untuk mela kukan gerakan sosial
dan memberikan advokasi kepada masyarakat,
antara lain Jaringan Advokasi Tambang (JATAM),
Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng
(JMPPK), dan lain sebagainya. Hingga saat ini
belum ada penelitian yang mengkaji sejauhmana
peran jaringan komunikasi dalam mendorong efek-
tivitas gerakan sosial, ter masuk mengkaji proses
pembentukan gerakan sosial dilihat dari perspektif
jaringan komunikasi, sehingga hal ini menjadi
suatu peluang untuk melakukan penelitian lebih
mendalam di lapangan. Tulisan ini menjadi titik
awal untuk mengembangkan keterkaitan jaringan
dengan gerakan sosial menjadi sebuah penelitian di
masa yang akan datang.
KESIMPULAN
Upaya pelestarian lingkungan hidup bersifat
holistik dan membutuhkan dukungan dari semua
pihak. Artinya, jaringan komunikasi hadir untuk
menggalang kekuatan lintas pihak tersebut untuk
mendorong suatu gerakan sosial yang efektif.
Jaringan komunikasi dapat memfasilitasi analisis
peran dalam kelompok advokasi, kelompok kepen-
tingan publik, dan organisasi gerakan sosial
dalam jaringan kebijakan, termasuk dalam upaya
pelestarian lingkungan hidup. Jaringan komunikasi
menjadi modal sosial sekaligus sebagai suatu strategi
untuk mencapai keseimbangan lingkungan.
Idealnya sebuah gerakan sosial harus memiliki
kemampuan untuk memperbesar dan memperluas
gerakannya, sehingga jaringan berperan sebagai
saluran untuk me nularkan sikap dan perilaku
untuk menjaga keberlanjutan generasi yang akan
datang. Jaringan komunikasi berperan untuk meng-
hubungkan orang-orang, kelompok, dan organisasi
untuk bertukar informasi, pesan, sikap dan perilaku
orang lain mengenai pentingnya pelestarian ling-
kungan hidup yang akhirnya mendorong adanya
tindakan nyata dalam bentuk gerakan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Achmaliadi, restu & Noer Fauzi Rachman. 2012.
Adat sebagai Siasat Perjuangan. Dalam Jurnal
Wacana: Gerakan Agraria dan Gerakan
Lingkungan di Indonesia Awal Abad 21. Sleman:
Insist Press.
Agusyanto, Ruddy. 2007. Jaringan Sosial dalam
Organisasi. Jakarta: PT RajaGrando Persada.
Borgatti, Everett and Freeman. 2002. UCINET VI
Version 6.216 Reference Manual. Natric Harvard,
MA: Analytic Technologies.
Burt. R.S. 1992. Excerpt from e Sosial Structure
of Competition, in Structure Holes: e Social
Structure of Competition. Cambridge, MA and
London: Harvard University.
Burt, R.S. 2001. e Social Capital of Structural
Holes. New York: Russell Sage Foundation.
Castells, Manuel. 2009. Communication Power. New
York: Oxford.
Coleman, James S. 1990. Foundations of Social
eory. Cambridge, MA: Harvard University
Press.
Coleman, James S. 2011. Dasar-dasar Teori Sosial:
Foundations of Social eory (Terjemahan).
Editor: Dariyatno. Bandung: Nusa Media.
Cox, R. (2010). Environmental Communication and
the Public Sphere. ousand Oaks, California:
SAGE Publications Ltd.
Diani, Mario and Doug McAdam. 2003. Social
Movements and Networks: Relational Approaches
to Collective Action. New York: Oxford University
Press.
Eriyanto. 2015. Analisis Jaringan Komunikasi.
Jakarta: Prenada Media.
Feld, Scott L. 1981. e Focused Organizational of
Social Ties. e American Journal of Sociology,
Vol.86, No.5 (Mar, 1981), 1015-1035.
Flor, Alexander. 2004. Environmental Commu-
nication. University of the Phlippines Open
University.
Kadushin, Charles. 2012. Understanding Social
Networks: eories, Concept, and Findings. New
York: Oxford University Press.
Lawang, Robert M.Z. 2004. Kapital Sosial dalam
Perspektif Sosiologi. FISIP UI Press.
Lin, Nan. 2001. Social Capital: A eory of Social
Structure and Action. Cambridge University
Press.
Littlejohn, Stephen W & Foss, Karen (eds). 2009.
36 Dwi Retno Hapsari / Jurnal Komunikasi. 01 (2016) 25-36
Enclyclopedia of Communication eory. Sage
Monge, Peter R. and Noshir S. Contractor. 2003.
eories of Communication Networks. Oxford
New York: Oxford University Press.
Newman, Mark, Albert L. Barabasi dan Duncan
J.Watts. 2006. e Structure and Dynamics of
Networks. Princeton University Press.
Prell, Christina. 2012. Social Network Analysis:
history, theory and methodology. Sage P ublicat ion.
R.S. Burt. Aldine de Gruyter. 2001. Structural Holes
versus Network Closure as Social Capital. Journal.
University of Chicago.
Rogers, Everett M. and D. Lawrence Kincaid. 1981.
Communication Networks: Toward a New
Paradigm for Research. New York: e Free Press.
Rogers, Everett M and Rekha Agarwala-Rogers.
1976. Communications in Organizations. New
York: e Free Press.
Rogers, Everett. 2003. Diusion of Innovations. New
York: e Free Press.
Salim, Emil dkk. 2008. Komunikasi Manusia dengan
Lingkungannya. Dalam Buku 75 Tahun M. Alwi
Dahlan: Manusia Komunikasi, Komunikasi
Manusia. Departemen Ilmu Komunikasi
Fakultas I lmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Sarwoprasodjo, Sarwititi. 2007. Penggunaan Ruang
Publik untuk Pemecahan Masalah Sosial
Pedesaan. Disertasi. Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Departemen Ilmu Komunikasi,
Universitas Indonesia.
Setiawan, Bambang. 1989. Jaringan Komunikasi di
Desa. Yogyakarta: FISIP UGM.
Scott, John. 2000. Social Network Analysis: A
Handbook. Sage Publication
Situmorang, Abdul Wahib. 2007. Gerakan Sosial:
Studi Kasus Beberapa Perlawanan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.Sztompka, P. 1993. e Sosiology
of Social Change. Oxford, Cambridge: Blackwell.
... kerja yang kuat antar petani, yang membantu mengatasi keterbatasan akses terhadap alat transportasi di Desa Umba, sehingga mendukung kelancaran proses distribusi hasil pertanian. Hubungan-hubungan sosial ini dapat menjadi simpanan yang berharga (a store of value) karena melalui hubungan sosial ini memungkinkan seseorang untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki oleh orang lain(Hapsari, 2016).Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, petani jagung di Desa Umba ditemukan menggunakan modal sosial yang tercermin pada kepercayaan, norma sosial, dan jaringan sosial. Sehingga modal sosial petani dalam penelitian ini akan diukur dari dimensi kepercayaan, norma sosial, dan jaringan sosial. ...
Article
Full-text available
This study aims to ascertain the social capital and managerial capacity of farmers, as well as to determine the influence of the social model on the managerial capacity of corn farmers in Umba Village, Napano Kusambi Subdistrict, West Muna Regency. The research population comprises all individuals engaged in the cultivation of corn in Umba Village, amounting to a total of 32 individuals. The sample was selected using the census method, resulting in a sample size of 32 respondents for this study. Data were collected through observation, surveys, and structured interviews, with the use of a questionnaire. This study employed a quantitative approach. The variables under investigation are divided into two categories: social capital and managerial capacity among farmers. The data were subjected to two distinct forms of analysis. Initially, a quantitative descriptive analysis was conducted utilising the class interval formula to delineate the prevailing conditions pertaining to social capital and managerial capacity among maize farmers. Subsequently, a multiple linear regression analysis was employed to ascertain the influence of social capital on the managerial capacity of maize farmers. The multiple linear regression analysis is comprised of three tests: the T-test, F-test, and determination test. The findings indicate that the utilization of social capital among corn farmers in Umba Village is classified as favorable. This is evidenced by the presence of a robust level of trust, a commendable application of norms, and a relatively strong network of social connections. The managerial capacity of maize farmers is categorized as good, as evidenced by their effective maize farm planning and organization. However, there are areas for improvement, particularly in the dimensions of maize farming implementation and supervision, which remain in the poor category. Social capital has a significant positive effect on the managerial capacity of maize farmers, amounting to 29.1%, with 70.9% influenced by other factors.
... Hal ini dapat meningkatkan pendapatan, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Dalam upaya pelestarian budaya tradisional, perempuan memainkan peran kunci dalam mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai budaya kepada generasi muda (Hapsari, 2016). ...
Article
Full-text available
Perempuan telah memainkan peran penting dalam budaya tradisional selama berabad-abad. Namun, dalam beberapa kasus, peran mereka sering kali diabaikan, terpinggirkan, atau bahkan diremehkan. Dalam era modern ini, penting untuk mengakui pentingnya perempuan dalam budaya tradisional dan memperkuat peran mereka agar bisa berdaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran perempuan dalam budaya tradisional dan mengidentifikasi upaya yang dapat dilakukan untuk memperkuat peran mereka. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan dengan analisis literature dan penelusuran sejarah. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan memainkan peran yang beragam dalam budaya tradisional, seperti sebagai pelindung kearifan lokal, pemimpin masyarakat adat, dan pelestari tradisi budaya. Namun, seringkali mereka menghadapi hambatan dalam mengakses sumber daya dan mendapatkan pengakuan yang pantas. Untuk memperkuat peran perempuan dalam budaya tradisional, beberapa langkah dapat dilakukan. Pertama, pendidikan dan kesadaran harus ditingkatkan untuk menghilangkan stereotip gender dan mengakui kontribusi perempuan dalam budaya. Kedua, kebijakan publik yang mendukung perlindungan dan pemberdayaan perempuan dalam konteks budaya tradisional harus diterapkan. Ketiga, kolaborasi antara perempuan dan lembaga budaya, organisasi non-pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya dapat memperkuat peran perempuan dalam mempengaruhi pengambilan keputusan dan merumuskan kebijakan budaya.
... Proses komunikasi organisasi yang efektif dan efisien sangat diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, faktor struktur sosial dalam organisasi dapat mempengaruhi proses komunikasi secara signifikan (Hapsari 2016). ...
Article
Full-text available
This study aims to analyze the influence of social structure on organizational communication processes at the Faculty of Da'wah and Communication, UIN Ar-Raniry. This research uses a comparative study approach by comparing classical, human, integration, and contemporary perspectives in understanding the relationship between social structure and organizational communication. The research method used is comparative descriptive analysis, which involves collecting data through interviews, observation, and documentation studies. Respondents in this study consisted of lecturers, administrative staff, and students involved in organizational communication at the Faculty of Da'wah and Communication. The results showed that the existing social structure in the Faculty of Da'wah and Communication influenced the organizational communication process. In the classical perspective, hierarchical and authoritarian structures influence a more limited flow of information and communication. However, in a human perspective, a more democratic and participatory structure facilitates more open and mutually supportive communication. In an integration perspective, research shows that social structures that promote collaboration and reciprocity between organizational members increase communication effectiveness. On the other hand, in a contemporary perspective, research highlights the role of communication technology in changing organizational communication patterns, with the existence of social media and digital platforms that enable faster and wider communication.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh struktur sosial terhadap proses komunikasi organisasi di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Ar-Raniry. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi komparatif dengan membandingkan perspektif klasik, human, integrasi, dan kontemporer dalam memahami hubungan antara struktur sosial dan komunikasi organisasi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif, yang melibatkan pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Responden dalam penelitian ini terdiri dari dosen, staf administrasi, dan mahasiswa yang terlibat dalam komunikasi organisasi di Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perspektif klasik, struktur hierarkis dan otoriter mempengaruhi aliran informasi dan komunikasi yang lebih terbatas. Namun, dalam perspektif human, struktur yang lebih demokratis dan partisipatif memfasilitasi komunikasi yang lebih terbuka dan saling mendukung. Dalam perspektif integrasi, penelitian menunjukkan bahwa struktur sosial yang mempromosikan kolaborasi dan timbal balik antara anggota organisasi meningkatkan efektivitas komunikasi. Di sisi lain, dalam perspektif kontemporer, penelitian menyoroti peran teknologi komunikasi dalam mengubah pola komunikasi organisasi, dengan adanya media sosial dan platform digital yang memungkinkan komunikasi yang lebih cepat dan luas.
... Kurang pemerahan dari masyarakat mengenai urgensi proyek panas bumi meyebabkan seringnya terjadi sebuah penolakan dari masyarakat dan berujung menghambat dalam pekerjaan proyek panas bumi (Hardjana, 2013;Hapsari, 2016;Tursilowati, 2015;Umam et al., 2018), tentunya situasi seperti ini kerap kali merugikan pemeirntah dan masyarakat sekitar mengenai proyek ini sendiri karena menganggap bahwasannya saling ketidakpercayaan antara masyarakat dengan pemerintah ataupun pemerintah terhadap masyarakat. Jika pemerintah ingin membangun rasa percaya masayarakat terhadap pemerintah tentu baiknya memberikan edukasi mengenai proyek net zero ini dilakukan 3 hingga 6 bulan sebelum kegiatan fisik dilaksanakan dalam lokasi tentunya harus ada pendekatan sosial terlebih dahulu dan kemudian implementasikan terus-menerus kepada masyarakat jika ada proyek yang bersangkutan dengan masyarakat untuk menjaga hubungan jangka panjang antar pemerintah dengan masyarakat dalam rasa kepercayaan (Akbar, 2016). ...
Article
The Net Zero Emissions (NZE) program became a popular term after the Paris Climate Agreement was held in 2015. The program aims to reduce environmental pollution that has the potential to cause global warming. Energy is one of the sectors focused on achieving the NZ E program. Various countries have issued new regulations related to the supply of electrical energy that are adjusted to the NZE program. The regulation emphasizes replacing the operation of conventional power plants that use coal such as Steam Power Plants. The plant will later be removed and replaced with a New Renewable Energy (EBT) based power plant. However, various challenges and impacts will arise due to the shift from the use of fossil energy to EBT energy. This study aims to determine the challenges in carrying out the energy transition to achieve the NZE program. The narrative literature review method is used to analyze information and literature. The development of EBT generators is logically a priority step for Indonesia. This development is like increasing the co-firing composition by increasing the number of Geothermal Power Plants (PLTP) in Padarincang, Banten Province. The abundant availability of EBT in Indonesia is an opportunity that can be utilized optimally to achieve the NZE program.Keywords: International Environmental Institute, Environmental Issues, Global AbstrakSetelah Perjanjian Paris Climate Agreement pada tahun 2015, inisiatif Net Zero Emissions (NZE) semakin populer. Tujuannya untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang dapat menyebabkan pemanasan global. Salah satu sektor kunci yang menjadi sasaran program NZE adalah energi. Banyak negara telah memperkenalkan peraturan baru tentang pasokan listrik untuk menyelaraskan dengan program NZE. Peraturan ini memprioritaskan penggantian pembangkit listrik konvensional berbasis batubara seperti PLTU dengan pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT). Namun, peralihan dari energi fosil ke energi EBT akan menimbulkan berbagai tantangan dan dampak. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan yang terlibat dalam transisi ke energi EBT untuk mencapai program NZE. Pendekatan literature review naratif digunakan untuk menganalisis informasi dan literatur. Pengembangan pembangkit EBT merupakan langkah krusial bagii Indonesia. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan menambah jumlah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Padarincang, Provinsi Banten. Sumber daya EBT Indonesia yang melimpah memberikan peluang untuk mencapai program NZE secara efisien.Kata Kunci: Net Zero Emission, Krisis Iklim, Pemanasan Global.
Article
Full-text available
This research aims to describe the social movement of boycotting Israeli affiliated products and its impact in Padang City, 2017-2023. The research method used is the library study method (library research). This research uses an empathetic approach to study the phenomenon of the social movement of boycotting Israeli-affiliated products in Padang city. The results of this study show that after the British issued the "Balfour Declaration" which included the establishment of a Jewish state in Palestine. From then on, Jews arrived in the Palestinian territories in very large numbers, which increased year by year. The arrival of these Jewish immigrants caused conflicts with the Palestinians because the Jewish immigrants wanted to establish a "Jewish state" in Palestine. The resistance of the Palestinian fighters continues to this day, so that the conflict continues, resulting in many casualties, especially Palestinian casualties. Israel is able to survive in Palestine because it is supported by its ally, the United States. The Palestinian-Israeli conflict has gained international attention because of the human rights violations committed by Israel. In the city of Padang, West Sumatra, Indonesia, as a form of reaction to the Israeli aggression against Palestine, there was a social movement to boycott Israeli products carried out by the government and various communities such as the Indonesian Youth National Committee (KNPI), Islamic Tarbiyah Association (PERTI) and others. The impact of the boycott social movement is the decrease in the number of consumers of Israeli affiliated product brands, namely Starbucks in the city of Padang, West Sumatra.
Article
The Benoa Bay reclamation idea is an interesting isssue due to presidential regulation 51 of 2014 has not been revised. This condition effects in the struggle of indigenous peoples be going to start continuesly from the difference of interests between indigenous peoples and the government which ultimately produced a social movements. The social movement has occured in a long period of time since 2012 to 2019. The influence of traditional power can contribute to delaying the progress of the reclamation project. This research aims to examine the communication patterns exhibited by the local community and Balinese customs in their opposition to the Benoa Bay reclamation project. The study adopts an ethnographic approach using qualitative techniques as the research methodology. Data collection involves gathering primary and secondary data through interviews and literature review. The research is conducted in Kedonganan Adat Village, located in Kuta District, Badung Regency. The findings reveal that the Kedonganan indigenous people express their rejection of the Benoa Bay reclamation project through meaningful messages conveyed both verbally and nonverbally. The communication primarily occurs through interpersonal interactions to ensure better comprehension of the messages. These messages carry symbolic significance and have given rise to a subtle social movement, believed to provide protection by the Kedonganan community. Consequently, the Kedonganan indigenous people have successfully secured their victory in the opposition against the Benoa Bay reclamation project through the utilization of customary power and cultural strength. ABSTRAK Rencana reklamasi Teluk Benoa merupakan masalah yang masih hangat dibicarakan. Isu reklamasi menjadi kontroversi akibat tidak direvisinya Perpres No 51 tahun 2014 yang dapat menegapkan proyek reklamasi. Hal ini mengakibatkan perjuangan masyarakat adat akan terus berlanjut mulai dari adanya perbedaan kepentingan antara masyarakat adat dan pemerintah yang pada akhirnya melahirkan gerakan sosial. Gerakan sosial tersebut berlangsung dalam kurun waktu yang panjang dari 2012 hingga 2019. Kekuatan adat bisa menjadi salah satu faktor yang bisa menunda pelaksanaan proyek reklamasi. Fokus penelitian ini pada analisis perilaku komunikasi masyarakat local Bali untuk menolak proyek reklamasi di perairan Teluk Benoa. Studi Etnografi memperkuat khasanah penelitian ysng berfokus pada budaya dengan metode kualitatif. Data utama dan data pendukung diperoleh melalui proses wawancara dan penelitian dokumen. Penelitian ini dilakukan di Desa Adat Kedonganan, yang terletak di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, sebagai lokasi penelitian. Perilaku komunikasi masyarakat adat Kedonganan untuk menolak proyek reklamasi Teluk
Article
Full-text available
Basically, the relationship between nature and humans is an interdependent relationship with each other. A balanced relationship between nature and humans can form a good system. However, the fact is that environmental problems occur in various regions in Indonesia. People's habit of exploiting ingrained nature makes nature and the environment worse. The main idea in this study is the realization of the balance of the relationship between humans and nature through the formation of a social movement for environmental conservation. This study aims to review the existence of social movements and contributions in building environmental conservation and improving sustainable ecosystems. This research uses the knife analysis of sociological of human ecology, namely a functional structural perspective. This research uses a literature method that contains theories related to the problem under study and literature studies from various studies. The sources of data used in this study are scientific articles and previous research. The results showed that the social movement for environmental conservation carried out by the Sustainable Continent of Indonesia together with the people of Tanggerang City through concrete actions to care for the environment is a manifestation of the balance of the system between humans and nature as meant by a functional structural perspective. Ecosystem care actions are carried out in an effort to preserve the environment and pay attention to environmental sustainability for common life. The social movement of environmental conservation carried out in Tanggerang City can be an example of good implementation of nature for all Indonesian people.
Article
Full-text available
Modul ajar sebagai bentuk perangkat pembelajaran yang efektif di gunakan masih mengalami kendala baik dalam format penyusunan materi maupun pengembangan media yang digunakan, maka perlu dilakukan analisis dan evaluasi penyebabnya agar aktualisasi nilai-nilai profil pelajar Pancasila dapat teraktualisasi dengan baik dan efektif. Penelitian ini memiliki tujuan agar dapat memberikan gambaran spesifik tentang konseptual penyusunan modul ajar penguatan profil pelajar Pancasila yang efektif dari aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya. Penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi pada guru pendidikan anak usia dini di Ponorogo. Teknik analisis data dengan reduksi, display dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa desain kerangka karakteristik modul ajar harus berorientasi pada pengembangan dimensi karakter peserta didik, sarana dan prasarana pendukung serta pendekatan berbasis kontekstual.
Article
Full-text available
The purpose of this study was to find out how the Public Opinion Movement Rejected the Draft Criminal Code by the Student Executive Board (BEM) UNMUL.The focus of the research consists of the elements of forming public opinion, namely: controversial issues or issues being contested, the public who are spontaneously enticed toinvolve themselves in problems and interactions, discussions, exchange of ideas and debates on disputed issues from individuals in the public then produce an opinion collective and expressive. Key informants namely; UNMUL BEM students, BEM Head informants, Action Coordinators, and Action Public Relations, as well as other informants, namely Mulawarman University students. Data collection techniques were carried out by means of interviews and documentation. The data analysis technique used is the interactive model data analysis proposed by Miles and Huberman. The results of this study show that there is a controversial issue that is being contested through media distribution which has attracted the attention of the opinion leader, namely BEM KM UNMUL. With conceptual ideas, they exert influence as a student organization at Mulawarman University, one of which is by using social media Instagram, through a collection of people who are interested in controversial issues, namely student members of BEM who hold consolidations, discussions, to achieve goals with propaganda #MosiTidakPercaya #ReformasiDikorupsi. The public opinion of the rejection movement resulted in a pro attitude by Mulawarman University students knowing and following controversial issues through media information used by BEM. Keywords: BEM KM UNMUL, RUUKUHP, Public Opinion
Article
As one of the most modern cities in South Kalimantan, Banjarmasin has emerged as a popular place to visit for residents of the surrounding rural regions. Is it true that the city of Banjarmasin has developed into a secure location from an economic, social, and environmental standpoint? This paper attempts to look at the cognitive behavior of the people of Banjarmasin in regard to the messages that were communicated by the Sahabat Sungai community. This is done by attempting to understand the strategies that were carried out by the Sahabat Sungai community through environmental communication. Aside from that, we also need to pay attention to the ways in which residents living near the river in Banjarmasin are attempting to address the deteriorating conditions along the river.
Book
Full-text available
Textbook on environmental communication used in courses offered by the UPOU Faculty of Management and Development Studies, the UPLB College of Development Communication and the UPLB School of Environmental Science and Management.
Article
Illustrates relational approaches to the study of social movements and collective action. Contributors analyse most recent developments in the analysis of the role of networks as facilitators or constraints of individual recruitment, various forms of interorganizational networks, and the relationship between social networks and the political context in which social movements operate. They also relate the growing attention to social networks by social movement analysis to broader theoretical debates. Both quantitative and qualitative network analysis are considered, and attention is paid to the time dimension and the evolution of networks, through both simulation models and empirical data. Empirical chapters cover both contemporary and historical episodes of collective action, in reference to authoritarian as well as progressive, left-libertarian movements. Chapters focusing on individual networks specify different effects of network embeddedness over participation in different types of collective action (Passy, Anheier). Interorganizational relations are explored by looking at leadership dynamics (Diani), the relationship between categorical traits and network position within coalitions (Ansell), and the role of individuals in linking different organizations both synchronically and diachronically (Osa). Network approaches to the political process illustrate shifts in alliance and conflict networks at a time of regime change (Tilly and Wood), the evolution of social networks during protest cycles (Oliver and Myers), and the role of local elites in shaping protest networks in the community (Broadbent). Theoretical chapters discuss network perspectives on social movements in relation to recent theoretical developments in rational choice theory (Gould), cultural analysis (Mische), and the analysis of social mechanisms (McAdam). A radical case is also made for a reorientation of the whole social movement agenda along network lines (Diani).
Article
From the Internet to networks of friendship, disease transmission, and even terrorism, the concept--and the reality--of networks has come to pervade modern society. But what exactly is a network? What different types of networks are there? Why are they interesting, and what can they tell us? In recent years, scientists from a range of fields--including mathematics, physics, computer science, sociology, and biology--have been pursuing these questions and building a new "science of networks." This book brings together for the first time a set of seminal articles representing research from across these disciplines. It is an ideal sourcebook for the key research in this fast-growing field. The book is organized into four sections, each preceded by an editors' introduction summarizing its contents and general theme. The first section sets the stage by discussing some of the historical antecedents of contemporary research in the area. From there the book moves to the empirical side of the science of networks before turning to the foundational modeling ideas that have been the focus of much subsequent activity. The book closes by taking the reader to the cutting edge of network science--the relationship between network structure and system dynamics. From network robustness to the spread of disease, this section offers a potpourri of topics on this rapidly expanding frontier of the new science.
Chapter
Social Capital, the advantage created by location in social structure, is a critical element in business strategy. Who has it, how it works, and how to develop it have become key questions as markets, organizations, and careers become more and more dependent on informal, discretionary relationships. The formal organization deals with accountability; Everything else flows through the informal: advice, coordination, cooperation friendship, gossip, knowledge, trust. Informal relations have always been with us, they have always mattered. What is new is the range of activities in which they now matter, and the emerging clarity we have about how they create advantage for certain people at the expense of others. This is done by brokerage and closure. Ronald S. Burt builds upon his celebrated work in this area to explore the nature of brokerage and closure. Brokerage is the activity of people who live at the intersection of social worlds, who have a vision advantage of seeing and developing good ideas, an advantage which can be seen in their compensation, recognition, and the responsibility they're entrusted with in comparison to their peers. Closure is the tightening of coordination in a closed network of people, and people who do this do well as a complement to brokers because of the trust and alignment they create. Brokerage and Closure explores how these elements work together to define social capital, showing how in the business world reputation has come to replace authority, pursued opportunity assignment, and reward has come to be associated with achieving competitive advantage in a social order of continuous disequilibrium.
Article
Sociologists since Simmel have been interested in social circles as essential features of friendship networks. Although network analysis has been increasingly used to uncover patterns among social relationships, theoretical explanations of these patterns have been inadequate. This paper presents a theory of the social organization of friendship ties. The approach is based upon Homans's concepts of activities, interactions, and sentiments and upon the concept of extra-network foci organizing social activities and interaction. The theory is contrasted with Heider's balance theory. Implications for transitivity, network bridges, and density of personal networks are discussed and presented as propositions. The focus theory is shown to help explain patterns of friendships in the 1965-66 Detroit Area Study. This paper is intended as a step toward the development of integrated theory to explain interrelationships between networks and other aspects of social structure. Implications for data analysis are discussed. Sociologists have long recognized the importance of patterns in networks of relations that connect individuals with each other. Simmel (1955) described modern society as consisting of loosely connected social circles of relationships. Granovetter (1973) has indicated the general significance of these social circles for communication, community organization, and social conflict. Various studies have supported this picture of the essential patterns in social networks, including Moreno's sociometry (1953), Milgram's "small world" experiments (1967), and Kadushin's observations (1966). Unfortunately, the study of social networks has often been carried out without concern for the origins in the larger social context. Most network analysis ends with description and labeling of patterns; and when explanations of patterns are offered, they frequently rely upon inherent tendencies within networks to become consistent, balanced, or transitive. As a consequence of such atheoretical and/or self-contained network theoretical approaches, data are collected and data analysis techniques are devised for
Article
The purpose of this book is to present what is currently known about communication networks and to illustrate methods of network analysis. The 1st chapter describes a communication network in a small village of Korea Oryu Li in which basic principles are applied to collectively make decisions about family planning. The following chapter discusses the convergence model of communication and network analysis in regard to its theoretical roots its concept meaning and implications in mass media communication. Chapter 3 analyzes the communication network analysis. Specifically it discusses how to measure communication network links and describes the levels of analysis. Chapter 4 explains what are the methods of network analysis in regard to matrix manipulation NEGOPY direct factor analysis smallest space analysis and SOCK and COMPLT. The following chapter discusses network variables in an attempt to explain individual behavior. Specificially it analyzes personal network effects on individual behavior the effects of cliques systems effects and threshold effects. Chapter 6 attempts to explain communication networks in group and system performances. Many examples of the Korean family planning experience are used to support this analysis. The methodology of assessing the determinants of who is linked to whom social determinants of network link the stability of network links over time and the multiplexity of network links are the main subjects discussed chapter 7. Chapter 8 is a summary of what type of research is currently being done in communication networks. Specifically it discusses the methodology advantages of network analysis problems associated with this type of analysis and how to put this network analysis into use. Tables and charts as well as a glossary are provided.