Available via license: CC BY-NC-ND 4.0
Content may be subject to copyright.
IndoMS. J.M.E
Vol.1 No. 1 Juli 2010, pp. 11-16
Ketua Tim PMRI Pusat
11
PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI):
PERKEMBANGAN dan TANTANGANNYA
Robert K Sembiring
Abstract
This paper is about PMRI, the Indonesian version of realistic
mathematics education developed in the Netherlands. It is a movement to
reform mathematics education in Indonesia. What and why PMRI and
the problems and challenges it faces in its development. It began as a
small experiment ten years ago, now becomes a national movement.
Keywords: PMRI, realistic mathematics education
PENDAHULUAN
Sejarah kurikulum dan pelajaran matematika sekolah di Indonesia cukup
panjang. Soedjadi (Sejarah PMRI, bab 2) membaginya atas: (1) era sebelum 1975, (2)
era matematika modern, (3) kembali ke berhitung 1990-an , dan (4) masa “terpadu”.
Dalam periode terakhir ini mulai muncul perubahan paradigma dari guru mengajar
(teacher centered) ke siswa belajar (student centered). Pemecahan masalah (problem
solving) kembali mendapat perhatian penting. Berbagai metode, kata Soedjadi
selanjutnya, dicobakan: PBI (problem based instruction), discovery method,
cooperative learning, CTL (Contextual Teaching and Learning), konstruktivisme,
PAKEM (Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Semua
metode ini bersifat umum, tidak khusus untuk matematika. Mengenai berbagai
pendekatan ini dibahas khusus di Bab 4 buku Sejarah PMRI yang akan diterbitkan
oleh Dikti. Sayangnya, hampir semua inovasi ini berumur pendek, seumur proyeknya,
dan berdampak kurang signifikan.
PMRI muncul sebagai metode khusus untuk matematika. Tulisan ini khusus
membahas sejarah, perkembangan dan tantangan yang dihadapi dalam
mendiseminasikan PMRI di tanah air. Pembaca yang tertarik mengetahui lebih rinci
tentang PMRI, baik sejarah, teori yang mendasarinya, pelaksanaannya di sekolah,
pandangan para pakar pendidikan internasional tentang PMRI dapat memperolehnya
12
Robert K. Sembiring
dari buku A decade of PMRI in Indonesia, editor Sembiring, Hoogland & Dolk,
Bandung-Utrecht 2010. Buku ini telah diperbanyak oleh Kementerian Pendidikan
Nasional dengan kata pengantar oleh Wakil Menteri, Prof. Fasli Jalal, Ph. D. Juga
diharapkan akan terbit segera Sejarah PMRI dengan editor Suryanto dkk. Buku
terakhir ini semuanya sumbangan tulisan para pelakunya, mulai dari pengalaman
penggagasnya sampai pengalaman pelaksana di lapangan.
APA DAN MENGAPA PMRI
PMRI digagas oleh sekolompok pendidik matematika di Indonesia. Motivasi
awal ialah mencari pengganti matematika modern yang ditinggalkan awal 1990-an.
Penggantinya hendaklah yang tidak menakutkan siswa, jadi ramah dan dapat
menaikkan prestasi matematika siswa di dunia internasional. Di samping itu,
matematika pada dasarnya bersifat demokratis, jadi wajar bila melalui matematika
dapat ditanamkan budaya demokratis pada siswa. Pencarian yang lama akhirnya
menemukan jawabannya lewat RME (Realistic Mathematics Education) yang
diterapkan dengan sukses di Belanda sejak 1970-an dan juga di beberapa negara lain,
seperti di Amerika Serikat (disebut,a.l., Mathematics in Context). Salah satu
permasalahan terbesar dengan matematika modern ialah menyajikan matematika
sebagai produk jadi, siap pakai, abstrak dan diajarkan secara mekanistik: guru
mendiktekan rumus dan prosedur ke siswa (Fauzan, 2002). Fauzan mengamati di
kelas bahwa banyak murid menggunakan prosedur tanpa memahaminya.
PMRI merupakan suatu gerakan untuk mereformasi pendidikan matematika di
Indonesia. Jadi bukan hanya suatu metode pembelajaran matematika, tapi juga suatu
usaha melakukan transformasi sosial (Sembiring, 2007). Karakteristik dari pendekatan
tersebut adalah:
siswa lebih aktif berpikir,
konteks dan bahan ajar terkait langsung dengan lingkungan sekolah dan siswa,
peran guru lebih aktif dalam merancang bahan ajar dan kegiatan kelas.
Suatu transisi dari cara tradisional, pendekatan yang berorientasi pada kemampuan
teknis ke arah reformasi pendidikan matematika yang berdasarkan pemecahan
masalah merupakan inovasi yang kompleks. Ini menuntut perubahan pada sikap guru
dalam mengajar dan memperlakukan siswa. Faktor penting dalam menjamin
kesuksesan reformasi ini adalah pelatihan guru dan pendidikan guru di LPTK. Faktor
13
PMRI Perkembangan dan Tantangannya
lain ialah baik guru dan dosen yang terlibat merasa bahwa reformasi ini milik mereka.
Rasa kepemilikan akan tumbuh bila para dosen dan guru didorong terlibat dalam
pengembangannya, jadi bukan sebagai alat saja. PMRI disebarkan berdasarkan model
bottom up, LPTK dan sekolah ikut atas keinginan sendiri, bukan instruksi dari atas.
Ada tiga prinsip dasar dalam RME/PMRI, yaitu: penemuan kembali secara
terbimbing, fenomenologi didaktis, dan prinsip model mediasi. Ketiga dasar tadi
terinspirasi oleh pandangan Freudenthal yang menganggap ‘ matematika sebagai
kegiatan manusia’ (Sembiring, Hadi, Dolk, 2008; Sejarah PMRI, bab 3). Kata ‘real’
dalam ‘realistik’ maksudnya real dalam arti bermakna bagi siswa. Dalam teori
RME/PMRI pelajaran diawali dari bahan yang kontekstual yang real dari segi
pengalaman siswa (Gravemeijer, 2010).
Reformasi pendidikan matematika beralaskan dua tiang: pertama adalah
kemampuan guru menciptakan budaya kelas yang berorientasi permasalahan dan
mengajak siswa dalam pelajaran yang bersifat interaktif, dan yang kedua ialah
merancang kegiatan pelajaran yang dapat mendorong penemuan kembali matematika
bersama dengan kemampuan guru menolong proses penemuan kembali (Gravemeijer,
2010).
PERKEMBANGAN PMRI
Persiapan awal meliputi sosialisasi pada para dosen matematika, pimpinan
LPTK, pejabat penting Diknas, khususnya Dikti, guru, termasuk kepala sekolah.
Untuk mempersiapkan adanya tenaga akhli , pada thn 1998 enam dosen matematika
LPTK dikirim ke Belanda belajar RME untuk S3 atas biaya Dikti. Sekarang mereka
menjadi tenaga inti dalam PMRI. Percobaan pertama di sekolah dimulai 2001 di 12
SD termasuk 4 MIN atas permintaan Dept. Agama, bekerjasama dengan 4 LPTK:
UPI, USD, UNY, dan UNESA, masing-masing bekerjasama dengan 2 SD dan 1 MIN.
Sekarang sudah mencakup 20 LPTK dan banyak sekolah. Pendukung utama dana dari
awal sampai sekarang adalah Dikti. Dari 2003 – 2005 diperoleh bantuan dari PBSI
Belanda, termasuk 3 konsultan. Dari 2006 – 2010 diperoleh bantuan yang lebih besar
dari Belanda melalui proyek NPT/NUFFIC. Sejak 2010 Balitbang Diknas juga turut
memberi bantuan finansial.
Faktor utama yang menjadi perhatian dalam melakukan reformasi ini adalah
guru dan dosen yang harus bekerja sama. Mereka dipersiapkan melalui workshop
14
Robert K. Sembiring
yang meliputi kegiatan menyiapkan bahan ajar yang kontekstual, bagaimana
mengatur siswa bekerja dalam kelompok dan memandu diskusi kelas, tidak
menggurui tapi mendorong siswa berani mengeluarkan pendapat, dsb. Dosen
didorong turun ke sekolah dan memandu pertemuan berkala antar guru. Workshop
selalu mengacu pada kegiatan di kelas. Sebelum workshop, Tim PMRI dan konsultan
Belanda melakukan kunjungan ke sekolah dan melakukan observasi di kelas.
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di kelas dirancang kegiatan workshop dan
perserta diajak mencari solusinya.
IMPoME . Untuk mendukung penyediaan tenaga dosen yang paham PMRI di
LPTK sejak 2009 telah dibuka IMPoME (International Master Programme on
Mathematics Education) di UNESA Surabaya dan UNSRI Palembang bekerjasama
dengan Universitas Utrecht , Belanda, asal RME. Beasiswa di sediakan oleh Dikti
selama lebih setahun di Indonesia dan oleh StuNed/NESO selama setahun di Utrecht.
Dalam jangka tidak terlalu lama diharapkan kedua institusi LKPTK ini mampu
mengerjakannya sendiri, dan kemudian menjadi pusat pendidikan matematika realistik
dalam dan luar negeri .
Tantangan yang Dihadapi dalam Penyebarannya
1. Menyiapkan guru, Kepala sekolah, Orang tua murid, Dinas, dsb
Mengubah kebiasaan mengajar dari menggurui menjadi pemfasilitasi/pemandu
bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Apalagi yang mau mengadakan
perubahan itu sendiri juga harus mengubah kebiasaannya. Hal yang sama juga
berlaku bagi kepala sekolah. Orang tua, pada gilirannya, lebih menekankan
hasil yang baik untuk anaknya. Reformasi ini melibatkan banyak pihak yang
berkepentingan dalam pendidikan, khususnya para pengambil keputusan.
Koordinasi antara semuanya, baik di tingkat pusat maupun daerah, sangat
dibutuhkan. Di sini peran dari Steering Committee PMRI akan sangat
dibutuhkan. Saat ini Steering Committee PMRI diketuai oleh Prof. Fasli Jalal,
Ph.D. beranggotakan semua wakil dari badan Diknas yang terkait seperti
Dikti, Balitbang, Dikdasmen, PMPTK, dan wakil dari Dept Agama.
2. Pendidikan guru, khususnya PGSD. PGSD berada pada ujung tombak
dalam pengembangan PMRI. Pimpinan Dikti minta Tim PMRI
mempersiapkan PGSD agar calon guru SD lulusan PGSD siap mengajarkan
15
PMRI Perkembangan dan Tantangannya
PMRI tanpa perlu lagi ditatar dulu. Ini suatu penghematan dana, tenaga, dan
waktu yang besar. Suatu pekerjaan besar mengingat banyaknya PGSD dengan
kampus yang terpencar-pencar dan beban mengajar mereka yang sangat besar.
3. Penulisan Bahan Ajar. Bahan ajar untuk mendukung guru dalam
mengajarkan PMRI jelas mutlak harus segera disiapkan. Umumnya bahan ajar
yang tersedia di pasaran lebih menekankan prosedur dan sedikit sekali
memberi peluang bagi siswa untuk mengembangkan kreativitasnya. Tim
PMRI sudah mengedarkan secara terbatas bahan ajar kls1yang terdiri atas
Buku Siswa dan Buku Guru, terpisah. Buku kls 2 akan segera siap dicetak.
Sedangkan bahan untuk kls 3 s/d 6 dalam penulisan dan uji coba di kelas.
Penulis bahan ajar terdiri atas para dosen dan guru bekerja dalam tim. Hasil
kerja mereka kemudian dikonsultasikan pada pakar konsultan dari Belanda.
Kegiatan penulisan bahan ajar ini dari kls 2 s/d 6 atas dukungan dana dari
Balitbang.
4. Research, khususnya Design Reseach. Penelitian berkaitan dengan PMRI
sudah cukup banyak dikerjakan, sebagian besar dalam bentuk tesis S2 ataupun
disertasi S3 dari universitas dalam maupun luar negeri. Umumnya penelitian
ini berkaitan dengan sekolah. Salah satu bentuk penelitain yang sedang
digalakkan oleh Tim PMRI ialah design research. Design research, sering juga
disebut developmental research, bertujuan memperbaiki praktik pembelajaran
di kelas melalui analisis iteratif (cyclical prosess) dari dugaan apa yang akan
terjadi di kelas (thought experiments) dan implementasinya (Gravemeijer,
1994; Gravemeijer & Cobb, 2006). Penelitian ini amat penting untuk
membantu guru dalam pengembangan contoh materi ajar dalam PMRI dan
juga dalam pengembangan buku ajar. Tim PMRI sudah beberapa kali
mengadakan workshop mengenai ini melibatkan para dosen dan guru di
sekolah.
5. Evaluasi. Sejauh ini beberapa evaluasi lokal oleh mereka yang terlibat dalam
kegiatan PMRI, baik oleh dosen maupun guru/sekolah, sudah sering
dilakukan dan hasilnya cukup menjanjikan. Belum ada evaluasi independen
tentang PMRI.
6. SEAMEO Regional Centre for QITEP in Mathematics. Departemen
Pendidikan Nasional mendirikan SEAMEO Regional Centre untuk pendidikan
16
Robert K. Sembiring
matematika di Yogyakarta dan pendidikan matematika realistik menjadi salah
satu andalannya. Keterlibatan sebagian anggota Tim PMRI dari awal
merupakan tantangan baru bagi Tim PMRI.
7. Pengembangan. RME/PMRI bukanlah suatu teori yang sudah selesai, tinggal
pakai. RME/PMRI berkembang sesuai tuntutan jaman dan kebutuhan
setempat. Mengembangkannya serta sekali gus menjaga keutuhan konsepnya
merupakan tantangan yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzan, A. (2002). Applying realistic mathematics education in teachin geometry in
Indonesian primary schools. Doctoral dissertation. Enschede: University
of Twente.
Gravemeijer, K., & Cobb, P. (2006). Design research from a learning design
perspective. In J. van den Akker, K. Gravemeijer, S. McKenney & N.
Nieveen (Eds.), Educational design research (pp. 17-51). London
Routledge.
Gravemeijer, K. (1994). Developing realistic mathematics education. Utrecht:
Freudenthal Institute.
Sembiring, R.K. (2007). PMRI: History, Progress and Challenges. Paper presented at
the Earcome4, Penang, Malaysia.
Sembiring, R.K., Hadi, S, & Dolk, M, (2008). Reforming mathematics learning in
Indonesian classrooms through RME. ZDM-The Internatioal Journal on
Mathematics Education, 40(6), 927-939.
Sembiring, R., Hoogland, K., & Dolk, M. (2010). A decade of PMRI in Indonesia.
Bandung,Utrecht, 2010.
Suryanto dkk (2010). Sejarah PMRI. Ditjen Dikti Kemendiknas
Widjaja, W., Fauzan, A., & Dolk, M. (2009). The role of contexts and teacher’s
questioning to enhance students’ thinking. In U.H. Cheah, Wahyudi, R.B.
Devadson, K.H. Ng, W. Preechaporn, & J.C. Aligaen (Eds.), Proceedings
of the 3rd International Conference on Science and Mathematics. (466-
474). Penang: SEAMEO RECSAM.