Content uploaded by Nova Maulidina Ashuri
Author content
All content in this area was uploaded by Nova Maulidina Ashuri on Mar 08, 2017
Content may be subject to copyright.
BIOPROSPEK LIMBAH TANGKAPAN IKAN MENJADI PELET DALAM USAHA
PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PADA KELOMPOK PETANI TAMBAK
TRUNO DJOYO DI WONOREJO, SURABAYA
Awik Puji D.N.1, Nova Maulidina Ashuri1, Asti Riski Febiyani1, Dewi Hidayati1, Noor Nailis Sa’adah1,
Farid Kamal Muzaki1, Iska Desmawati1 dan Edwin Setiawan1
1Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
awiknurhayati@gmail.com; maulidina.n@gmail.com; dewi@bio.its.ac.id; naalis@bio.its.ac.id;
fmkamal@bio.its.ac.id; iska@bio.its.ac.id; edwin@bio.its.ac.id
ABSTRAK
Kebutuhan pakan merupakan faktor penting dalam usaha budidaya ikan, bahkan dapat
mencapai 60-70% dari biaya produksi. Pakan dari pelet ikan komersial harganya relatif mahal
sehingga perlu dilakukan upaya pembuatan pelet dari bahan baku yang melimpah dan murah,
seperti limbah ikan di Wonorejo, Surabaya. Pelet dari limbah ikan memiliki kandungan gizi
yang tinggi, terutama kandungan proteinnya sehingga sangat sesuai untuk bahan pakan pada
budidaya ikan lele. Hasil panen tambak umumnya dijual ke pasar, pengepul atau pabrik,
namun demikian harga ikan sering turun, bahkan tidak laku di pasar ketika ukuran ikan
terlalu kecil, menyebabkan banyaknya ikan yang terbuang (limbah). Kegiatan ini bertujuan
untuk meningkatkan nilai tambah limbah ikan melalui pemanfaatan limbah ikan sebagai pelet
atau pakan ikan. Pelet ikan tersebut dapat digunakan sendiri oleh para petani tambak atau
dijual di pasar. Kegiatan dilakukan selama bulan Maret-September 2016. Studi diawali
dengan penentuan komposisi yang sesuai untuk pembuatan pelet ikan, selanjutnya menguji
pengaruh pemberian pelet ikan terhadap pertumbuhan ikan lele dumbo dengan kombinasi
K.0, K.1, K.2, K.3, dan K.4 yang dipelihara selama 30 hari. Data pertumbuhan dan kadar
protein pada pelet dan daging ikan diambil serta dianalisa dengan metode statistik ANOVA
one way. Sedangkan upaya peningkatan kesejahteraan petani tambak dilakukan dengan
mengadakan pelatihan pembuatan pelet ikan untuk kelompok petani tambak Truno Joyo di
Kelurahan Wonorejo dan pengisian kuesioner. Hasil analisa menunjukkan bahwa perlakuan
pada K.4 memiliki pertumbuhan panjang dan berat relatif paling baik sebesar 72,64% dan
488,97% dengan kadar protein dalam daging tertinggi sebesar 20,97%. Selain itu, sebanyak
30 orang petani tambak dapat mengikuti dan mempraktekkan cara membuat pelet ikan
dengan bahan limbah ikan.
Kata kunci: limbah ikan, pelet ikan, tambak
LATAR BELAKANG
Kebutuhan pakan merupakan faktor penting dalam usaha budidaya ikan, bahkan dapat
mencapai 60-70% dari komponen biaya budidaya (Nasution, 2006). Upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membuat pakan buatan sendiri dengan
memanfaatkan sumber-sumber bahan baku yang relatif murah (Zaenuri dkk, 2014; Rimalia,
2002), diantaranya adalah limbah ikan yang diperoleh dari para Petani Tambak Truno Djoyo,
di Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya. Limbah ikan tersebut
merupakan sisa hasil panen tambak yang tidak laku di pasar. Petani tambak umumnya
menjual ikan hasil tambak ke pasar, pengepul atau pabrik, namun demikian harga ikan sering
turun, bahkan tidak laku di pasar ketika ukuran ikan terlalu kecil atau adanya stok ikan yang
melimpah dari hasil tambak di daerah lain, hal tersebut menyebabkan banyaknya ikan yang
terbuang (limbah).
Di sisi lain, limbah ikan memiliki kandungan nutrisi yang baik dengan protein
29,70%, lemak 18,83%, karbohidrat 1,94%, kadar air 8,97%, dan serat kasar 1,07% (Rimalia,
2002) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan hewan budidaya, salah satunya ikan lele.
Limbah ikan tersebut dapat diolah menjadi pakan buatan yang umumnya disebut pelet. Pelet
merupakan bentuk pakan buatan yang dibuat dari beberapa bahan yang diolah dan dicetak
menjadi bentuk batang atau bulat (Zaenuri dkk, 2014; Hartadi dkk, 2005).
Oleh karena hal tersebut, perlu dilakukan kegiatan untuk meningkatkan nilai tambah
limbah ikan melalui pemanfaatan limbah ikan sebagai pelet atau pakan ikan. Selain itu,
kegiatan ini juga bertujuan untuk mengurangi pencemaran organik yang disebabkan oleh
limbah tangkapan ikan di lingkungan sekitarnya. Selanjutnya komposisi pelet ikan yang
terbaik dari hasil uji coba, disampaikan kepada para petani tambak untuk dapat mengolah
limbah ikan tersebut secara mandiri. Dengan demikian, kegiatan ini diharapkan dapat
membantu masyarakat, khususnya para petani tambak dalam meningkatkan kesejahteraan
hidup.
METODOLOGI
Kegiatan ini dilakukan selama bulan Maret-September 2016 di Laboratorium Zoologi
dan Rekayasa Hewan, Jurusan Biologi, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya. Kegiatan diawali dengan penentuan komposisi yang tepat untuk pembuatan pelet
ikan dari bahan limbah ikan.
Preparasi bahan pelet
Limbah ikan yang diperoleh dari para petani tambak dicuci, dipotong, kemudian direbus
selama 2 jam. Selanjutnya dicuci kembali dan dijemur/dioven hingga kering, kemudian
dihaluskan hingga menjadi tepung (Rimalia, 2002). Selain itu juga menggunakan keong mas
sebagai pelengkap nutrisi pelet. Keong mas direndam untuk menghilangkan kotoran dan
lendir, selanjutnya direbus dengan air garam. Daging keong mas dikeluarkan dari cangkang,
dicuci dan ditiriskan, kemudian dioven/dikeringkan dengan suhu 75-800C dan dihaluskan
hingga menjadi tepung (Tarigan, 2008). Bahan-bahan berupa tepung limbah ikan, tepung
keong mas, telur keong mas, dedak, tepung tapioka, dan vitamin serta mineral premix
dicampur hingga rata dengan komposisi seperti pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Komposisi Bahan Pelet menurut Rimalia (2002) dengan pengubahan
Kombinasi
Komposisi Bahan (%)
Limbah Ikan
Pelet Komersial
Daging dan
telur Keong
Mas
Dedak Vitamin dan Mineral
Premix
Tepung
Tapioka
Ekor dan
Sirip Jeroan
K.0 - - 100 - - - -
K.1 - - 30 40 27 2 1
K.2 30 30 - 10 27 2 1
K.3 - 60 - 10 27 2 1
K.4 60 - - 10 27 2 1
Keterangan: K.0= Kontrol (Pelet Komersial), K.1= Kombinasi 1 (Pelet Keong), K.2= Kombinasi 2 (Pelet Limbah
Campuran), K.3= Kombinasi 3 (Pelet Jeroan), K.4= Kombinasi 4 (Pelet Ekor dan Sirip)
Fermentasi dan pencetakan pelet
Adonan yang sudah dicampur rata masing-masing ditambah dengan 1,25 gram ragi tempe,
kemudian didiamkan selama ±12 jam. Setelah proses fermentasi, adonan dicetak dengan alat
penggiling daging, lalu dijemur/dioven hingga kering. Pelet yang sudah jadi disimpan dalam
tempat yang bersih dan kering (Rimalia, 2002).
Pemberian pelet dari limbah ikan pada hewan uji
Hewan uji coba yang digunakan ialah Ikan Lele Dumbo. Ikan diberi pelet dari limbah ikan
(K.0, K.1, K,2, K.3, dan K.4) sebagai perlakuan dan pengulangan sebanyak 10 kali. Pelet
diberikan 3 kali sehari pada pukul 05.00, 14.00, dan 21.00, pemilihan waktu disesuaikan
dengan suhu air yang tidak begitu tinggi. Pemberian pelet dilakukan secara ad libitum atau
tidak dibatasi hingga ikan kenyang (Khairuman & Amri, 2012) dengan masa pemeliharaan
selama 30 hari.
Pengukuran panjang dan berat relatif
Pengukuran pertumbuhan dilakukan secara periodik pada awal dan akhir pemeliharaan, yakni pada
hari ke-0 dan hari ke-30. Data pertumbuhan meliputi pengukuran panjang dan berat relatif ikan
dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
(i). Pertambahan panjang ikan:
P = Lt - Lo
Keterangan:
HP = Pertambahan panjang ikan (cm).
Lt = Panjang ikan pada akhir (cm).
Lo = Panjang ikan pada awal (cm) (Effendi dalam Susanto & Widyaningrum, 2013).
(ii). Pertumbuhan panjang relatif ikan:
HLL
L
100%
Keterangan:
Hp = Pertambahan panjang ikan (cm).
Lt = Panjang ikan pada akhir (cm).
Lo = Panjang ikan pada awal (cm) (Effendi dalam Susanto & Widyaningrum, 2013).
(iii). Pertambahan berat ikan:
B = Wt – Wo
Keterangan:
B = Pertambahan berat ikan(gr).
Wt = Berat ikan pada akhir (gr).
Wo = Berat ikan pada awal (gr) (Effendi dalam Susanto & Widyaningrum, 2013).
(iv). Pertumbuhan Berat relatif ikan:
HWW
W
100%
Keterangan:
HB = Pertumbahan berat relatif ikan (gr).
Wt = Berat ikan pada akhir (gr).
Wo = Berat ikan pada awal (gr) (Effendi dalam Susanto & Widyaningrum, 2013).
Pengukuran kadar protein
Kadar protein dalam pelet limbah ikan diukur dengan metode Biuret. Demikian pula kandungan
protein setelah 30 hari pemeliharan dengan berbagai komposisi limbah ikan dalam pelet juga diukur
kadar proteinnya menggunakan metode yang sama.
Data-data tersebut selanjutnya dianalisa dengan metode statistik ANOVA one way.
Pelatihan pembuatan pelet ikan dari limbah tangkapan ikan
Berdasarkan hasil uji coba tersebut, komposisi pelet yang terbaik disampaikan kepada
kelompok masyarakat petani tambak Truno Djoyo di kelurahan Wonorejo melalui kegiatan
Pelatihan Pembuatan Pelet Ikan dari Limbah Ikan. Peserta juga melakukan pengisian
kuesioner terkait manfaat pelatihan tersebut bagi kesejahteraan masyarakat.
HASIL DAN DISKUSI
Kualitas pelet ikan dapat ditinjau dari pertumbuhan ikan setelah mengkonsumsi pelet
tersebut. Pertumbuhan ikan akan berlangsung dengan optimal apabila nutrisi dalam pakan
yang diberikan sesuai dengan kebutuhan serta mudah dicerna oleh ikan (Hastuti dalam
Amalia dkk, 2013). Berdasarkan hasil pengamatan, pertumbuhan panjang berkisar antara 6-
8,71 cm (Tabel 2). Pertambahan panjang ikan Lele Dumbo yang paling tinggi terlihat pada
ikan yang diberi pelet K.4 sebesar 8,71 cm.
Tabel 2. Pertumbuhan Panjang Ikan Lele Dumbo selama pemeliharaan 30 hari
Perlakuan
Panjang (cm) Pertambahan Panjang
Ikan (cm)
Pertumbuhan
Panjang Ikan
Relatif (%)
Hari ke-0 Hari ke-30
K.0 12 18 6 50
K.1 12 19,89 7,89 65,75
K.2 11,97 19,9 7,93 66,24
K.3 11,97 18,3 6,33 52,88
K.4 11,99 20,7 8,71 72,64
Keterangan: K.0= Kontrol (Pelet Komersial), K.1= Kombinasi 1 (Pelet Keong), K.2= Kombinasi 2 (Pelet Limbah
Campuran), K.3= Kombinasi 3 (Pelet Jeroan), K.4= Kombinasi 4 (Pelet Ekor dan Sirip)
Penghitungan pertumbuhan panjang relatif menunjukkan hasil tertinggi pada ikan
perlakuan K.4 yakni sebesar 72,64% (Tabel 2.). Pertumbuhan panjang relatif ikan Lele
Dumbo pada perlakuan K.4, K.2, K1, dan K.3, lebih tinggi jika dibandingkan K.0 sebagai
kontrol (Gambar 1.). Hasil pengujian Anova one way pertumbuhan panjang relatif ikan Lele
Dumbo menunjukkan nilai P= 0,014; atau lebih kecil dari α=0,05; dengan demikian ada
perbedaan yang signifikan pada pertumbuhan panjang relatif K.0, K.1, K.2, K.3, dan K.4. Uji
Tukey meyakinkan bahwa perlakuan pelet K.4 paling berpengaruh dibandingkan pelet lain.
Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Panjang Ikan Lele Dumbo
Parameter pertumbuhan yang diukur tidak hanya panjang ikan, namun juga berat ikan.
Pemberian pelet K.0, K.1, K.2, K.3, dan K.4 mempengaruhi pertumbuhan berat ikan, hal ini
ditunjukkan dengan Ikan yang diberi pelet K.1 memiliki pertambahan berat paling tinggi
yakni 47 gr. Pada pengukuran pertumbuhan berat relatif, ikan pada perlakuan K.1 memilki
hasil paling tinggi yakni 516,35% (Tabel 3).
50.00%
65.75% 66.25%
52.88%
72.64%
0%
20%
40%
60%
80%
K.0 K.1 K.2 K.3 K.4
Pertumbuhan
Panjang Relatif
Perlakuan
Tabel 3. Pertumbuhan Berat Ikan Lele Dumbo selama pemeliharaan 30 hari
Perlakuan
Berat (gr) Pertumbuhan Berat Ikan
(gr)
Pertumbuhan
Berat Ikan Relatif
(%)
Hari ke-0 Hari ke-30
K.0 9,107 41,27 32,16 353,17%
K.1 9,102 56,10 47,00 516,35%
K.2 9,065 49,74 40,68 448,70%
K.3 9,103 37,58 28,48 312,83%
K.4 9,07 53,42 44,35 488,97%
Keterangan: K.0= Kontrol (Pelet Komersial), K.1= Kombinasi 1 (Pelet Keong), K.2= Kombinasi 2 (Pelet Limbah
Campuran), K.3= Kombinasi 3 (Pelet Jeroan), K.4= Kombinasi 4 (Pelet Ekor dan Sirip)
Gambar 2. Grafik Pertumbuhan Relatif Berat Ikan Lele Dumbo
Pertumbuhan berat ikan Lele Dumbo pada perlakuan K.1, K.4, K2, lebih tinggi jika
dibandingkan K.0 sebagai kontrol (Gambar 2). Hasil pengujian Anova one way pertumbuhan
berat relatif ikan Lele Dumbo menunjukkan nilai P= 0,075 lebih besar dari α=0,05; dengan
demikian tidak ada pengaruh signifikan antar perlakuan. Pertumbuhan ikan pada perlakuan
K.1 dengan pertumbuhan berat relatif paling besar, namun tidak sesuai dengan hasil
pertumbuhan panjang relatifnya sebesar 65,75%, yang jika dibandingkan dengan perlakuan
lain, lebih kecil dibandingkan hasil perlakuan K.4 dan K.2. Hal ini kemungkinan disebabkan
ikan pada perlakuan K.1 terjangkit penyakit yang ditandai dengan ciri morfologi perut yang
menggembung.
Penelitian yang dilakukan oleh Amanta dkk. (2015) mengungkapkan bahwa pakan
yang tercerna dengan baik akan menghasilkan pasokan energi yang digunakan untuk
memperbaiki tubuh dan aktivitas tubuh, sehingga kelebihan energi digunakan untuk
pertumbuhan. Pengukuran pertumbuhan ikan pada perlakuan K.4 menunjukkan hasil yang
seimbang antara panjang dan berat, yakni sebesar 72,64% dan 488,97%. Hal ini
mengindikasikan pelet K.4 dapat dicerna dengan baik oleh ikan, sehingga meningkatkan
pertumbuhan pada ikan.
Kualitas pelet ikan juga ditinjau dari kadar protein yang terkandung di dalamnya.
Ketersediaan protein dalam pakan erat kaitannya dengan pertumbuhan ikan karena protein
merupakan sumber energi bagi ikan untuk dapat tumbuh. Kadar protein dalam pakan
dipengaruhi oleh nutrisi non-protein seperti karbohidrat dan lemak (Widyati dalam
Anggraeni & Abdulgani, 2013). Pakan yang banyak mengandung protein akan menjadi salah
satu pemacu pertumbuhan ikan (Madinawati dkk, 2011). Protein merupakan makromolekul
yang menyusun sebagian besar bagian sel tubuh organisme, dan juga merupakan komponen
utama reaksi biokimia dalam tubuh berupa protein fungsional seperti enzim, hormon, dan
antibodi (Fatchiyah dkk, 2011). Ikan lele dumbo termasuk jenis ikan omnivora yang
cenderung karnivora, sehingga ikan jenis ini membutuhkan protein lebih untuk
pertumbuhannya (de Moor & Bruton, 1988; Kipper dkk, 2013).
353.17%
516.35%
448.70%
312.83%
488.97%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
K.0 K.1 K.2 K.3 K.4
Pertumbuhan Berat
Relatif
Perlakuan
Berdasarkan hasil pengukuran kadar protein dalam pelet ikan, diperoleh nilai paling
tinggi pada pelet K.4 yakni sebesar 32,74% (Tabel 4.). Kadar protein pada semua pelet yang
digunakan sudah telah memenuhi SNI, yakni kadar protein pelet untuk tahap pembesaran
adalah 25-28% (BSN, 2006).
Tabel 4. Kadar protein pelet dari limbah ikan
Perlakuan Kadar Protein (%)
Pelet Daging Ikan
K.0 31 19,05
K.1 25,27 8,76
K.2 31,98 14,15
K.3 28,47 13,83
K.4 32,74 20,79
Keterangan: K.1= Kombinasi 1 (Pelet Keong), K.2= Kombinasi 2 (Pelet Limbah Campuran),
K.3= Kombinasi 3 (Pelet Jeroan), K.4= Kombinasi 4 (Pelet Ekor dan Sirip)
Pengukuran kadar protein juga dilakukan pada daging ikan setelah 30 hari perlakuan
dengan metode Biuret. Hasil pengukuran kadar protein tertinggi adalah ikan yang diberi pelet
K.4 yakni sebesar 20,79%, diikuti dengan ikan yang diberi pelet K.0, K.2, K.3, dan K.1,
yakni sebesar 19,05%; 14,15%; 13,83%; dan 8,76% (Tabel 4.). Menurut Marcu et al. (2010),
kandungan protein daging C. gariepinus adalah sekitar 17,6-18.3%. Hasil pengukuran kadar
protein pada penelitian ini yang mendekati pernyataan tersebut adalah pada ikan yang diberi
pelet K.4 dan K.0 yakni sebesar 19,05% dan 20,79%.
Tinggi rendahnya kadar protein pada daging ikan disebabkan dari sumber makanan
yang diberikan pada setiap perlakuan yang berbeda (Susanti, 2011). Pada perlakuan K.4 dan
K.0, kadar protein dalam pelet tinggi, dan kadar protein pada dagingnya juga tinggi,
sedangkan pada pelet K.1, kadar proteinnya rendah, dan hasil analisis kadar protein pada
daging ikan juga rendah. Akan tetapi pada pelet K.2, dengan kadar protein yang cukup tinggi
dibandingkan pelet K.0 dan K.1, yakni sebesar 31,98% kadar protein pada daging ikan justru
rendah yakni 14,15%, mendekati kadar protein daging ikan pada perlakuan pelet K.3, sebesar
13,83% (Gambar 3.).
Gambar 3. Grafik Perbandingan Kadar Protein Pelet dan Daging Ikan
Pengaruh pemberian pelet terhadap pertumbuhan dan kualitas daging ikan Lele
Dumbo relatif paling baik pada kelompok ikan yang diberi pelet K.4 yang memiliki kadar
protein sebesar 32,74%, yakni dengan pertumbuhan panjang relatif sebesar 72,64%;
31.00%
25.27%
31.98%
28.47%
32.74%
19.05%
8.76%
14.15%
13.83%
20.79%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
K.0 K.1 K.2 K.3 K.4
Kadar Protein (%)
Perlakuan
Pelet Daging Ikan
pertumbuhan berat relatif sebesar 488,97%; tingkat kelangsungan hidup 100%; dan konversi
pakan yang paling efisien sebesar 0,68; serta kadar protein pada daging ikan sebesar 20,79%.
Hal ini menunjukkan bahwa pelet K.4 mengandung protein optimal untuk dapat mempercepat
pertumbuhan serta meningkatkan kualitas daging ikan.
Kadar protein yang tinggi tidak selalu meningkatkan pertumbuhan maupun kualitas
daging ikan. Menurut Widyaningrum (2009), kandungan protein dalam pakan dapat
meningkatkan kualitas daging ikan konsumsi namun tidak sepenuhnya, karena digunakan
untuk pertumbuhan. Hal ini dapat dilihat pada kelompok ikan yang diberi pelet K.2 dengan
kadar protein sebesar 31,98%; pertumbuhan panjang panjang dan berat relatif pada kelompok
ikan ini cukup baik yakni sebesar 66,24% dan 446,59%; namun kualitas dagingnya kurang
baik, ditunjukkan dengan kadar protein dagingnya hanya sebesar 14,15%, sedangkan menurut
Marcu et al. (2010), kandungan protein daging C. gariepinus seharusnya sekitar 17,6-18.3%.
Perlakuan dengan pelet K.2 menunjukkan kandungan protein pada pelet diduga lebih banyak
diserap untuk pertumbuhan.
Hasil yang berbeda ditunjukkan pada perlakuan dengan pelet K.0. Pelet K.0 memiliki
kadar protein sebesar 31%; menghasilkan kualitas daging ikan yang baik dengan kadar
protein sebesar 19,05%. Namun pertumbuhan pada kelompok ikan K.0 kurang baik, dengan
pertumbuhan panjang relatif hanya sebesar 50% dan pertumbuhan berat relatif hanya sebesar
353,02%. Berdasarkan hasil tersebut, pelet K.0 diduga lebih cocok jika digunakan untuk
peningkatan kualitas daging, bukan meningkatkan pertumbuhan.
Berbanding terbalik dengan pelet K.4, K.2, dan K.0, pelet K.1 dan K.3 kurang baik
untuk pertumbuhan maupun kualitas daging pada ikan Lele Dumbo. Pelet K.1 dengan kadar
protein 25,76%, menunjukkan hasil perlakuan pertumbuhan panjang relatif yang lebih rendah
jika dibandingkan perlakuan dengan pelet K.4 yakni 65,75%; sedangkan kadar protein daging
ikannya paling rendah, yakni sebesar 8,76%. Pelet K.3 dengan kadar protein sebesar 28,47%,
menunjukkan hasil perlakuan pertumbuhan panjang relatif yang kurang baik yakni sebesar
52,88% dan pertumbuhan berat relatif yang paling rendah yakni 312,97%; sedangkan kadar
protein daging ikannya rendah, yakni sebesar 13,83%. Hasil Anova one way antara
pertumbuhan panjang relatif perlakuan K.1 dan K.3, menunjukkan hasil P>0,05, atau tidak
ada perbedaan, begitu pula dengan hasil Anova one way utuk pertumbuhan berat relatif,
menunjukkan p>0,05; atau tidak ada perbedaan antara K.1 dan K.3. Oleh karena itu, dapat
dikatakan pelet K.1 dengan bahan keong mas dan pelet K.3 dengan bahan jeroan,
menghasilkan pertumbuhan ikan yang hampir sama.
Berdasarkan penelitian, hasil pertumbuhan dan kadar protein pelet dari limbah ikan,
yakni pelet K.2, K.3, dan K.4; yang kurang baik adalah pada perlakuan pelet K.3. Hal ini
disebabkan karena bahan pelet berupa jeroan dari limbah ikan. Pada bahan jeroan terdapat
kandungan yang kurang baik bagi ikan seperti racun dari cyanobacteria (alga hijau-biru) dan
racun ciguatera, serta bahan-bahan kimia berbahaya yang sulit dihilangkan meski sudah
diolah (Remedy Health Media, 2016). Selain itu pada jeroan ikan juga dapat terakumulasi
bahan-bahan kimia berbahaya seperti logam berat, yang dapat memblokir dan menghalangi
kerja gugus biomolekul yang esensial untuk proses-proses metabolisme, seperti protein dan
enzim (Palar, 2012). Oleh karena itu, jeroan ikan dari limbah ikan sebaiknya tidak diolah
menjadi pakan ikan, akan tetapi perlu diolah dengan cara lain, misalnya dijadikan pupuk,
silase, produksi enzim protease dan lain-lain.
Hasil pengujian tersebut diperoleh komposisi terbaik untuk pembuatan pelet limbah
ikan adalah komposisi K.4 (komposisi: limbah ikan sirip dan ekor 60%, keong mas 10%,
dedak 27%, vitamin dan mineral premix 2%, serta 1 % tepunng tapioka). Adonan pelet
tersebut selanjutnya ditambah ragi tempe dan difermentasi selama 12 jam, kemudian
ditambah daun pepaya yang telah dicincang halus sebagai tambahan serat dalam pelet.
Selanjutnya komposisi dan cara pembuatan pelet tersebut disampaikan kepada kelompok
petani tambak Truno Djoyo melalui kegiatan pelatihan pembuatan pelet ikan dari limbah
tangkapan ikan. Kegiatan tersebut dilakukan agar para petani tambak dapat mengaplikasikan
pengolahan limbah ikan tersebut ketika hasil panen banyak yang tidak laku di pasar. Selain
itu, petani tambak juga dapat mengurangi biaya produksi/budidaya dengan penyediaan pelet
ikan mandiri, tanpa harus membeli pelet hasil olahan pabrik dengan harga yang umumnya
lebih tinggi. Kegiatan pelatihan pembuatan pelet ikan dari limbah perikanan dilaksanakan di
Aula Kelurahan Wonorejo pada tanggal 7 September 2016. Pelatihan dihadiri oleh 30 peserta
dengan metode pelatihan berupa presentasi, diskusi, dan demo/praktek pembuatan pelet ikan.
Pada pelaksanaan praktek pembuatan pelet ikan, peserta dibagi menjadi 4 kelompok yang
masing-masing kelompok terdiri dari 12-13 peserta.
Peserta juga melakukan pengisian kuesioner, berdasarkan data kuesioner tersebut,
menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan warga mengenai pembuatan
pelet ikan dari limbah perikanan. Warga kelurahan Wonorejo semula tidak pernah
memanfaatkan limbah perikanan dari sisa-sisa hasil pengolahan sisa ikan yang tidak laku
dijual, sehingga masih banyak sisa dari limbah perikanan yang belum dimanfaatkan. Kondisi
ini dapat mengganggu kesehatan lingkungan karena limbah perikanan tersebut dapat
menimbulkan bau yang kurang sedap.
Kegiatan pelatihan ini telah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan warga
kelurahan Wonorejo untuk memanfaatkan limbah perikanan menjadi produk yang memiliki
nilai ekonomi yang tinggi. Kegiatan pelatihan pembuatan pelet dari limbah perikanan ini
sebelumnya belum pernah dilakukan di Kelurahan Wonorejo. Warga sangat menerima dan
mendukung kegiatan ini. Hasil kuesioner juga menunjukan bahwa 76,92% warga masyarakat
mendapatkan manfaat dari kegiatan pelatihan ini.
KESIMPULAN
Limbah hasil tangkapan ikan memiliki prospek yang baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan
pembuatan pelet makanan ikan dengan kandungan protein tinggi. Pelet limbah ikan tersebut
juga dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan petani tambak khususnya
Kelompok Petani Tambak Truno Djoyo, Kelurahan Wonorejo melalui penambahan nilai jual
limbah ikan yang awalnya kurang berharga serta belum dimanfaatkan secara maksimal dan
limbah sisa ikan dibuang di lingkungan sekitar sehingga menyebabkan pencemaran organik,
bau dan mengurangi estetika lingkungan di sekitarnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Ratno serta seluruh petani tambak Truno
Djoyo Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya, mahasiswa Biologi ITS
(Hengki Setiawan, Fitri Lianingsih, Lanny Kartikasari, Lutfi Surya Muhammad dan
Alkautsar Alivvy) serta Laboran Laboratorium Zoologi dan Rekayasa Hewan, Biologi,
FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
DAFTAR PUSTAKA
Aggraeni, N.M. dan Abdulgani, N. 2013. Pengaruh Pemberian Pakan Alami dan Pakan
Buatan Terhadap Pertumbuhan Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata) pada Skala
Laboratorium. Jurnal Sains Dan Seni Pomits Vol. 2, No.1: 2337-3520.
Amalia, R., Subandiyono, dan Arini, E. 2013. Pengaruh Penggunaan Papain Terhadap
Tingkat Pemanfaatan Protein Pakan Dan Pertumbuhan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus). Journal of Aquaculture Management and Technology. Vol. 2(1): 136-
143
Amanta, R., Usman, S. and Lubis, M.R.K. 2015. Pengaruh Kombinasi Pakan Alami Dengan
Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus).
Aquacoastmarine. Vol. 8(3): 12.
BSN. 2006. Pakan buatan untuk ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada budidaya
intensif (SNI 01-4087-2006). Jakarta: BSN.
de Moor, I.J. and Bruton, M.N. 1988. Atlas of alien and translocated indigenous aquatic
animals in southern Africa. A report of the Committee for Nature Conservation
Research National Programme for Ecosystem Research. South African Scientific
Programmes Report No. 144. 310 p. Port Elizabeth, South Africa.
Fatchiyah, Arumningtyas, E.L., Widyarti, S., Rahayu, S. 2011. Biologi Molekular-Prinsip
Dasar Analisis. Jakarta: Erlangga.
Hartadi, H., Reksohadiprodjo, S., Tillman, A.D. 2005. Tabel Komposisi Pakan Untuk
Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada.
Kipper, D., Taguti, T.L., Bialetzki, A. Makrakis, M.C. Baumgartner, G. and Sanches, P.V.
2013. Early ontogeny of Clarias gariepinus (Siluriformes, Clariidae) and aspects of its
invasion potential in natural freshwater environments. Acta Scientiarum Biological
Sciences Volume: 35 Issue: 3 Pages: 411-418.
Madinawati, Serdiati, dan Yoel. 2011. Pemberian Pakan yang Berbeda Terhadap
Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus).
Media Litbang Sulteng IV (2) : 83 – 87.
Marcu, A., Nichita, I. Marcu, A., Vintila, C., Nicula, M., Dronca, D., Roman, C., and
Bartolomeu, K. 2010. Studies Regarding the Meat Quality of the Species Clarias
gariepinus. Scientific Papers: Animal Science and Biotechnologies. Vol 43 (2).
Nasution, E. Z. 2006. Studi Pembuatan Pakan Ikan dari Campuran Ampas Tahu, Ampas Ikan,
Darah Sapi Potong, dan Daun Keladi yang Disesuaikan dengan Standar Mutu Pakan
Ikan. Jurnal Sains Kimia 10: 40-45.
Palar. H. 2012. Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.
Remedy Healt Media. 2016. Ask The Experts: Are Fish Organs Safe to Eat.
<http://www.berkeleywellness.com/>[29 Juli 2016].
Rimalia, A. 2002. Pengaruh Limbah Ikan Terhadap Pertumbuhan, Kualitas Darah dan
Kandungan Protein Ikan Patin (Pangasius hypothalamus HB). Tesis. Yogyakarta:
Program Studi S2 Biologi,Universitas Gadjah Mada.
Susanti, D. 2003. Pengaruh Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Kualitas Air,
Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) di Keramba
Jaring Apung. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Susanto A.T. dan Widyaningrum, T. 2013. Pengaruh Komposisi Campuran Tepung Tulang
Ikan Patin (Pangasius pangasius) Dan Pelet Terhadap Pertumbuhan dan Kadar Protein
Ikan Lele (Clarias sp.). Jurnal Bioedukatika Vol. 1 no. 1 Hal. 1–96.
Susanto A.T. dan Widyaningrum, T. 2013. Pengaruh Komposisi Campuran Tepung Tulang
Ikan Patin (Pangasius pangasius) Dan Pelet Terhadap Pertumbuhan dan Kadar Protein
Ikan Lele (Clarias sp.). Jurnal Bioedukatika Vol. 1 no. 1 Hal. 1–96.
Tarigan, S.J.B. 2008. Pemanfaatan Tepung Keong Mas Sebagai Subtitusi Tepung Ikan Dalam
Ransum Terhadap Performans Kelinci Jantan Lepas Sapih. Skripsi. Medan:
Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Zaenuri, R., Suharto, B. dan Sutan H. , A. T. 2014. Kualitas Pakan Ikan Berbentuk Pelet Dari
Limbah Pertanian. Jurnal Sumberdaya Alam & Lingkungan. P.31-36.