ArticlePDF Available

Pertarungan Gagasan Dan Kekuasaan Dalam Pemekaran Wilayah : Studi Kasus: Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo di Propinsi Jambi

Authors:

Abstract

Pemekaran Wilayah menjadi semakain marak di Indonesia , dan dikarenakan beberapa alas an yang melatarbelakanginya. Tujuan ideal dari suatu pemekaran wilayah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini juga ditujukan untuk memperpendek, mengefektifkan birokrasi, sehingga penggunaan, pengoilahan dapat langsung diawasi dan dimanfaatkan oleh masyarakat local, sehingga menjadikan masyarakat lebih mudah untuk mengontrolnya. Namun demikian, fakta dilapangan menunjukkan adanya penyalahgunaan oleh sekelompok pihak untuk mencapai tujuan dan kepentingan golongan. Salah satunya adalah untuk memperoleh kekuasaan di wilayah baru. Ada banyak aktor yang terlibat di dalam pemekaran, dan masing-masing dari mereka memiliki tujuan dan kepentingan tersendiri. Salah satu wilayah yang mengalami pemekaran adalah kabupaten Bungo an Kabupaten Tebo di propinsi Jambi. Pemekaran diwilayah ini pada awalnya memang diberikan kesempatan oleh pusat, dengan adanya kesempatan tersebut, pemerintah daerah Bungo-Tebo, sangat mendukung dilakukan pemekaran dan menjadikan isu ‘kepentingan masyarakat’ sebagai alas an dilakukan pemekaran tersebut. Untuk memenuhi persayaratan dan mempersiapkan perencanaan pemekaran, pemerintah daerah bekerja sama dengan banyak aktor. Namun, dikarenakan ktidaksiapan perencanaan tersebut, ada banyak persyaratan pemekaran yang belum mampu dipenuhi daerah sehingga muncul rekayasa-rekayasa agar pemekaran dapat dilakukan. Akibat ketidaksiapan ini, ketika pemekaran terjadi tujuan untuk mensejahterakan masyarakat tidak tercapai. Berdasarkan latar belakang pemekaran seperti itu, menunjukkan bahwa selamna sepuluh tahun, pemekaran tidak membarikan keuntungan bagi masayarakat, ketidakpuasan terhadap pemekaran, terjadi konflik kepentingan di masyarrakat, dan pemekaran lebih sebagai perebutan kekuasaan di wilayah baru. Dengan demikian, patut dipertimbangkan jika pemekaran wilayah tidak dilanjutkan.
ISSN : 1978-4333, Vol. 04, No. 02
Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia | Agustus 2010, hlm. 215-238
Pertarungan Gagasan Dan Kekuasaan Dalam
Pemekaran Wilayah :
Studi Kasus: Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo di Propinsi Jambi
Aulia Farida1, Arya Hadi Dharmawan2, dan Fredian Tonny3
ABSTRAK
Pemekaran Wilayah menjadi semakain marak di Indonesia , dan dikarenakan beberapa alas
an yang melatarbelakanginya. Tujuan ideal dari suatu pemekaran wilayah adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini juga ditujukan untuk memperpendek,
mengefektifkan birokrasi, sehingga penggunaan, pengoilahan dapat langsung diawasi dan
dimanfaatkan oleh masyarakat local, sehingga menjadikan masyarakat lebih mudah untuk
mengontrolnya. Namun demikian, fakta dilapangan menunjukkan adanya penyalahgunaan
oleh sekelompok pihak untuk mencapai tujuan dan kepentingan golongan. Salah satunya
adalah untuk memperoleh kekuasaan di wilayah baru. Ada banyak aktor yang terlibat di
dalam pemekaran, dan masing-masing dari mereka memiliki tujuan dan kepentingan
tersendiri.
Salah satu wilayah yang mengalami pemekaran adalah kabupaten Bungo an Kabupaten
Tebo di propinsi Jambi. Pemekaran diwilayah ini pada awalnya memang diberikan
kesempatan oleh pusat, dengan adanya kesempatan tersebut, pemerintah daerah Bungo-
Tebo, sangat mendukung dilakukan pemekaran dan menjadikan isu ‘kepentingan
masyarakat’ sebagai alas an dilakukan pemekaran tersebut. Untuk memenuhi persayaratan
dan mempersiapkan perencanaan pemekaran, pemerintah daerah bekerja sama dengan
banyak aktor. Namun, dikarenakan ktidaksiapan perencanaan tersebut, ada banyak
persyaratan pemekaran yang belum mampu dipenuhi daerah sehingga muncul rekayasa-
rekayasa agar pemekaran dapat dilakukan. Akibat ketidaksiapan ini, ketika pemekaran
terjadi tujuan untuk mensejahterakan masyarakat tidak tercapai.
Berdasarkan latar belakang pemekaran seperti itu, menunjukkan bahwa selamna sepuluh
tahun, pemekaran tidak membarikan keuntungan bagi masayarakat, ketidakpuasan terhadap
pemekaran, terjadi konflik kepentingan di masyarrakat, dan pemekaran lebih sebagai
perebutan kekuasaan di wilayah baru. Dengan demikian, patut dipertimbangkan jika
pemekaran wilayah tidak dilanjutkan.
Katakunci : Pemekaran Wilayah, Kekuasaan, Pemerintah
1 Mahasiswa Sosiologi Pedesaan Program Pascasarjana IPB 2007
2 Komisi Pembibing Pertama
3 Komisi Pembimbing Kedua
3
216 | Farida, Aulia et.al Pertarungan Gagasan dan Kekuasaan dalam Pemekaran Wilayah
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pemekaran daerah secara intensif berkembang di Indonesia sebagai salah satu jalan
untuk pemerataan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
daerah. Setelah berjalan lebih dari lima tahun, banyak pihak ragu apakah tujuan
pemekaran tersebut dapat tercapai atau tidak. Meski saat ini pemekaran tidak dapat
dielakkan lagi dalam situasi politik yang terjadi namun upaya membangun penilaian
yang lebih obyektif akan bermanfaat dalam menentukan arah kebijakan pemekaran
selanjutnya. Di dalam perkembangannya, daerah-daerah yang merupakan hasil
pemekaran wilayah tidak selamanya mengalami perkembangan yang baik. Ketika
berhadapan dengan pemekaran wilayah, fakta yang di dapat bahwa pembangunan
yang ada tidak seluruhnya berkembang sesuai dengan apa yang diharapkan. Hanya
sebagian kecil pemekaran bisa dikatakan berhasil. Banyaknya kegagalan dan
kekurangan di dalam wilayah-wilayah pemekaran, menimbulkan pertanyaan
Apakah pemekaran wilayah sudah mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat?”. Pemekaran wilayah memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada
awalnya Pemekaran wilayah dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dimana birokrasi yang ada menjadi lebih pendek dan
sederhana, dan semua sumber daya lokal dapat dinikmati dan dikelola langsung bagi
dan oleh masyarakatnya, dan pengawasan terhadap masyarakatnya juga menjadi
lebih mudah. Investasi yang masuk juga bisa langsung ke daerah. Namun pada
kenyataanya, sebagian besar pemekaran yang telah terjadi di Indonesia memiliki
tujuan lain, yang sangat jauh dari tujuan untuk mensejahterakan masyarakat.
Ada alasan lain yang menyebabkan pemekaran wilayah terjadi, yaitu adanya akuisi
kekuasaan dari beberapa elit yang ingin memiliki kekuasaan baru. Fenomena
pemekaran wilayah ini pada akhirnya menampilkan kepentingan sekelompok elit.
Ide dan kepentingan elite politik dan pemerintahan ini kemudian yang memberikan
warna dan pengaruh untuk melakukan perencanaan politik dalam merancang
pemerintahan wilayah baru. Alasan ini yang menyebabkan pemekaran daerah
dikatakan gagal untuk menjadikan masyarakat menjadi sejahtera. Pemekaran
wilayah yang tidak memperhatikan kesiapan masyarakat, yang hanya berdasarkan
kepentingan sekelompok elit semata menyebabkan keberhasilan pemekaran
diragukan, dan pemerintah pusat menjadi kewalahan, karena biaya pemekaran
tersebut. Jika pemekaran wilayah dilatarbelakangi oleh kepentingan-kepentingan elit
seperti yang dijelaskan di atas, maka tujuan yang semula untuk menjadikan
masyarakat lebih baik tidak tercapai.
Dengan demikian, pemekaran wilayah tidak akan memberikan dampak positif bagi
pembangunan masyarakat, khususnya masyarakat di pedesaan, yang selama ini
selalu terabaikan. Salah satu daerah lain yang turut mengalami pemekaran adalah
Provinsi Jambi. Provinsi Jambi dipilih menjadi daerah penelitian di dalam tulisan
ini, adalah karena dari beberapa data yang diperoleh bahwa, hasil yang diperoleh
dari pemekaran wilayah tersebut beragam. Beberapa daerah mengalami
perkembangan yang baik, dan beberapa lainya mengalami perkembangan yang
buruk. Selain itu, ada beberapa kebupaten yang sebenarnya jika dilihat dari sumber
daya alam yang dimiliki diperkirakan akan maju ketika pemekaran wilayah
dilakukan, namun pada kenyataannya kabupaten tersebut mengalami kemunduran
Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 4, No. 2 2010 | 217
dan kemandegan. Untuk Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo, yang dipilih
menjadi tempat penelitian juga memiliki kondisi yang hampir sama, dimana salah
satu dari kabupaten tersebut mengalami kemandegan di dalam perkembangannya.
Hal ini, mungkin saja bahwa sebenarnya kedua kabupaten ini tidak semestinya
dimekarkan atau belum saatnya untuk dimekarkan. Pemilihan Kabupaten Bungo-
Tebo sebagai lokasi penelitian ditetapkan dengan beberapa pertimbangan. Salah
satunya adalah kemandegan yang dialami salah sati kabupaten hasil pemekaran.
Selain itu juga karena pemekaran di kabupaten ini bisa dikatakan sebagai suatu
pemekaran yang digagas oleh pemerintah. Dikatakan demikian karena, kabupaten ini
dimekarkan pada tahun 1999, dan ketika itu pemerintah memang memberikan
kesempatan bagi seluruh daerah di Indonesia untuk memekarkan wilayahnya.
Dengan demikian diduga bahwa, pemekaran di kabupaten tersebut bukan
berdasarkan kebutuhan masyarakat. Permasalahan di dalam pemekaran wilayah
dilihat dari dua kepentingan yang menjadi tujuan pemekaran. Yang Pertama adalah
pemekaran wilayah yang merupakan kepentingan dari sekumpulan elit yang
bertujuan untuk mencapai kekuasaan tertentu. Di dalam kepentingan ini, peranan elit
politik lokal dan elit lainnya sangat berperan, dimana ada etika elitisme-politik yang
bermain di dalamnya. Kepentingan yang Kedua adalah yang terkait dengan
pelayanan publik dimana etika populisme berperan di dalamnya. Kepentingan ini
bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Apabila selama ini pemekaran
wilayah antara Kabupaten Bungo dan Tebo dikatakan belum menunjukkan
pencapaian ideal dari suatu pemekaran, maka kesejahteraan masyarakat bisa
dikatakan belum berhasil. Tarik menarik dua kepentingan menimbulkan pertanyaan
di dalam penelitian yaitu, bagaimana bentuk pertarungan gagasan antara aktor yang
terlibat di dalam pemekaran Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo? Oleh karena
itu penelitian ini juga melihat siapa saja aktor yang terlibat di dalam pemekaran
Kabupaten Bungo-Tebo serta bagaimana manuver mereka di dalam memenangkan
gagasan-gagasan tersebut?
Elit dan pemerintah adalah salah satu aktor yang menjadi sumber struktural yang
mampu melakukan perubahan di masyarakat. Penjelasan tersebut dapat di jelaskan
oleh teori perubahan sosial Sumber-sumber struktural (dalam Lauer, 2003), dimana
elit sebagai salah satu sumber struktural yang mempengaruhi perubahan sosial di
masyarakat. Di dalam teori ini, elit memiliki peranan yang besar hampir di seluruh
kegiatan masyarakat. Selain elit, sumber-sumber struktural lain yang berperan
penting di dalam perubahan sosial di dalam masyarakat terkait dengan pemekran
wilayah adalah pemerintah. Antara elit dan pemerintah pada dasarnya memiliki
beberapa kesamaan. Sama seperti elit, pemerintah memiliki peranan yang besar di
dalam masyarakat.Selain teori tentang sumber-sumber struktural yang menjelaskan
tentang pemekaran wilayah yang pada akhirnya membawa perubahan sosial di
masyarakat, ada satu teori lagi yaitu kelompok strategis. Perubahan–perubahan yang
ada di masyarakat disebabkan oleh adanya kelompok-kelompok strategis di
masyarakat, dan pada akhirnya juga akan membawa perubahan kembali bagi
kelompok-kelompok strategis yang sudah ada. Kelompok strategis disini adalah
golongan atau elit yang memiliki pengaruh di wilayah tersebut. Analisa kelompok
strategis ini bisa dijelaskan oleh konsep kelompok strategis Evers. Di dalam Evers
(1990), kelompok strategis terdiri dari individu yang terikat oleh suatu kepentingan
dan tujuan, yaitu untuk melindungi atau memperluas hasil pengambilalihan bersama.
218 | Farida, Aulia et.al Pertarungan Gagasan dan Kekuasaan dalam Pemekaran Wilayah
Dengan adanya kepentingan masing-masing dari kelompok strategis ini, maka akan
menimbulkan pertentangan dan konflik diantara kelompok-kelompok strategis yang
saling mempertahankan dan memantapkan posisi mereka.
Tidak hanya satu elit atau golongan yang terlibat di dalam pemekaran wilayah, tetapi
ada banyak elit yang terkait. Setiap elit yang memiliki peranan di dalam pemekaran
wilayah memiliki gagasan-gagasan, kepentingan, ideologi dan tujuan tersendiri di
dalam pemekaran wilayah tersebut. Beragam cara di lakukan oleh setiap elit yang
terlibat untuk membuat gagasan mereka tercapai. Di dalam penelitian ini di duga ada
beberapa elit yang terlibat di dalam masyarakat, yaitu elit pemerintahan baik itu
pada tingkat daerah atau pada tingkat negara (state), elit civil society (masyarakat),
atau elit cendikiawan. Dari setiap elit yang ada pada akhirnya akan ada yang
dikalahkan dan ada yang menang, tergantung dari gagasan siapa yang berhasil
tercapai. Terkait dengan teori yang dijelaskan di atas, ada satu teori yang
menjelaskan adanya pengetahuan yang dominan di dalam masyarakat, yang erat
kaitannya dengan kelompok-kelompok yang terdapat di dalamnya sehingga pada
akhirnya, pengetahuan atau gagasan dari kelompok yang dominan tersebut
menghegemoni kelompok lainnya yang dijelaskan oleh Gramsci (Sugiono, 1999).
Hegemoni sendiri merupakan suatu formasi dari gabungan suatu grup sosial yang
memiliki dominasi terhadap kelompok lainnya.. Kelompok yang berhasil
menghegemonikan kelompok lain secara tidak langsung akan memiliki kekuasaan
yang besar pula.
METODE PENELITIAN
Di dalam penelitian ini, ada dua kabupaten yang akan dilihat sebagai tempat
penelitian, yaitu Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo. Kedua kabupaten ini
sebelum pemekaran terjadi merupakan satu kabupaten, yaitu Kabupaten Bungo-
Tebo. Di dalam penelitian ini, dimulai dengan tahap pre-survai, dimana dipilih
beberapa desa, terutama desa yang berada diperbatasan. Setelah pre-survai
dilakukan, menunjukkan hasil, bahwa desa-desa yang berada di sekitar perbatasan
dan dekat dengan pusat pemerintahan lebih menunjukkan perubahan-perubahan
selama sepuluh tahun pemekaran. Oleh karena itu, setelah pre-survai dilakukan,
ditetapkan dua desa, yaitu desa Sungai Alai (desa yang dekat dengan pusat
pemerintahan dan perbatasan dengan Kabupaten Bungo) dan desa Teluk Rendah
yang berada jauh dari pusat pemerintahan, sebagai desa pilihan penelitian, untuk
dilakukan pengamatan yang lebih mendalam. Setelah pre-survai dilakukan,
menunjukkan hasil, bahwa desa-desa yang berada di sekitar perbatasan dan dekat
dengan pusat pemerintahan lebih menunjukkan perubahan-perubahan selama
sepuluh tahun pemekaran. Oleh karena itu, setelah pre-survai dilakukan, ditetapkan
dua desa, yaitu desa Sungai Alai (desa yang dekat dengan pusat pemerintahan dan
perbatasan dengan Kabupaten Bungo) dan desa Teluk Rendah yang berada jauh dari
pusat pemerintahan, sebagai desa pilihan penelitian, untuk dilakukan pengamatan
yang lebih mendalam. Di dalam penentuan responden untuk survai, dilakukan secara
stratified random sample. Hal ini karena, populasi yang ditentukan adalah
heterogen. Kemudian dua desa yang terpilih menjadi awal penulusuran penelitian
untuk mengetahui bagaimana pemekaran wilayah terjadi, siapa saja yang terlibat,
dan isyu yang berkembang untuk mewujudkan terjadinya pemkaran tersebut.
Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah dan pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif dilakukan untuk mencari jawaban tentang tiga pertanyaan
Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 4, No. 2 2010 | 219
penelitian, yang terkait dengan, peta gagasan para elit sebelum pemekaran terjadi,
manuver dan cara-cara elit di dalam memenangkan gagasannya, dan pola
pembingkaian gagasan yang di lakukan oleh para elit tersebut terkait dengan
pemekaran wilayah. Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan wawancara mendalam
kepada pihak-pihak yang dianggap mengetahui dan memahami sejarah pemekaran
wilayah terjadi, baik itu pihak-pihak yang setuju atau yang tidak setuju terhadap
pemekaran wilayah. Penentuan narasumber untuk pendekatan kualitatif, dilakukan
secara snowballing, yang dimulai informan yang ada di desa terpilih, kemudian
berkembang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Bungo-Tebo Sebelum dan Sesudah Pemekaran
Kabupaten Bungo-Tebo adalah salah satu kabupaten di Propinsi Jambi yang
mengalami pemekaran pada tahun 1999. Sebelum dimekarkan menjadi dua
kabupaten, ibukota kabupaten ini adalah Muara Bungo, yang berada di wilayah
Kabupaten Bungo (setelah dilakukan pemekaran). Hal ini menjadikan Kabupaten
Bungo menjadi kabupaten induk setelah pemekaran dilakukan. Ada banyak
persyaratan yang harus dipersiapkan oleh pemerintah dan masyarakat agar
pemekaran bisa dilakukan. Di awal persiapan pemekaran kabupaten ini, pemerintah
banyak melakukan beberapa rekayasa. Hal ini, karena banyak sekali persyaratan
yang diminta oleh pusat belum mampu dipenuhi oleh pemerintah daerah Kabupaten
Bungo-Tebo. Namun, melihat kesempatan yang telah diberikan pusat, pemerintah
daerah tidak ingin menyia-nyiakan hal tersebut. Pemerintah mengharapkan jika
pemekaran dilakukan maka akan membawa perubahan yang lebih baik bagi
masyarakat keseluruhan. Perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh pemekaran,
dapat dilihat setelah sepuluh tahun pemekaran dilakukan. Namun demikian, untuk
melihat perubahan tersebut, kondisi kabupaten sebelum pemekaran dilakukan juga
menjadi perhatian penting. Oleh karena itu, ketika tahun 1999, pemerintah pusat
menjadikan kondisi daerah sebelum pemekaran menjadi penilaian penting untuk
menerima dan menyetujui usulan pemekaran Kabupaten Bungo-Tebo. Kondisi
tersebut bisa dilihat dari ukuran-ukuran pertumbuhan daerah, baik itu dari hal
kependudukan, perekonomian, sosial, kesehatan dan masih banyak lagi.
Dari beberapa data sekunder tentang kondisi Kabupaten Bungo-Tebo sebelum
dan sesudah pemekaran dilakukan didapat bahwa tidak banyak perubahan yang
terjadi selama sepuluh tahun pemekaran dilaksanakan. Jika dilihat dari jumlah
penduduk, sebelum pemekaran jumlah penduduk di Kabupaten Bungo-Tebo jauh
lebih banyak dibanding setelah kabupaten tersebut dipisahkan. Hal ini karena jumlah
penduduk sebelum pemekaran dibagi menjadi dua setelah pemekaran dilakukan.
Namun setelah sepuluh tahun pemekaran dilakukan, pertumbuhan penduduk di dua
kabupaten tidaklah terlalu besar. Begitu juga dengan tingkat kepadatan penduduk di
kedua Kabupaten setelah pemekaran dan sebelum pemekaran, hanya meningkat
enam persen dari awal pemekaran hingga sekarang. Tingkat kepadatan penduduk,
tidak menunjukkan bahwa, sebaran penduduk merata disetiap wilayah kabupaten
yang dimekarkan. Pusat-pusat keramaian dimana jumlah penduduk terbesar, masih
sama seperti kondisi sebelum pemekaran dilakukan, yaitu hanya terpusat di wilayah-
wilayah yang sebelumnya telah ramai ketika pemekaran belum dilakukan. Kondisi
220 | Farida, Aulia et.al Pertarungan Gagasan dan Kekuasaan dalam Pemekaran Wilayah
ketidakmerataan kepadatan penduduk ini terulang kembali setelah sepuluh tahun
pemekaran.
Keramaian yang hanya terdapat dititik-titik tertentu saja di Kabupaten Tebo,
menunjukkan bahwa, pertumbuhan di kabupaten ini, tidak merata. Hal ini juga bisa
dilihat dari pendapatan asli daerah (PAD). Walaupun terdapat peningkatan PAD
yang besar di Kabupaten Tebo, namun sumber pendapatan tersebut lebih banyak
berasal dari satu wilayah saja, yaitu wilayah Rimbo Bujang beserta daerah
pemekarannya. Sedangkan untuk daerah yang lain tidak jauh berbeda dengan
kondisi sebelum pemekaran dilakukan. Pendapatan daerah yang meningkat tidak
otomatis menyebabkan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Di Kabupaten
Bungo dan Kabupaten Tebo, adanya peningkatan pendapatan juga menyebabkan
belanja untuk keperluan pegawai pemerintahan, dan keperluan pemerintah lainnya
juga semakin besar. Dari data sekunder yang didapat, di Kabupaten Bungo, jumlah
belanja daerah untuk keperluan pegawai pemerintahan dan keperluan pemerintah
meningkat di awal-awal pemekaran dan mengalami penurunan hingga sekarang. Di
awal pemekaran, jumlah pengeluaran daerah untuk kepentingan pemerintahan
mencapai 46 % dari seluruh pengeluaran yang ada, dan mengalami penurunan
hingga penelitian dilakukan, yaitu 37 % dari seluruh pengeluarana daerah.
Sedangkan untuk Kabupaten Tebo, jumlah pengeluaran untuk kebutuhan
pemerintahan dan pegawainya terus meningkat hingga sekarang. Di awal
pemekaran, pengeluaran daerah untuk kebutuhan pemerintahan mencapai 65 % dari
seluruh pengeluaran daerah, dan terus meningkat hingga penelitian dilakukan yaitu
68% dari seluruh pemekaran. Kondisi ini menunjukkan, bahwa pemekaran tidak
lebih mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Tetapi lebih untuk
kepentingan sekelompok orang. Pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah
bukan untuk kepentingan dan pembangunan bagi masyarakat. Tetapi lebih banyak
untuk memenuhi kebutuhan pemerintah dan kebutuhan para pegawainya.
Perubahan untuk mencapai kesejahateraan bagi masyarakat, belum mampu
diwujudkan setelah sepuluh tahun pemekaran dilakukan. Data sekunder yang didapat
menunjukkan, bahwa tingkat pengangguran di dua kabupaten setelah pemekaran
dilakukan terus bertambah. Di Kabupaten Bungo, di awal pemekaran, jumlah
pengangguran meningkat 23 % dari sebelum pemekaran dilakukan, dan hingga
penelitian dilakukan, pengangguran terus meningkat hingga 35 %. Sedangkan bagi
Kabupaten Tebo, jumlah pengangguran, meningkat jauh lebi besar dibandingkan
dengan Kabupaten Bungo. Dari awal pemekaran hingga penelitian dilakukan,
jumlah pengangguran meningkat hingga 89%. Hal ini menunjukkan, bahwa
pemekaran tidak mampu memberikan lapangan kerja baru bagi masyarakat, terutama
di Kabupaten Tebo. Walaupun jumlah investasi yang masuk ke kabupaten tersebut
meningkat, tidak menjamin mampu memberikan kesempatan bekerja yang lebih
besar bagi masyarakat. Selain itu kesejahteraan masyarakat juga bisa dilihat dari
penggolongan masyarakat ke dalam keluarga sejahtera. Selain itu juga ditunjukkan,
bahwa jumlah masyarakat yang tergolong ke dalam keluarga pra-sejahtera menurun
sebesar 11, 5 % bagi Kabupaten Bungo, sedangkan untuk Kabupaten Tebo menurun
sebesar 0,9 %. Jumlah ini masih sangat kecil untuk waktu sepuluh tahun setelah
pemekaran dilakukan. Selain itu, selama sepuluh tahun pemekaran dilakukan, sebagi
kepala keluarga di dua kabupaten, sebagian besar merupakan keluarga sejahtera
golongan II (KS II). Dari awal pemekaran hingga sekarang, tidak ada peningkatan di
Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 4, No. 2 2010 | 221
masyarakat, dan sebagian besar dari mereka tetap berada di golongan ini. Hal ini
juga menunjukkan bahwa, perubahan untuk mensejahterakan masyarakat belum
berhasil dilakukan.
Fasilitas umum bagi masyarakat juga bisa menjadi indikator kesejahteraan bagi
masyarakat. Di Kabupaten Bungo dan Tebo, perubahan setelah pemekaran
dilakukan, tidak banyak menujukkan peningkatan. Bagi Kabupaten Bungo yang
merupakan kabupaten induk, fasilitas penggunaan listri dari PLN, mengalami
peningkatan, dan hingga penilitian dilakukan, hampir 76 % dari masyarakat sudah
menggunakan fasilitas PLN. Sedangkan untuk Kabupaten Tebo, kondisi ini tidak
mengalami banyak perubahan dari awal pemekaran hingga penelitian dilakukan. Di
awal pemekaran, jumlah masyarakat yang mengunakan fasilitas PLN adalah 24, 8
%, dan ketika penelitian dilakukan, penggunaan PLN hanya 24, 4 %. Data ini
menunjukkan, bahwa fasilitas umum seperti listrik tidak banyak berubah di
Kabupaten Tebo. Informasi yang diperoleh dari tabel di atas, menunjukkan bahwa
pemekaran tidak mebawa kesejahteraan dan perbaikan bagi masyarakat, dan yang
merasakan manfaat pemekaran hanyalah segelintir orang, terutama mereka yang
berada di pemrintahan, dan bekerja di pemerintahan. Sedangkan bagi masyarakat
secara keseluruhan, perubahan tersebut tidak banyak dirasakan.
Identifikasi Sejarah Pemekaran Wilayah
Pada tanggal 4 Okober 1999, Kabupaten Bungo Tebo resmi telah dimekarkan
menjadi dua kabupaten baru yaitu Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo.
Kronologi pemekaran wilayah Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo dijelaskan di
dalam gambar 1, yang menggambarkan secara singkat bagaimana pemekaran terjadi
di Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo.
Sebelum pemekaran dilakukan, gejolak ketidakpuasan masyarakat terhadap hasil
pembangunan sudah ada. Pembangunan yang hanya terpusat di ibukota kabupaten
menyebabkan ketidakpuasan di masyarakat. Kondisi ini pada awalnya, mulai
dijadikan oleh sekelompok aktor yaitu, elit birokrasi dan elit politik yang berasal
dari Tebo untuk melakukan pemekaran di kabupaten ini. Kemudian pada akhir 1998
dan awal 1999, kesempatan pemekaran diberikan oleh pemerintah pusat, yang
disambut baik oleh pemerintah daerah. Maka pemekaran dilakukan. Namun
demikian, tidak semua aktor yang terlibat di dalam pemekaran, yakin terhadap
kebijakan pemekaran yang mampu membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Terdapat pertentangan gagasan antara aktor yang mendukung penuh kebijakan
pemekaran dan aktor yang meragukan kebijakan pemekaran. Seperti yang
digambarkan di dalam gambar 1 tersebut. Hal ini karena tidak siapnya daerah untuk
dimekarkan ketika itu. Pembahasan mengenai pertarungan gagasan antara tiap aktor
yang terlibat di dalam pemekaran akan dijelaskan lebih lanjut di dalam bab enam.
Selain itu, setelah setahun berjalan, konflik perbatasan terjadi diwilayah ini. Kondisi
menunjukkan bahwa, pemekaran perlu dievaluasi kembali, apakah benar-benar perlu
dilanjutkan atau dihentikan. Penjelasan tentang sejarah pemekaran akan dijelaskan
lebih lanjut dibawah dimana selain alasan untuk memperpendek birokrasi dan
kesempatan dari pusat, terdapat beberapa alasan dilakukannya pemekaran.
222 | Farida, Aulia et.al Pertarungan Gagasan dan Kekuasaan dalam Pemekaran Wilayah
Argumen Pihak yang Yakin /pro Terhadap Pemekaran
Setelah Pemekaran Wilayah
Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 4, No. 2 2010 | 223
Argumentasi Pemekaran Wilayah
Ada banyak gagasan dan ide yang bermain di dalam mewujudkan pemekaran
tersebut. Banyak aktor yang terlibat di dalamnya, dan setiap aktor memiliki ide dan
kepentingan masing-masing di dalam pemekaran. Kesempatan yang diberikan oleh
pemerintah merupakan kesempatan dan salah satu alasan dilakukannya pemekaran.
Ketika kesempatan pemekaran tersebut diberikan, pemerintah menjadikan
’kepentingan masyarakat’ sebagai alasan untuk menerima kesempatan yang
diberikan oleh pemerintah pusat tersebut. Namun demikian, ada banyak alasan lain
sehingga pemekaran tetap dilakukan oleh pemerintah, walaupun pada masa itu,
kondisi daerah belum siap untuk dimekarkan. Salah satu alasan penting yang
melatarbelakangi pemekaran adalah alasan ekonomi. Sebelumnya telah dijelaskan,
jika sebelum pemekaran dilakukan, perhatian pemerintah lebih diutamakan kepada
wilayah yang sekarang masuk ke bagian Kabupaten Bungo. Kondisi ini menjadi
salah satu pemicu dilakukannya pemekaran di Kabupaten ini. Dengan dilakukannya
pemekaran, masyarakat mengharapkan, pembangunan tidak hanya terfokus di
wilayah Muara Bungo dan sekitarnya saja, tetapi merata keseluruh wilayah di
kabupaten.
Alasan ketidakmerataan perekonomian menjadi salah satu pemicu dilakukannya
pemekaran. Masyarakat dan tokoh masyarakat yang berasal dari Kabupaten Tebo,
ketika kesempatan pemekaran dilakukan, menyambut baik hal tersebut. Karena
berharap pemekaran mampu membawa pertumbuhan dan perubahan yang lebih baik
dan merata bagi seluruh masyarakat. Kondisi pembangunan Kabupaten Bungo-Tebo
yang tidak merata ketika itu dijadikan sebagai kesempatan oleh pihak-pihak tertentu
seperti elit birokrasi, elit politik dan mantan-mantan pejabat daerah untuk
memekarkan Kabupaten Bungo-Tebo. Alasan untuk kemerataan pembangunan ini
dipakai oleh aktor-aktor yang mendukung pemekaran untuk memisahkan Kabupaten
Bungo-Tebo menjadi dua kabupaten. Aktor-aktor yang mendukung penuh
pemekaran juga memiliki argumen, jika pemekaran dilakukan, maka kepentingan
masyarakat Tebo dan wilayah yang jauh dari ibukota menjadi lebih diperhatikan,
karena pusat pemerintahan tidak akan jauh lagi.
Selain alasan untuk memperbaiki perekonomian masyarakat dan meratakan
pembangunan, alasan lain yang memicu pemekaran adalah alasan politik. Dengan
adanya kesempatan pemekaran dari pusat, banyak pihak yang menjadikan hal
tersebut sebagai kesempatan untuk memperoleh posisi politik dan kekuasaan di
wilayah baru. Terutama bagi mereka yang sebelumnya sudah pernah memiliki
jabatan di pemerintahan Kabupaten Bungo-Tebo. Jika pemekaran dilakukan, maka
hal tersebut akan memberikan kesempatan untuk memperoleh kembali kekuasaan.
Kekuasaan dan politik merupakan tujuan lain dari aktor-aktor yang terlibat di dalam
pemekaran wilayah. Beberapa dari pejabat dan mantan pejabat sangat setuju jika
pemekaran dilaksanakan. Terutama mereka yang berasal dari Kabupaten Tebo.
Mantan pejabat dari Kabupaten Tebo, sangat mendukung pemekaran, di duga karena
ingin mendapatkan keuntungan politik, karena dengan adanya kabupaten baru,
mereka mendapat kesempatan kembali untuk memiliki jabatan di wilayah baru. Jika
bukan mereka yang menduduki jabatan, kerabat merekalah yang mendapatkan
kesempatan tersebut. Selain itu, setelah pemekaran dilakukan. banyak diantara
pejabat dan mantan pejabat daerah tersebut yang ikut mencalonkan diri di wiliyah
224 | Farida, Aulia et.al Pertarungan Gagasan dan Kekuasaan dalam Pemekaran Wilayah
pemilihan Kabupaten Tebo. Alasan-alasan seperti ini yang menjadikan aktor-aktor
tersebut mendukung pemekaran Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo. Aktor-
aktor yang mendukung dan menyetujui secara penuh dilakukannya pemekaran,
sebagian besar adalah pejabat pemerintahan, mantan pejabat beserta tokoh-tokoh
politik lainnya. Dimana mereka memiliki kepentingan politik dan ekonomi terhadap
pemekaran, sehingga mereka sangat menyetujui dilakukannya pemekaran di
Kabupaten Bungo-Tebo.
Argumentasi Penyatuan Wilayah
Aktor-aktor yang terlibat di dalam pemekaran tidak semuanya menyetujui
pemekaran tersebut. Beberapa diantara aktor yang terlibat meragukan pemekaran
akan membawa perubahan di dalam masyarakat. Walaupun mereka mengharapkan
perubahan jika pemekaran dilakukan, namun beberapa diantaranya ragu-ragu dan
tidak yakin terhadap hasil pemekaran. Keraguan-raguan dan ketidakyakinan mereka
disebakan karena tidak siapnya daerah ketika itu. Selain itu mereka juga
menganggap sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah sangat kurang, sehingga
banyak pihak yang tidak mengetahui dan tidak dilibatkan di dalam persiapan
pemekaran. Hal ini, di kemudian hari menyebabkan ketidakpedulian terhadap
keberlangsungan dan keberhasilan pemekaran tersebut.
Aktor-aktor yang meragukan keberhasilan pemekaran, sebagian besar adalah mereka
yang berasal dari grass-root, seperti lembaga-lembasa swadaya masyarakat,
organisasi kepemudaan, dan masyarakat itu sendiri. Selain itu, ada sekelompok kecil
mantan pejabat daerah yang tidak menyetujui dilakukannya pemekaran. Hal ini
karena mereka menganggap pada saat itu, daerah Kabupaten Bungo-Tebo belum
layak dan belum siap untuk dimekarkan. Persiapan yang kurang dari pemerintah
menyebabkan pelaksanaan pemekaran dilakukan dengan tergesa-gesa. Selain itu,
persiapan yang tidak matang juga menyebabkan munculnya kebijakan yang tidak
membawa banyak manfaat bagi masyarakat. Kurangnya keterlibatan masyarakat di
dalam pemekaran juga menyebabkan pemekaran tidak banyak memberikan
pengaruh bagi mereka, dan masyarakat menjadi tidak terlalu peduli terhadap
pemekaran. Selain LSM dan organisasi kepemudaan, sebagian besar masyarakat
merupakan aktor yang meragukan pemekaran mampu membawa perubahan bagi
mereka. Selain kurang dilibatkannya masyarakat, mereka juga menganggap
pemekaran hanya sebagai kesempatan bagi pemerintah, mantan pejabat dan tokoh-
tokoh politik lainnya untuk mendapatkan kekuasaan di wilayah baru. Alasan-alasan
seperti inilah yang menyebabkan pemekaran diragukan mampu membawa
kesejahteraan bagi masyarakat. Oleh karena alasan-alasan ini, kebijakan yang
dilakukan, lebih kepada penyatuan kabupaten.
Narasi-narasi yang Dipertentangkan di Dalam Pemekaran Kabupaten Bungo-
Tebo
Pemekaran Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo merupakan salah satu bentuk
pemekaran yang didapat dari kesempatan yang diberikan oleh pemerintah pusat.
Ketika kesempatan tersebut diberikan kepada daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten
Bungo-Tebo segera menyambut baik kesempatan tersebut. Pemekaran di Kabupaten
Bungo-Tebo segera dilakukan, dengan persiapan yang sangat singkat. Di awal
persiapan pemekaran, kondisi sebenarnya Kabupaten Bungo-Tebo bisa dikatakan
belum siap untuk dimekarkan. Namun hal tersebut tidak diperhatikan secara
Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 4, No. 2 2010 | 225
seksama oleh pemerintah, dan menjadikan ”kepentingan masyarakat” sebagai alasan
untuk tetap dilakukannya pemekaran tersebut. Di dalam pelaksanaan dan persiapan
pemekaran, ada banyak aktor yang terlibat di dalamnya. Walaupun pada akhirnya
pemekaran berhasil dilakukan, dan tiap aktor memiliki harapan pemekaran mampu
memberikan perubahan lebih baik, namun mereka masing-masing memiliki
pendapat bagaimana pemekaran dilakukan. Pemekaran memang diharapkan mampu
memberikan perubahan lebih baik bagi masyarakat di Kabupaten Bungo-Tebo.
Namun demikian, diantara beberapa aktor yang terlibat di dalam pemekaran,
memiliki beberapa keragu-raguan terhadap keberhasilan pemekaran, dan aktor-aktor
lainnya, memiliki keyakinan yang besar atau sangat mengharapkan pemekaran
dilakukan.
Keragu-raguan dan keyakinan dari tiap aktor yang terlibat di dalam pemekaran
berbeda-beda, walaupun sebagian besar mengharapkan pemekaran dilakukan,
dengan harapan mampu membawa perubahan di masyarakat. Dari kutipan tersebut
juga dapat disimpulkan di dalam tabel berikut tentang pendapat dari masing-masing
aktor terhadap pemekaran.
Tabel 1. Pendapat Tiap Aktor yang Terlibat di Dalam Pemekaran Kabupaten
Bungo-Tebo 2009
Aktor
-
ragu terhadap pemekaran
Ya
kin terhadap pemekaran
Pemerintah/
Pejabat
Kesempatan pemekaran tidak
datang dua kali, dan harus
dimanfaatkan
Elit politik
Dengan pemekaran, akan
memperpendek birokrasi yang
ada
Mantan pejabat
Pemekaran dilakukan jika
masyarakat siap
Pemekaran merup
akan
kesempatan yang tidak boleh
disia-siakan
Tokoh
adat/agama
Pemekaran adalah kesempatan
yang tidak boleh disia-siakan
LSM
Pemekaran hanya merupakan
kamuflase yang mengatasnamakan
kepentingan masyarakat
Tokoh Pemuda
Pemekaran harus dilakukan untuk
memeratakan pembangunan
Elit masyarakat
lokal
Pemekaran bisa dilakukan jika
nantinya menjadikan pemerintah
lebih memberikan perhatian
Masyarakat
Pemekaran bisa dilakukan jika
membawa perubahan baik bagi
masyarakat
Sumber : Data Primer (diolah) 2009
Tabel di atas menggambarkan bahwa tiap aktor memiliki alasan dan ide masing-
masing terhadap pemekaran. Beberapa diantara aktor yang terlibat memiliki keragu-
raguan terhadap keberhasilan pemekaran, dan diantaranya sangat yakin jika
pemekaran mampu membawa perubahan baik bagi masyarakat. Aktor yang
226 | Farida, Aulia et.al Pertarungan Gagasan dan Kekuasaan dalam Pemekaran Wilayah
memiliki keyakinan besar terhadap pemekaran adalah mereka yang yang berasal
dari elit birokrasi, elit politik dan sebagian besar mantan pejabat daerah. Mereka
inilah, yang di dalam pemekaran memiliki keterlibatan terbesar, karena didukung
oleh kekuasaan yang mereka miliki. Sedangkan aktor lain seperti LSM, tokoh
kepemudaan, elit lokal dan masyarakat, merupakan aktor yang memiliki keragu-
raguan terhadap keberhasilan pemekaran. Mereka juga setuju jika pemekaran
dilakukan, tetapi harus mampu membawa perubahan yang baik bagi masyarakat.
Walaupun tiap aktor pada dasarnya setuju jika pemekaran dilakukan, namun mereka
memiliki syarat-syarat masing-masing di dalam pelaksanaan pemekaran tersebut.
Pertarungan Dua Pihak, Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo
Adanya beragam gagasan dan kepentingan di dalam pemekaran menyebabkan
persaingan-persaingan diantara aktor-aktor yang terlibat di dalm pemekaran.
Sebagian dari aktor yang terlibat di dalam pemekaran, seperti pemerintah, pejabat
pemerintah, mantan pejabat dan tokoh politik lainnya adalah aktor-aktor yang sangat
menyetujui pemekaran. Sedangkan aktor-aktor lain seperti LSM, organisasi pemuda
dan sebagian besar masyarakat adalah aktor-aktor yang meragukan pemekaran
mampu membawa perubahan dan mensejahterakan masyarakat. Namun karena
aktor-aktor yang menyetujui pemekaran adalah mereka yang memiliki kekuasaan di
daerah, menyebabkan persaingan antara aktor-aktor yang terlibat dimenangkan oleh
mereka.
Gagasan aktor-aktor yang setuju dan mendukung pemekaran, pada akhirnya berhasil
memenangkan pemekaran, dan pemekaran tersebut berhasil dilakukan. Kabupaten
Bungo-Tebo dimekarkan pada tahun 1999. Ketika kabupaten ini dimekarkan, maka
akan muncul kabupaten baru dengan wilayah-wilayahnya masing. Banyak
persyaratan yang harus dipenuhi oleh daerah yang ingin memekarkan wilayahnya.
Salah satunya adalah masalah demografi. Dengan adanya wilayah baru, masalah
batas wilayah dan penduduk merupakan hal penting untuk kelangsungan wilayah
tersebut ke depannya. Untuk Kabupaten Bungo-Tebo sendiri, masalah demografi
memilih sejarah tersendiri sehingga, kabupaten tersebut berhasil dimekarkan.
Ketika Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo dibentuk, penentuan batas wilayah
belum menunujukkan batas-batas yang riil. Ketika berkas-berkas diajukan ke pusat
untuk pertama kalinya, batas wilayah untuk kedua kabupaten baru ini, hanya berupa
batas-batas umum. Ketika pengajuan tersebut ditolak, maka untuk melengkapinya
ditentukanlah batas-batas wilayah, yang pada awal perencanaan hanyalah sementara.
Hal ini karena tenggat waktu yang relatif singkat yang diberikan oleh pusat agar
daerah bisa mengajukan pemekaran di wilayahnya. Pada awalnya pembagian
wilayah untuk kedua kabupaten baru, dibagi berdasarkan wilayah kewedanaan
(pemerintahan) lama, dimana di Kabupaten Bungo-Tebo terdapat dua kewedanaan,
yaitu kewedanaan Bungo dan kewedanaan Tebo. Secara otomatis, kewedanaan
Bungo menjadi wilayah untuk Kabupaten Bungo dan kewedanaan Tebo menjadi
wilayah untuk Kabupaten Tebo. Namun demikian, batas-batas wilayah tersebut
masih berupa batas-batas umum, dan batas riil wilayah masing-masing kabupaten
belum ditentukan. Sedangkan pemerintah pusat meminta kelengkapan bahan-bahan
yang diajukan beserta keterangan dari batas-batas wilayah baik secara garis besar
ataupun secara riilnya. Karena waktu yang diberikan sangat singkat, maka pada awal
perencanaan pemekaran wilayah, batas-batas wilayah ditentukan berdasarkan
Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 4, No. 2 2010 | 227
kecamatan yang masuk ke dalam wilayah masing-masing kabupaten baru yang akan
dibentuk.
Jika dilihat berdasarkan batas alam, batas wilayah kewedanaan Bungo dan Tebo
adalah sebuah sungai, yaitu Sungai Alai, yang membagi dua Kabupaten Bungo dan
Tebo. Oleh karena itu, batas tersebut kembali digunakan untuk menentukan batas
bagi wilayah kabupaten yang akan dibentuk. Namun karena waktu yang diberikan
untuk mempersiapkan semuanya sangat singkat, maka batas alam yang berada di
dalam wilayah, tidak dapat ditentukan dengan detil. Dengan demikian, batas-batas
wilayah hanya ditetukan berdasarkan kecamatan yang dibagi ke masing-masing
kabupaten yang baru. Ketika persiapan pemekaran tersebut, disetujui bahwa batas
tersebut berdasarkan kecamatan. Namun hal itu hanya untuk sementara, dan akan
dikembalikan nantinya beradasarkan batas alam dan menurut sejarah setelah
pemekaran diresmikan. Permasalahan batas wilayah yang belum terselesaikan
hingga sekarang memiliki alasan masing-masing bagi kedua Kabupaten yang
berseteru. Ada dua Wilayah yang menjadi permasalahan hingga sekarang, yang
mana keduanya adalah wilayah transmigrasi. Kedua wilayah tersebut adalah Rimbo
Bujang dan Kuamangkuning. Dalam kasus ini, Rimbo Bujang lebih menjadi rebutan
oleh kedua kabupaten. Ada beberapa alasan wilayah ini dijadikan rebutan kedua
belah pihak. Diantaranya adalah sebagai alasan ekonomi dan alasan politik.
Pertarungan Politik di dalam Penetuan Batas Wilayah Kabupaten
Permasalahan batas wilayah yang belum terselesaikan hingga sekarang memiliki
alasan masing-masing bagi kedua Kabupaten yang berseteru. Ada dua Wilayah yang
menjadi permasalahan hingga sekarang, yang mana keduanya adalah wilayah
transmigrasi. Kedua wilayah tersebut adalah Rimbo Bujang dan Kuamangkuning.
Dalam kasus ini, Rimbo Bujang lebih menjadi rebutan oleh kedua kabupaten. Ada
beberapa alasan wilayah ini dijadikan rebutan kedua belah pihak yang berseteru.
Diantaranya adalah sebagai alasan ekonomi dan alasan politik.
Dilihat dari sudut pandang politik, Rimbo Bujang adalah wilayah yang menjanjikan
bagi kabupaten yang memilikinya. Setelah pemekaran Rimbo Bujang ditetapkan
oleh pemerintah masuk ke dalam wilayah Kabupaten Tebo. Di antara semua
kecamatan yang ada di Kabupaten Tebo, pertumbuhan di Rimbo Bujang adalah yang
terbaik dan terpesat. Bahkan Rimbo Bujang mampu memberikan pemasukan
terbesar bagi daerah. Hampir 70 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten
Tebo disokong oleh Rimbo Bujang (Tebo Dalam Angka 2003). Dengan demikian
tidaklah aneh jika wilayah ini sangat dipertahankan oleh Kabupaten Tebo. Selain
alasan ekonomi tersebut, wilayah Rimbo Bujang memiliki jumlah penduduk yang
sangat besar. Hampir 60 persen penduduk Kabupaten Tebo berdomisili di Rimbo
Bujang (Tebo Dalam Angka 2003). Rimbo Bujang menjadi penentu salah satu syarat
agar Tebo bisa menjadi kabupaten, karena Rimbo Bujang memberikan sumbangan
jumlah penduduk bagi kabupaten tersebut.
Jumlah penduduk yang banyak, juga menjadikan Rimbo Bujang sebagai wilayah
yang diperebutkan. Hal ini terkait dengan isu politik pemilihan wakil rakyat dan
pemilihan daerah. Oleh karena pemilihan yang berdasarkan mata pilih, maka Rimbo
Bujang yang memiliki jumlah penduduk terbesar di Kabupaten Tebo dipertahankan.
Suara dari tiap mata pilih yang ada di wilayah inilah, yang menjadi alasan Rimbo
228 | Farida, Aulia et.al Pertarungan Gagasan dan Kekuasaan dalam Pemekaran Wilayah
Bujang menjadi rebutan bagi kedua kabupaten khususnya Kabupaten Tebo. Adanya
dugaan bahwa, Rimbo Bujang dimanfaatkan sebagai basis suara menjadikan
masalah ini sebagai isu politik.
Isu politik lain yang berkembang di dalam pertikaian mempertahankan Rimbo
Bujang adalah keinginan untuk membentuk kota atau kabupaten tersendiri. Setelah
beberapa tahun pemekaran terjadi, konflik batas wilayah antara kedua kabupaten
sedikit mereda, walaupun sampai sekarang masalah tersebut belum diselesaikan
dengan tuntas. Masyarakat dimasing-masing kabupaten yang semula meolak
penentuan batas kembali sudah bisa diajak untuk bermusyawarah. Tetapi sedikitr
berbeda dengan masyarakat yang berada di Rimbo Bujang sendiri. Mereka tidak
setuju jika wilayah mereka dipecah, dimana sebagian masuk ke Kabupaten Bungo
dan sebagian lagi masuk ke Kabupaten Tebo. Kondisi seperti ini dicurigai oleh pihak
Bungo, bahwa ada indikasi Rimbo Bujang akan membentuk kota atau kabupaten
sendiri. Hal ini bisa saja terjadi, karena kondisi Rimbo Bujang yang terus
berkembang pada suatu waktu akan siap untuk dijadikan kota atau kabupaten baru.
Agar hal tersebut dapat terwujud, maka wilayah Rimbo Bujang akan lebih baik tetap
berada di satu kabupaten. Kecurigaan-kecurigaan seperti ini tidak terlepas dari
muatan politik. Hal lain yang menunjukkan adanya indikasi akan dibentuknya kota
atau kabupaten baru, adalah kebijakan pembangunan yang lebih berpusat ke arah
Rimbo Bujang dibandingkan daerah lainnya.
Analisis Kelompok-Kelompok Strategis dan Kepentingan Mereka Di dalam
Pemekaran Wilayah Kabupaten Bungo-Tebo
Di dalam perencanaan pemekaran dan tahapan menuju pemekaran, pemerintah ikut
melibatkan pihak-pihak lainnya, diantaranya adalah tokoh-tokoh masyarakat yang
memiliki kekuasaan, dan materi, seperti para mantan pejabat yang pernah berkuasa
di Kabupaten Bungo ataupun di Provinsi Jambi. Pemerintah juga mengajak tokoh-
tokoh adat dan agama yang ada di masyakat. Namun sebagian besar dari tokoh
masyarakat tersebut juga merupakan orang-orang yang dulunya memiliki kedudukan
atau bekerja di pemerintahan. Di dalam pemekaran Kabupaten Bungo-Tebo, setiap
aktor yang terlibat di dalam pemekaran memiliki posisi, ide dan tujuan tertentu, dan
membentuk kelompok-kelompok yang saling berafiliasi dengan kelompok lainnya.
Posisi masing-masing aktor di dalam pemekaran juga dijelaskan di dalam tabel 2
sebagai berikut:
Hampir sama dengan gambar 2 tentang bagan posisi aktor di dalam pemekaran
Kabupubaten Bungo dan Kabupaten Tebo di bawah, tabel 2 kembali menjelaskan
bahwa, setiap aktor memiliki posisi tertentu di dalam pemekaran. Mereka juga
memiliki kepentingan dan harapan masing-masing di dalamnya. Tidak hanya itu,
mereka juga saling berafiliasi di dalam memenangkan kepentingan tersebut. Namun
demikian, sangat jelas terlihat bahwa dari setiap aktor yang terlibat, mereka yang
memiliki kekuasaanlah yang akan berhasil memenangkan gagasannya. Di dalam
kasus pemekaran Kabupaten Bungo-Tebo, aktor tersebut adalah pemerintah dan elit-
elit yang berkuasa. Kedua aktor ini bisa dikatakan sebagai pelaku utama pemekaran,
dan mampu memanfaatkan aktor lainnya untuk mendukung gagasan mereka.
Selain Tabel 2 (terdapat di dalam lampiran) yang menjelaskan tentang posisi tiap
aktor di dalam pemekaran, teradap bagan yang juga menjelaskan hal tersebut. Bagan
Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 4, No. 2 2010 | 229
dibawah ini, menunjukkan sekilas peta kelompok dan posisinya di dalam
pemekaran:
Tabel 2. Tabel Posisi Aktor di Dalam Isu Pemekaran Kabupaten Bungo-Tebo
2009
No
.
Aktor
Afiliasi
organisasi
Posisi terhadap
pemekaran
Kepentingan
yang diusung
Aliansi
dengan aktor
alinnya
1
Pemerintah
Pemerintahan/
politik
Setuju/penggagas
Pelayanan
publik/
pemekaran
kekuasaan
Semua aktor
terlibat
terutama elit
berkuasa
2
Elit politik
Politik
partai/non
partai
Setuju/pendukung
penuh
Mendapatkan
kekuasaan
Semua aktor
terlibat
terutama elit
berkuasa
3
Tokoh
masyarakat
(mantan
Pejabat daerah)
Politik/ sipil
Setuj
u/pendukung
penuh
Distribuai
kekuasaan
Semua aktor
terlibat
terutama elit
berkuasa
4
Tokoh agama
Keagamaan
Setuju
-
Pemerintah
5
Tokoh adat
Adat
Setuju
-
pemerintah
6
LSM/organisasi
pemuda
Non
-
pemerintah
Mendukung dan
memantau
Mendapat
bagian di
dalam
pemekaran
Pemerintah/
masyarakat
7
Elit lokal/desa
Pemerintah/
lokal
Perpanjangan
tangan pemerintah
Distribusi
kekuasaan
Pemerintah/
masyarakat
8
Masyarakat
Sipil
Setuju/kepas
-
rahan/ketidakpeduli-
an/meragukan
Mendapatkan
kesejahteraan
Dimanfaatkan
aktor lainnya
Sumber : Data Primer (diolah) 2009
Gambar di bawah, memberikan bukti-bukti bahwa mereka yang sejutu dan yakin
dengan pendekatan pemekaran sebagai strategi pembangunan daerah adalah elit
politik, birokrasi, adat dan agama. Sedangkan grass-root pada umumnya adalah
mereka yang meragukan pemekaran daerah sebagai strategi pembangunan.
Bagan di atas menunjukkan bahwa setiap aktor memiliki posisi masing-masing di
dalam pemekaran. Namun secara keseluruhan tiap aktor yang terlibat memiliki
tingkatan keberterimaan didalam menyikapi pemekaran. Setiap aktor memiliki
alasan, ide dan gagasan sendiri di dalam pelaksanaannya. Pada kasus pemekaran
Kabupaten Bungo-Tebo, sebagian besar tokoh-tokoh yang terlibat di dalam
perencanaan pemekaran wilayah, adalah para tokoh yang secara tidak langsung
mempunyai kaitan terhadap pemerintah. Seperti tokoh adat dan tokoh agama, yang
sebagian besar adalah mereka yang pernah menjadi anggota DPRD Kabupaten
Bungo-Tebo, atau merupakan pensiunan PNS. Selain itu juga para elit politik baik
dari partai maupun non-partai, dimana mereka juga memiliki hubungan erat dengan
pemerintahan yang berkuasa, terutama di dalam pemerintahan legislatif. Maka
secara otomatis mereka mendukung dan pro kepada pemerintah. Begitu juga dengan
230 | Farida, Aulia et.al Pertarungan Gagasan dan Kekuasaan dalam Pemekaran Wilayah
tokoh masyarakat yang sebelumnya adalah mantan pejabat di kabupaten tersebut,
seperti mantan bupati dan wakilnya, dan mantan anggota DPRD lainnya. Tokoh-
tokoh masyarakat seperti ini, biasanya adalah mereka yang memiliki kekukatan dan
kekuasaan, baik itu materi, sehingga pemerintah cenderung lebih memihak kepada
mereka.
Gambar 2. Bagan Peta Kelompok dan Posisinya di dalam pemekaran
Bungo-Tebo 2009
Aktor-aktor Yang Terlibat di Dalam Pemekaran Kabupaten Bungo- Tebo
Pemekaran wilayah dilakukan agar birokrasi dan pelayanan pemerintahan menjadi
lebih efektif dan efisien sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tujuan tersebut adalah tujuan ideal dari pemekaran wilayah. Namun kondisi di
lapangan, tujuan utama tersebut belum tentu terwujud ataupun menjadi alasan
pemekaran dilakukan. Ada banyak kepentingan dan tujuan lain yang terlibat di
dalamnya. Hal ini karena tidak sedikit pihak yang memiliki andil di dalam
terwujudanya suatu pemekaran wilayah. Pemekaran wilayah melibatkan banyak
pihak di dalam pelaksanaannya. Setiap pihak yang terlibat memiliki kepentingan dan
tujuan masing-masing. Kepentingan yang ada di dalamnya bisa berupa kepentingan
pribadi, golongan atau pun kepentingan yang benar-benar bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Kepentingan dan gagasan dari tiap
aktor yang terlibat di dalam pemekaran tersebut dapat dilihat di dalam tabel 3
berikut:
Di dalam pemekaran Kabupaten Bungo-Tebo sendiri, tidak hanya satu pihak yang
terlibat di dalamnya. Di akhir tahun 1998, pemerintah pusat memberikan
kesempatan kepada daerah untuk mengajukan pemekaran di wilayah mereka
Yakin terhadap
pemekaran
Elit
Grass-root
Elit agama
Elit
adat
/cendikiawan
Elit
politik
LSM
Tokoh
pemuda
Elit
lokal
masyarakat
Ragu
-
ragu
Terhadap
pemekaran
Pejabat
Negara
Sumber : Data Primer (diolah) 2009
Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 4, No. 2 2010 | 231
masing-masing. Kesempatan yang diberikan oleh pemerintah pusat ini memiliki
batas waktu yang cukup singkat, karena pada waktu itu, masa jabatan DPR, MPR
dan Presiden sudah hampir berakhir. Melihat adanya kesempatan yang diberikan
oleh pemerintah pusat dan singkatnya waktu yang diberikan, pemerintah daerah
segera melakukan koordinasi di wilayahnya agar pengajuan pemekaran di wilayah
mereka dapat disetujui.
Agar persiapan pemekaran wilayah dapat berlangsung dengan cepat, maka
pemerintah daerah Tingkat I, langsung berkoordinasi dengan pemerintah daerah
Kabupaten setelah mendapatakan informasi dari pusat. Setelah informasi tentang
pemekaran tersebut sampai ke pemerintah daerah kabupaten, maka pemerintah
segera melibatkan banyak tokoh di dalam perumusan persiapan pemekaran, agar
pemekaran segera dapat berjalan dengan baik. Selain pemerintah, tokoh politik
seperti tokoh-tokoh partai politik juga ikut terlibat. Pada tahun 1999, partai yang
berada di DPR-dan MPR sudah lebih dari tiga partai. Namun untuk di daerah,
khususnya Kabupaten Bungo-Tebo, tiga partai besar seperti PDIP, Golkar dan PPP,
masih menguasai politik di Bungo-Tebo. Tokoh-tokoh dari tiga partai politik ini ikut
berepran di dalam pemekaran wilayah Bungo-Tebo, khususnya mereka yang duduk
di kursi DPRD Tingkat II. Selain keterlibatan tokoh politik dan pemerintah, tokoh
adat dan masyarakat juga ikut di dalam perumusan dan persiapan pemekaran
wilayah. Beberapa tokoh adat dan masyarakat seperti ketua dan yang dituakan
dilembaga adat dan masyarakat di Bungo-Tebo serta tokoh agama seperti ketua MUI
juga ikut dilibatkan. Tidak hanya tokoh-tokoh pemerintahan yang masih aktif saja
yang ikut berperan di dalam pemekaran Bungo-Tebo, mantan-mantan pejabat yang
pernah memerintah dan menjabat di Bungo-Tebo juga ikut berperan, seperti mantan-
mantan Bupati, dan pejabat lainnya.
Pihak-pihak yang terlibat di dalam pemekaran sebagian besar adalah mereka yang
menjadi elit di masayarakat, baik itu sebagai elit pemerintahan di tingkat daerah
hingga lokal, elit agama, adat, bahkan elit pemuda. Setiap elit yang terlibat tersebut
memiliki peranan dan kepentingan masing-masing. Lebih terlihat lagi di dalam
penjelasan tentang peranan elit pemerintahan baik di tingkat daerah maupun lokal.
Elit pemerintahan di tingkat daerah memiliki peranan besar di dalam melobi
bermacam-macam pihak agar usulan pemekaran diterima dan sesuai dengan
persyaratan. Sedangkan untuk elit lokal seperti kepala desa, dibebani tanggung
jawab oleh pemerintah daerah untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tentang
pemekaran, dan mengajak masyarakat untuk mendukung pemekaran. Dengan
demikan, jika dukungan masyarakat dibutuhkan, terutama untuk penentuan batas
wilayah dan penggunaan wilayah, pemerintah daerah akan lebih mudah
mendapatkan bantuan dan dukungan tersebut.
232 | Farida, Aulia et.al Pertarungan Gagasan dan Kekuasaan dalam Pemekaran Wilayah
Tabel 3. Tabel Gagasan yang di Usung Oleh Setiap Aktor di dalam
PemekaranKabupaten Bungo-Tebo 2009
Alasan bagi yang Ragu-ragu Terhadap
Pemekaran Alasan bagi yang Yakin Terhadap
Pemekaran
Sosial Ekonomi Politik Sosial Ekonomi Politik
Pemerinta
h/
Pejabat
- - - Meningka
tkan
kesejahter
aan
masyarak
at
Tidak ingin
membuang
kesempatan
dari pusat
Elit
politik Memiliki
peranan
di
masyarak
at
Memperoleh
kesempatan
berkuasa di
wilayah baru
Mantan
pejabat - - Takut
dijadikan
sebagai
ajang cari
kekuasaan
- - Memperoleh
kesempatan
berkuasa di
wilayah baru
Tokoh
adat/aga
ma
Takut
terjadi
perebutan
kekuasaan
Pembang
unan
yang
merata
Meningkatk
an
perekonomi
an
Pemekaran
1999,
merupakan
kesempatan
LSM Kondisi
masyarak
at yang
belum
siap
Pemanfaatan
ekonomi oleh
golongan
tertentu
Terdapat
perebutan
kekuasaan/a
danya
kepentingan
politik
- - -
Tokoh
Pemuda Masyara
kat tidak
dilibatka
n
Tidak ada
perubahan
kesempatan
kerja
Adanya
kepentingan
politik dari
golongan
tertentu
- - -
Elit
masyarak
at lokal
Ketidakmerat
aan
pembangunan
Persaingan
mendapat
kekuasaan
- Meningkatk
an
perekonomi
an
masyarakat
-
Masyarak
at Masyara
kat tidak
dilibatka
n
Tetap Tidak
mendapat
akses
ekonomi
secara merata
Dimanfaatk
an untuk
mendapat
kekuasaan
Pembang
unan
merata
Meningkatk
an
perekonomi
an
-
Sumber: Data primer (diolah) 2009
Manuver-manuver Aktor di dalam Mencapai Pemekaran Kabupaten Bungo-
Tebo
Pemekaran wilayah dilatarbelakangi oleh banyak hal. Salah satu diantaranya adalah
adanya rekayasa atau bentukan dari sekelompok orang atau elit tertentu, sehingga
masyarakat dikondisikan membutuhkan pemekaran tersebut diwujudkan. Ketika
Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 4, No. 2 2010 | 233
yang melatarbelakangi pemekaran adalah kondisi seperti itu, maka akan ada banyak
pihak yang terlibat di dalam. Setiap pihak yang ikut bermain, mempunyai tujuan dan
kepentingan masing-masing. Di dalam mewujudkan tiap-tiap kepentingan tersebut
setiap aktor yang terlibat di dalam pemekaran memliki manuver-manuver tersendiri.
Keberhasilan maisng-masing menuver dari tiap-tiap aktor yang terlibat tersebut tidak
terlepas dari kekuasaan yang mereka miliki. Di dalam kasus pemekaran Kabupaten
Bungo dan Kabupaten Tebo. Pihak yang memiliki kekuasaan besar, seperti
pemerintah serta elit birokrasi adalah mereka yang memiliki kekusaan tersebut.
Manuver-manuver tiap aktor di dalam pemekaran dapat dilihat dari tabel 4 berikut:
Dari tabel di atas bisa dilihat, jika peranan pemerintah sangat besar. Bisa
disimpulkan bahwa gagasan dan ide pemekaran berasal dari pemerintah, baik pusat,
provinsi atau pun daerah itu sendiri Dari tabel di atas bisa dilihat, jika peranan
pemerintah sangat besar. Bisa disimpulkan bahwa gagasan dan ide pemekaran
berasal dari pemerintah, baik pusat, provinsi atau pun daerah itu sendiri. Pemerintah
merupakan salah satu pihak yang ikut memiliki andil di dalam mewujudkan
pemekaran. Pemerintah disini tidak hanya pemerintah sebagai suatu badan atau
organisasi, tetapi individu-individu yang berada di dalam pemerintahan tersebut juga
memiliki tujuan yang berbeda, dengan pemerintah ketika sebagai organisasi. Ada
banyak hal yang dilakukan oleh pemerintah sebagai salah satu elit yang terlibat di
dalam pencapaian suatu pemekaran wilayah. Usaha-usaha yang dilakukan oleh
pemerintah bisa berupa rekayasa politik, penghegemonian terhadap kelompok lain,
dan lainya. Sebagai organisasi yang resmi, pemerintah memiliki kekuatan dan
kewenangan resmi untuk mewujudkan terjadinya pemekaran. Kekuasaan yang
dimiliki oleh pemerintah sebagai suatu organisasi inilah, yang terkadang
dimanfaatkan oleh individu tertentu yang memiliki kedudukan di pemerintahan
tersebut.
Untuk kasus pemekaran di Kabupaten Bungo-tebo, pemerintah berperan sebagai
penguasa, penggagas, dan pelaksana dari pemekaran tersebut, baik pemerintah
sebagai suatu organisasi, ataupun pemerintah yang digunakan oleh individu-individu
yang berkuasa di dalamnya. Di Kabupaten Bungo-Tebo, setelah adanya
pemberitahuan dari pihak pusat bahwa ada kesempatan bagi setiap wilayah untuk
memekarkan daerahnya, pemerintah daerah Jambi dan pemeritah daerah tingkat dua
Bungo-Tebo segera melakukan tindakan untuk mempersiapkan pemekaran tersebut.
Jika dilihat berdasarkan fakta dilapangan, pada tahun 1999, sebenarnya banyak hal
yang belum disiapkan oleh Kabupaten Bungo-Tebo untuk menjadi dua kabupaten.
Namun pemerintah dengan kekusaannya, berusaha untuk memenuhi hal tersebut
dalam waktu yang relatif singkat. Untuk mewujudakan pemekaran tersebut, semua
pihak yang terlibat di dalamnya, baik itu masyarakat sendiri, harus mempunyai suara
yang sama dengan pemerintah, yaitu setuju akan pemekaran. Di dalam pencapaian
kata setuju inilah, pemerintah melakukan tindakan yang disebut penghegemonian
itu.
234 | Farida, Aulia et.al Pertarungan Gagasan dan Kekuasaan dalam Pemekaran Wilayah
Tabel 4. Manuver-manuver masing-masing aktor di dalam pemekaran wilayah
2009
No
Tokoh/Aktor
Manuver
1
Pemerintah
Provinsi
Melobi Pusat
2
Pemerintah
Daerah (elit
birokrasi)
Mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat baik ditingkat desa
agar mensosialisasikan pemekaran ke masyarakat
Mengajak tokoh adat dan tokoh agama ikut ke dalam rapat
dan pertemuan yang membahas pemekaran wilayah
Mengkoordinir semua dinas pemerintahan untuk
mempersiapkan syarat-syarat pemekaran wilayah
Bekerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat (mantan
pejabat) untuk mempersiapkan pemekaran
Pelobian ke pusat agar di dalam penilaian kelengkapan
syarat pemekaran disetujui
Menggunakan tokoh masyarakat di desa untuk mendekati
masyarakat agar menyetujui terjadinya pemekaran
Melobi Pusat, provinsi, dan masyarakat untuk menyetujui
masalah batas wilayah
3
Elit Adat
Mendukung dan menyetujui pemerintah untuk dilakukannya
pemekaran (lebih sebagai alat bagi pemerintah agar
pemekaran wilayah terwujud
4
Elit Agama
Sama dengan tokoh Adat
5
Elit Masyarakat
di Pedesaan
Sebagai alat bagi pemerintah untuk mensosialisasikan ke
masyarakat luas tentang pemekaran
Mengajak masyarakat agar setuju membantu pemerintah
mensukseskan pemekaran, seperti memberikan lahan untuk
digunakan sebagai perkantoran ataupun jalan
6
Elit Masyarakat
(mantan Pejabat
pemerintahan)
Ikut Melobi ke Pusat
7
Tokoh Politik
(Tokoh Partai)
Ikut Melobi ke Pusat
8
LSM
Memantau manuver elit politik dan elit birokrasi di dalam
melobi dan mempersiapkan pemekaran
9
Tokoh Pemuda
Memantau manuver elit politik dan elit birokrasi di dalam
mempersiapkan pemekaran
Mensosialisasikan pemekaran kepada masyarakat
Sumber: Data Primer (diolah) 2009
Pemerintah mengundang tokoh-tokoh masyarakat di dalam perumusan perencanaan
pemekaran. Tokoh-tokoh masyarakat yang di undang di dalam perumusan ini,
adalah mereka yang telah memiliki ide atau pun yang telah menerima ide dan
gagasan dari pemerintah sebagai keinginan mereka sendiri. Bagi masayarakat secara
umum, ketika pimpinan mereka (para tokoh masyarakat) telah setuju akan
pemekaran tersebut, maka mereka secara otomatis menerima keputusan tersebut,
walaupun pada kenyataannya mereka tidakdilibatkan di dalam pembentukkannya.
Hal ini karena masyarakat kebanyakan menganggap bahwa, apa yang telah
diputuskan oleh pemerintah dan tokoh masyarakat tersebut adalah keputusan
bersama yang harus dilaksanakan. Untuk Kabupaten Bungo-Tebo sendiri,
Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 4, No. 2 2010 | 235
pemerintah mengundang para tokoh masyarakat, seperti tokoh adat, para mantan
pasirah, dan kepala-kepala desa, dengan tujuan agar mereka bisa mempengaruhi atau
mengarahkan masyarakat untuk mendukung terlaksananya pemekaran wialyah. Oleh
karena keputusan dari tokoh masyarakat yang mereka junjung, maka masyarakat
akan lebih mudah menerima keputusan tersebut. Rekayasa Elit Pemerintahan untuk
Mempercepat Pemekaran Wilayah
Pemerintah merupakan salah satu elit yang mempunyai kemampuan untuk
merekayasa suatu pemekaran. Pemerintah disini, tidak hanya pemerintah di dalam
artian organisasi, tetapi juga pemerintah dari sudut pandang masing-masing individu
yang ada di dalamnya. Untuk Kabupaten Bungo-Tebo sendiri, peranan pemerintah
sangatlah besar. Pemekaran di kabupaten ini, secara garis besar merupakan suatu
bentukan dari pemerintah. Hal ini karena, jika dilihat dari kondisi di lapangan
Kabupaten Bungo-Tebo pada tahun 1999 belum layak untuk dimekarkan. Kepadatan
penduduk yang masih rendah, pertumbuhan perekonomian dan pembangunan yang
belum merata, jumlah sumber daya manusia yang terbatas, sarana dan pra-sarana
yang tidak memadai, pendapatan daerah yang belum cukup menunjukkan tanda-
tanda bahwa kabupaten ini belum layak untuk dimekarkan. Namun ketika ada
kesempatan yang ditawarkan oleh pemerintah pusat pada tahun 1999 secara serentak
seluruh Indonesia, menyebabkan pemerintah daerah memaksa Kabupaten Bungo-
Tebo untuk dimekarkan. Sehingga banyak terjadi rekayasa-rekayasa yang dilakukan
oleh pemerintah. Untuk kasus di Bungo-Tebo, elit yang banyak berperan di dalam
merekayasa adalah pemerintah. Walaupun ada elit-elit lain yang ikut berperan,
namun sebagian besar mereka adalah elit yang pro dengan pemerintah, atau elit yang
mendapat dukungan dari pemerintah. Meraka adalah para tokoh masyarakat dan adat
yang sebelumnya merupakan mantan pejabat di daerah Jambi ataupun mantan PNS
disana. Sehingga apa yang menjadi kepentingan mereka tidak bertentangan dengan
apa yang menjadi kepentingan pemerintah.
Banyak faktor-faktor yang sebenarnya belum mampu dipenuhi oleh Kabupaten
Bungo-tebo untuk menjadi kabupaten baru. Namun karena tidak ingin membuang
kesempatan yang ada, banyak hal yang direkayasa seperti masalah perkantoran
pemerintahan, yang nantinya berkaitan erat dengan masalah administrasi
pemerintahan dan pelayanan terhadap masyarakat. Tidak tersedianya sarana
perkantoran membuat pemerintah kabupaten melakukan rekayasa, dengan
menjadikan beberapa kantor yang ada menjadi kantor sementara pemerintah.
ketergesa-gesaan dan singkatnya waktu juga memaksa pemerintah untuk segera
menentukan lokasi pemerintahan dan ibukota dari kabupaten yang baru. Hal ini
menjadi masalah, karena keputusan pemerintahan di dalam menentukan lokasi
tersebut kurang tepat, karen tidak berada di tengah-tengah, dan tidak semua wilayah
mudah menjangkaunya. Hal ini dikemudian hari memberikan permasalahan baru,
dimana terjadi ketidakmerataan pembangunan di Kabupaten Tebo.
Selain permasalahan perkantoran, rekayasa lain yang dilakukan oleh pemerintah
adalah masalah batas wilayah. Karena penetapan batas yang tergesa-gesa, masalah
pemekaran wilayah ini masih menyisakan suatu konflik terpendam hingga sekarang.
Di awal perencanaan pemekaran, batas wilayah merupakan permasalahan yang
tertinggal. Ketika itu, batas wilayah belum ditetapkan secara rinci, sedangkan batas
wilayah merupakan salah satu syarat kelengkapan dari pusat. Karena desakan waktu,
236 | Farida, Aulia et.al Pertarungan Gagasan dan Kekuasaan dalam Pemekaran Wilayah
ketika itu ditentukanlah batas wilayah sementara, yang tidak berdasarkan
kewedanaan yang telah ada, dan akan diubah kembali setelah pemekaran wilayah
diresmikan. Namun pada kenyataannya, hingga sekarang masalah tersebut belum
tuntas diselesaikan. Kembali lagi, ketergesa-gesaan pemerintah di dalam
mempersiapkan pemekaran wilayah menyisakan masalah di dalam perkembangan
selama sepuluh tahun kabupaten ini dimekarkan. Ketidakjelasan di dalam penetapan
batas wilayah menciptakan konflik berkepanjangan yang tidak terselesaikan hingga
sekarang.
KESIMPULAN
Pemekaran wilayah dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, dimana birokrasi yang ada menjadi lebih pendek dan sederhana, dan
semua sumber daya lokal dapat dinikmati dan dikelola langsung bagi dan oleh
masyarakatnya, dan pengawasan terhadap masyarakatnya juga menjadi lebih mudah.
Namun fakta di lapangan tujuan pemekaran seperti ini sangat jarang ditemukan.
Ketidaksiapan pemerintah di dalam pemekaran wilayah, tidak hanya membawa
dampak sesaat. Tetapi juga dirasakan oleh masyarakat hingga sekarang. Keputusan
tergesa-gesa di awal pemekaran, menyebabkan kebijakan pembangunan di
kabupaten baru tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Akibatnya, terjadi
pembangunan yang tidak merata, dan masyarakat tidak merasa puas akan pemekaran
yang ada. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa, pemekaran wilayah di
Kabupaten Bungo-Tebo, terutama Kabupaten Tebo bisa dikatakan belum berhasil.
Kegagalan pemerintah di dalam melaksanakan pemekaran selama sepuluh tahun,
disebabkan karena latar belakang pemekaran yang sebenarnya bukan untuk
kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan pribadi dari pihak-pihak (terutama elit
birokrasi dan elit poilitik berkuasa) yang terlibat di dalam proses pemekaran. Jika
melihat kondisi yang terjadi di Kabupaten Bungo-Tebo, bisa disimpulkan bahwa
pemekaran wilayah belum layak dilakukan pada tahun 1999. Oleh karena itu,
pemekaran di Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo, dapat dikatakan bukanlah
untuk kepentingan masyarakat, tetapi lebih sebagai pertarungan untuk memperoleh
kekuasaan di antara aktor yang terlibat.
Jika melihat penjelasan analisa sebelumnya, kebijakan pemekaran tidak membawa
perubahan ke arah yang lebih baik dan tidak membawwa kesejahteraan bagi
masyarakat, maka bisa dikatakan bahwa kebijakan tersebut gagal, dan sebaiknya
dihentikan. Bahkan jika dikaji lebih lanjut untuk ke depannya, penyatuan kembali
kedua kabupaten ini, merupakan saran yang patut dipertimbangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Agusniar, A. 2006. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perekonomian
Wilayah Dan Kesejahteraan Masyarakat, Studi Kasus Di Kabupaten Aceh
Singkil, Provinsi Naggroe Aceh Darusalam. Master Thesis. Program Studi
Pembangunan Wilayah Pedesaan, Program Pascasarjana IPB: Bogor.
Anonymous , 1999. Pemekaran Irja. www.mediaindo.co.id.
___________, 1999. Bungo Dalam Angka. Badan Statistik Provinsi Jambi
___________, 1999. Tebo Dalam Angka. Badan Statistik Provinsi Jambi
Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 4, No. 2 2010 | 237
___________, 2006. Bungo Dalam Angka. Badan Statistik Provinsi Jambi
___________, 2006. Tebo Dalam Angka. Badan Statistik Provinsi Jambi
__________, 2000. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun
2000 Tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran,
Penghapusan dan Penggabungan Pemerintah. 2000. Diunduh dari
www.indonesia-ottawa.org/page.php?s=2011PP129_2000&type
Babbie, E. 2004. The Practice of Social Research 10th. Wadsworth, Thomas
Learning: USA
Escobar A, 1990. After Nature: Step to an Antiessentialist Political Ecology.
University Of Chicago Press: JSTOR.
_________, 1998. Whose Knowledge, Whose nature? Biodiversity, Conservation,
and the Political Ecology of Social Movements. Journal of Political
Ecology. Volume 5.
Evers, H. D and Schiel T. 1990. Kelompok-Kelompok Strategis: Studi
Perbandingan tentang Negara, Birokrasi, dan Pembentukan Kelas di
Dunia Ketiga. Yayasan Obor Indonesia. (Hlm. 30-74): Jakarta.
Foucault M. 2002. Arkeologi Pengetahuan. Penerbit Qalam: Yogyakarta
Gutting, G, 2006. The Cambridge Companion To Foucault. Cambridge University
Press: New York
Hermawati, R. 2007. Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Wilayah: Analisis Kasus Provinsi Sumatra Selatan. Skripsi. Program
Studi Ekonomi Manajemen, IPB: Bogor.
Johnson, Richard, 2007. Post-Hegemony? I Don’t Think So. Sage Publication
Korten, D.C dan Sjahrir, 1988. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.
Lash, Scott, 2007. Power After Hegemony: Cultural Studies in Mutation. SAGE
Publication.
Lauer, R.H. 2003. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Penerbit Rineka Cipta.
Jakarta.
Lumbessy, K. 2005. Analisis dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perkembangan
Perekonomian Wilayah dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Di
Kabupaten Buru. Tesis. Program Studi Pembangunan Wilayah Pedesaan,
Program Pascasarjana IPB: Bogor.
Mills, C, Wright, 1956. The Power Elite. Colombia University
Sugiono, M, 1999. Kritik Antonio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga.
Pustaka Belajar. Yogyakarta
Sztompka, P. 1994. The Sociology of Social Change. Oxford: Blackwell Publishers
Thoburn, Nicholas, 2007. Pattern of Production: Culture Studies After Hegemony.
SAGE Publication.
238 | Farida, Aulia et.al Pertarungan Gagasan dan Kekuasaan dalam Pemekaran Wilayah
Turner, S B, 1999. Classical Sociology. SAGE Publication: London.
Article
Full-text available
An expansion of new village is hoped to be able to give positive effect to the society. However, structuring of expanded village, of course, has to do with regulations and rules recently. So, local government of Bulungan regency needs to do a good planning to expand Tanjung Indah Lestari village, Bukit Indah village, and Salimbatu Permai Village. The purpose of the research is: (1) to explain realization of expansion preparation to Tanjung Indah Lestari village, Bukit Indah village, and Salimbatu Permai Village, based on the local rules of BUlungan regency number 4, 2011 about establishment, abolition, annexation of a village and status change of a village becomes a political district, and (2) to explain the factors which influence expansion realization to Tanjung Indah Lestari village, Bukit Indah village, and Salimbatu Permai Village. In this research, the writer applies qualitative approach. This research is done at Bulungan regency, especially in Tanjung Indah Lestari village, Bukit Indah village, and Salimbatu Permai Village. Data collecting is done by interview, observation, and document analysis. The writer also applies qualitative descriptive analysis with data reduction steps, data presentation, and data verification to the technique of data analysis. The result of this research shows that the village chief and the society of Salimbatu Permai village have not understood concept of area expansion, purpose of expansion, and area expansion realization perfectly yet. If it is analyzed from the factors which influence village expansion, so it may be conclude that Tanjung Indah Lestari village, Bukit Indah village, and Salimbatu Permai Village have been appropriate as a definitive village. If it is analyzed from the factors which influence village expansion, it may be concluded that Bukit Indah village is the most appropriate village to be expanded. On the other hand, Tanjung Indah Lestari village is not still appropriate yet to be expanded. The inappropriate factors are communication factors among those villages and also means and infrastructure factors.
Article
This paper presents the outline of an anthropological political ecology that fully acknowledges the constructedness of nature while suggesting steps to weave together the cultural and the biological on constructivist grounds. From tropical rain forests to advanced biotechnology laboratories, the resources for inventing natures and cultures are unevenly distributed. The paper proposes an antiessentialist framework for investigating the manifold forms that the natural takes in today's world. This proposal builds on current trends in ecological anthropology, political ecology, and social and cultural studies of science and technology. The resulting framework identifies and conceptualizes three distinct but interrelated nature regimes-organic, capitalist, and techno-and sketches their characteristics, their articulations, and their contradictions. The political implications of the analysis are discussed in terms of the strategies of hybrid natures that most social groups seem to be faced with as they encounter, and try to stem, particular manifestations of the environmental crisis.
Article
The treatment in what follows of the politics of hegemony is not per se one of Gramsci, or Laclau or of Stuart Hall's earlier work. At stake is something that encompasses a more general regime of power that will be developed throughout the length of this: what might be called 'extensive politics'. What I will try to show is that such extensive power or such an extensive politics is being progressively displaced by a politics of intensity. I will trace the shift from hegemony or extensive politics to such an intensive politics in terms of: 1) a transition to an ontological regime of power, from a regime that in important respects is 'epistemological', 2) a shift in power from the hegemonic mode of 'power over' to an intensive notion of power from within (including domination from within) and power as generative force, 3) a shift from power and politics in terms of normativity to a regime of power much more based in what can be understood as a 'facticity'. This points to a general transition from norm to fact in politics. From hegemonic norm to what we will see are intensive facts. The fourth section will look at this shift through a change from an extensive (and hegemonic) regime of representation to an intensive regime of communications.
Whose Knowledge, Whose nature? Biodiversity, Conservation, and the Political Ecology of Social Movements
_________, 1998. Whose Knowledge, Whose nature? Biodiversity, Conservation, and the Political Ecology of Social Movements. Journal of Political Ecology. Volume 5.
Kelompok-Kelompok Strategis: Studi Perbandingan tentang Negara, Birokrasi, dan Pembentukan Kelas di Dunia Ketiga
  • H Evers
  • T Schiel
Evers, H. D and Schiel T. 1990. Kelompok-Kelompok Strategis: Studi Perbandingan tentang Negara, Birokrasi, dan Pembentukan Kelas di Dunia Ketiga. Yayasan Obor Indonesia. (Hlm. 30-74): Jakarta.
Arkeologi Pengetahuan. Penerbit Qalam: Yogyakarta Gutting, G, 2006. The Cambridge Companion To Foucault
  • M Foucault
Foucault M. 2002. Arkeologi Pengetahuan. Penerbit Qalam: Yogyakarta Gutting, G, 2006. The Cambridge Companion To Foucault. Cambridge University Press: New York
Post-Hegemony? I Don't Think So. Sage Publication Korten, D.C dan Sjahrir
  • Richard Johnson
Johnson, Richard, 2007. Post-Hegemony? I Don't Think So. Sage Publication Korten, D.C dan Sjahrir, 1988. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Penerbit Rineka Cipta
  • R H Lauer
Lauer, R.H. 2003. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Analisis dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perkembangan Perekonomian Wilayah dan Peningkatan
  • K Lumbessy
Lumbessy, K. 2005. Analisis dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perkembangan Perekonomian Wilayah dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Di Kabupaten Buru. Tesis. Program Studi Pembangunan Wilayah Pedesaan, Program Pascasarjana IPB: Bogor.
The Power Elite. Colombia University Sugiono, M, 1999. Kritik Antonio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga. Pustaka Belajar
  • C Mills
Mills, C, Wright, 1956. The Power Elite. Colombia University Sugiono, M, 1999. Kritik Antonio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga. Pustaka Belajar. Yogyakarta