Content uploaded by Ardiantiono Ardiantiono
Author content
All content in this area was uploaded by Ardiantiono Ardiantiono on Jan 08, 2017
Content may be subject to copyright.
Analisis Serangan Buaya Muara (Crocodylus
porosus) di Indonesia melalui Eksplorasi Database
CrocBITE Berbasiskan Citizen Science
An Analysis of Saltwater Crocodile (Crocodylus
porosus) Attack in Indonesia Using Citizen Science
CrocBITE Database Exploration
Ardiantionoa, Sheherazadeb, Ricky Karta Atmadjac, Anastasia Wardhanid
aarditionz@gmail.com, bsheherazade.jayadi@gmail.com, crickykarta92@hotmail.com; danastasia.wardhani@yahoo.com,
a,b,c,d Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok
Abstrak- Buaya muara (Crocodylus porosus) merupakan salah satu spesies buaya dengan laporan serangan terhadap manusia
tertinggi di Indonesia. Pemahaman mengenai serangan buaya sangat penting dalam upaya konservasi dan mitigasi serangan.
CrocBITE sebagai bentuk citizen science telah berhasil melibatkan masyarakat dalam pengumpulan informasi serangan buaya di
dunia termasuk Indonesia dengan jumlah laporan serangan buaya muara tertinggi sebanyak 420 kasus sejak tahun 1845.
Penelitian ini dilakukan dengan mengeksplorasi data serangan buaya pada situs CrocBITE untuk menganalisis pola distribusi
serangan buaya dan merumuskan upaya mitigasi serangan. Data serangan buaya diunduh melalui situs CrocBITE, kemudian
diseleksi berdasarkan kriteria keberadaan dan validitas sumber informasi. Quantum GIS v2.2.0. Valmiera digunakan untuk
pemetaan lokasi serangan dan paket R i386 3.1.0. digunakan untuk menghitung secara statistik kepadatan dan pola distribusi
serangan. Hasil penelitian menunjukkan jumlah serangan yang tinggi terdapat di wilayah Indonesia bagian barat, yaitu Sumatra
dan Jawa. Terjadi pergeseran serangan di pulau Sumatra dari utara ke selatan dan penurunan serangan di pulau Jawa pada
periode 2000--2014. Terjadi peningkatan jumlah dan distribusi serangan yang signifikan pada periode 2000--2014 dibandingkan
dengan periode 1845--1980. Berdasarkan hasil penelitian, dapat direkomendasikan pembuatan barikade dan zonasi perlindungan
buaya sebagai upaya mitigasi serangan buaya muara di Indonesia.
Kata kunci— buaya muara, citizen science, CrocBITE, distribusi, serangan, mitigasi
Abstract- Saltwater crocodile (Crocodylus porosus) is a species with the highest cases of attack toward human in Indonesia.
Understanding the crocodile attack is essential to plan the conservation and conflict mitigation. CrocBITE as one form of citizen
science has been successful in involving society to collect the information of crocodile attack around the world including Indonesia
which posses the highest number of attacks about 420 since 1845. This research aims to analyze the distribution pattern of
crocodile attack and design the attack mitigation plan by exploring database in CrocBITE website. Quantum GIS v2.2.0. Valmiera
was used to map the factual attack location, spatstat in R i386 3.1.0 were run to know the conflict density and distribution pattern
statistically. The results showed that number of attacks was higher in western part of Indonesia (Sumatra and Java), however in
recent period (2000--2014) the conflicts were moved from northern Sumatra to the southern part and rare conflict detected in Java
island. Significant increase of attack happened in 2000--2014 period which the number of conflict was doubled compared to 1845-
1980. Based the research, it is recommended to build a barrier and propose crocodile protection zone for crocodile attack
mitigation in Indonesia.
Keywords— attacks, citizen science, CrocBITE, distribution, mitigation , saltwater crocodile
I. PENDAHULUAN
Serangan buaya terhadap manusia muncul akibat adanya
kompetisi ruang dan sumber daya yang sama [1] dan [2].
Serangan buaya dan perburuan buaya merupakan dua jenis
konflik manusia-buaya yang umum ditemui [1]. Sebagai
respon atas aktivitas perburuan yang sangat tinggi pada
tahun 1990an di Indonesia, perburuan buaya kemudian
diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan no 771/Kpts-
II/1996 sehingga ancaman kepunahan populasi buaya akibat
perburuan dapat dihindari [3]. Di sisi lain, penyusutan
habitat alami buaya, penurunan populasi hewan mangsa, dan
peningkatan aktivitas manusia di daerah jelajah buaya
menyebabkan kasus serangan terhadap manusia semakin
sering terjadi [4]. Hal tersebut perlu menjadi perhatian
karena serangan yang terjadi dapat menimbulkan sikap
antipati masyarakat terhadap buaya dan menjadi tantangan
untuk upaya konservasi buaya ke depannya.
Buaya muara banyak ditemui di seluruh wilayah di
Indonesia. Buaya tersebut dianggap memiliki ukuran
terbesar dibandingkan jenis buaya lainnya, yaitu dengan
ukuran badan buaya dewasa yang dapat mencapai 6--7m [4].
Jumkah laporan serangan buaya muara merupakan yang
terbanyak kedua setelah buaya Sungai Nil (Crocodylus
niloticus) [6]. Area jelajah buaya muara cukup luas, meliputi
wilayah perairan seperti laut dan muara hingga beberapa
ratus kilometer ke dalam daratan. Hal tersebut menyebabkan
upaya konservasi dan mitigasi serangan buaya tersebut
menjadi sulit dilakukan [4].
Kasus serangan buaya muaya terhadap manusia telah
dilaporkan, tetapi belum terdapat publikasi ilmiah mengenai
serangan oleh buaya di Indonesia. Hal tersebut disebabkan
karena informasi mengenai serangan buaya di Indonesia
sangatlah terbatas. Informasi serangan umumnya hanya
didapatkan melalui surat kabar, portal berita, atau informasi
dari penduduk setempat. Keterbatasan akses terhadap
sumber informasi menjadi penyebab sulitnya pengumpulan
data serangan buaya di Indonesia.
Citizen science merupakan konsep yang melibatkan
masyarakat untuk mengumpulkan data dalam skala yang
besar dan dalam periode waktu yang panjang [5]. Konsep
citizen science dapat menjadi solusi untuk mendapatkan data
serangan buaya yang tersebar di berbagai sumber informasi
dengan melibatkan masyarakat Indonesia. Konsep tersebut
telah diaplikasikan dalam proyek CrocBITE: Worldwide
Crocodilian Attack Database yang diinisiasi oleh Charles
Darwin University, Big Gecko Crocodilian Research, and
crocodilian.com untuk membuat database serangan buaya di
dunia berbasis citizen science [2] dan [6].
Terhitung pada bulan Juni tahun 2014, situs CrocBITE
telah berhasil mengumpulkan sebanyak 2.362 data serangan
di dunia dengan Indonesia sebagai negara dengan tingkat
insiden tertinggi (427 serangan) disusul Malaysia (245
serangan) dan India (227 serangan) [6]. Penelitian ini
dilakukan untuk menganalisis pola distribusi serangan buaya
di Indonesia melalui eksplorasi database CrocBITE.
Diharapkan melalui penelitian ini dapat diketahui faktor
penyebab serangan buaya di Indonesia sehingga upaya
mitigasi dapat dilakukan.
II. METODOLOGI
2.1. Eksplorasi dan Pengunduhan Data Serangan Buaya
Eksplorasi terhadap kasus serangan buaya dilakukan
dengan mengunduh data serangan di dalam situs CrocBITE
(www.crocodile-attack.info). Data kasus serangan yang
diunduh merupakan data laporan serangan buaya muara di
Indonesia. Pengumpulan data serangan dilakukan oleh
kontributor yang berasal dari Indonesia karena sebagian
besar artikel mengenai serangan buaya menggunakan bahasa
Indonesia. Pengunduhan data serangan dilakukan dengan
membuka menu “explore data” di laman utama situs,
kemudian dipilih menu “advanced search”. Pada laman
“advanced search” terdapat menu data serangan
berdasarkan negara dan dipilih serangan di Indonesia. Data
serangan buaya muara di Indonesia mencapai 420 kasus
serangan dengan periode tahun 1845--2014. Data tahun
1980--1999 tidak didapatkan karena tidak adanya laporan
atau berita serangan buaya muara. Kehilangan data (data
gap) pada periode 20 tahun ini kemungkinan dikarenakan
akses informasi yang terbatas karena serangan mungkin
tetap terjadi. Data yang diunduh meliputi waktu serangan
(tanggal dan jam serangan), koordinat dan lokasi serangan,
jenis serangan (fatal atau tidak fatal), aktivitas korban,
respon manusia terhadap buaya setelah serangan, dan
sumber berita.
2.2. Seleksi data
Seluruh data serangan yang ditampilkan di dalam situs
CrocBITE merupakan data yang telah divalidasi dan
terdapat informasi mengenai detail informasi (sangat detail,
detail, cukup detail, dan kurang detail). Sebanyak 420 data
serangan buaya muara di Indonesia diseleksi kembali secara
manual untuk menghindari faktor bias. Data serangan yang
tidak memiliki sumber berita, tidak memiliki keterangan
saksi, atau sumber berita yang digunakan tidak valid
(blogspot dan wordpress tanpa keterangan sumber berita
resmi) akan dikeluarkan dalam analisis. Berdasarkan hasil
seleksi, terdapat 68 data serangan yang tidak dimasukkan ke
dalam analisis sehingga jumlah serangan yang digunakan
adalah 352 data.
2.3. Analisis data
Persebaran serangan buaya muara dibagi berdasarkan dua
periode waktu, yaitu pada tahun 1845--1980 dan tahun
2000--2014 dengan asumsi pembangunan di wilayah
Indonesia berjalan pesat pada tahun 1990an. Pembuatan
peta distribusi serangan dilakukan menggunakan perangkat
lunak Quantum GIS v2.2.0. Valmiera. Pembuatan peta
densitas dan uji statistik distribusi serangan (Chi Squared
test of CSR using quadrat count) dilakukan menggunakan
paket spatstat dalam aplikasi R i386 3.1.0 [7]. Pengolahan
data lain yang meliputi komposisi waktu serangan; jumlah
serangan berdasarkan bulan, tahun, dan periode waktu;
aktivitas korban dan respon masyrakat terhadap serangan;
serta jenis dan skala sumber berita dianalisis secara
deskriptif menggunakan program Microsoft Excel 2007.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Analisis Pola Distribusi dan Pola Serangan Buaya
Muara
Serangan buaya muara (Crocodylus porosus) di Indonesia
menunjukkan pola distribusi mengelompok (Chi Squared
Test of CSR, nilai p <0,05) (Gambar 1). Serangan buaya
banyak terjadi pada wilayah Indonesia bagian barat,
terutama di Sumatra dan Jawa. Serangan buaya juga tercatat
di Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, Nusa Tenggara Timur,
dan sekitarnya dengan jumlah serangan yang lebih sedikit.
Kemampuan untuk berenang pada jarak yang jauh di laut
lepas memungkinkan buaya muara untuk mengkolonisasi
mulai dari pulau besar hingga pulau-pulau terpencil [8]. Peta
distribusi serangan buaya turut merepresentasikan distribusi
populasi buaya muara di Indonesia dimana publikasi ilmiah
mengenai distribusi buaya muara sangatlah terbatas.
Gambar 1. Perbandingan distribusi serangan buaya berdasarkan dua periode waktu
Serangan buaya di Indonesia dibagi dalam dua periode
utama, yaitu periode I (1845--1980) dan periode II (2000--
2014). Serangan berkaitan erat dengan pertumbuhan
penduduk dan pembangunan di Indonesia. Kedua faktor
tersebut berbeda pada masing-masing periode dimana
jumlah penduduk sebelum memasuki tahun 2000, berada di
bawah 200 juta jiwa dan meningkat drastis setelah tahun
1999 [9]. Pembangunan di berbagai sektor, termasuk
perikanan dan pemukiman mulai masif dilakukan pada akhir
1990an hingga sekarang.
Terdapat pergeseran densitas serangan di pulau Sumatra,
yaitu dari wilayah utara ke selatan, serta hilangnya serangan
di sebagian besar pulau Jawa pada periode 2000--2014
(Gambar 2). Hal tersebut mengindikasikan adanya
perubahan distribusi buaya muara sehingga tidak terjadi
serangan seperti pada periode 1845--1980. Kepunahan lokal
diduga terjadi pada populasi buaya di wilayah utara Sumatra
dan sebagian besar pulau Jawa. Di Jawa sendiri, populasi
alami buaya muara hanya ditemukan di kawasan Taman
Nasional Ujung Kulon yang berada di ujung barat pulau
Jawa. Pada periode II, pertumbuhan penduduk di Sumatra
bagian utara dan Jawa telah mecapai dua kali lipat dan
mencakup 50-60% total penduduk Indonesia [9].
Gambar 2. Perbandingan densitas penyerangan buaya pada periode 1845--1980 (kiri) dan 2000--2014 (kanan)
Kehilangan habitat merupakan masalah utama bagi buaya
muara pada negara-negara Asia Selatan hingga Asia
Tenggara [4]. Penurunan populasi buaya juga terjadi di Sri
Lanka akibat degradasi habitat (reklamasi rawa, konversi
mangrove menjadi tambak udang, pemukiman, akuakultur)
bersamaan dengan perburuan kulit dan daging buaya [10].
Habitat yang baik bagi buaya muara dicirikan dengan
kehadiran tepi badan air yang luas dan vegetasi yang rimbun
sebagai tempat bersarang dan bertelur [11]. Seiring dengan
pertumbuhan penduduk dan ekspansi pembangunan, habitat
buaya muara menjadi berkurang dan hanya terdistribusi di
beberapa tempat seperti Sumatera bagian Selatan,
Kalimantan, dan Sulawesi [4] Beberapa upaya konservasi
dapat dilakukan, diantaranya mempelajari dan memonitor
perilaku, pola makan, serta ruang jelajah buaya muara.
Hasil tersebut perlu diedukasikan kepada pemerintah dan
masyarakat, khususnya yang hidup berdampingan dengan
buaya muara, agar pertumbuhan penduduk yang tinggi dan
proses pembangunan yang cepat tidak menekan habitat dan
populasi buaya muara [12].
Terjadi peningkatan jumlah serangan buaya pada periode
2000--2014 dibandingkan dengan periode 1845--1980
(Diagram 1). Penurunan populasi buaya muara secara umum
telah terjadi,akibat kerusakan habitat dan populasi yang
tersisa memiliki tingkat interaksi yang tinggi dengan
manusia akibat ekspansi pembangunan sehingga serangan
semakin sering terjadi. Konversi lahan di dekat perairan
tawar dan asin meningkatkan kesempatan bertemunya
manusia dengan buaya yang terdapat di habitat tersebut.
Pemukiman, pertambakkan, dan perikanan menjadikkan
manusia sering berada di dekat bahkan di dalam habitat
buaya sehingga terdapat kemungkinan serangan oleh buaya
yang merasa terusik. Hal serupa juga terjadi di Australia
dimana rata-rata jumlah serangan buaya per tahun
meningkat dari 0,2 kasus pada tahun 1971 menjadi 3,8 kasus
pada tahun 2004, seiring dengan ekspansi aktivitas manusia
ke habitat buaya muara [1].
Serangan buaya yang bersifat fatal dimana serangan
menyebabkan kematian korban juga menunjukkan tren
peningkatan (Diagram 2 dan diagram 3). Selain faktor
kerusakan habitat, penurunan jumlah mangsa diduga
menyebabkan peningkatan serangan buaya muara. Buaya
muara memiliki preferensi mangsa ikan, di saat yang
bersamaan manusia juga mengeksploitasi ikan sehingga
mengurangi ketersediaan makanan untuk buaya.
Berkurangnya makanan akan mendorong perilaku agresifitas
yang tinggi pada buaya [13]. Sifat buaya yang merupakan
predator oportunistik juga tidak menutup kemungkinan
manusia menjadi mangsa alternatif buaya ketika mangsa
alami sudah habis atau berkurang di alam [1].
Diagram 1. Perbandingan jumlah serangan pada dua periode
berbeda
Diagram 2. Perbandingan jumlah serangan setiap 15 tahun
Buaya muara adalah jenis hewan teritorial yang
mempertahankan teritorinya dari pengganggu atau ancaman.
Masuknya manusia dan aktivitasnya ke dalam habitat buaya
muara akan meningkatkan interaksi di antara keduanya.
Buaya dapat menganggap manusia sebagai ancaman
sehingga terjadi serangan karena buaya mempertahankan
teritorinya. Selain itu, buaya merupakan predator yang
memiliki strategi berburu sit and wait dengan mempelajari
dan mengawasi tempat beraktivitas mangsanya. Terdapat
kemungkinan beberapa individu buaya telah menganggap
manusia sebagai mangsa karena serangan umumnya terjadi
ketika korban sedang melakukan aktivitas rutin di sungai
atau di tepi sungai. Hal tersebut didukung dengan hasil
penelitian dimana sebanyak 220 serangan terjadi pada
korban yang sedang melakukan aktivitas rutin di siang
hingga sore hari, seperti mandi, mencuci, dan memancing
(Diagram 5 dan Tabel 1). Variasi jumlah serangan buaya
sepanjang tahun tidak terlalu berbeda, tetapi cenderung lebih
banyak terjadi pada awal tahun (Diagram 4). Bulan-bulan di
awal tahun merupakan musim hujan yang merupakan
periode bagi buaya muara untuk bersarang dan bertelur
dimana buaya menjadi sangat agresif dalam
mempertahankan sarang dan anakan dari organisme lain,
termasuk manusia [4].
Diagram 3. Perbandingan jumlah serangan buaya setiap tahun
pada tahun 2000--2014
*Jumlah serangan pada tahun 2014 hanya sampai bulan Juli
Diagram 4. Perbandingan jumlah serangan buaya setiap bulan
pada tahun 2000—2013
*Jumlah serangan pada tahun 2014 tidak disertakan karena
hanya sampai bulan Juli
Diagram 5. Perbandingan jumlah serangan buaya
berdasarkan rentang waktu hari
Masyarakat umumnya memberikan respon terhadap
serangan yang terjadi. Serangan buaya muara dianggap
sebagai permasalahan yang besar bagi masyarakat karena
melibatkan korban jiwa, cacat fisik, trauma, dan
kekhawatiran masyarakat akan keselamatan diri mereka
ketika beraktivitas di sungai. Berdasarkan 50 data respon
masyarakat yang didapatkan, hampir setengah kasus
serangan berakhir dengan pembunuhan buaya yang
dianggap terlibat dalam penyerangan (27 kasus) (Tabel 1).
Apabila serangan terus terjadi, maka akan semakin banyak
buaya muara yang dibunuh ataupun ditangkap oleh
masyarakat sehingga konflik manusia-buaya muara akan
tetap terjadi. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya
mitigasi agar serangan buaya dan konflik manusia-buaya
muara dapat diminimalisir ke depannya
Tabel 1. Aktivitas korban ketika diserang buaya dan respon masyarakat terhadap serangan buaya
Jenis Aktivitas
Respon Masyarakat Terhadap Buaya
Rutina
Tidak Rutin
Tanpa Keterangan
Ditangkap
Dibunuh
Disiksa
Diburu
216
105
31
13
27
3
7
aAktivitas rutin dilakukan sehari-hari, seperti mandi, mencuci, dan memancing.
3.2. Database CrocBITE Berbasiskan Citizen Science
CrocBite memfasilitasi pengumpulan informasi mengenai
serangan buaya di dunia. Informasi tersebut dapat
dimanfaatkan untuk memahami penyebab serangan buaya.
Artikel nasional, daerah, dan internasional dapat digunakan
sebagai sumber berita. Tercatat data serangan buaya di
Indonesia pada tahun 2000--2014 yang berasal dari 100
sumber berita dan didominasi oleh sumber berita elektronik
(201). Sumber berita daerah lebih banyak berkontribusi
dalam penginformasian serangan buaya (137) dibandingkan
sumber berita nasional (85) dan internasional (4) (Tabel 2).
Citizen science memegang peranan penting dengan
melibatkan masyarakat untuk mengumpulkan data-data
serangan buaya yang dilaporkan di berbagai sumber berita.
Sebagai database berbasiskan citizen science, CrocBITE
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
berkontribusi dalam pengumpulan data serangan buaya di
Indonesia. Walaupun efektif dalam menjaring data serangan,
CrocBITE memiliki keterbatasan karena data yang tersedia
merupakan data sekunder sehingga terdapat beberapa faktor
bias seperti: 1) adanya serangan yang mungkin tidak
dilaporkan, 2) artikel berita serangan tidak berhasil
dikumpulkan terutama untuk sumber berita cetak yang
sudah tua, dan 3) beberapa informasi yang disampaikan
tidak terlalu akurat seperti titik koordinat serangan dan
detail informasi buaya penyerang.
Kita tidak bisa berasumsi bahwa semua entri database
CrocBITE benar-benar akurat, karena beberapa serangan
buaya tidak dilaporkan. Selain itu, ada kemungkinan tidak
terdapat saksi atau bukti adanya penyerangan buaya, atau
serangan diketahui oleh penduduk lokal tetapi tidak pernah
dilaporkan atau direkam, bahkan beberapa daerah dapat
menyembunyikan atau menekan catatan serangan buaya
untuk alasan sosial atau politik. Laporan historis mengenai
data serangan pada tahun 1935 di Indonesia sulit dilakukan
karena keterbatasan sumber daya untuk merekam data
tersebut, tidak seperti diAustralia yang telah memiliki
pencatatan dan pelaporan serangan buaya secara efisien.
Oleh karena itu, verifikasi data oleh CrocBITE sangat
diperlukan untuk meminimalisasi kesalahan yang dibuat dari
sumber yang melapor. Apabila terdapat kesalahan data
insiden yang terdaftar dalam database CrocBITE,
masyarakat dapat memberikan informasi lebih lanjut yang
kemudian akan diverifikasi ulang. Namun demikian,
database CrocBITE berisi informasi yang berharga untuk
memahami pola, tren, dan skenario yang akan meningkatkan
pemahaman tentang konflik buaya-manusia.
Tabel 2. Perbandingan jumlah, jenis, dan skala sumber berita penyerangan buaya pada dua periode waktu
Tahun
Jumlah
Sumber Berita
Jenis Sumber Berita
Skala Sumber Berita
Cetak
Elektronik
Daerah
Nasional
Internasional
2000--2014
100
16
201
132
81
4
1845--1980
-
135
0
-
-
-
3.3. Upaya Mitigasi Serangan Buaya Muara di Indonesia
Serangan buaya umumnya terjadi ketika manusia sedang
melakukan aktivitas rutin seperti mandi, mencuci, dan
menangkap ikan. Berdasarkan hal tersebut, salah satu upaya
mitigasi yang diajukan untuk mengurangi jatuhnya korban
serangan adalah membatasi ruang interaksi di antara buaya
dan manusia [1]. Salah satu metode yang telah berhasil
diterapkan di beberapa negara, seperti India dan Sri Lanka
adalah pembuatan barikade pelindung untuk mandi dan
mencuci di sungai [14]. Upaya mitigasi lain yang dapat
diajukan adalah pembuatan sumur sebagai tempat
penampungan air agar masyarakat tidak bergantung pada air
sungai dan edukasi mengenai kondisi, perilaku, dan
penyebab perilaku agresif buaya muara kepada masyarakat.
Pembentukan zonasi perlindungan buaya dimana aktivitas
manusia dilarang di area zonasi dapat dilakukan untuk
meminimalisir interaksi di antara buaya dan manusia
(Gambar 1 & 2) [1].
Gambar 3. Pembuatan barikade untuk mandi [13]
Gambar 4. Penanda batas pemukiman warga dengan
zona perlindungan buaya [2].
Upaya mitigasi serangan buaya muara sendiri secara tidak
langsung berkaitan dengan upaya konservasi buaya tersebut.
Dengan meminimalisir kontak antara manusia dengan buaya
muara, hal tersebut juga akan mengurangi potensi konfik
manusia-buaya muara. Selain mengurangi jumlah serangan
buaya muara, program mitigasi diharapkan juga dapat
mengurangi intervensi manusia terhadap habitat buaya
muara, sehingga tidak mengancam populasinya.
IV. KESIMPULAN
Eksplorasi database CrocBITE berbasiskan citizen science
menunjukkan adanya pola distribusi serangan buaya di
Indonesia yang mengelompok di daerah tertentu, terutama
Sumatra. Terjadi pergesaran distribusi secara spasial dan
peningkatan jumlah serangan buaya secara temporal dari
periode I hingga II. Mitigasi berupa pembuatan barrier dan
zonasi perlindungan buaya, serta edukasi dapat dilakukan
agar meminimalisir kasus serangan buaya. Upaya mitigasi
serangan yang baik akan mengurangi resiko kematian
manusia dan juga membantu konservasi buaya di alam
liarnya.
V. Acknowledgement
Penulis berterima kasih kepada Bapak A.A. Tahsun
Amarasinghe dari Research Center for Climate Change
University of Indonesia (RCCC UI), Depok atas saran yang
telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Caldicott, D.G.E., D. Croser, C. Manolis, G. Webb, A. Britton,
“Crocodile attack in Australia: An analysis of its incidence and review
of the pathology and management of crocodilian attacks in general,”
Wilderness and Environmental Medicine, vol. 16, pp. 143--159, 2005.
[2] Britton, A. & A. Campbell, Croc attacks: a new website with bite,
ECOS online, 2014.
[3] Kurniati, H, Metode survey dan pemantauan populasi satwa seri
kesatu: buaya, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Bogor
(2002).
[4] Webb, G.J.W., S.C. Manolis, & M.L. Brien, “Saltwater Crocodile
Crocodylus porosus,” 2010, [Manolis, S.C. & C. Stevenson (eds)
Crocodiles. Status survey and conservation action plan, 3rd.ed.
Crocodile Specialist Group, Darwin, pp.99--113, 2010].
[5] Bonney, R., C.B. Cooper, J. Dickinson, S. Kelling, T. Phillips, K.V.
Resenberg, & J. Shirk, “Citizen science: a developing tool for
expanding science knowledge and scientific literacy,” Bioscience,
vol.59(11). pp.977--984, 2009.
[6] CrocBITE, “The Worldwide Crocodilian Attack Database,” Big
Gecko, Darwin (2014), diakses tanggal 12 Juni 2014.
http://www.crocodile-attack.info.
[7] Baddeley, A, “Analysing spatial point patterns in R. CSIRO Australia,”
pp.1--199, 2008.
[8] Whitaker, R. & Whitaker Z, “Status and conservation of the Asian
crocodilians In: Crocodiles: their ecology, management, and
conservation” IUCN n.s., Gland, Switzerland, pp.297--308, 1989.
[9] Badan Pusat Statistik, “Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971,
1980, 1990, 1995, 2000, 2010,” (2012), diakses tanggal 27 Juni 2014,
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=12.
[10] Santiapillai, C. & M. De Silva “Status, distribution and conservation of
crocodiles in Sri Lanka,” Biologica Conservation, (97), pp.305--318,
2001.
[11] Somaweera, R., J.K. Webb, R. Shine, “It’s a dog-eat-corc world: dingo
predation on the nests of freshwater crocodiles in tropical Australia,”
Ecol Res, (26), pp.957--967, 2011.
[12]Irwin, S, “Crocodile Conservation”, diaksestanggal 8 September 2014,
http://www.australiazoo.com.au/conservation/projects/crocodiles/.
[13] Morpurgo, B., G. Gvaryahu, B. Robinson, “Aggresive behavior in
immature captive Nile crocodiles, Crocodylus niloticus, in relation to
feeding,” Physiology and Behavior, (53), pp.1157--1161, 1993.
[14] Crocodile Specialist Group. “Human-Crocodile Conflict”. Diakses
tanggal 18 Juni 2014..
http://www.iucncsg.org/pages/Human%252dCrocodile-Conflict.html.