ArticlePDF Available

Perbedaan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Perbedaan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Self-Efficacy dan Mathematic Anxiety Siswa SMP di Depok

Authors:

Abstract

Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat. Penelitian yang dilakukan oleh TIMSS dan PISA menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa Indonesia usia 15 tahun tergolong masih rendah jika dibandingkan dengan prestasi belajar matematika siswa lain di dunia. Beberapa faktor yang memengaruhi prestasi belajar matematika ini diantaranya adalah self-efficacy dan mathematic anxiety. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan prestasi belajar matematika ditinjau dari self-efficacy dan mathematic anxiety. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif non-experimental dengan menggunakan teknik dan analisis Mann-Whitney. Partisipan penelitian ini adalah siswa SMP dari tiga sekolah yang ada di Depok sebanyak 385 orang. Teknik pengambilan sampel dengan purpossive sampling. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Oktober 2016. Instrumen penelitian berupa kuesioner self-efficacy dan mathematic anxiety dengan skala Likert serta data sekunder prestasi belajar matematika siswa berupa nilai rapor terakhir. Hasil penelitian pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan (Z = - 2,791 dan p = 0.005 < 0,05) bahwa ada perbedaan prestasi belajar matematikaditinjau dari self-efficacy (selfefficacy rendah dan tinggi). Hasil penelitian juga menunjukkan (Z = -2,695 dan p sebesar 0.007 < 0,05) bahwa ada perbedaan prestasi belajar matematikaditinjau dari mathematic anxiety (mathematic anxiety rendah dan tinggi). Hasil penelitian ini dapat memprediksikan prestasi belajar matematikasiswaberdasarkan self-efficacy dan mathematic anxiety yang dimiliki oleh siswa tersebut. Kata kunci: self-efficacy, mathematic anxiety, prestasi belajar matematika, matematika
Perbedaan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari
Mia Anggraeni et al.
Self-Efficacy dan Mathematic Anxiety Siswa SMP di Depok
201
Perbedaan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari
Self-Efficacy dan Mathematic Anxiety
Siswa SMP di Depok
Mia Anggraeni
1
, Riana Sahrani
2
, Rahmah Hastuti
3
1
Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara, Jakarta
Email: mia25sept@gmail.com
2
Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara, Jakarta
Email:rianas@fpsi.untar.ac.id
3
Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara, Jakarta
Email: rahmahh@fpsi.untar.ac.id
ABSTRAK
Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat.
Penelitian yang dilakukan oleh TIMSS dan PISA menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa Indonesia
usia 15 tahun tergolong masih rendah jika dibandingkan dengan prestasi belajar matematika siswa lain di dunia.
Beberapa faktor yang memengaruhi prestasi belajar matematika ini diantaranya adalah self-efficacy dan
mathematic anxiety. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan prestasi belajar matematika ditinjau
dari self-efficacy dan mathematic anxiety. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif non-experimental dengan
menggunakan teknik dan analisis Mann-Whitney. Partisipan penelitian ini adalah siswa SMP dari tiga sekolah yang
ada di Depok sebanyak 385 orang. Teknik pengambilan sampel dengan purpossive sampling. Pengambilan data
dilaksanakan pada bulan Oktober 2016. Instrumen penelitian berupa kuesioner self-efficacy dan mathematic
anxiety dengan skala Likert serta data sekunder prestasi belajar matematika siswa berupa nilai rapor terakhir.
Hasil penelitian pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan (Z = -
2,791 dan p = 0.005 < 0,05) bahwa ada perbedaan prestasi belajar matematikaditinjau dari self-efficacy (self-
efficacy rendah dan tinggi). Hasil penelitian juga menunjukkan (Z = -2,695 dan p sebesar 0.007 < 0,05) bahwa ada
perbedaan prestasi belajar matematikaditinjau dari mathematic anxiety (mathematic anxiety rendah dan tinggi).
Hasil penelitian ini dapat memprediksikan prestasi belajar matematikasiswaberdasarkan self-efficacy dan
mathematic anxiety yang dimiliki oleh siswa tersebut.
Kata kunci: self-efficacy, mathematic anxiety, prestasi belajar matematika, matematika
1. PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu bidang ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting
dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Yahaya, Ramli, Hashim, Ibrahim &
Zakariya, 2009). Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan
penguasaan matematika yang kuat. Namun, kenyataan yang terjadi penguasaan matematika
siswa di Indonesia terbilang rendah. Penguasaan siswa terhadap matematika dikenal dengan
prestasi belajar matematika. Prestasi belajar matematikaadalah kemampuan, penguasaan dan
pemahaman siswa terhadap matematika (Anjum, 2006).
Hasil studi oleh Trends in International Mathematics and Science Study (dikutip dalam Mullis,
Martin, Foy & Arora, 2012) pada tahun 2011 diketahui bahwa prestasi matematika siswa
Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 42 negara dengan skor rata-rata 386. Sedangkan survei
yang dilakukan oleh OECD pada tahun 2014 menggunakan tes Programme for International
Student Assesment (PISA) menyatakan bahwa prestasi matematika Indonesia berada pada
peringkat 64 dari 65 negara yang mengikuti PISA.
Bandura (1997) mengatakan bahwa self-efficacy merupakan keyakinan akan kemampuan
individu untuk dapat mengorganisasi dan melaksanakan serangkaian tindakan yang dianggap
perlu untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan.
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni ISSN 2579-6348 (Versi Cetak)
Vol. 1, No. 1, April 2017: hlm 201-209 ISSN-L 2579-6356 (Versi Elektronik)
202
Pada umumnya seorang siswa dengan self-efficacy yang tinggi akan lebih mudah dan berhasil
melampaui latihan-latihan matematika yang diberikan kepadanya dibandingkan siswa yang
memiliki self-efficacy rendah. Self-efficacy berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa.
(Pajares & Miller, 1994; Ayotola & Adedeji, 2009; Liu & Koirala, 2009; Kitsantas, Cheema,
Ware, 2011; Sartawi, Alsawaie, Dodeen, Tibi & Alghazo, 2012; Li, 2012; Goulau, 2014).
Mathematic anxiety merupakan perasaan ketegangan dan kecemasan yang membuat kesalahan
pada angka dan penyelesaian masalah matematika dalam lingkup luas dalam kehidupan sehari-
hari dan situasi sekolah (Richardson & Suinn dikutip dalam Sherman & Wither, 2003).
Pengamatan yang dilakukan terhadap SMP X yang ada di daerah Depok menunjukkan enam dari
dua puluh siswa menunjukkan sikap selalu bertanya pada guru setiap kali mengerjakan tugas
matematika. Mereka juga sering terlihat ragu-ragu dalam menyelesaikan tugasnya serta mudah
menyerah terutama dalam mengerjakan soal-soal yang sulit.Ciri-ciri tersebut menunjukkan
bahwa keyakinan siswa terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas matematika
rendah. Istilah keyakinan terhadap kemampuannya di bidang matematika dalam kajian psikologi
disebut dengan istilah mathematic self-efficacy. Berdasarkan kajian dari Bandura (1997), ciri-ciri
siswa yang memiliki self-efficacy yang rendah yaitu tidak yakin dapat menghadapi masalahnya,
menghindari masalah yang sulit, mengurangi usaha dan cepat menyerah ketika menghadapi
masalah, ragu pada kemampuan diri yang dimilikinya, aspirasi dan komitmen pada tugas rendah.
Meskipun keadaan enam siswa tersebut demikian, berdasarkan informasi yang diberikan oleh
guru kelas dan bagian administrasi sekolah menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh siswa-
siswa tersebut sudah dapat mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) atau nilai standar
minimal pelajaran tersebut (Komunikasi Personal, 2 Agustus 2016).
Personal communication yang dilakukan terhadap tiga siswa lain di SMPS X mengatakan bahwa
mereka tegang saat belajar matematika. Mereka tidak dapat duduk tenang, melihat jam dinding
berulang kali saat pelajaran matematika dan bingung menjawab saat guru memberikan
pertanyaan. Ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa siswa mengalami perasaan tegang saat belajar
matematika. Perasaan tegang dalam menghadapi persoalan sering disebut kecemasan. Istilah
kecemasan di bidang matematika dalam kajian psikologi dikenal dengan istilah mathematic
anxiety. Meskipun demikian, informasi dari guru kelas mengatakan bahwa nilai matematika dari
siswa-siswa tersebut dapat mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) atau nilai standar
minimal pelajaran tersebut. Sementara ada dua siswa lain yang menunjukkan sikap sebaliknya,
yaitu duduk tenang saat belajar matematika serta percaya diri hampir di setiap mengerjakan tugas
matematika memiliki nilai matematika yang sama tingginya (Komunikasi Personal, 3 Agustus
2016).
Hasil penelitian terdahulu mengatakan bahwa siswa dengan self-efficacy dan mathematic anxiety
berbeda akan memiliki prestasi belajar matematika yang berbeda. Namun fakta di lapangan
menunjukkan tidak ada perbedaan prestasi belajar matematika pada siswa yang memiliki self-
efficacy dan mathematic anxiety yang berbeda.Perbedaan antara hasil penelitiandengan fakta di
lapangan serta masih sedikitnya penelitian di Indonesia mengenai perbedaan prestasi belajar
matematika ditinjau dari self-efficacy dan mathematic anxiety merupakan landasan untuk
membuat suatu penelitian untuk menyelidiki perbedaan prestasi belajar matematika ditinjau dari
self-efficacy dan mathematic anxiety.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah meneliti : (1) apakah terdapat perbedaanprestasi
belajar matematika ditinjau dari self-efficacy siswa SMP di Depokdan (2) apakah terdapat
Perbedaan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari
Mia Anggraeni et al.
Self-Efficacy dan Mathematic Anxiety Siswa SMP di Depok
203
perbedaan prestasi belajar matematikaditinjau dari mathematic anxiety siswa SMP di Depok?.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui perbedaan prestasi belajar matematika ditinjau dari
self-efficacy siswa SMP di Depok dan (2) untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar
matematikaditinjau dari mathematic anxiety siswa SMP di Depok.
2.
METODE PENELITIAN
Partisipan penelitian ini adalah siswa SMP yang ada di Depok dengan rentang usia 13-16 tahun.
Partisipan penelitian ini tidak dibatasi dengan jenis kelamin, etnis, agama dan status sosial.
Data demografis profil partisipan penelitian mengenai jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir,
hobi, tinggal bersama, kelas, asal SD, pelajaran yang disukai dan yang tidak disukai,
keikutsertaan les matematika dan tidak ikut les matematika dan orang yang menemani belajar di
rumah.
Instrument penelitian berupa kuesioner self-efficacy dan mathematic anxiety dengan skala Likert
serta data sekunder prestasi belajar matematika siswa berupa nilai rapor terakhir.
Kuesioner yang digunakan untuk mengukur variabel self-efficacy disusun berdasarkan kajian
teori dari Bandura (1997) yang terdiri dari dua puluh tujuh item. Ada 14 butir pernyataan positif
dan ada 13 butir pernyataan negatif. Skor dimulai dari satu sampai empat. Skor satu
menunjukkan sangat tidak setuju (STS) dan empat menunjukkan sangat setuju (SS) untuk butir
positif. Sedangkan untuk butir negatif, skor satu menunjukkan sangat setuju (SS) dan skor 4
menunjukkan sangat tidak setuju (STS). Contoh Butir Kuesioner Self-Efficacy dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1. Contoh butir kuesioner self-efficacy
No Pernyataan STS TS S SS
1
Saya yakin dapat berusaha untuk mengerjakan
tugas matematika walaupun sepertinya terlalu
sulit.
2
Saya yakin mencapai hasil maksimal dalam
mengerjakan sesuatu yang belum pernah saya
kerjakan sebelumnya.
Kuesioner yang digunakan untuk mengukur variabel mathematic anxiety, akan diadaptasi dari
Mathematic Anxiety Rating Scale-Revised yang dikembangkan oleh Plake dan Parker (dikutip
dalam Ozcan & Brewer, 2011) yang terdiri dari 24 pernyataan. Skala penilaian yang digunakan
dalam kuesioner mathematic anxiety adalah skala Likert. Skor dimulai dari satu sampai lima.
Tabel 2. Contoh butir kuesioner mathematic anxiety
No Pernyataan Tidak
pernah
Jarang Kadang Sering Selalu
1
Saya takut ketika bersiap
-
siap belajar
matematika
2 Saya tidak takut ketika belajar dan les
matematika
Butir nomor satu sampai dengan butir nomor delapan serta butir nomor 17 sampai 20 adalah
pernyataan positif dengan skor jawaban menggunakan skala Likert (5 = selalu sampai dengan 1 =
tidak pernah). Butir nomor 9 sampai 16 serta butir nomor 21 sampai 24 adalah pernyataan
negatif dengan skor jawaban menggunakan skala Likert (1 = selalu sampai dengan 5 = tidak
pernah).Contoh butir kuesioner mathematic anxiety ditampilkan pada tabel 2.
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni ISSN 2579-6348 (Versi Cetak)
Vol. 1, No. 1, April 2017: hlm 201-209 ISSN-L 2579-6356 (Versi Elektronik)
204
Hasil uji validitas dan reliabilitas alat ukur self-efficacy masing-masing dimensi disajikan dalam
tabel 3, 4 dan 5.
Tabel 3. Gambaran butir dimensi level
Dimensi Butir Positif Butir Negatif Alpha Cronbach
Level Sebelum
Sesudah
5
5
5
4
0,734
0,739
Tabel 4. Gambaran butir dimensi generality
Dimensi
BButir Positif
Butir Negatif Alpha Cronbach
Sebelum
Sesudah
5
3
4
2
0,367
0,756
Tabel 5. Gambaran butir dimensi strength
Dimensi Butir Positif Butir Negatif Alpha Cronbach
Strength Sebelum
Sesudah
4
3
4
4
0,597
0,595
Hasil uji validitas dan reliabilitas alat ukur mathematic anxiety masing-masing dimensi disajikan
dalam tabel 6 dan 7.
Tabel 6. Gambaran butir dimensi learning mathematic anxiety
Dimensi Butir Positif Butir Negatif Alpha
Cronbach
Learning Mathematic Anxiety
Sebelum
Sesudah
8
4
8
8
0,801
0,860
Tabel 7. Gambaran butir dimensi mathematic evaluation anxiety
Dimensi Butir
Positif
Butir
Negatif
Alpha
Cronbach
Mathematic Evaluation Anxiety
Sebelum
Sesudah
4
3
4
4
0,784
0,803
Prosedur penelitian dibedakan dalam dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan
penelitian. Tahap persiapan meliputi penentuan masalah, melakukan kajian kepustakaan,
menyusun alat ukur, melakukan proses adaptasi alat ukur (melalui proses BTM, content validity
dan vace validity), dan melakukan uji validitas dan reliabilitas alat ukur. Tahap pelaksanakan
penelitian meliuti pengambilan data dengan menyebar kuesioner dan melakukan analisis dan
pembahasan berdasarkan data yang didapatkan dengan pengolahan data secara statistik
menggunakan teknik analisis Mann-Whitney.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah : a) ada perbedaan prestasi belajar matematikaditinjau dari
self-efficacy b) ada perbedaan prestasi belajar matematika ditinjau dari mathematic anxiety.
Perbedaan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari
Mia Anggraeni et al.
Self-Efficacy dan Mathematic Anxiety Siswa SMP di Depok
205
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar matematika ditinjau dari self-efficacy dan
mathematic anxiety digunakan analisis Mann-Whitney.
Berdasarkan hasil analisis data uji Mann-Whitney diketahui bahwa ada perbedaan prestasi belajar
matematikaditinjau dari self-efficacy yang rendah dan tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Z
= -2,791 dan p = 0.005 < 0,05 yang artinya hipotesis diterima, maka terdapat perbedaan prestasi
belajar matematika ditinjau dari self-efficacy.
Berdasarkan hasil analisis data uji Mann-Whitney diketahui bahwa ada perbedaan prestasi belajar
matematika ditinjau dari mathematic anxiety yang rendah dan tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai Z = -2,695 dan p sebesar 0.007 < 0,05 yang artinya hipotesis diterima, maka terdapat
perbedaan prestasi belajar matematika ditinjau dari mathematic anxiety.
Berdasarkan hasil uji korelasi dengan menggunakan korelasi Spearman antara variabel self-
efficacy dengan variabel prestasi belajar matematikadiperoleh nilai r = 0,181 dan p = 0,000 <
0,01 jadi terdapat hubungan positif yang menandakan semakin tinggi self-efficacy maka semakin
tinggiprestasi belajarmatematikapartisipan.
Pengolahan data dilanjutkan dengan uji korelasi antara variabel mathematic anxiety dengan
variabel prestasi belajar matematika. Hasil yang diperoleh adalah nilai r = -0,173 dan p = 0,001
< 0,01 jadi terdapat hubungan negatif yang menandakan semakin tinggi mathematic anxiety
maka semakin rendah prestasi belajar matematikapartisipan. Hal ini berlaku sebaliknya, semakin
rendah athematic anxiety maka semakin tinggi prestasi belajar matematikapartisipan.
Setelah dilakukan uji beda dengan teknik uji Mann-Whitney untuk self-efficacy, kesukaan
terhadap matematikamerupakan faktor yang memengaruhi self-efficacy setiap orang berbeda. Hal
ini ditunjukkan oleh nilai Z = -2,818 p = 0,005 < 0,05. Sedangkan hasil uji beda yang lain
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan self-efficacy berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan dan keikutsertaan dalam les matematika.
Hasil uji beda untuk mathematic anxiety menunjukkan bahwa faktor kesukaan terhadap
matematika, pendidikan ayah dan pendidikan ibu merupakan faktor yang memengaruhi
mathematic anxiety setiap orang berbeda.
Setelah dilakukan uji beda dengan teknik uji Mann-Whitney untuk mathematic anxiety diperoleh
nilai Z = -4,723, p = 0,000 < 0,05. Dengan demikian, ada perbedaan yang signifikan antara
mathematic anxiety dengan kesukaan terhadap matematika. Mathematic anxiety lebih tinggi pada
partisipan yang tidak suka terhadap matematika dan mathematic anxiety lebih rendah pada
partisipan yang suka matematika.
Teknik uji Kruskal Wallis untuk mathematic anxiety diperoleh nilai Chi-Square = 13,767 dan p =
0,008 < 0,05. Dengan demikian, ada perbedaan mathematic anxiety ditinjau dari pendidikan
terakhir ayah. uji beda dengan teknik uji Kruskal Wallis untuk mathematic anxiety diperoleh
nilai Chi-Square = 15,757 dan p = 0,003 < 0,05. Dengan demikian, ada perbedaan mathematic
anxiety ditinjau dari pendidikan terakhir ibu.
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni ISSN 2579-6348 (Versi Cetak)
Vol. 1, No. 1, April 2017: hlm 201-209 ISSN-L 2579-6356 (Versi Elektronik)
206
Hasil uji beda untuk prestasi belajar matematika menunjukkan bahwa faktor kesukaan terhadap
matematika, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan kondisi orang tua yang hidup
atau meninggal merupakan faktor yang memengaruhi mathematic anxiety setiap orang berbeda.
Hasil uji Mann-Whitney terhadap prestasi belajar matematika ditinjau dari kesukaan terhadap
matematika menunjukkan nilai Z = -3,748 dan p = 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar matematika dengan kesukaan terhadap
matematika.
Hasil uji Kruskal Wallis terhadap prestasi belajar matematikaditinjau dari pendidikan ayah
diperoleh nilai Chi-Square = 15,803 dan p = 0,003 < 0,05. Dengan demikian, ada perbedaan
prestasi belajar matematika ditinjau dari pendidikan ayah.
Hasil uji Kruskal Wallis terhadap prestasi belajar matematikaditinjau dari pendidikan ibu
diperoleh nilai Chi-Square = 19,460 dan p = 0,001 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada
perbedaan prestasi belajar matematika ditinjau dari pendidikan ibu.
Setelah dilakukan uji beda dengan teknik uji Kruskal Wallis untuk prestasi belajar
matematikaditinjau dari pekerjaan ibudiperoleh nilai Chi-Square = 17,894 dan p = 0,003 < 0,05.
Dengan demikian, ada perbedaan prestasi belajar matematikaditinjau dari pekerjaan ibu.
Setelah dilakukan uji beda dengan teknik uji Mann-Whitney untuk prestasi belajar matematika
ditinjau dari kondisi orang tuadiperoleh nilai Z = -2,194 dan p = 0,028 < 0,05. Dengan demikian,
ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar matematika ditinjau dari kondisi orang tua
hidup atau meninggal.
Prestasi belajar matematika siswa SMP di Depok berbeda ditinjau dari self-efficacy dan
mathematic anxiety siswa tersebut. Hasil temuan empiris dari penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang mengatakan bahwa self-efficacy memiliki pengaruh besar dalam prestasi belajar
matematika. Siswa dengan self-efficacy tinggi memiliki prestasi belajar matematika tinggi.
Sebaliknya jika siswa memiliki self-efficacy rendah maka prestasi belajar matematika siswa
tersebut juga rendah (Pajares & Graham, 1999; Zimmerman, 2000; Pajares & Schunk, 2001).
Hasil penemuan ini juga sesuai dengan penelitian Erdogan, Kesici dan Sahin (2011) yang
menyatakanbahwa mathematic anxietymenjadi penyebab signifikan yang dapat
menghalangiprestasi belajar matematikasiswa. Semakin tinggi mathematic anxiety maka semakin
rendah prestasi belajar matematikasiswa tersebut.
Uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara self-efficacy dengan prestasi
belajar matematika. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang mengatakan bahwa self-
efficacy berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa (Ayotola & Adedeji, 2009; Pajares &
Miller, 1994; Liu & Koirala, 2009; Nasiriyan, Azar, Noruzy, & Dalvand, 2011; Kitsantas,
Cheema, Ware, 2011; Sartawi, Alsawaie, Dodeen, Tibi & Alghazo, 2012; Li, 2012; Goulau,
2014). Semakin tinggi self-efficacy maka semakin tinggi pula prestasi belajar matematika.
Penelitian terdahulu mengatakan bahwa siswa dengan tingkat kecemasan yang tinggi akan
memperoleh pencapaian matematika yang rendah (Pourmoslemi, Erfani, & Firoozfar, 2013).
Dalam penelitian ini juga menunjukkan hubungan yang negatif antara mathematic anxiety
dengan prestasi belajar matematika.
Perbedaan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari
Mia Anggraeni et al.
Self-Efficacy dan Mathematic Anxiety Siswa SMP di Depok
207
Latar belakang keluarga dan status ekonomi memengaruhi prestasi belajar matematika(Chiu&Xi
Hua, 2008). Hasil penelitian terdahulu ini sesuai dengan penelitian ini dalam hal pendidikan
orang tua, pekerjaan ibu dan kondisi orang tua yang hidup atau meninggal. Penelitian ini
menghasilkan temuan empiris bahwa ada perbedaan yang signifikan dari prestasi belajar
matematikaditinjau dari pendidikan ayah dan ibu. Orang tua dengan pendidikan tinggi cenderung
akan memberikan perhatian dan pengarahan yang baik untuk anaknya. Perhatian dan pengarahan
orang tua yang baik membuat anak akan siap dalam mengikuti pelajaran di sekolah (Sakdiyah,
2011). Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki sumber daya
yang cenderung lebih besar, baik pendapatan, waktu, tenaga, dan jaringan kontak, yang
memungkinkan mereka untuk terlibat lebih jauh dalam pendidikan anak (Slameto, 2003). Selain
itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dari prestasi belajar
matematika berdasarkan pekerjaan ibu. Hal ini sangat mungkin terjadi karena sebagian besar
yang berperan dalam menemani siswa belajar ketika di rumah adalah ibunya.
Salah satu faktor yang memengaruhi prestasi belajar matematika adalah penggunaan televisi dan
games (Kölleretal. dikutip dalam Kupari, 2006; Singh et al., 2002). Namun hasil penelitian ini
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dari prestasi belajar matematika pada siswa
yang suka melakukan aktivitas menonton televisi dan games dengan siswa yang tidak suka
melakukan aktivitas menonton televisi dan games. Hal ini dapat terjadi karena tidak semua
kegiatan menonton televisi berdampak buruk. Terdapat juga dampak baik tergantung kepada
kepatutan (tepat-usia) acara yang ditonton, waktu menonton sehingga tidak menyita waktu yang
sebenarnya digunakan untuk belajar dan membuat PR misalnya, yang berkaitan dengan program
sekolah (Wulandari, 2014).
Hasil penelitian terhadap prestasi belajar matematika menunjukkan bahwa ada perbedaan
prestasi belajar matematikaantara yang suka dengan yang tidak suka dengan matematika. Hal ini
sejalan dengan penelitian terdahulu yang mengatakan bahwa siswa dengan mathematics attitude
yang tinggi akan memiliki prestasi belajar matematikayang tinggi (Else-Quest, Hyde, & Linn,
2010; Singhetal., 2002; Winheller et al., 2013). Hal ini karena enjoyment of mathematics
merupakan salah satu dimensi dari mathematics attitude.
Berkaitan dengan penelitian mengenai self-efficacy, hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan self-efficacy antara yang suka dan yang tidak suka dengan matematika.
Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan self-efficacy berdasarkan jenis
kelamin. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Bandura (1997) yang
mengatakan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang memengaruhi self-efficacy.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari self-efficacy
berdasarkan kelas dan usia. Hal ini berbeda dengan yang disampaikan Bandura (1997) yang
mengatakan bahwa tingkat pendidikan dan usia memengaruhi tingkat self-efficacy. Tidak adanya
perbedaan self-efficacy berdasarkan tingkat pendidikan dalam penelitian ini sangat mungkin
terjadi karena meskipun partisipan tersebut berasal dari kelas satu sampai kelas tiga, namun tidak
ada perbedaan jenjang pendidikan karena semua partisipan adalah siswa SMP. Hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari self-efficacy berdasarkan
keikutsertaan dalam les matematika.
Peker (2009) menyebutkan bahwa faktor intelektual memengaruhi mathematic anxiety. Nilai
rapor merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat intelektual. Analisis data utama
menunjukkan bahwa ada perbedan prestasi belajar matematika berupa nilai rapor ditinjau dari
mathematic anxiety. Hal ini menunjukkan kesesuaian antara hasil penelitian dengan penelitian
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni ISSN 2579-6348 (Versi Cetak)
Vol. 1, No. 1, April 2017: hlm 201-209 ISSN-L 2579-6356 (Versi Elektronik)
208
terdahulu. Berkaitan dengan penelitian tentang mathematic anxiety, hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dari mathematic anxiety berdasarkan
kesukaan terhadap matematika, Pendidikan terakhir ayah dan pendidikan terakhir ibu. Peker
(2009) menyebutkan bahwa faktor psikologis memengaruhi mathematic anxiety. Minat
merupakan salah satu aspek psikologis. Minat yang diteliti dalam penelitian ini berupa suka atau
tidak siswa terhadap matematika. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan sebelumnya mengenai faktor psikologis memengaruhi mathematic
anxiety.
Peker (2009) juga mengatakan bahwa faktor lingkungan dan sosial memengaruhi mathematic
anxiety. Hasil dari penelitian ini yang berkaitan dengan lingkungan menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan dari mathematic anxiety berdasarkan pendidikan terakhir ibu.
Berdasarkan uji beda yang dilakukan terhadap jenis kelamin dan keikutsertaan dalam les
matematika menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari mathematic anxiety
berdasarkan jenis kelamin dan keikutsertaan dalam les matematika.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan mengenai perbedaan prestasi belajar matematika
ditinjau dari self-efficacy dan mathematic anxiety siswa SMP di Depok diperoleh hasil bahwa
ada perbedaan prestasi belajar matematika ditinjau dari self-efficacy. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai Z = -2,791 dan p = 0.005 < 0,05 yang artinya hipotesis diterima. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa ada perbedaan prestasi belajar matematika ditinjau dari mathematic anxiety
siswa SMP di Depok. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Z = -2,695 dan p sebesar 0.007 < 0,05
yang artinya hipotesis diterima.
Ucapan Terima Kasih (Acknowledgement)
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak- pihak yang mendukung penelitian ini :
1.Ibu Dr. Rostiana, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara,
Jakarta,
2.Bapak Dr. P. Tommy S. Suyasa, M.Si., Psi. selaku Ketua Program Studi Magister Psikologi,
Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara, Jakarta,
3.Ibu Dr. Riana Sahrani, M.Si., Psi. selaku dosen pembimbing utama
4.Ibu Rahmah Hastuti, M.Si., Psi. selaku dosen pembimbing ke dua
5.Seluruh Dosen Psikologi Universitas Tarumanagara yang telah membimbing dan memberikan
ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan.
6.Bapak Sofyan A Djalil, Ph.D dan ibu Ratna Megawangi, Ph.D sebagai Dewan Pembina
Indonesia Heritage Foundation (IHF), serta ibu Drg. Rahma Dewi, M.Kes sebagai Direktur
Indonesia Heritage Foundation (IHF).
7.Bapak dan ibu Kepala Sekolah SMP yang ada di Depok
8.Siswa-siswa SMP di Depok yang berpartisipasi dalam penelitian ini.
REFERENSI
Anjum, R. (2006). The impact of self-efficacy on mathematics achievement of primary school
children. Pakistan Journal of Psychological Research, 21(3-4), 61-78.
Ayotola, A. & Adedeji, T. (2009). Therelationship between mathematics self efficacy and
achievement in mathematics. Procedia Social and Behavioral Sciences.
Bandura, A. (1997). Self-efficacy in changing societies. New York: Cambridge University Press.
Perbedaan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari
Mia Anggraeni et al.
Self-Efficacy dan Mathematic Anxiety Siswa SMP di Depok
209
Goulau, M.D.F. (2014). The relationship between self-efficacy and academic achievement in
adults’ learners. Athens Journal of Education, 1(3), 237-246.
Kitsantas, A., Cheema, J., & Ware,H. W. (2011). Mathematics achievement: The role of
homework and self-efficacy beliefs. Journal of Advanced Academics, 22(2), 310-339.
Li, L.K.Y. (2012). A study of the attitude, self-efficacy, effort and academic achievement of
cityu students towards research methods and statistics. SS-Student E-Journal, 1, 154-183.
Liu, X. & Koirala, H. (2009). The effect of mathematics self-efficacy on mathematics
achievement of high school students. Northeastern Educational Research Association.
Mullis, I.V.S., Martin, M.O., Foy, P., & Arora, A. (2011). TIMSS 2011: International results in
mathematics. Lynch School of Education: TIMSS & PIRLS International Study Center.
OECD. (2014). PISA 2012 results in focus: what 15-years old know and what they can do with
what they know. Canada: OECD.
Ozcan, A.Y. & Brewer, S. (2011). Adaptation of mathematics anxiety rating scale-revised (mars-
r) for adult online students. 27
th
Annual Conference on Distance Teaching and Learning.
Pajares, F., & Miller, M.D. (1994). Role of self-efficacy and self-concept beliefs in mathematical
problem solving: a path analysis. Journal of Educational Psychology, 86(2), 193-203.
Sartawi, A. A., Alsawaie, O. N., Dodeen, H., Tibi, S., & Alghazo, I. M. (2012). Prediction
mathematics achievement by motivation and self efficacy across gender and achievement
levels. Interdisiplinary Journal of Teaching and Learning, 2(2), 59-77.
Sherman, B. F. & Wither, D. P. (2003). Mathematics anxiety and mathematics achievement.
Mathematics Education Research Journal, 15(2), 138-150.
Yahaya, A., Ramli, J., Hashim, S., Ibrahim, A., Zakaria, Z. (2009). The relationship between
school, class and co-curriculum absenteeism on the academic performance of selected
secondary school. Journal of Social Sciences, 5, 355-361.
... In fact, many learners do not have good mathematical reasoning skills or at least able to meet the standards that must be possessed by the level of education they are currently undergoing, causing feelings of frustration in learners which can be a source of mathematics anxiety (MA) (Anggraeni et al., 2014;Iswadi, 1999;Scarpello, 2007). A survey by Kessler at al. (2005) suggests that MA is a major problem for numerous students, which in this case defined as an anxiety that can disrupt the process of manipulating numbers and solving mathematical problems in everyday life and school questions (exercises and exams). ...
Article
This study aims to explore the creative and imitative reasoning process of high school students based on their mathematics anxiety (MA) level. The research method used was descriptive qualitative research. The subjects selected were 6 students, with the criteria of high/medium/low MA questionnaire results. Data collection techniques were conducted by written tests, field observations, and interviews. The results of MA levels are 19.4% low level and 80.6% medium level of MA. The absence of high MA level students made the researchers investigate through the three aspects of MA, which are: Attitudinal, Cognitive, and Somatic. There were no significant differences within the other two aspects but the somatic aspect shows 36% amongst the medium level MA are having high category on this aspect: 1) Creative reasoning process is only owned by students with medium level MA; 2) Students with high level and low level MA are considered vulnerable to misconceptions, rely heavily on available information, and tend to find it difficult to make new approximation; 3) The process of Imitative reasoning is possessed in each MA category, judging from the performance of solving Algorithmic and Memorized type problems. Thus, it can be concluded that the type of reasoning of a student will differ between types of MA categories and with different processes according to their particular interest in learning.
... In accordance with Sari's research [18] which states that family support only contributed 20.0% to the success of learning from home during the COVID-19 pandemic, while there are other factors, namely self-efficacy which has a more dominant effect, namely 40.7%. According to Anggraeni et al. [19] students who have high self-efficacy can do assignments more easily, resulting in high learning achievement. Furthermore, it can be said that family support is not a major predictor of learning achievement. ...
... Salah satu kemampuan yang diperlukan pada remaja yang mendapatkan bullying di internet adalah Self-Efficacy yang dapat diartikan sebagai kepercayaan individu terhadap kemampuannya sendiri dalam memecahkan sebuah masalah (Bandura dalam Bignol, 2018). Bandura (1997) mengatakan bahwa self-efficacy merupakan keyakinan akan kemampuan individu untuk dapat mengorganisasi dan melaksanakan serangkaian tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan (Bandura dalam Anggraeni, Sahrani, Hastuti, 2017). ...
Article
Full-text available
Perkembangan teknologi internet yang sangat pesat mendorong munculnya berbagai macam media sosial yang di gunakan oleh remaja. Berbagai dampak yang negatif yang nyata dan marak terjadi di media sosial adalah perundungan dengan memakai media internet dan media sosial, yang disebut dengan istilah cyberbullying. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran dukungan sosial dan strategi coping terhadap self-efficacy pada korban cyberbullying. Responden dalam penelitian ini sebanyak 204 orang dengan dengan pengambilan data secara convenience sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat peran negatif dan signifikan dari dukungan sosial terhadap self-efficacy (t = -3.15 > -1.96). Selain itu hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat keterkaitan antara problem focus coping dengan self-efficacy. Namun, hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat peran positif dan signifikan emotional focus coping terhadap self-efficacy (t = 2.16 > 1.96). The development of internet technology is very fast to encourage the emergence of various kinds of social media consumed by teenagers. Various negative impacts that are real and widespread on social media is bullying on the internet or media social, called cyberbullying. The purpose of this study was to study the role of social support and coping strategy toward self-efficacy among cyberbullying victims. This study obtained 204 respondents by convenience sampling. The results showed a negative and significant role social support toward self-efficacy (t = -3.15> -1.96). In addition, the results of the study showed there is no connection between problem focus coping and self-efficacy. However, the research showed the positive and significant role emotional focus coping toward self- efficacy (t = 2.16> 1.96).
Article
Full-text available
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika ditinjau dari aktivitas belajar siswa dalam model RME melalui kartu keren pada siswa kelas V SDN 1 Gebang tahun pelajaran 2019/2020. Realistik Mathematic Education (RME) adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang berawal dari masalah realistik sebagai sarana untuk mengonkretkan materi dan menghimpun konsep matematika. Langkah yang dapat dilakukan adalah memahami masalah, membuat perencanaan, melaksanakan rencana, dan melihat kembali hasil yang diperoleh. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V yang dengan jumlah 6 siswa. Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan uji kredibilitas, tranferabelitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas Proses analisa menggunakan langkah-langkah yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penerapan model Realistic Mathematic Education (RME) di SDN 1 Gebang memiliki pengaruh yang signifikan dalam membantu siswa menyelesaikan permasalahan matematika tentang volume bangun ruang kubus dan balok.
Article
Full-text available
This paper examines the relationship between the academic self-efficacy of an adult learners group in an online learning context with their actual performance. Our study aims to evaluate the relationship between self-concept of a group of students in online context and their academic achievement. Data were collected from 63 students of both genders, with average age of 42 years old, selected from the first years of their undergraduate studies. We analyzed their performance in academic course specifies. An adapted questionnaire was used to measure self-efficacy (α=.908). The data was analyzed using descriptive and inferential statistics. The Pearson correlation coefficient was used to see the relationship between self-efficacy and academic performance. The analysis of the data indicated that students' level of self-efficacy is high (average=45) and a significant relationship exists between self-efficacy and academic achievement (r=0.286, at 0.05 level).
Article
Full-text available
This study investigated the extent to which self-efficacy and motivation served as a predictor for mathematics achievement of fifth grade students in United Arab Emirates (UAE) across gender and achievement levels. Self-efficacy was measured by two scales, which differed in levels of specificity—Category Specific and Task Specific. Motivation was measured through four sub-constructs of motivation— Amotivation, External Regulation, Introjected Regulation, and Intrinsic Motivation. A total of 287 fifth grade students with an average age of 10.3 years were randomly selected to participate in this study. The multiple regression model showed that the six predictors were able to explain together high percentage (32%) of the variance of mathematics achievement. Also the results indicated that the best three predictors were Task Specific, External Regulation, and Intrinsic Regulation. When conducting the regression model across gender, the results showed that 30% of the variance in mathematics achievement was explained by the six predictors for the male group while only 21% of the variance was explained for the female group. The regression model was not invariant across achievement levels. While the model predicted approximately 20% of the variance of mathematics achievement for each of the low and high achieving students, the model was not statistically appropriate for the medium achievement students as it predicted only 5% of the variance of mathematics achievement. Additionally, the performance of the six predictors varied according to the achievement level.
Article
Full-text available
This study examined the relationship between Mathematics Self-Efficacy and achievement in Mathematics. Three hundred and fifty-two (352) Senior Secondary 2 students in Oyo State were used for the study. Three hypotheses were used. The results show no significant difference between male and female achievement in Mathematics. Also, no significant difference was also obtained between male and female Mathematics Self-Efficacy and Mathematics achievement. The paper recommend that teacher should find ways of enhancing Mathematics Self- Efficacy in student and should place emphasis on student's confidence to succeed in Mathematics achievement.
Article
Full-text available
Path analysis was used to test the predictive and mediational role of self-efficacy beliefs in mathematical problem solving. Results revealed that math self-efficacy was more predictive of problem solving than was math self-concept, perceived usefulness of mathematics, prior experience with mathematics, or gender ( N = 350). Self-efficacy also mediated the effect of gender and prior experience on self-concept, perceived usefulness, and problem solving. Gender and prior experience influenced self-concept, perceived usefulness, and problem solving largely through the mediational role of self-efficacy. Men had higher performance, self-efficacy, and self-concept and lower anxiety, but these differences were due largely to the influence of self-efficacy, for gender had a direct effect only on self-efficacy and a prior experience variable. Results support the hypothesized role of self-efficacy in A. Bandura's (1986) social cognitive theory. (PsycINFO Database Record (c) 2012 APA, all rights reserved)
Article
Full-text available
This paper is a distillation of the major result from the 1998 Ph.D. thesis of the late David Wither. It details a longitudinal study over five years of the relationship between mathematics anxiety and mathematics achievement. It starts from the already well documented negative correlation between the two, and seeks to establish one of the three hypotheses—that mathematics anxiety causes an impairment of mathematics achievement; that lack of mathematics achievement causes mathematics anxiety; or that there is a third underlying cause of the two.
Article
Full-text available
The purpose of this study was to investigate the relationship between mathematics self-efficacy and mathematics achievement of high school sophomores across the United States. Using regression analysis for complex sample survey data from the Educational Longitudinal Study of 2002 (ELS, 2002) (n = 11726), the current study indicated that mathematics self-efficacy and mathematics achievement were positively related, and mathematics self-efficacy was a significantly positive predictor of mathematics achievement. Results from this study, which is generalizable to the population of approximately three million high school sophomores, suggest that mathematics self-efficacy of high school students should be promoted to increase their achievement.
Book
1. Exercise of personal and collective efficacy in changing societies Albert Bandura 2. Life trajectories in changing societies Glen Elder 3. Developmental analysis of control beliefs August Flammer 4. Impact of family processes on self-efficacy Klaus A. Schneewind 5. Cross-cultural perspectives on self-efficacy beliefs Gabriele Oettingen 6. Self-efficacy in educational development Barry Zimmerman 7. Self-efficacy in career choice and development Gail Hackett 8. Self efficacy and health Ralf Schwarzer and Reinhard Fuchs 9. Self-efficacy and alcohol and drug abuse Alan Marlatt, John S. Baer and Lori A. Quigley.
Article
The present study used the U.S. portion of the Program for International Student Assessment (PISA) to examine how homework resources, mathematics self-efficacy, and time spent on homework impacted mathematics achievement across gender and ethnicity. The findings showed that achievement gaps diminished with the increase in availability of homework resources and the increase in mathematics self-efficacy. Increased proportions of homework time spent on mathematics homework were associated with a decrease in mathematics achievement. These findings suggest that educators should attempt to provide the resources for students to complete their homework and structure homework assignments accordingly. Interestingly, the findings also suggest that educators need to focus on enhancing self-efficacy with respect to mathematics for all students.