Available via license: CC BY-NC-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
Korelasi Antara Ketinggian Tempat, Sifat Kimia Tanah, dan Mutu Fisik Biji Kopi Arabika di Dataran Tinggi Garut
(Handi Supriadi, Enny Randriani, dan Juniaty Towaha)
KORELASI ANTARA KETINGGIAN TEMPAT, SIFAT KIMIA TANAH, DAN MUTU
FISIK BIJI KOPI ARABIKA DI DATARAN TINGGI GARUT
CORRELATION BETWEEN ALTITUDE, SOIL CHEMICAL PROPERTIES, AND
PHYSICAL QUALITY OF ARABICA COFFEE BEANS IN HIGHLAND AREAS OF GARUT
* Handi Supriadi, Enny Randriani, dan Juniaty Towaha
Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
Jalan Raya Pakuwon Km 2 Parungkuda, Sukabumi 43357 Indonesia
* handibalittri@gmail.com
(Tanggal diterima: 8 Desember 2015, direvisi: 29 Desember 2015, disetujui terbit: 18 Maret 2016)
ABSTRAK
Ketinggian tempat mempengaruhi unsur-unsur iklim yang akan berdampak terhadap sifat kimia tanah. Pertumbuhan, produktivitas,
mutu, dan citarasa kopi ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya sifat kimia tanah. Tujuan penelitian adalah menganalisis
korelasi antara ketinggian tempat, sifat kimia tanah, dan mutu fisik biji kopi Arabika di dataran tinggi Kabupaten Garut. Penelitian
dilakukan di dataran tinggi Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, mulai bulan April sampai Agustus 2014. Penelitian menggunakan
metode survei dengan pemilihan lokasi dan ketinggian tempat secara purposive serta pengambilan sampel tanah dan biji kopi secara
acak di masing-masing lokasi. Parameter yang diamati adalah sifat kimia tanah, persentase biji normal, dan berat biji kopi Arabika pada
ketinggian tempat 1.000–1.600 m dpl. Data dianalisis menggunakan korelasi. Hasil penelitian menunjukkan korelasi yang nyata
antara ketinggian tempat dengan beberapa sifat kimia tanah dan mutu fisik biji kopi Arabika di dataran tinggi Garut. Semakin tinggi
tempat maka semakin meningkat pula sifat kimia tanah seperti pH, C-organik, N-total, Na, dan KTK, tetapi sebaliknya untuk P2O5
total. Meningkatnya tinggi tempat dan beberapa sifat kimia tanah tersebut seiring dengan meningkatnya pula persentase biji normal
dan berat 100 biji kopi Arabika.
Kata kunci: Kopi Arabika, sifat kimia tanah, ketinggian tempat, biji normal, berat biji
ABSTRACT
Altitude defines the climatic elements which in turn affect the soil chemical properties. Growth, productivity, qualities, and coffee flavor determines by
a number of factors, one of which is the chemical properties in the soil. The research aimed to analyze the correlation between altitude, soil chemical
properties, and physical quality of Arabica coffee beans in highland areas of Garut. The research was carried out in Garut Regency, West Java, from
April to Agustus 2014. The research used survey method with purposive random sampling from selected locations. Parameters observed were soil
chemical properties, percentage of normal beans and the beans weight at the altitude of 1.000–1.600 m asl. The data were then analyzed using
correlation method. The result showed a significant correlation between altitude with soil chemical properties and Arabica coffee beans physical
quality in Garut highlands. The higher the altitude, the higher level of soil chemical properties, such as pH, C-organic, N-total, Na, and KTK, in
contrary with total P2O5. Higher altitude and chemical properties inline with higher percentage of normal beans and the weight of 100 Arabica
coffee beans.
Keywords: Arabica coffee, soil chemical properties, normal beans, beans weight, altitude
PENDAHULUAN
Pertanaman kopi Arabika di Kabupaten Garut
terdapat di kawasan pegunungan dengan ketinggian
tempat yang beragam, antara 1.000–1.600 m dpl.
Teknologi budi daya tanaman kopi, khususnya
pemupukan, yang diterapkan petani pada umumnya
hampir sama di semua lokasi dan ketinggian tempat.
Meskipun demikian, mutu fisik biji kopi Arabika yang
dihasilkan petani bervariasi antar ketinggian tempat.
Beberapa hasil penelitian telah membuktikan pengaruh
ketinggian tempat terhadap mutu fisik dan citarasa kopi
45
J. TIDP 3(1), 45–52
Maret, 2016
(Leonel, Philippe, & Segovia, 2006; Silva, de Queiroz,
Ferreira, Corrêa, & Rufino, 2015).
Ketinggian tempat berpengaruh terhadap suhu
udara dan curah hujan (Ping et al., 2013; Saeed,
Barozai, Ahmad, & Shah, 2014). Semakin tinggi
tempat, suhu udara semakin rendah dan curah hujan
semakin tinggi serta tanahnya semakin subur (Sari,
Santoso, & Mawardi, 2013; Van Beusekom, González,
& Riveras, 2015). Perubahan kedua faktor iklim
tersebut akan berdampak pada proses dekomposisi
bahan organik dan komposisi kimia di dalam tanah serta
proses pematangan buah (Somporn, Kamtuo,
Theerakulpisut, & Siriamornpun, 2012).
Informasi mengenai sifat kimia tanah dapat
dijadikan pedoman dalam pemilihan lokasi penanaman
kopi dan menentukan dosis pupuk yang tepat dan sesuai
dengan kebutuhan tanaman (Núñez et al., 2011; Maro,
Mrema, Msanya, & Teri, 2013). Dengan demikian,
pengelolaan tanaman kopi dapat lebih efisien dan biaya
produksi dapat ditekan (Amaral et al., 2011; Hanisch,
Dara, Brinkmann, & Buerkert, 2011).
Kemampuan tanah untuk menyediakan unsur
hara bagi tanaman tergantung pada sifat kimia tanah
seperti pH, karbon organik, dan kandungan mineral di
dalam tanah (Kufa, 2011). Unsur hara yang tersedia di
dalam tanah terdiri dari unsur hara makro, yaitu
nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca),
magnesium (Mg), natrium (Na), dan unsur hara mikro,
yakni boron (B), seng (Zn), tembaga (Cu), dan besi
(Fe). Setiap unsur hara tersebut berperan terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman kopi (Núñez et al.,
2011).
Penelitian bertujuan menganalisis korelasi
antara ketinggian tempat, sifat kimia tanah, dan mutu
fisik biji kopi Arabika di dataran tinggi Kabupaten
Garut.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di dataran tinggi
Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, mulai bulan
April sampai Agustus 2014. Penelitian menggunakan
metode survei dengan pemilihan lokasi pengembangan
kopi Arabika dan ketinggian tempat secara purposive
(Tabel 1) serta pengambilan sampel tanah dan biji kopi
per lokasi secara acak.
Lokasi penelitian memiliki jenis tanah Andosol
dan iklim tipe B (Schmidt & Ferguson, 1951). Sampel
tanah diambil dari masing-masing lokasi secara komposit
pada kedalaman 0–20 cm di bawah tajuk tanaman kopi.
Kultivar kopi Arabika yang terdapat di lokasi penelitian
termasuk dalam kelompok Typica atau dikenal dengan
nama “Kopi Buhun”.
Tabel 1. Lokasi dan ketinggian tempat pengambilan contoh
tanah di wilayah Kabupaten Garut
Table 1. The location and altitude of soil sampling in Garut
Regency
No.
Lokasi
Ketinggian tempat
(m dpl)
1
Tenjonagara
1.000
2
Pangauban
1.150
3
Cikandang
1.200
4
Cibodas
1.253
5
Simpang 1
1.272
6
Simpang 2
1.304
7
Margamulia
1.317
8
Sirnajaya
1.326
9
Sukalilah
1.345
10
Pamalayan
1.371
11
Kerkop
1.400
12
Legok Gede
1.458
13
Kramatwangi 1
1.557
14
Kramatwangi 2
1.600
Sampel tanah dibawa ke laboratorium untuk
selanjutnya dianalisis kandungan kemasaman tanah
(pH), karbon (C)-organik, nitrogen (N)-total, C/N,
P2O5 tersedia, kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium
(K), natrium (Na), kapasitas tukar kation (KTK), dan
kejenuhan basa (KB). Penetapan nilai pH H2O
menggunakan pH meter. Kandungan C-organik, N-
total, dan P2O5, masing-masing diukur menggunakan
metode Walkey & Black, Kjeldahl, dan Bray I.
Kandungan basa dapat ditukarkan (Ca, Mg, K, dan Na)
diukur melalui perkolasi amonium asetat 1 M (pH 7),
sedangkan KTK melalui destilasi langsung (Balai
Penelitian Tanah, 2009).
Dari masing-masing lokasi juga diambil sampel
buah kopi secara acak dan diolah secara basah. Biji kopi
yang diperoleh dijemur hingga kadar air 12% (Sumirat,
2008). Peubah yang diamati meliputi persentase biji
normal dan berat 100 biji. Data sifat kimia tanah,
ketinggian tempat, dan mutu fisik biji kopi selanjutnya
dianalisis dengan metode korelasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Korelasi Ketinggian Tempat dengan Sifat Kimia
Tanah
Hasil analisis menunjukkan nilai pH di lokasi
penelitian bervariasi antara 5,30–6,74 dengan kategori
masam (M), agak masam (AM), dan netral (N) (Tabel
2). Kemasaman (pH) tanah yang terbaik untuk
pertumbuhan dan produksi serta mutu kopi Arabika
adalah 5,8–6,2 (Maro, Msanya, & Mrema, 2014)
sehingga secara umum tanah di lokasi penelitian sesuai
untuk pengembangan tanaman kopi Arabika.
46
Korelasi Antara Ketinggian Tempat, Sifat Kimia Tanah, dan Mutu Fisik Biji Kopi Arabika di Dataran Tinggi Garut
(Handi Supriadi, Enny Randriani, dan Juniaty Towaha)
Kemasaman tanah (pH) nyata berkorelasi
positif dengan ketinggian tempat (Tabel 4), yaitu nilai
pH cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya
ketinggian tempat. Salah satu faktor penyebabnya adalah
kandungan bahan organik tanah yang lebih tinggi (Tabel
2). Bahan organik dapat meningkatan pH tanah yang
nilainya sangat tergantung dari kualitas bahan organik
(Nazari, Soemarno, & Agustina, 2012; Nigussie &
Kissi, 2012).
Peningkatan pH disebabkan adanya proses
dekomposisi dari berbagai jenis bahan organik sehingga
menghasilkan kation-kation basa. Soepardi (1983) cited
in Nazari et al. (2012) menyatakan bahwa hasil akhir
sederhana dari perombakan bahan organik, antara lain
berupa kation-kation basa, seperti Ca, Mg, K dan Na.
Pelepasan kation-kation basa ke dalam larutan tanah
menyebabkan tanah jenuh dengan kation-kation
tersebut dan pada akhirnya meningkatkan pH tanah.
Kandungan C-organik pada ketinggian tempat
1.000–1.326 m dpl termasuk kategori tinggi,
sedangkan pada ketinggian 1.345–1.600 m dpl
tergolong sangat tinggi (Tabel 2). Ini menunjukkan
bahwa daerah pengembangan kopi Arabika tersebut
kaya akan bahan organik (Sari, Santoso & Mawardi,
2013). Sumber utama bahan organik adalah
serasah/humus yang berasal dari guguran daun dan
ranting tanaman kopi serta penaung maupun tanaman
lainnya yang jumlahnya cukup melimpah. Menurut Ping
et al. (2013) curah hujan yang lebih tinggi dan suhu yang
lebih rendah di daerah pegunungan akan meningkatkan
jumlah serasah/humus yang merupakan sumber utama
bahan organik.
Tabel 2. Sifat kimia tanah pada pertanaman kopi Arabika di Garut berdasarkan ketinggian tempat
Table 2. Soil chemical properties in Arabica coffee plantations in Garut based on its altitude
Ketinggian
Tempat
( m dpl)
pH Kriteria* C-organik
(%) Kriteria* N-total
(%) Kriteria*
P
2
O
5
Tersedia
(ppm)
Kriteria*
1.000
5,61
AM
4,45
T
0,24
S
77,35
ST
1.150
5,83
AM
4,72
T
0,26
S
77,34
ST
1.200
5,30
M
4,74
T
0,27
S
73,00
ST
1.253
5,47
M
4,75
T
0,29
S
71,20
ST
1.272
5,83
AM
4,76
T
0,33
S
61,50
ST
1.304
5,81
AM
4,90
T
0,35
S
64,40
ST
1.317
5,92
AM
3,29
T
0,23
S
61,50
ST
1.326
6,45
AM
4,91
T
0,43
S
64,30
ST
1.345
6,74
N
5,64
ST
0,49
S
51,70
ST
1.371
6,25
AM
5,86
ST
0,52
T
48,10
ST
1.400
5,40
M
6,50
ST
0,53
T
55,80
ST
1.458
6,09
AM
6,85
ST
0,54
T
55,01
ST
1.557
6,60
N
7,83
ST
0,56
T
42,60
ST
1.600
6,61
N
7,84
ST
0,56
T
41,70
ST
Ketinggian
Tempat
( m dpl)
Basa dapat ditukarkan (cmol(+)/kg
KTK
(cmol(+)/kg) Kriteria*
K
Kriteria*
Ca
Kriteria*
Mg
Kriteria*
Na
Kriteria*
1.000
0,82
T
20,54
ST
3,45
T
0,23
R
25,15
T
1.150
0,32
R
19,14
T
2,77
T
0,25
R
22,20
S
1.200
0,98
T
16,40
T
2,12
T
0,47
S
35,29
T
1.253
0,99
T
16,41
T
2,12
T
0,45
S
35,30
T
1.272
1,53
ST
23,33
ST
4,02
T
0,22
R
34,40
T
1.304
0,34
R
17,03
T
2,05
T
0,33
R
44,91
ST
1.317
1,32
ST
23,26
ST
4,03
T
0,41
S
51,80
ST
1.326
0,24
R
12,30
T
5,52
T
0,55
S
51,82
ST
1.345
0,22
R
11,25
T
0,87
R
0,37
R
34,90
T
1.371
0,23
R
11,27
T
0,88
R
0,36
R
34,91
T
1.400
1,02
ST
27,78
ST
6,62
T
0,88
T
63,80
ST
1.458
1,05
ST
27,77
ST
6,60
T
0,87
T
63,82
ST
1.557
0,33
R
17,74
T
5,94
T
0,62
S
65,77
ST
1.600
1,45
ST
17,61
T
3,51
T
0,71
S
64,95
ST
Keterangan : AM = agak masam, M = masam, N = netral, R = rendah, S = sedang, T = tinggi, ST = sangat tinggi (* = Balai Penelitian Tanah,
2009)
Notes : AM = slightly acidic, M = acidic, N = neutral, R = low, S = medium, T = high, ST = very high (* = Soil Research Institute, 2009)
47
J. TIDP 3(1), 45–52
Maret, 2016
Tabel 3. Mutu fisik biji kopi Arabika di Garut berdasarkan ketinggian tempat
Table 3. Physical quality of Arabica coffee beans in Garut based on its altitude
Ketinggian tempat
(m dpl)
Biji normal
(%)
Berat 100 biji
(g)
1.000
57,42
15,39
1.150
67,45
18,73
1.200
69,86
16,78
1.253
75,00
18,60
1.272
62,92
19,02
1.304
72,68
18,73
1.317
81,12
22,36
1.326
81,52
22,77
1.345
83,16
20,20
1.371
89,98
22,77
1.400
92,86
23,23
1.458
94,44
23,01
1.557
92,86
24,18
1.600
98,26
24,49
Berdasarkan hasil analisis, kandungan C-
organik tanah nyata berkorelasi positif dengan
ketinggian tempat (Tabel 4). Pada daerah yang lebih
tinggi proses dekomposisi serasah berjalan lambat
sehingga terjadi akumulasi C-organik di dalam tanah
(Bhattacharyya et al., 2008 cited in Charan et al., 2013;
Kidanemariam et al., 2012). Hasil penelitian serupa juga
dilaporkan oleh Kidanemariam et al. (2012) di wilayah
Ethiopia, serta Sari et al. (2013) dan Sipahutar, Marbun,
& Fauzi (2014) di dataran tinggi Sumatera Utara.
Hasil analisis menunjukkan kandungan N-total
pada ketinggian 1.000-1.345 m dpl termasuk dalam
katergori sedang (S), sedangkan pada ketinggian 1.371-
1.600 m dpl termasuk kategori tinggi (T) (Tabel 2).
Korelasi positif nyata terlihat antara kandungan N-total
dengan ketinggian tempat (Tabel 4). Ini berarti bahwa
kandungan N-total cenderung naik seiring dengan
bertambahnya ketinggian tempat. Kandungan N di
dalam tanah selain ditentukan oleh ketersediaan N-total,
juga dipengaruhi oleh kandungan bahan organik di
dalam tanah (Rusdiana & Lubis, 2012). Beberapa
peneliti melaporkan bahwa kandungan bahan organik
(C-organik) yang tinggi dapat meningkatkan proses
nitrifikasi sehingga kandungan N meningkat
(Kidanemariam et al., 2013; Purwanto, Hartati, &
Istiqomah, 2014; Sipahutar et al., 2014).
Nilai P2O5 pada semua ketinggian tempat,
berdasarkan hasil analisis, termasuk kategori sangat
tinggi (ST). Menurut Sukarman & Dariah (2014), tanah
Andosol di Indonesia mempunyai kandungan P2O5
tersedia yang sangat tinggi, yaitu 32–313 ppm dengan
nilai rata-rata 152 ppm. Begitu juga menurut Sari et al.
(2013), P2O5 tersedia mencapai 70 ppm pada tanah
Andosol di Ijen-Raung, Jawa Timur.
Nilai P2O5 tersedia berkorelasi negatif dengan
ketinggian tempat (Tabel 4). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa P2O5 tersedia nilainya menurun
dengan meningkatnya ketinggian tempat. Hasil
penelitian ini serupa dengan yang dilaporkan oleh Sari et
al. (2013), Vincent, Sundqvist, Wardle, & Giesler
(2014), dan Sipahutar et al. (2014). Suhu udara yang
lebih tinggi dapat menstimulasi aktivitas mikrob dan
kandungan P2O5 tersedia di dalam tanah, meningkatkan
mineralisasi mikrob dan serapan P2O5 oleh tanaman
sehingga dapat meningkatkan akselerasi siklus P2O5
serta kandungan P2O5 tersedia cenderung lebih tinggi
(Rui, Wang, Chen, Zhou, & Wang, 2012).
Kation basa Na nyata berkorelasi positif dengan
ketinggian tempat (Tabel 4). Pada tempat yang lebih
tinggi, kandungan bahan organiknya lebih tinggi
dibandingkan dengan tempat yang lebih rendah (Tabel
2). Kandungan Na nyata dipengaruhi oleh C-organik.
Perombakan bahan organik tersebut akan menghasilkan
kation basa, di antaranya Na (Soepardi, 1983 cited in
Nazari, Soemarno, & Agustina, 2012; Nigussie, Kissi,
Misganaw, & Ambaw, 2012).
Nilai kapasitas tukar kation (KTK) tanah
berkorelasi positif dengan ketinggian tempat (Tabel 4).
Diduga, semakin meningkat ketinggian tempat,
kerapatan vegetasinya juga semakin besar sehingga
menyumbang bahan organik lebih banyak (Sari et al.,
2013). Koloid organik ini juga memiliki daya jerap
kation lebih besar daripada koloid liat sehingga
penambahan bahan organik ke tanah dapat
meningkatkan nilai KTK tanah (Kufa, 2011; Nazari et
al., 2012; Kilambo et al., 2015).
48
Korelasi Antara Ketinggian Tempat, Sifat Kimia Tanah, dan Mutu Fisik Biji Kopi Arabika di Dataran Tinggi Garut
(Handi Supriadi, Enny Randriani, dan Juniaty Towaha)
Tabel 4. Korelasi antara ketinggian tempat, sifat kimia tanah, dan mutu fisik biji kopi Arabika
Table 4. Correlation between altitude, soil chemical properties, and physical quality of Arabica coffee beans
Parameter pH C- organik N-total P2O5 total K Ca Mg Na KTK Biji
Normal
Berat
100 biji
Ketinggian
0,62* 0,80** 0,85** -0,92** 0,09 0,04 0,37 0,70** 0,85** 0,91** 0,90**
Tempat
Biji Normal
0,54* 0,87** 0,87** -0,85** -0,02 0,04 0,36 0,81** 0,82** - -
Berat 100 biji
0,61* 0,79** 0,79** -0,84** 0,01 0,09 0,50 0,69** 0,83** - -
Keterangan : * dan ** masing-masing nyata pada taraf 5% dan 1%
Notes : * and ** significant at 5% and 1% levels respectively
Korelasi antara Ketinggian Tempat, Sifat Kimia
Tanah, dan Mutu Fisik Biji Kopi
Mutu fisik biji kopi di antaranya ditentukan
oleh persentase biji normal dan berat biji yang juga
menentukan tingkat produktivitas dan harga kopi di
pasaran. Mutu yang baik akan menghasilkan
produktivitas dan nilai jual yang tinggi. Mutu fisik biji
kopi dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan
tumbuh (Sumirat, 2008; Nugroho, Mawardi, Yusianto,
& Arimersetiowati, 2012). Faktor lingkungan tumbuh
tanaman meliputi kandungan unsur hara tanah dan
ketinggian tempat termasuk ke dalam.
Persentase biji normal di lokasi penelitian
bervariasi antara 57,42%–98,26% dan berat 100 biji
kopi Arabika bervariasi antara 15,39–24,49 g (Tabel 3).
Persentase biji normal di atas 80% tergolong tinggi
(Hulupi, Mawardi, & Yusianto, 2012). Biji kopi yang
diambil dari ketinggian tempat 1.317–1.600 m dpl
memenuhi kriteria tersebut. Hasil analisis menunjukkan
bahwa ketinggian tempat berkorelasi positif dengan
mutu fisik biji kopi (Tabel 4). Semakin tinggi
tempat/lokasi maka mutu fisik biji kopi (persentase biji
normal dan berat 100 biji) semakin baik. Laporan Da
Silva et al. (2005) juga menunjukkan bahwa berat 100
biji kopi meningkat dengan bertambahnya ketinggian
tempat. Suhu yang lebih rendah pada tempat yang lebih
tinggi akan memperlambat proses pematangan buah
kopi sehingga pembentukan biji kopi lebih sempurna
dan lebih berisi (berat) (Bote & Struik, 2011; Bertrand
et al., 2011; Somporn et al., 2012). Hasil analisis
korelasi sifat kimia tanah dengan ketinggian tempat juga
mengindikasikan bahwa semakin tinggi tempat, semakin
baik sifat kimia tanah sehingga mutu dan produksi biji
juga akan lebih baik.
Kondisi tanah yang asam (pH di bawah 5)
dapat meningkatkan kandungan aluminium trivalen
(Al3+) (Lidon & Barreiro, 2002 cited in Cyamweshi et
al., 2014) yang dapat meracuni tanaman (Hoshino et
al., 2000 cited in Cyamweshi et al., 2014). Kehadiran
unsur tersebut mempengaruhi proses fisiologis dan
biokimia di dalam jaringan tanaman sehingga
produktivitas berkurang (Mora et al., 2006 cited in
Cyamweshi et al., 2014). Keberadaan Al pada tanah
asam membuat beberapa nutrisi penting seperti P, Ca,
dan Mg menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Unsur Al
dapat menghambat perkembangan dan fungsi akar
sehingga berdampak negatif terhadap produktivitas
tanaman (Obiri-Nyarko, 2011). Salah satu cara untuk
menaikkan pH tanah ialah dengan pengapuran.
Cyamweshi et al. (2014) melaporkan pengapuran
dengan dosis 1,25 ton/ha dapat meningkatkan pH tanah
sebesar 16,60% dan meningkatkan produksi kopi
60,53%.
Persentase biji normal dan berat 100 biji kopi
Arabika berkorelasi positif dengan pH tanah (Tabel 3).
Clemente, Martinez, Alves, & Lara (2013) dan Kilambo
et al. (2015) melaporkan bahwa pH tanah selain
berpengaruh terhadap produktivitas dan citarasa juga
menentukan kualitas biji kopi Arabika. C-organik tanah
dan kandungan N juga berkorelasi positif dengan
persentase biji normal dan berat 100 biji (Tabel 4).
Menurut Maro et al. (2014) untuk tumbuh dan
berproduksi optimal tanaman kopi memerlukan bahan
organik (C-organik) di atas 2%. Kandungan C-organik
tanah di daerah dataran tinggi Garut juga sesuai dengan
kebutuhan kopi Arabika (Tabel 2).
Untuk tumbuh dan berproduksi optimal
tanaman kopi Arabika juga memerlukan unsur N dengan
kadar di atas 0,12% (Maro et al., 2014). Pasokan N
yang cukup akan meningkatkan jumlah cabang
plagiotrop (cabang produksi), luas daun, dan produksi
pati, serta karbohidrat lainnya yang berperan dalam
pembentukan dan pertumbuhan biji kopi (Guimarães &
Mendes, 1997 cited in Clemente et al., 2013). Selain itu,
unsur hara N berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman dan kandungan kafein dalam jaringan tanaman
kopi.
49
J. TIDP 3(1), 45–52
Maret, 2016
Tanaman kopi Arabika di daerah pegunungan
Garut sudah tidak perlu diberi unsur P karena tanahnya
sudah mengandung unsur P2O5 tersedia yang sangat
tinggi (Tabel 2). Kandungan unsur P2O5 tersedia yang
diperlukan oleh tanaman kopi Arabika di atas 30 ppm
(Maro et al., 2014). Hasil uji korelasi menunjukkan
kandungan P2O5 berkorelasi negatif dengan persentase
biji normal dan berat 100 biji di daerah dataran tinggi
Garut (Tabel 4), artinya peningkatan kadar P2O5
cenderung berisiko terhadap mutu fisik kopi.
Unsur P sangat diperlukan pada awal
perkembangan tanaman dan menentukan produktivitas
tanaman kopi (Silva & Lima, 2014; Dias, Neto,
Guimarães, Reis, & de Oliveira, 2015). Keberadaannya
dalam jaringan tanaman mempengaruhi penyerapan
unsur penting lain yang menentukan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi
selanjutnya (Silva, Lima, & Bottega, 2013). Namun,
kandungan P yang berlebih (sangat tinggi) seperti di
lokasi penelitian (Tabel 2) akan mempercepat proses
pematangan buah sehingga pengisian biji tidak optimal,
akibatnya ukuran biji mengecil dan beratnya berkurang
(Somporn et al., 2012; Martins et al., 2015).
Batas kritikal unsur hara K, Ca, dan Mg di
dalam tanah untuk tanaman kopi masing-masing adalah
0,4; 0,89; 0,8 cmol/kg (Iloyanomon, Daniel, &
Aikpokpodion, 2011). Kandungan kation-kation basa
(K, Ca, dan Mg) di daerah pegunungan Garut (Tabel 2)
sudah sesuai untuk tanaman kopi Arabika, kecuali
kandungan K di ketinggian tempat 1.150, 1.304, 1.326,
1.345, 1.371, dan 1.557 m dpl yang nilainya di bawah
batas kritis. Untuk meningkatkan kandungan unsur K di
lokasi-lokasi tersebut di antaranya dapat dilakukan
dengan pemberian pupuk KCl.
Unsur K memainkan peran penting dalam
sintesis protein, karbohidrat, dan adenosin trifosfat
(ATP), pengaturan tekanan osmotik, serta toleransi
terhadap hama dan penyakit melalui efek daya tahan dan
permeabilitas membran plasma (Marschner, 2012 cited
in Moura et al., 2015). Selain itu, unsur K juga berperan
dalam reproduksi tanaman kopi, terutama pada hasil
dan ukuran biji (Clemente et al., 2013), menentukan
kualitas citarasa dengan mengaktifkan enzim polifenol
oksidase serta menentukan kandungan kafein dan fenol
dalam biji kopi (Gonthier, Witter, Spongberg, &
Philpott, 2011; Clemente et al., 2013; Mancuso,
Soratto, Crusciol, & Castro, 2014; Clemente,
Martinez, Alves, Finger, & Cecon, 2015).
Unsur kasium (Ca) berpengaruh terhadap
produksi buah dan citarasa kopi. Semakin tinggi
kandungan Ca maka produksinya semakin tinggi dan
citarasa semakin baik (Castro-Tanzia, Dietschc, Urenaa,
Vindasa, & Chandlerc, 2012; Silva et al., 2013).
Kekurangan unsur Mg akan mendorong terjadinya
gugur daun sehingga berpengaruh langsung terhadap
sintesis klorofil, reaksi fitokimia, dan fungsi stomata,
akibatnya pertumbuhan tanaman kopi terhambat (Da
Silva et al., 2014).
Unsur Na nyata berkorelasi positif dengan
persentase biji normal dan berat 100 biji (Tabel 4). Hal
tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi unsur Na
maka kualitas biji kopi semakin baik. Di lokasi
penelitian kandungan Na umumnya tergolong rendah
sampai sedang dan Ca tergolong tinggi sampai sangat
tinggi (Tabel 2), kondisi ini sesuai untuk tanaman kopi.
Walaupun kandungan Na yang tinggi dapat
meningkatkan salinisasi tanah sehingga dapat
mengakibatkan produksi kopi berkurang (Ferreira et al.,
2011), jika terdapat Ca yang cukup maka tanaman akan
terlindungi dari cekaman akibat unsur Na (Jouyban,
2012; Chemura, Kutywayo, Chagwesha, & Chidoko,
2014).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa KTK
berpengaruh nyata terhadap mutu fisik biji kopi. Nilai
KTK di lokasi penelitian sesuai untuk tanaman kopi
karena untuk tumbuh dan berproduksi optimal tanaman
kopi memerlukan nilai KTK di atas 15 me/100 g
(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Pada Tabel 4,
terlihat bahwa terdapat korelasi yang nyata dengan
indeks positif antara KTK dengan persentase biji normal
dan berat 100 biji.
KESIMPULAN
Terdapat korelasi yang nyata antara ketinggian
tempat dengan beberapa sifat kimia tanah dan mutu fisik
biji kopi Arabika di dataran tinggi Garut. Semakin tinggi
tempat maka semakin meningkat pula sifat kimia tanah
seperti pH, C-organik, N-total, Na, dan KTK, tetapi
sebaliknya untuk P2O5 total. Meningkatnya tinggi
tempat dan beberapa sifat kimia tanah tersebut dapat
meningkatkan pula mutu biji fisik kopi Arabika yang
meliputi persentase biji normal dan berat 100 biji.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Garut beserta staf
yang telah memberikan dukungan informasi untuk
kegiatan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Amaral, J.F.T., Martinez, H.E.P., Laviola, B.G., Tomaz, M.A.,
Filho, E.I.F., & Cruz, C.D. (2011). Productivity and
efficiency of nutrient use in coffee crops. Coffee Science,
Lavras, 6(1), 65–74.
50
Korelasi Antara Ketinggian Tempat, Sifat Kimia Tanah, dan Mutu Fisik Biji Kopi Arabika di Dataran Tinggi Garut
(Handi Supriadi, Enny Randriani, dan Juniaty Towaha)
Balai Penelitian Tanah. (2009). Analisis kimia tanah, tanaman, air, dan
pupuk (p. 234). Bogor: Balai Penelitian Tanah.
Bertrand, B., Alpizar, E., Lara, L., SantaCreo, R., Hidalgo, M.,
Quijano, J.M., ... Etienne, H. (2011). Performance of
Coffea arabica F1 hybrids in agroforestry and full-sun
cropping systems in comparison with American pure line
cultivars. Euphytica, 181, 147–158.
Bote, A.D., & Struik, P.C. (2011). Effects of shade on growth,
production and quality of coffee (Coffea arabica) in Ethiopia.
Journal of Horticulture and Forestry, 3(11), 336–341.
Castro-Tanzia, S., Dietschc, T., Urenaa, N., Vindasa, L., &
Chandlerc, M. (2012). Analysis of management and site
factors to improve the sustainability of smallholder coffee
production in Tarrazú, Costa Rica. Agriculture, Ecosystems,
and Environment, 155, 172–181.
Charan, G., Bharti, V. K., Jadhav, S.E., Kumar, S., Acharya, S.,
Kumar, P., ... Srivastava, R.B. (2013). Altitudinal
variations in soil physico-chemical properties at cold desert
high altitude. Journal of Soil Science and Plant Nutrition,
13(2), 267–277.
Chemura, A., Kutywayo, D., Chagwesha, T.M., & Chidoko, P.
(2014). An assessment of irrigation water quality and
selected soil parameters at mutema irrigation scheme,
Zimbabwe. Journal of Water Resource and Protection, 6, 132–
140.
Clemente, J.M., Martinez, H.E.P., Alves, L.C., & Lara, M.C.R.
(2013). Effect of N and K doses in nutritive solution on
growth, production and coffee bean size. Rev. Ceres. Viçosa,
60(2), 279–285.
Clemente, J.M., Martinez, H.E.P., Alves, L.C., Finger, F.L., &
Cecon, P.R. (2015). Effects of nitrogen and potassium on
the chemical composition ofcoffee beans and on beverage
quality. Maringá, 37(3), 297–305.
Cyamweshi, R.A., Nabahungu, N.L., Mukashema, A., Ruganzu,
V., Gatarayiha, M.C., Nduwumuremyi, A., & Mbonigaba,
J.J. (2014). Enhancing nutrient availability and coffee yield
on acid soils of the central plateau of Southern Rwanda.
Global Journal of Agricultural Research, 2(2), 44–55.
Da Silva, E.A., Mazzafera, P., Brunini, O., Sakai, E., Arruda, F.B.,
Mattoso, L.H.C., ... Pires, R.C.M. (2005). The influence
of water management and environmental conditions on the
chemical composition and beverage quality of coffee beans.
Braz. J. Plant Physiol., 17, 229–238.
Da Silva, D.M., Brandão, I.R., Alves, J.D., de Santos, M.O., de
Souza, K.R.D., & de Silveira, H.R.O. (2014).
Physiological and biochemical impactsof magnesium-
deficiency in two cultivars of coffee. Plant and Soil, 382(1),
133–150.
Dias, K.G de L., Neto, A.E.F., Guimarães, P.T.G., Reis, T.H.P.,
& de Oliveira, C.H.C. (2015). Coffee yield and phosphate
nutrition provided to plants by various phosphorus sources
and levels. Ciênc. Agrotec., Lavras, 39(2), 110–120.
Direktorat Jenderal Perkebunan. (2014). Pedoman teknis budidaya
kopi yang baik (p. 60). Jakarta: Direktorat Jenderal
Perkebunan.
Ferreira, D.C., de Souza, J.A.R., Batista, R.O., Campos, C.M.M.,
Matangue, M.T.A., & Moreira, D.A. (2011). Nutrient
inputs in soil cultivated with coffee crop fertigated
withdomestic sewage. Revista Ambiente and Água - An
Interdisciplinary Journal of Applied Science, 6(3), 77–85.
Gonthier, D.J., Witter, J.D., Spongberg, A.L., & Philpott, S.M.
(2011). Effect of nitrogen fertilization on caffeine
productionin coffee (Coffea arabica). Chemoecology, 21, 123–
130.
Hanisch, S., Dara, Z., Brinkmann, K., & Buerkert, A. (2011). Soil
fertility and nutrient status of traditional Gayo coffee
agroforestry systems in the Takengon region, Aceh
Province, Indonesia. Journal of Agriculture and Rural
Development in the Tropics and Subtropics, 112(2), 87–100.
Hulupi, R., Mawardi, S., & Yusianto. (2012). Pengujian sifat unggul
beberapa klon harapan kopi arabika di kebun percobaan
Andungsari, Jawa Timur. Pelita Perkebunan, 28(2), 62–71.
Iloyanomon, C.I., Daniel, M.A., & Aikpokpodion, P.E. (2011). Soil
fertility evaluation of coffee (Coffea canephora) plantations of
differentages in Ibadan, Nigeria. J. Soil Nature, 5(1), 17–21.
Jouyban, Z. (2012). The effects of salt stress on plant growth. Tech.
J. Engin. & App. Sci., 2(1), 7–10.
Kidanemariam, A., Gebrekidan, H., Mamo, T., & Kibret, K.
(2012). Impact of altitude and land use type on some
physical and chemical properties of acidic soils in Tsegede
Highlands, Northern Ethiopia. Open Journal of Soil Science,
2, 223–233.
Kilambo, Deusdedit, L., Mlwilo, Bahati, L., Mtenga, Damian, J.,
... Godsteven, P. (2015). Effect of soils properties on the
quality of compact Arabica hybrids in Tanzania. American
Journal of Research Communication, 3(1), 15–19.
Kufa, T. (2011). Chemical properties of wild coffee forest soils in
Ethiopia and management implications. Agricultural Sciences,
2(4), 443–450.
Leonel, L., Philippe, V., & Segovia, N. (2006). Effects of altitude,
shade, yield and fertilization on coffee quality (Coffea arabica L .
var. Caturra ) produced in agroforestry systems of the Northern
Central Zones of Nicaragua. Presented at 2nd International
Symposium on Multi-Strata Agroforest.
Mancuso, M.A.C., Soratto, R.P., Crusciol, C.A.C., & Castro,
G.S.A. (2014). Effect of potassium sources and rates
onarabica coffee yield, nutrition, and macronutrient export.
R. Bras. Ci. Solo, 38, 1448–1456.
Maro, G.P., Mrema, J.P., Msanya, B.M., & Teri, J.M. (2013).
Farmers’ perception of soil fertility problems and their
attitudes towards integrated soil fertility management for
coffee in Northern Tanzania. Journal of Soil Science and
Environmental Management, 4(5), 93–99.
Maro, G., Msanya, B., & Mrema, J. (2014). Soil fertility evaluation
for coffee (Coffea arabica) in Hai and Lushoto Districts,
Northern Tanzania. International Journal of Plant and Soil
Science, 3(8), 934–947.
Martins, L.D., Rodrigues, W.N., Machado, L.S., Brinate, S.V.B.,
Colodetti, T.V., Amaral, J.F.T., & Tomaz, M.A. (2015).
Evidence of genetic tolerance to low availability of
phosphorus in the soil among genotypes of Coffea canephora.
Genetics and Molecular Research, 14(3), 10576–10587.
51
J. TIDP 3(1), 45–52
Maret, 2016
Moura, W.M., Soares, Y.J.B., Júnior, A.T.A., de Lima, P.C.,
Martinez, H.E.P., Amaral, G.A., & Gravina. (2015).
Genetic diversity in arabica coffee grown inpotassium-
constrained environment. Ciênc. Agrotec., Lavras, 39(1), 23–
31.
Nazari, Y.A., Soemarno, & Agustina, L.(2012). Pengelolaan
kesuburan tanah pada pertanaman kentang dengan aplikasi
pupuk organik dan anorganik. Indonesian Green Technology
Journal, 1(1), 7–12.
Nigussie, A., Kissi, E., Misganaw, M., & Ambaw, G. (2012). Effect
of biochar application on soil properties and nutrient
uptake of lettuces (Lactuca sativa) grown in chromium
polluted soils. American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci.,
12(3), 369–376.
Nigussie, A., & Kissi, E. (2012). The contribution of coffee
agroecosystem to soil fertility in Southwestern Ethiopia.
African Journal of Agricultural Research, 7(1), 74–81.
Nugroho, D., Mawardi, S., Yusianto, & Arimersetiowati, R.
(2012). Karakterisasi mutu fisik dan cita rasa biji kopi
Arabika varietas Maragogip (Coffea arabica L. var.
Maragogype Hort. ex Froehner) dan seleksi pohon induk di
Jawa Timur. Pelita Perkebunan, 28(1), 1–13.
Núñez, P.A., Pimentel, A., Almonte, I., Sotomayor-Ramírez, D.,
Martínez, N., Pérez1, A., & Céspedes1, C.M. (2011). Soil
fertility evaluation of coffee (Coffea spp.) production
systems and management recommendations for the
Barahona Province, Dominican Republic. J. Soil Sci. Plant
Nutr., 11(1), 127–140.
Obiri-Nyarko, F. (2011). Ameliorating soil acidity in Ghana: A
concise review of approaches. ARPN Journal of Science and
Technology, 2, 142–154.
Ping, C., Gary, J., Michaelson, Cynthia, A., Stiles, & González, G.
(2013). Soil characteristics, carbon stores, and nutrient
distribution in eight forest types along an elevation
gradient, eastern Puerto Rico. Ecological Bulletins, 54, 67–
86.
Purwanto, Hartati, S., & Istiqomah, S. (2014). Pengaruh kualitas
dan dosis seresah terhadap potensial nitrifikasi tanah dan
hasil jagung manis. Sains Tanah-Jurnal Ilmu Tanah dan
Agroklimatologi, 11(1), 11–20.
Rui, Y.C., Wang, Y.F., Chen, C.R., Zhou. X.Q., & Wang, S.P.
(2012). Warming andgrazing increase mineralization of
organic P in an alpine meadow ecosystem of Qinghai-Tibet
Plateau, China. Plant and Soil, 357, 73–87.
Rusdiana, O., & Lubis, R.S. (2012). Pendugaan korelasi antara
karakteristrik tanah terhadap cadangan karbon (carbon
stock) pada hutan sekunder. Jurnal Silvikultur Tropika, 1,
14–21.
Saeed, S., Barozai, M.Y.K., Ahmad, A., & Shah, S.H. (2014).
Impact of altitude on soil physical and chemical properties
in Sra Ghurgai (Takatu mountain range) Quetta,
Balochistan. International Journal of Scientific & Engineering
Research, 5(3), 730–735.
Sari, N.P., Santoso, T.I., & Mawardi, S. (2013). Sebaran tingkat
kesuburan tanah pada perkebunan rakyat kopi Arabika di
dataran tinggi Ijen-Raung menurut ketinggian tempat dan
tanaman penaung. Pelita Perkebunan, 29(2), 93–107.
Schmidt, F.H., & Ferguson, J.H.A. (1951). Rainfall types based on wet
and dry period ratios for Indonesia with Western New Guinea (p.
77). Djakarta: Kementerian Perhubungan, Djawatan
Meteorologi dan Geofisik/ Verhandelingen.
Silva, S.A., Lima, J.S.S., & Bottega, E.L. (2013). Yield mapping of
arabic coffee and their relationship with plant nutritional
status. Journal of Soil Science and Plant Nutrition, 13(3), 556–
564.
Silva, S.A., & Lima, J.S.S. (2014). Spatial estimation of foliar
phosphorus indifferent species of the genus coffea based on
soil properties. R. Bras. Ci. Solo, 38, 1439–1447.
Silva, S. de A., de Queiroz, D. M., Ferreira, W. P. M., Corrêa, P.
C., & Rufino, J. L. dos S. (2015). Mapping the potential
beverage quality of coffee produced in the Zona da Mata,
Minas Gerais, Brazil. Journal of the Science of Food and
Agriculture, 96, 3098–3108. https://doi.org/10.1002/
jsfa.7485
Sipahutar, A.H., Marbun, P., & Fauzi. (2014). Kajian C-organik, N
dan P humitropepts pada ketinggian tempat yang berbeda di
Kecamatan Lintong Nihuta. Jurnal Online Agroekoteknologi,
2(4), 1332–1338.
Somporn, C., Kamtuo, A., Theerakulpisut, P., & Siriamornpun, S.
(2012). Effect of shading on yield, sugar content, phenolic
acids and antioxidant property of coffee beans (Coffea
arabica L. cv. Catimor) harvested from north-eastern
Thailand. J. Sci. Food Agric., 92(9), 1956–1963.
Sukarman, & Dariah, A. (2014). Tanah andosol di Indonesia:
Karakteristik, potensi, kendala, dan pengelolaannya untuk
pertanian (p. 144). Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
Sumirat, U. (2008). Dampak kemarau panjang terhadap perubahan
sifat biji kopi Robusta (Coffea canephora). Pelita Perkebunan,
24(2), 80–94.
Van Beusekom, A.E., González, G., & Rivera, M.M. (2015). Short-
term precipitation and temperature trends along an
elevation gradient in Northeastern Puerto Rico. Earth
Interactions, 19(3), 1–33.
Vincent, A.G., Sundqvist, M.K., Wardle, D.A., & Giesler, R.
(2014). Bioavailable soil phosphorus decreases with
increasing elevation in a subarctic tundra landscape. PLoS
ONE, 9(3), 1–11.
52