ArticlePDF Available

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI): Perkembangan dan tantangannya

Authors:

Abstract

This paper is about PMRI, the Indonesian version of realisticmathematics education developed in the Netherlands. It is a movement toreform mathematics education in Indonesia. What and why PMRI andthe problems and challenges it faces in its development. It began as asmall experiment ten years ago, now becomes a national movement.Keywords: PMRI, realistic mathematics education DOI: http://dx.doi.org/10.22342/jme.1.1.791.11-16
IndoMS. J.M.E
Vol.1 No. 1 Juli 2010, pp. 11-16
Ketua Tim PMRI Pusat
11
PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI):
PERKEMBANGAN dan TANTANGANNYA
Robert K Sembiring
Abstract
This paper is about PMRI, the Indonesian version of realistic
mathematics education developed in the Netherlands. It is a movement to
reform mathematics education in Indonesia. What and why PMRI and
the problems and challenges it faces in its development. It began as a
small experiment ten years ago, now becomes a national movement.
Keywords: PMRI, realistic mathematics education
PENDAHULUAN
Sejarah kurikulum dan pelajaran matematika sekolah di Indonesia cukup
panjang. Soedjadi (Sejarah PMRI, bab 2) membaginya atas: (1) era sebelum 1975, (2)
era matematika modern, (3) kembali ke berhitung 1990-an , dan (4) masa “terpadu”.
Dalam periode terakhir ini mulai muncul perubahan paradigma dari guru mengajar
(teacher centered) ke siswa belajar (student centered). Pemecahan masalah (problem
solving) kembali mendapat perhatian penting. Berbagai metode, kata Soedjadi
selanjutnya, dicobakan: PBI (problem based instruction), discovery method,
cooperative learning, CTL (Contextual Teaching and Learning), konstruktivisme,
PAKEM (Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Semua
metode ini bersifat umum, tidak khusus untuk matematika. Mengenai berbagai
pendekatan ini dibahas khusus di Bab 4 buku Sejarah PMRI yang akan diterbitkan
oleh Dikti. Sayangnya, hampir semua inovasi ini berumur pendek, seumur proyeknya,
dan berdampak kurang signifikan.
PMRI muncul sebagai metode khusus untuk matematika. Tulisan ini khusus
membahas sejarah, perkembangan dan tantangan yang dihadapi dalam
mendiseminasikan PMRI di tanah air. Pembaca yang tertarik mengetahui lebih rinci
tentang PMRI, baik sejarah, teori yang mendasarinya, pelaksanaannya di sekolah,
pandangan para pakar pendidikan internasional tentang PMRI dapat memperolehnya
12
Robert K. Sembiring
dari buku A decade of PMRI in Indonesia, editor Sembiring, Hoogland & Dolk,
Bandung-Utrecht 2010. Buku ini telah diperbanyak oleh Kementerian Pendidikan
Nasional dengan kata pengantar oleh Wakil Menteri, Prof. Fasli Jalal, Ph. D. Juga
diharapkan akan terbit segera Sejarah PMRI dengan editor Suryanto dkk. Buku
terakhir ini semuanya sumbangan tulisan para pelakunya, mulai dari pengalaman
penggagasnya sampai pengalaman pelaksana di lapangan.
APA DAN MENGAPA PMRI
PMRI digagas oleh sekolompok pendidik matematika di Indonesia. Motivasi
awal ialah mencari pengganti matematika modern yang ditinggalkan awal 1990-an.
Penggantinya hendaklah yang tidak menakutkan siswa, jadi ramah dan dapat
menaikkan prestasi matematika siswa di dunia internasional. Di samping itu,
matematika pada dasarnya bersifat demokratis, jadi wajar bila melalui matematika
dapat ditanamkan budaya demokratis pada siswa. Pencarian yang lama akhirnya
menemukan jawabannya lewat RME (Realistic Mathematics Education) yang
diterapkan dengan sukses di Belanda sejak 1970-an dan juga di beberapa negara lain,
seperti di Amerika Serikat (disebut,a.l., Mathematics in Context). Salah satu
permasalahan terbesar dengan matematika modern ialah menyajikan matematika
sebagai produk jadi, siap pakai, abstrak dan diajarkan secara mekanistik: guru
mendiktekan rumus dan prosedur ke siswa (Fauzan, 2002). Fauzan mengamati di
kelas bahwa banyak murid menggunakan prosedur tanpa memahaminya.
PMRI merupakan suatu gerakan untuk mereformasi pendidikan matematika di
Indonesia. Jadi bukan hanya suatu metode pembelajaran matematika, tapi juga suatu
usaha melakukan transformasi sosial (Sembiring, 2007). Karakteristik dari pendekatan
tersebut adalah:
siswa lebih aktif berpikir,
konteks dan bahan ajar terkait langsung dengan lingkungan sekolah dan siswa,
peran guru lebih aktif dalam merancang bahan ajar dan kegiatan kelas.
Suatu transisi dari cara tradisional, pendekatan yang berorientasi pada kemampuan
teknis ke arah reformasi pendidikan matematika yang berdasarkan pemecahan
masalah merupakan inovasi yang kompleks. Ini menuntut perubahan pada sikap guru
dalam mengajar dan memperlakukan siswa. Faktor penting dalam menjamin
kesuksesan reformasi ini adalah pelatihan guru dan pendidikan guru di LPTK. Faktor
13
PMRI Perkembangan dan Tantangannya
lain ialah baik guru dan dosen yang terlibat merasa bahwa reformasi ini milik mereka.
Rasa kepemilikan akan tumbuh bila para dosen dan guru didorong terlibat dalam
pengembangannya, jadi bukan sebagai alat saja. PMRI disebarkan berdasarkan model
bottom up, LPTK dan sekolah ikut atas keinginan sendiri, bukan instruksi dari atas.
Ada tiga prinsip dasar dalam RME/PMRI, yaitu: penemuan kembali secara
terbimbing, fenomenologi didaktis, dan prinsip model mediasi. Ketiga dasar tadi
terinspirasi oleh pandangan Freudenthal yang menganggap ‘ matematika sebagai
kegiatan manusia’ (Sembiring, Hadi, Dolk, 2008; Sejarah PMRI, bab 3). Kata ‘real’
dalam ‘realistik’ maksudnya real dalam arti bermakna bagi siswa. Dalam teori
RME/PMRI pelajaran diawali dari bahan yang kontekstual yang real dari segi
pengalaman siswa (Gravemeijer, 2010).
Reformasi pendidikan matematika beralaskan dua tiang: pertama adalah
kemampuan guru menciptakan budaya kelas yang berorientasi permasalahan dan
mengajak siswa dalam pelajaran yang bersifat interaktif, dan yang kedua ialah
merancang kegiatan pelajaran yang dapat mendorong penemuan kembali matematika
bersama dengan kemampuan guru menolong proses penemuan kembali (Gravemeijer,
2010).
PERKEMBANGAN PMRI
Persiapan awal meliputi sosialisasi pada para dosen matematika, pimpinan
LPTK, pejabat penting Diknas, khususnya Dikti, guru, termasuk kepala sekolah.
Untuk mempersiapkan adanya tenaga akhli , pada thn 1998 enam dosen matematika
LPTK dikirim ke Belanda belajar RME untuk S3 atas biaya Dikti. Sekarang mereka
menjadi tenaga inti dalam PMRI. Percobaan pertama di sekolah dimulai 2001 di 12
SD termasuk 4 MIN atas permintaan Dept. Agama, bekerjasama dengan 4 LPTK:
UPI, USD, UNY, dan UNESA, masing-masing bekerjasama dengan 2 SD dan 1 MIN.
Sekarang sudah mencakup 20 LPTK dan banyak sekolah. Pendukung utama dana dari
awal sampai sekarang adalah Dikti. Dari 2003 2005 diperoleh bantuan dari PBSI
Belanda, termasuk 3 konsultan. Dari 2006 2010 diperoleh bantuan yang lebih besar
dari Belanda melalui proyek NPT/NUFFIC. Sejak 2010 Balitbang Diknas juga turut
memberi bantuan finansial.
Faktor utama yang menjadi perhatian dalam melakukan reformasi ini adalah
guru dan dosen yang harus bekerja sama. Mereka dipersiapkan melalui workshop
14
Robert K. Sembiring
yang meliputi kegiatan menyiapkan bahan ajar yang kontekstual, bagaimana
mengatur siswa bekerja dalam kelompok dan memandu diskusi kelas, tidak
menggurui tapi mendorong siswa berani mengeluarkan pendapat, dsb. Dosen
didorong turun ke sekolah dan memandu pertemuan berkala antar guru. Workshop
selalu mengacu pada kegiatan di kelas. Sebelum workshop, Tim PMRI dan konsultan
Belanda melakukan kunjungan ke sekolah dan melakukan observasi di kelas.
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di kelas dirancang kegiatan workshop dan
perserta diajak mencari solusinya.
IMPoME . Untuk mendukung penyediaan tenaga dosen yang paham PMRI di
LPTK sejak 2009 telah dibuka IMPoME (International Master Programme on
Mathematics Education) di UNESA Surabaya dan UNSRI Palembang bekerjasama
dengan Universitas Utrecht , Belanda, asal RME. Beasiswa di sediakan oleh Dikti
selama lebih setahun di Indonesia dan oleh StuNed/NESO selama setahun di Utrecht.
Dalam jangka tidak terlalu lama diharapkan kedua institusi LKPTK ini mampu
mengerjakannya sendiri, dan kemudian menjadi pusat pendidikan matematika realistik
dalam dan luar negeri .
Tantangan yang Dihadapi dalam Penyebarannya
1. Menyiapkan guru, Kepala sekolah, Orang tua murid, Dinas, dsb
Mengubah kebiasaan mengajar dari menggurui menjadi pemfasilitasi/pemandu
bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Apalagi yang mau mengadakan
perubahan itu sendiri juga harus mengubah kebiasaannya. Hal yang sama juga
berlaku bagi kepala sekolah. Orang tua, pada gilirannya, lebih menekankan
hasil yang baik untuk anaknya. Reformasi ini melibatkan banyak pihak yang
berkepentingan dalam pendidikan, khususnya para pengambil keputusan.
Koordinasi antara semuanya, baik di tingkat pusat maupun daerah, sangat
dibutuhkan. Di sini peran dari Steering Committee PMRI akan sangat
dibutuhkan. Saat ini Steering Committee PMRI diketuai oleh Prof. Fasli Jalal,
Ph.D. beranggotakan semua wakil dari badan Diknas yang terkait seperti
Dikti, Balitbang, Dikdasmen, PMPTK, dan wakil dari Dept Agama.
2. Pendidikan guru, khususnya PGSD. PGSD berada pada ujung tombak
dalam pengembangan PMRI. Pimpinan Dikti minta Tim PMRI
mempersiapkan PGSD agar calon guru SD lulusan PGSD siap mengajarkan
15
PMRI Perkembangan dan Tantangannya
PMRI tanpa perlu lagi ditatar dulu. Ini suatu penghematan dana, tenaga, dan
waktu yang besar. Suatu pekerjaan besar mengingat banyaknya PGSD dengan
kampus yang terpencar-pencar dan beban mengajar mereka yang sangat besar.
3. Penulisan Bahan Ajar. Bahan ajar untuk mendukung guru dalam
mengajarkan PMRI jelas mutlak harus segera disiapkan. Umumnya bahan ajar
yang tersedia di pasaran lebih menekankan prosedur dan sedikit sekali
memberi peluang bagi siswa untuk mengembangkan kreativitasnya. Tim
PMRI sudah mengedarkan secara terbatas bahan ajar kls1yang terdiri atas
Buku Siswa dan Buku Guru, terpisah. Buku kls 2 akan segera siap dicetak.
Sedangkan bahan untuk kls 3 s/d 6 dalam penulisan dan uji coba di kelas.
Penulis bahan ajar terdiri atas para dosen dan guru bekerja dalam tim. Hasil
kerja mereka kemudian dikonsultasikan pada pakar konsultan dari Belanda.
Kegiatan penulisan bahan ajar ini dari kls 2 s/d 6 atas dukungan dana dari
Balitbang.
4. Research, khususnya Design Reseach. Penelitian berkaitan dengan PMRI
sudah cukup banyak dikerjakan, sebagian besar dalam bentuk tesis S2 ataupun
disertasi S3 dari universitas dalam maupun luar negeri. Umumnya penelitian
ini berkaitan dengan sekolah. Salah satu bentuk penelitain yang sedang
digalakkan oleh Tim PMRI ialah design research. Design research, sering juga
disebut developmental research, bertujuan memperbaiki praktik pembelajaran
di kelas melalui analisis iteratif (cyclical prosess) dari dugaan apa yang akan
terjadi di kelas (thought experiments) dan implementasinya (Gravemeijer,
1994; Gravemeijer & Cobb, 2006). Penelitian ini amat penting untuk
membantu guru dalam pengembangan contoh materi ajar dalam PMRI dan
juga dalam pengembangan buku ajar. Tim PMRI sudah beberapa kali
mengadakan workshop mengenai ini melibatkan para dosen dan guru di
sekolah.
5. Evaluasi. Sejauh ini beberapa evaluasi lokal oleh mereka yang terlibat dalam
kegiatan PMRI, baik oleh dosen maupun guru/sekolah, sudah sering
dilakukan dan hasilnya cukup menjanjikan. Belum ada evaluasi independen
tentang PMRI.
6. SEAMEO Regional Centre for QITEP in Mathematics. Departemen
Pendidikan Nasional mendirikan SEAMEO Regional Centre untuk pendidikan
16
Robert K. Sembiring
matematika di Yogyakarta dan pendidikan matematika realistik menjadi salah
satu andalannya. Keterlibatan sebagian anggota Tim PMRI dari awal
merupakan tantangan baru bagi Tim PMRI.
7. Pengembangan. RME/PMRI bukanlah suatu teori yang sudah selesai, tinggal
pakai. RME/PMRI berkembang sesuai tuntutan jaman dan kebutuhan
setempat. Mengembangkannya serta sekali gus menjaga keutuhan konsepnya
merupakan tantangan yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzan, A. (2002). Applying realistic mathematics education in teachin geometry in
Indonesian primary schools. Doctoral dissertation. Enschede: University
of Twente.
Gravemeijer, K., & Cobb, P. (2006). Design research from a learning design
perspective. In J. van den Akker, K. Gravemeijer, S. McKenney & N.
Nieveen (Eds.), Educational design research (pp. 17-51). London
Routledge.
Gravemeijer, K. (1994). Developing realistic mathematics education. Utrecht:
Freudenthal Institute.
Sembiring, R.K. (2007). PMRI: History, Progress and Challenges. Paper presented at
the Earcome4, Penang, Malaysia.
Sembiring, R.K., Hadi, S, & Dolk, M, (2008). Reforming mathematics learning in
Indonesian classrooms through RME. ZDM-The Internatioal Journal on
Mathematics Education, 40(6), 927-939.
Sembiring, R., Hoogland, K., & Dolk, M. (2010). A decade of PMRI in Indonesia.
Bandung,Utrecht, 2010.
Suryanto dkk (2010). Sejarah PMRI. Ditjen Dikti Kemendiknas
Widjaja, W., Fauzan, A., & Dolk, M. (2009). The role of contexts and teacher’s
questioning to enhance students’ thinking. In U.H. Cheah, Wahyudi, R.B.
Devadson, K.H. Ng, W. Preechaporn, & J.C. Aligaen (Eds.), Proceedings
of the 3rd International Conference on Science and Mathematics. (466-
474). Penang: SEAMEO RECSAM.
... Konteks dalam pembelajaran matematika realistik dikembangkan sesuai dengan kondisi budaya lokal dan budaya daerah di Indonesia (Nurhanah et al., 2023;Sembiring, 2010). Misalnya, dengan konteks budaya Sumatera Selatan yang mampu membantu siswa dalam memahami konsep matematika dalam pembelajaran (Kurnia et al., 2023;Rohmah et al., 2024). ...
Article
Full-text available
Penelitian ini bertujuan menghasilkan Local Instriction Theory (LIT) pada materi refleksi geometri kelas IX menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dan konteks Songket Prada Palembang. Design research tipe validation studies ini melibatkan 31 siswa SMP Negeri 17 Palembang dengan tiga tahap utama: preparing for the experiment, design experiment, dan retrospective analysis. Pengumpulan data berupa wawancara, observasi, dan dokumentasi dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan penyesuaian Hypothetical Learning Trajectory (HLT) menghasilkan LIT yang relevan mendukung pembelajaran refleksi. Aktivitas pembelajaran yang dirancang dengan pendekatan PMRI berkonteks Songket Prada Palembang ini memungkinkan siswa memahami konsep secara bertahap, dari eksplorasi pola hingga formalisasi aturan refleksi geometri. Siswa menunjukkan kemampuan mengklasifikasikan objek sesuai sifat geometris pola songket, menyajikan ulang konsep refleksi, menghubungkan konsep proyeksi, simetri, dan refleksi dengan representasi matematis, mendeskripsikan konsep refleksi secara formal, serta memilih dan menggunakan prosedur dengan tepat. Beberapa temuan seperti kesalahan menentukan sumbu refleksi atau kurangnya kedalaman analisis mengindikasikan perlunya pendampingan lebih lanjut untuk memformalkan pemahaman siswa. Temuan ini mendukung pentingnya integrasi budaya lokal, seperti Songket Palembang, dalam pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep abstrak.
... Berdasarkan hal tersebut, sudah waktunya Indonesia mengimplementasikan pendidikan matematika yang melatih keterampilan bernalar dan berpikir divergen siswa. Sembiring (2010) mengemukakan bahwasanya matematika seringkali diajarkan sebagai produk jadi yang siap dipergunakan (algoritma, rumus), berdasarkan realitas pembelajaran di bidang tersebut. Pada kondisi ini, pelajar mampu menghafal rumus-rumus tanpa memahami konsepnya, dan saat dihadapkan pada suatu soal atau permasalahan, mereka mencoba mengerjakannya dengan memakai rumus yang sudah ada, hingga tidak memacu pelajar untuk berpikir mengerjakan soal/permasalahan dengan strategi lainnya. ...
Article
Full-text available
Pembelajaran matematika ialah satu diantara ilmu yang memiliki peran krusial pada keseharian kehidupan dan sebagai ilmu pengetahuan yang diajarkan untuk semua pelajar di dunia dan ada pada semua tingkatan pendidikan. Pembelajaran matematika harus didesain sedemikian rupa sampai bisa mengakomodasi beragam karakteristik pelajar seperti perkembangan kognitif. Salah satu cara untuk mencapai hal ini ialah dengan menggunakan pertanyaan terbuka ketika belajar matematika. Sifat pertanyaan terbuka memungkinkan pelajar memecahkan permasalahan melalui berbagai cara yang dipilihnya. Masalah ini sering disebut dengan istilah soal open ended. Penelitian berikut bertujuan untuk menghasilkan soal open ended berbasis etnomatematika budaya Banjar Kalimantan Selatan pada materi sistem persamaan linear tiga variabel yang valid. Metode pengembangan yang dipakai ialah tipe formative research Tessmer (1993) yang mencakup self evaluation, prototyping (one-to-one, expert review, serta small group) dan field test. Penelitian berikut dilakukan hanya sampai tahapan expert review. Penelitian berikut memperoleh dua buah soal open ended materi SPLTV yang valid. Berdasarkan hasil analisis uji validasi, diperoleh skor 3,54 sehingga soal open ended yang dibuat pada penelitian berikut bisa dikatakan valid. Learning arithmetic is one of the sciences that has a vital part in way of life and could be a science that's learned by all understudies within the world and exists at all levels of instruction. Arithmetic learning has to be outlined in such a way that it can suit different characteristics of understudies such as cognitive advancement. One way to realize this is often the utilize of open-ended questions in science learning. The characteristics of open-ended questions permit understudies to illuminate issues in a way of their choosing. This issue is regularly alluded to as an open finished issue. This think about points to create open finished issues based on the ethnomathematics of Banjar culture, South Kalimantan on substantial three-variable straight condition framework fabric. The improvement strategy utilized is the developmental investigate sort of Tessmer (1993) which incorporates self-evaluation, prototyping (master audit, one-to-one, and little gather) and field tests. This investigate was conducted as it were until the master survey arrange. This inquire about brought about in two open-ended questions with substantial SPLTV fabric. Based on the comes about of the approval test examination, a score of 3.54 was gotten which was included within the "substantial" criteria so that the open-ended questions made in this consider might be said to be substantial.
... The Realistic Mathematics Education (RME) approach utilizes the real world as a starting point for discovering mathematical concepts. RME places reality and experience at the forefront of the learning process, making learning meaningful for learners (Sembiring, 2010). ...
Article
Full-text available
This research is motivated by observations that show the lack of additional teaching materials in schools that facilitate students in communicating mathematical ideas (symbols, pictures, and graphs) as well as concepts related to fractions by presenting the surrounding environment as a source of learning. This study aims to reveal the validity level of mathematics e-modules on fractional material based on the RME approach developed. The type of research used is research and development, and the research model used is the ADDIE model, namely the analysis stage, development stage, implementation stage, and evaluation stage. The validity sheet is the instrument used in this study. Researchers analyzed validation sheets with a scale of 5 (five) to determine the quality of the e-modules developed. The results of material expert validation got a score of 0.9 with a very valid category; media expert validation got a score of 0.89 with a very valid category; and linguist validation got a score of 0.9 with a very valid category. So, the mathematics e-module on fractional material based on the RME approach is valid and feasible to use as a mathematics module, especially fractional material, because it has met the assessment criteria.
... In Indonesia, PMRI has been going on since 2001 and has been widely used as an effort to improve student"s interests, attitudes, and learning outcomes (Zulkardi, 2009). PMRI is a learning theory that starts from the real world and all learning activities are more emphasized on activities (Putri, 2013;Sembiring, 2010;Sembiring, Hadi, & Dolk, 2008;Wijaya, Elamini, & Doorman, 2021;Zulkardi & Putri, 2010). The context and learning media which is chosen must also be easy to imagine and often encountered by students (Akker, Gravemeijer, McKenney, & Nieveen 2006;Bakker, 2004;Helsa & Hartono, 2011). ...
Article
Full-text available
Fraction was very important to be taught as a basis for learning mathematics for the next stage. This research aimed to design fractions learning for fourth grade students. The method used was design research with type of validation studies which consists three stages, namely the preliminary design, the design experiment, and the retrospective analysis. This research was conducted at Madrasah Ibtidaiyah (MI) in Jambi City with research subjects were eleven students in the fourth grade. Based on the research findings, it was concluded that students really followed the command of questions, so as a teacher or question maker, we must design questions clearly. In addition, students tended to operate fractions starting from addition or subtraction, then multiplication, and lastly division.
... If the recruitment process does not take place effectively, the selection will be considered difficult due to a lack of comparison (Carless, 2007). Sembiring (2010) mentioned that training is one way to develop the abilities and expertise of employees so that they can adapt and understand technology that is constantly evolving from time to time. According to Husnan (2008) the purpose of employee development is to improve the effectiveness of employees' work in achieving predetermined work results. ...
Article
Full-text available
The purpose of this study was to determine the trainee recruitment model used by HRD of the company. This research was analyzed using descriptive analysis technique with a qualitative approach. The data collected in this study was conducted through direct observation and in-depth interviews with informants. This study determines the informants intentionally based on the data collection needs of this study. Informants in this study were Senior Admin HRD and Supervisor. The results of the research show that the hotel does not yet have a recruitment model that becomes a standard procedure and assessment. The recruitment model as a result of this research comes in the form of a rubric that can be applied by HRD in the next trainee recruitment during the new normal period.
... Siswa akan lebih bertanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing, dan siswa pun akan mendapat kesempatan agar dapat bertukar pikiran dengan teman dalam kelompoknya. Hal ini sejalan dengan karakteristik PMRI (Sembiring, 2010) yang menyebutkan bahwa karakteristik pendekatan PMRI adalah: (1) siswa menjadi lebih aktif dalam berpikir, (2) konteks dan bahan ajar yang digunakan terkait langsung pada lingkungan sekolah atau siswa, serta (3) guru berperan lebih aktif dalam merancang bahan ajar yang digunakan. ...
Article
Full-text available
Mathematics is a subject that must be given since children are at the elementary school level up to college. However, mathematics is not much in demand by students, and mathematics is considered a difficult subject for the majority of students. This is reinforced by research conducted by TIMSS 2015 which illustrates that Indonesia is in the bottom 6th position, as well as the results of PISA 2018 which show rank 70 out of 78 countries. Some of the causes of this are the lack of variety and abstract mathematics learning, and this is contrary to the concrete way of thinking of elementary school students. The Indonesian Realistic Mathematics Learning Approach (PMRI) is an approach that can lead students to think from concrete situations to mathematical concepts by developing practical, logical, critical, and honest thinking patterns. PMRI also makes students understand problems in everyday life. The research aims to find out how effective PMRI is on the mathematics learning outcomes of fourth-graders infractions at MIN Setia Bhakti Trawas. This type of research is quantitative research with a quasi-experimental method by taking the subject using a purposive sampling technique. Data collection techniques in this study use tests. The results of the study using the N-Gain score test showed that the average N-Gain score for the PMRI class was 52.92%, which was included in the quite effective category. Meanwhile, the average N-Gain score for the control class is 27.44%, including the criteria for being not effective.
... The efforts of the PMRI founders were supported by the Director General of Higher Education (Dikti) and consultants from the Netherlands. PMR, or Realistic Mathematics Learning, is an approach to mathematics learning that emphasizes students as the center of learning (Sembiring, 2010). In this approach, mathematics is considered an activity that is relevant to students' daily lives and must be integrated concretely into their real-life context as part of the learning experience (Sohilait, 2021). ...
Article
The main focus of this research is the level of students' creative mathematical thinking abilities. This concern arises from students' struggles to master each indicator of creative thinking abilities. The study aims to assess the level of students' creative thinking abilities for each indicator within their creative mathematical thinking using the open-ended iPMRI approach, specifically targeting fifth-grade elementary students. This quantitative study employs a quasi-experimental design. The research population consists of 44 fifth-grade students from SD Negeri 105346 Aras Kabu. The sample was selected through random sampling to identify both the experimental and control groups. Data collection methods included questionnaires, tests administered to each student, and accompanying documentation. The research findings, based on the results of the sig value. (2-tailed) value of 0.000 < 0.05 and a t-count of 12.493 compared to the t-table value of 1.68595 at df 38, indicate that the t-count is significantly greater than the t-table value (t-count > t-table). This result leads to the rejection of H0 and acceptance of H1. Therefore, it can be concluded that the implementation of an open-ended based realistic mathematics learning approach significantly influences the creative mathematical thinking abilities of fifth-grade students at SD 105346 Aras Kabu, Beringin District, during the 2023/2024 academic year
... Dalam penerapan RME guru memerlukan berbagai macam ide yang kreatif untuk mengaplikasikannya selama pembelajaran berlangsung. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sembiring (2010), bahwasanya guru harus lebih kreatif selama merancang bahan ajar serta kegiatan dalam pembelajaran. Selain itu, Menurut (Nengsih et al., 2019) guru juga perlu memperhatikan gaya belajar siswa serta menunjukkan langkah-langkah dalam penyelesaian masalah, karena pada dasarnya guru lebih berperan sebagai fasilitator dalam pelaksanaan pembelajaran. ...
Article
Full-text available
div id="pip-toast">Permasalahan dalam pembelajaran matematika yang sering dihadapi oleh guru kelas II SDN 01 Kota Bengkulu adalah permasalahan siswa yang kesulitan dalam memahami masalah yang ada dalam soal dan kesulitan menyelesaikan soal sesuai dengan tahapan pemecahan masalah yang seharusnya. Berdasarkan permasalahan tersebut, Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini bertujuan untuk membekali guru dengan pengetahuan dan keterampilan tentang Penerapan Model Realistic Mathematics Education (RME) untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas II SDN 01 Kota Bengkulu sehingga siswa dapat memahami materi pelajaran dengan baik dan siswa dapat menyelesaikan soal cerita pemecahan masalah dengan benar dan mudah. Metode yang digunakan pada kegiatan pengabdian ini adalah pelatihan dan pendampingan. Instrumen evaluasi kegiatan ini adalah lembar wawancara, lembar observasi dan lembar tes. Hasil menunjukkan bahwa kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat di SDN 01 Kota Bengkulu telah terlaksana dengan baik. Hal ini dapat terlihat dari praktik pembelajaran di kelas II SDN 01 Kota Bengkulu yang menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa yang sudah menjadi lebih baik. Dari kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat di SDN 01 Kota Bengkulu dapat disimpulkan bahwa Pendampingan Penerapan Model Realistic Mathematics Education (RME) untuk Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas II SDN 01 Kota Bengkulu berhasil dilakukan. </div
Article
Full-text available
The purpose of writing this article is to present a learning design using the Ethnomathematics-based Realistic Mathematics Education learning model to provide several learning design options that can be used by junior high school teachers in providing learning material on geometric transformations. This learning design is devoted to material on geometric transformations, reflection, rotation, dilation and translation which relate to regional culture. This learning design uses steps based on the characteristics of RME. As well as using needs analysis, student analysis, and task analysis.
Article
em>This study aims to improve the achievement of students in aquaculture technology study program (TBP) for geometry and measurement subject through Indonesian Realistic mathematics Education (PMRI) approach using aquaculture context. This research used mixed method, namely classroom action research method and pre-experimental research methods with One Group Pretest-Posttest Design. The CAR method was used to find out how to improve student achievement in geometric and measurement topic for students of TBP study program in state polytechnic of Agriculture Kupang using PMRI approach. Meanwhile, the One Group Pretest-Posttest Design method was used to test whether there were significant differences of students’ achievement before and after the implementation of PMRI approach using aquaculture context. This research was conducted in TBP study program, Fisheries and Marine Department, state polytechnic of Agriculture Kupang. The research subjects consisted of all 67 students in semester 1 of the 2019/2020 academic year of TBP study program. The results showed that the implementation of PMRI Learning Approach using aquaculture Context was able to improve student achievement of the TBP study program, Fisheries and Marine Department, State Polytechnic Of Agriculture Kupang, where the percentage of classical completeness increase from 40.30% in the 1st cycle, 54% in the second cycle, and 88.05 % in the third cycle. While the results of the statistical test showed Sig. (2-tailed) or p-value <0.05 so H0 is rejected and Ha is accepted, meaning that there are significant differences in student achievement before and after the implementation of PMRI learning approach using aquaculture context</em
ResearchGate has not been able to resolve any references for this publication.