Available via license: CC BY 4.0
Content may be subject to copyright.
JPII 3 (2) (2014) 128-133
Jurnal Pendidikan IPA Indonesia
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii
ELEMEN BERNALAR TUJUAN PADA PEMBELAJARAN IPA MELALUI
PENDEKATAN METAKOGNITIF SISWA SMP
S. Patonah*
Pendidikan Fisika Universitas PGRI Semarang, Indonesia
Diterima: 21 Mei 2014. Disetujui: 3 Juli 2014. Dipublikasikan: Oktober 2014
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan pembelajaran IPA menggunakan pendekatan metakognitif untuk
meningkatkan kemampuan berfikir kritis pada siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah triangulasi mix method design.
Dari hasil pengamatan, sejumlah 6 kelompok telah merespon pertanyaan, sehingga semua dapat dikatakan telah berpikir kritis
karena dapat menginterpretasikan hasil pengamatan pada video dan dapat mempertimbangkan hasil percobaan sebelumnya.
Penerapan pembelajaran IPA dengan pendekatan metakognitif dapat membuat siswa berpikir tentang perencanaan kerja sam-
pai dengan pemecahan masalah yang dihadapi
ABSTRACT
The purpose of this study is to develop a learning science using metacognitive approach to enhance the ability of critical think-
ing in students . The research method used is triangulation mixed method design. From the results, a number of 6 groups have
responded to the question , so that all can be said to have critical thinking because it can interpret the results of observations on
video and can consider the results of previous experiments. The application of science learning with metacognitive approach
can make students think about the planning work to solving those problems.
© 2014 Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNNES Semarang
Keywords: Learning Science; metacognitive approach; learning science; elements of reasoning destination
*Alamat korespondensi:
E-mail: siti_blimbing9@yahoo.co.id
keadaan yang belum diamati.
Berpikir kritis merupakan kemampuan
mental yang mendorong seseorang menggunakan
kecerdasannya untuk melakukan pekerjaan. Pro-
ses ini merupakan aktivitas kognitif yang disadari
dan diupayakan sehingga terjadi perolehan pen-
getahuan yang bermakna. Menurut Samotawa
(2011), berpikir kritis terdiri dari keterampilan
mengamati dan menyumpulkan (observing and in-
ferring), membandingkan dan membedakan (com-
paring and contrasting) dan mengenal sebab dan
akibat (recognizing cause and effect). Lebih lanjut
Paul dan Elder (dalam Inch, 2006) memaparkan
Indikator Elemen berfikir kritis dalam Tabel 1.
Menurut Langrehr (dalam Yulianti, 2010),
manfaat untuk berfikir kritis dan kreatif adalah:
a) mempertimbangkan konskuensi, b) membe-
dakan antara fakta dan opini, c) membedakan
kesimpulan yang pasti dan yang belum pasti, d)
mengidentifikasikan makna, e) mempertimbang-
PENDAHULUAN
Keistimewaan manusia dibandingkan
dengan mahluk lainnya adalah kemampuannya
berfikir. Hampir semua kegiatan manusia me-
libatkan kemampuan berfikir. Kemampuan se-
seorang untuk dapat berhasil dalam kehidupan
antara lain ditentukan oleh keterampilan berfi-
kir kritis, terutama dalam upaya memecahkan
masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
Kemampuan berfikir kritis yang diajarkan lebih
dini diharapkan di masa datang akan sangat
membantu dalam mengambil keputusan secara
tepat, cermat, sistematis, benar, dan logis dengan
mempertimbangkan berbagai sudut pandang/
aspek (Yulianti, 2010). Kegiatan ini dilakukan
berdasarkan hasil-hasil pengamatan, kemudian
mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada
129
S. Patonah / JPII 3 (2) (2014) 128-133
kan sudut pandang alternatif, f) menunjukkan
penyebab atau bukti, g) membedakan faktor rele-
van dan tidak relevan, h) mengambil keputusan,
i) menguji reliabilitas suatu pernyataan yang di-
buat, j) mengajukan pertanyaan pribadi.
Dalam makalah ini hanya akan dibahas
mengenai elemen bernalar tujuan dalam indi-
kator merancang proses yang akan dicapai pada
pembelajaran IPA menggunakan pendekatan me-
takognitif siswa SMP.
IPA termasuk mata pelajaran ilmu-ilmu
dasar, sehingga perubahan kurikulum yang ada
biasanya juga didasarkan pada mata pelajaran
ini. IPA merupakan cabang ilmu pengetahuan
yang bertujuan mempelajari dan memahami ke-
jadian atau fenomena alam yang terjadi di ling-
kungan sekitar (Yulianti, 2010). Namun demiki-
an, pembelajaran IPA di sekolah masih banyak
didominasi oleh peran guru sehingga kadang da-
pat menghambat kemampuan siswa untuk berfi-
kir kritis. Fakta yang dipelajari di bangku sekolah
sering tidak berkaitan dengan apa yang dialami
atau yang terdapat di lingkungan siswa bahkan
kadang bertolak belakang. Kondisi semacam ini
dapat memnggiring pada lemahnya siswa untuk
menalar, mereka lebih senang menghafal apa
yang diperoleh dari guru daripada mengembang-
kan daya berfikir kritisnya. Pada gilirannya sis-
wa memiliki kelemahan untuk menyampaiakan
pendapatnya sendiri, lemah dalam menganalisis
serta mudah bergantung pada orang lain diban-
dingkan bertanggung jawab terhadap pilihannya.
Pengamatan berulang terhadap beberapa
objek dan peristiwa dengan tafsiran relatif yang
sama akan menghasilkan pola-pola tertentu, se-
hingga keterampilan menafsirkan (memprediksi)
hasil pengamatan sangat mendukung pengam-
bilan keputusan atau kesimpulan (Samotawa,
2011). Masih dalam buku yang sama pada hala-
man 101, disebutkan bahwa indikator seseorang
memiliki keterampilan merencanakan percobaan
adalah: a) Mengenali titik awal atau kejadian
awal yang relevan dengan percobaan, b) Men-
genali variabel yang harus diubah dalam perco-
baan, c) Mengenali variabel yang harus dibuat
sama agar diperoleh suatu “a fair test”, d) Menge-
nali semua variabel yang harus dikendalikan, dan
e) Mengenali variabel yang sesuai untuk diukur
atau dibandingkan
Untuk menilai kemampuan berpikir kritis
seseorang, dapat dilihat dari kemampuan men-
ginterpretasi, menganalisis, mengevalusi, me-
nyimpulkan, menjelaskan apa yang dipikirkan
dan membuat keputusan, menerapkan kekua-
Tabel 1. Indikator Elemen Bernalar versi Paul dan Elder
No Elemen Bernalar Indikator Berfikir Kritis
1Pertanyaan terhadap
masalah
Membuat pertanyaan terhadap masalah
Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi
2 Tujuan
Menjelaskan tujuan masalah
Mengidentifikasi ciri-ciri masalah
Merancang proses yang ingin dicapai
3 Informasi
Mendeskripsikan informasi
Mempertimbangkan kredibilitas sumber
Menjelaskan hasil observasi
4 Konsep
Mendefinisikan istilah
Mendeskripsikan teori dan konsep
Mengaitkan hasil observasi dengan konsep
5 Asumsi Mengidentifikasi asumsi
Memprediksi kemungkinan yang akan terjadi
6 Sudut Pandang Mempertimbangkan hasil penelitian sebelumnya
Membuat argumen terhadap masalah
7Interpretasi dan menarik
kesimpulan
Menginterpretasikan pernyataan/ gambar
Menginterpretasikan hasil observasi
Membuat dan menilai keputusan
8Implikasi dan akibat-
akibat
Memprediksi kemungkinan terhadap masalah
Mengidentifikasi sumber-sumber masalah
Mengantisipasi dan mencari solusi terhadap masalah
S. Patonah / JPII 3 (2) (2014) 128-133
130
tan berpikir kritis pada dirinya sendiri, dan me-
ningkatkan kemampuan berpikir kritis terhadap
pendapat-pendapat yang dibuatnya. Lebih lanjut
Inch (2006) menyatakan bahwa berpikir kritis
adalah sebuah proses di mana seseorang menco-
ba untuk menjawab secara rasional pertanyaan-
pertanyaan yang tidak dapat dijawab secara mu-
dah dan di mana semua informasi yang relevan
tidak tersedia.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam
pembelajaran seharusnya siswa dilatih untuk me-
nemukan informasi belajar secara mandiri dan
aktif menciptakan struktur kognitif dalam proses
belajar, sehingga terwujud pembelajaran yang
berpusat pada siswa hal ini senada dengan apa
yang telah diteliti oleh (Jayapraba dan Kanma-
ni, 2013): cooperative learning be adopted regularly
in classroom to enhance metacognitive awareness of
higher secondary student. Oleh karenanya, dalam
penelitian juga dipilih metode pembelajaran yang
kooperatif (dibuat kelompok, ada 6 kelompok).
Salah satu strategi pembelajaran yang se-
jalan dengan konstruktivisme adalah pendekatan
metakognitif. Metakognitif merupakan penge-
tahuan yang berhubungan dengan proses kogni-
tif untuk menyelesaikan masalah. Metakognitif
disebut juga sebagai self-monitoring approach, di-
jelaskan: “can help students develope the ability to
take control or their own learning, consciously define
learning goals, and monitor their progress in achie-
ving them”. Cognition is concerned with what some-
one knows, metacognition with what people know
about their knowledge (Flavel, 1979). Metakognitif
sangat penting untuk meningkatkan kemampu-
an siswa karena proses ini berhubungan dengan
perencanaan, monitoring dan evaluasi mengenai
pemecahan masalah. Selain itu, di dalam proses
metakognitif dapat mengkonstruksi hubungan
antara pengetahuan awal dengan pengetahuan
yang baru, menemukan strategi pemecahan ma-
salah dan merefleksikan proses pembelajaran
serta menemukan pemecahannya. Hal ini juga
seiring dengan penelitian yang dilakukan oleh
Shannon (2008), yaitu: “teaching strategies is avalu-
able skill that helps students become more self_directed
learners. Before the study, the majority of the students
did not give any thought to how they learn and what
type of learning style they have. But now, these student
are interested in developing a “study skills” course that
would be mandatory for all incoming freshmen”.
Cognition is concerned with what someone
knows, metacognition with what people know about
their knowledge (Flavel, 1979). Metakognitif san-
gat penting untuk meningkatkan kemampuan
siswa karena proses ini berhubungan dengan pe-
rencanaan, monitoring dan evaluasi mengenai
pemecahan masalah. Selain itu, di dalam proses
metakognitif dapat mengkonstruksi hubungan
antara pengetahuan awal dengan pengetahuan
yang baru, menemukan strategi pemecahan ma-
salah dan merefleksikan proses pembelajaran ser-
ta menemukan pemecahannya. Hal ini sejalan
juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Toit dan Kotze (2009), dimana hasil dari peneliti-
an tersebut adalah: the metacognitive strategies iden-
tified in this study could serve as a guide in ensuring
effective teaching and assisting learners to study and
learn mathematics effectively.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian mixed
method yang menggunakan metode pengumpulan
data secara kualitatif dan kuantitatif. Pengambi-
lan data dilakukan secara simultan selama pro-
ses pengembangan pembelajaran dengan pende-
katan metakognitf. Desain penelitian ini adalah
Research and Development (R & D). Subjek peneli-
tian adalah siswa kelas VII SMP N 15 Kota Se-
marang. Instrumen perangkat pembelajaran IPA
dengan pendekatan metakognitif untuk mening-
katkan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.
Analisis data dilakukan dengan menggu-
nakan triangulasi mix-method design yaitu dengan
menganalisis secara simultan dari data kuantatif
dan data kualitatif serta data gabungan. Selanjut-
nya menggunakan hasil analisisnya untuk mema-
hami permasalahan penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Di dalam proses pembelajaran, desain lem-
bar kerja siswa dirancang dengan urutan kegiatan
yang memperlihatkan video yang berisi tentang
diskusi materi campuran. Di awal kegiatan, sis-
wa diberikan lembar kerja siswa yang memuat
indikator-indikator dalam elemen berpikir kritis
versi Paul dan Elder yang disesuaikan dengan
konsep pembelajaran. Saat video diputar, siswa
melakukan diskusi kelompok dengan memper-
hatikan lembar kerja siswa yang meliputi: 1) In-
formasi yang didapatkan dari pengamatan video,
2) menghubungkan informasi dari video dengan
kegiatan laboratorium yang akan dilakukan, 3)
memprediksi masalah atau kendala yang mung-
kin terjadi dalam kegiatan praktikum penentuan
campuran heterogen dan campuran homogen,
4) membuat rencana kegiatan praktikum sesuai
dengan yang dipikirkan, 5) mengukur seberapa
besar keyakinan saudara terhadap keberhasilan
perencanaan yang dibuat bersama kelompok
serta kemampuan dalam memberikan alasan, 6)
131
S. Patonah / JPII 3 (2) (2014) 128-133
melakukan kegiatan praktikum sesuai dengan pe-
rencanaan dengan catatan jika terjadi kesalahan
dapat memberikan alasan serta dapat melakukan
perbaikan.
Kemampuan berpikir kritis pada siswa da-
pat dilihat dari bagaimana siswa merespon seti-
ap pertanyaan pada lembar kerja yang disajikan.
Hal ini sesuai dengan elemen bernalar: Informasi
dengan indikator berpikir kritis yakni mendes-
kripsikan informasi dan menjelaskan hasil ob-
servasi dari hasil pengamatan video yang dipu-
tar. Kemampuan anak dalam mengerjakan LKS
(Lembar Kerja Siswa) ini menunjukkan, bahwa
siswa telah berpikir kritis karena telah dapat me-
nuliskan kembali tentang apa yang telah diamati.
Sedangkan pada Lembar Kegiatan Siswa, anak
mampu melakukan kegiatan laboratorium materi
campuran.
Pada elemen bernalar: Konsep dengan in-
dikator berpikir kritis mengaitkan hasil observasi
dengan konsep, siswa merespon “dapat meng-
hubungkan informasi” pada kegiatan laborato-
rium dengan menunjukkan serta membedakan
antara campuran homogen dan heterogen. Hasil
ini sesuai dengan yang ditulis oleh Arend (2009)
bahwa berpikir kritis merupakan pengembangan
cara berpikir secara mandiri tentang penyelesai-
an masalah. Di dalam kerja, siswa diminta un-
tuk mencampur bahan-bahan yang telah tersedia,
selanjutnya siswa mendefiniskan sendiri konsep
dari campuran heterogen dan homogen.
Setelah siswa melakukan kegiatan labora-
torium IPA pada materi campuran secara kelom-
pok, siswa diberikan soal latihan berupa uraian
yang dikerjakan secara individu. Data hasil bela-
jar siswa dengan menggunakan pendekatan me-
takognitif disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 2. Respon Siswa terhadap Lembar Kerja Siswa No. 4 (Indikator Merancang Proses yang Akan
Dicapai)
Pertanyaan Kelompok Respon Siswa
Buatlah rencana keg-
iatan praktikum ses-
uai yang anda pikir-
kan!
1
2
3
4
5
6
S. Patonah / JPII 3 (2) (2014) 128-133
132
Tabel 3. Hasil Belajar Siswa
No Parameter Nilai
1. Rata-rata 65,7
2. Nilai tertinggi 93
3. Nilai terendah 26
Tahapan awal dalam penelitian ini adalah
tahap perancangan perangkat pembelajaran yang
kemudian dikonsultasikan kepada ahli yang di-
sebut validator. Perangkat yang divalidasi dalam
penelitian ini adalah RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran), lembar kerja siswa dan lembar ke-
giatan siswa. Hasil validasi selanjutnya dijadikan
acuan untuk memperbaiki perangkat agar layak
digunakan dalam suatu pembelajaran, dengan
merevisi bagian-bagian yang perlu diperbaiki.
Penyusunan perangkat harus meliputi hal
yang akan dikembangkan; yakni perangkat pem-
belajaran fisika dengan pendekatan metakognitif
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa SMP. Di dalam RPP, lembar kerja siswa
dan lembar kegiatan siswa tertuang hal-hal yang
mengenai berpikir kritis siswa. Di dalam rancan-
gan RPP, pada kegiatan elaborasi memfasilitasi
siswa untuk belajar secara aktif yaitu dengan
berdiskusi dengan rekan kerja. Pada saat diskusi,
disediakan lembar kerja siswa dan lembar kegia-
tan siswa yang memfasilitasi siswa untuk mening-
katkan kemampuan berpikir kritis.
Di dalam proses pembelajaran, desain lem-
bar kerja siswa dirancang dengan urutan kegiatan
yang memperlihatkan video yang berisi tentang
diskusi materi campuran. Di awal kegiatan, sis-
wa diberikan lembar kerja siswa yang memuat
indikator-indikator dalam elemen berpikir kritis
versi Paul dan Elder yang disesuaikan dengan
konsep pembelajaran. Saat video diputar, siswa
melakukan diskusi kelompok dengan memper-
hatikan lembar kerja siswa yang meliputi: 1) In-
formasi yang didapatkan dari pengamatan video,
2) menghubungkan informasi dari video dengan
kegiatan laboratorium yang akan dilakukan, 3)
memprediksi masalah atau kendala yang mung-
kin terjadi dalam kegiatan praktikum penentuan
campuran heterogen dan campuran homogen,
4) membuat rencana kegiatan praktikum sesuai
dengan yang dipikirkan, 5) mengukur seberapa
besar keyakinan saudara terhadap keberhasilan
perencanaan yang dibuat bersama kelompok
serta kemampuan dalam memberikan alasan, 6)
melakukan kegiatan praktikum sesuai dengan pe-
rencanaan dengan catatan jika terjadi kesalahan
dapat memberikan alasan serta dapat melakukan
perbaikan
Pendekatan metakognitif sangat berperan
dalam membantu siswa memahami materi pem-
belajaran dan meningkatkan antusiasme siswa,
hal ini sebagaimana hasil penelitian yang dilaku-
kan oleh Maulana (2008). Proses metakognitif
sangat penting dalam pembelajaran, meskipun
proses ini banyak yang tidak dimanfaatkan oleh
siswa sebagai strategi belajar, siswa kurang me-
monitor efektifitas strategi belajarnya. Hal ini
juga senada dengan hasil penelitian oleh Shan-
non (2008), teaching student metacognitive strategies
is a valuable skill helps student become more self-di-
rected learners.
Kemampuan berpikir kritis pada siswa da-
pat dilihat dari bagaimana siswa merespon seti-
ap pertanyaan pada lembar kerja yang disajikan.
Berdasarkan hasil kerja, semua kelompok dapat
menjawab tentang informasi yang didapat dari
pengamatan video. Hal ini sesuai dengan elemen
bernalar: Informasi dengan indikator berpikir
kritis yakni mendeskripsikan informasi dan men-
jelaskan hasil observasi dari hasil pengamatan vi-
deo yang diputar (Tabel 2). Jawaban siswa hasil
diskusi kelompok beragam, namun sesuai den-
gan hasil pengamatan mengenai materi campu-
ran. Kemampuan ini menunjukkan, bahwa siswa
telah berpikir kritis karena telah dapat menulis-
kan kembali tentang apa yang telah diamati. Ke-
giatan pembelajaran dengan menampilkan video
merupakan salah satu tahapan dalam pembelaja-
ran metakognitif. Hal ini dikarenakan karena di
awal pembelajaran siswa memusatkan perhatian
pada kegiatan belajar. Jika perhatian siswa telah
terpusat, maka kesadaran tentang tujuan belajar
yang akan dicapai.
Pada elemen bernalar: tujuan dengan in-
dikator merancang proses yang ingin dicapai
(Tabel 2), siswa merespon beragam jawaban. Ke-
lompok 1 memberikan respon: akan menyiapkan
alat praktikum. Kelompok 2 memberikan respon:
campuran tidak merata disebut campuran hete-
rogen dan campuran merata disebut campuran
homogen. Kelompok 3: menyiapkan alat dan
bahan, mencampurakan bahan-bahan dengan air
yang sudah dipersiapkan, lalu mengisi lembar ke-
giatan siswa. Kelompok 4: mempersiapkan alat
dan bahan yang akan digunakan. Kelompok 5:
mempersiapkan alat dan melakukan praktikum.
Sedangkan kelompok 6, respon yang diberikan
adalah: menyiapkan alat-alat untuk melakukan
praktikum. Dari seluruh respon yang ada makan
kelompok 2-6 telah mencapai kemampuan ber-
fikir kritis untuk elemen bernalar tujuan dengan
indikator merancang apa yang akan dicapai. Se-
dangkan kelompok pertama belum menunjukkan
penguasaannya, karena belum merancang ke-
giatan yang akan dilakukan. Secara keseluruhan
133
S. Patonah / JPII 3 (2) (2014) 128-133
Semua kelompok telah merespon pertanyaan, se-
hingga semua dapat dikatakan telah berpikir kri-
tis karena dapat menginterpretasikan hasil penga-
matan pada video dan dapat mempertimbangkan
hasil percobaan sebelumnya.
Metakognitif sangat diperlukan untuk ke-
suksesan belajar, karena dengan metakognitif
memungkinkan siswa untuk mampu mengelola
kecakapan kognisi dan mampu melihat (mene-
mukan) kelemahannya yang akan diperbaiki den-
gan kecakapan kognisi berikutnya. Pembelajaran
metakognitif pada kegiatan laboratorium IPA
materi campuran secara umum dapat memban-
tu siswa dalam meningkatkan kemapuan berpi-
kir kritis. Hal ini dikarenakan siswa secara sadar
dengan apa yang dikerjakan serta dapat mengu-
kur sendiri seberapa besar pengetahuan dan ke-
mampuan yang dimiliki. Selain itu, berdasarkan
hasil pada Lembar Kerja Siswa, mereka dapat
mengambil tindakan atau langkah yang diputus-
kan bersama berdasarkan hasil pemikiran yang
logis sesuai dengan apa yang dilakukan. Semen-
tara itu, berfikir kritis sangat penting diberikan
kepada siswa agar mereka mampu memecahkan
masalah dan mengambil keputusan yang tepat
sesuai dengan kebenaran ilmiah. Berpikir kritis
memungkinkan siswa menemukan kebenaran
di tengah-tengah derasnya informasi yang men-
datangi mereka setiap hari dari berbagai sumber
belajar (Hasruddin, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian, maka pen-
dekatan kognitif sangat membantu siswa untuk
dapat berfikir kritis, khususnya adalah elemen
bernalar tujuan untuk merancang proses yang
akan terjadi.
PENUTUP
Penerapan pembelajaran IPA dengan pen-
dekatan metakognitif dapat membuat siswa ber-
pikir tentang perencanaan kerja sampai dengan
pemecahan masalah yang dihadapi. Proses ber-
pikir kritis siswa SMP dalam kegiatan pembela-
jaran IPA setelah mendapatkan pembelajaran
dengan pendekatan metakognitif terlihat pada ta-
hapan kerja melalui prosedur lembar kerja siswa.
Elemen bernalar tujuan dengan indikator meran-
cang apa yang akan dicapai dapat dioptimalkan
melalui pendekatan metakognitif.
DAFTAR PUSTAKA
Arend, B. 2009. Encouraging critical thinking in online
threaded discussions. The Journal of Educators
Online, 6 (1): 1-23.
Flavell, J. 1979. Metacognitive and cognitive monitor-
ing: A new area of cognitive developmental in-
quiry. American Psychologist. 34: 906-911.
Hasruddin. 2009. Memaksimalkan Kemampuan Ber-
fikir Kritis Melalui Pendekatan Kontekstual.
Journal Tabularasa PPs UNIMED, 6 (1): 48-60.
Inch, E. S. 2006. Critical Thinking and Communica-
tion: The Use of Reason in Argument (5 th
ed.). Boston: Pearson Education, Inc.
Jayapraba, G and Kanmani, M. 2013. Metacognitive
Awareness In Science Classroom Of Higher
Secondary Students. International Journal on
New Trends in Education and Their Implications,
4 (3).
Maulana. 2008. Pendekatan Metakognitif sebagai Al-
ternatif Pembelajaran Matematika untuk Me-
ningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis Maha-
siswa PGSD. Journal Pendidikan Dasar, (10).
Samotawa, U. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.
Jakarta: PT. Indeks.
Shannon, S.V. 2008. Using Metacognitive Strategies and
Learning Styles to Create Self-Directed Learners. In-
stitute for Learning Styles Journal, 1:14-28.
Toit, S. & Kotze, G. 2009. Metacognitive Strategies in
The Taching and Learning of Mathematics.
Journal Phytagoras, 70: 57-67.
Yulianti, D. 2010. Bermain Sambil Belajar Sains di Ta-
man Kanak-kanak. Jakarta: PT. Indeks