ArticlePDF Available

Elemen bernalar tujuan pada pembelajaran ipa melalui pendekatan metakognitif siswa SMP

Authors:

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan pembelajaran IPA menggunakan pendekatan metakognitif untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis pada siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah triangulasi mix method design. Dari hasil pengamatan, sejumlah 6 kelompok telah merespon pertanyaan, sehingga semua dapat dikatakan telah berpikir kritis karena dapat menginterpretasikan hasil pengamatan pada video dan dapat mempertimbangkan hasil percobaan sebelumnya. Penerapan pembelajaran IPA dengan pendekatan metakognitif dapat membuat siswa berpikir tentang perencanaan kerja sampai dengan pemecahan masalah yang dihadapi The purpose of this study is to develop a learning science using metacognitive approach to enhance the ability of critical thinking in students . The research method used is triangulation mixed method design. From the results, a number of 6 groups have responded to the question , so that all can be said to have critical thinking because it can interpret the results of observations on video and can consider the results of previous experiments. The application of science learning with metacognitive approach can make students think about the planning work to solving those problems.
JPII 3 (2) (2014) 128-133
Jurnal Pendidikan IPA Indonesia
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii
ELEMEN BERNALAR TUJUAN PADA PEMBELAJARAN IPA MELALUI
PENDEKATAN METAKOGNITIF SISWA SMP
S. Patonah*
Pendidikan Fisika Universitas PGRI Semarang, Indonesia
Diterima: 21 Mei 2014. Disetujui: 3 Juli 2014. Dipublikasikan: Oktober 2014
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan pembelajaran IPA menggunakan pendekatan metakognitif untuk
meningkatkan kemampuan berfikir kritis pada siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah triangulasi mix method design.
Dari hasil pengamatan, sejumlah 6 kelompok telah merespon pertanyaan, sehingga semua dapat dikatakan telah berpikir kritis
karena dapat menginterpretasikan hasil pengamatan pada video dan dapat mempertimbangkan hasil percobaan sebelumnya.
Penerapan pembelajaran IPA dengan pendekatan metakognitif dapat membuat siswa berpikir tentang perencanaan kerja sam-
pai dengan pemecahan masalah yang dihadapi
ABSTRACT
The purpose of this study is to develop a learning science using metacognitive approach to enhance the ability of critical think-
ing in students . The research method used is triangulation mixed method design. From the results, a number of 6 groups have
responded to the question , so that all can be said to have critical thinking because it can interpret the results of observations on
video and can consider the results of previous experiments. The application of science learning with metacognitive approach
can make students think about the planning work to solving those problems.
© 2014 Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNNES Semarang
Keywords: Learning Science; metacognitive approach; learning science; elements of reasoning destination
*Alamat korespondensi:
E-mail: siti_blimbing9@yahoo.co.id
keadaan yang belum diamati.
Berpikir kritis merupakan kemampuan
mental yang mendorong seseorang menggunakan
kecerdasannya untuk melakukan pekerjaan. Pro-
ses ini merupakan aktivitas kognitif yang disadari
dan diupayakan sehingga terjadi perolehan pen-
getahuan yang bermakna. Menurut Samotawa
(2011), berpikir kritis terdiri dari keterampilan
mengamati dan menyumpulkan (observing and in-
ferring), membandingkan dan membedakan (com-
paring and contrasting) dan mengenal sebab dan
akibat (recognizing cause and effect). Lebih lanjut
Paul dan Elder (dalam Inch, 2006) memaparkan
Indikator Elemen berfikir kritis dalam Tabel 1.
Menurut Langrehr (dalam Yulianti, 2010),
manfaat untuk berfikir kritis dan kreatif adalah:
a) mempertimbangkan konskuensi, b) membe-
dakan antara fakta dan opini, c) membedakan
kesimpulan yang pasti dan yang belum pasti, d)
mengidentifikasikan makna, e) mempertimbang-
PENDAHULUAN
Keistimewaan manusia dibandingkan
dengan mahluk lainnya adalah kemampuannya
berfikir. Hampir semua kegiatan manusia me-
libatkan kemampuan berfikir. Kemampuan se-
seorang untuk dapat berhasil dalam kehidupan
antara lain ditentukan oleh keterampilan berfi-
kir kritis, terutama dalam upaya memecahkan
masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
Kemampuan berfikir kritis yang diajarkan lebih
dini diharapkan di masa datang akan sangat
membantu dalam mengambil keputusan secara
tepat, cermat, sistematis, benar, dan logis dengan
mempertimbangkan berbagai sudut pandang/
aspek (Yulianti, 2010). Kegiatan ini dilakukan
berdasarkan hasil-hasil pengamatan, kemudian
mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada
129
S. Patonah / JPII 3 (2) (2014) 128-133
kan sudut pandang alternatif, f) menunjukkan
penyebab atau bukti, g) membedakan faktor rele-
van dan tidak relevan, h) mengambil keputusan,
i) menguji reliabilitas suatu pernyataan yang di-
buat, j) mengajukan pertanyaan pribadi.
Dalam makalah ini hanya akan dibahas
mengenai elemen bernalar tujuan dalam indi-
kator merancang proses yang akan dicapai pada
pembelajaran IPA menggunakan pendekatan me-
takognitif siswa SMP.
IPA termasuk mata pelajaran ilmu-ilmu
dasar, sehingga perubahan kurikulum yang ada
biasanya juga didasarkan pada mata pelajaran
ini. IPA merupakan cabang ilmu pengetahuan
yang bertujuan mempelajari dan memahami ke-
jadian atau fenomena alam yang terjadi di ling-
kungan sekitar (Yulianti, 2010). Namun demiki-
an, pembelajaran IPA di sekolah masih banyak
didominasi oleh peran guru sehingga kadang da-
pat menghambat kemampuan siswa untuk berfi-
kir kritis. Fakta yang dipelajari di bangku sekolah
sering tidak berkaitan dengan apa yang dialami
atau yang terdapat di lingkungan siswa bahkan
kadang bertolak belakang. Kondisi semacam ini
dapat memnggiring pada lemahnya siswa untuk
menalar, mereka lebih senang menghafal apa
yang diperoleh dari guru daripada mengembang-
kan daya berfikir kritisnya. Pada gilirannya sis-
wa memiliki kelemahan untuk menyampaiakan
pendapatnya sendiri, lemah dalam menganalisis
serta mudah bergantung pada orang lain diban-
dingkan bertanggung jawab terhadap pilihannya.
Pengamatan berulang terhadap beberapa
objek dan peristiwa dengan tafsiran relatif yang
sama akan menghasilkan pola-pola tertentu, se-
hingga keterampilan menafsirkan (memprediksi)
hasil pengamatan sangat mendukung pengam-
bilan keputusan atau kesimpulan (Samotawa,
2011). Masih dalam buku yang sama pada hala-
man 101, disebutkan bahwa indikator seseorang
memiliki keterampilan merencanakan percobaan
adalah: a) Mengenali titik awal atau kejadian
awal yang relevan dengan percobaan, b) Men-
genali variabel yang harus diubah dalam perco-
baan, c) Mengenali variabel yang harus dibuat
sama agar diperoleh suatu “a fair test”, d) Menge-
nali semua variabel yang harus dikendalikan, dan
e) Mengenali variabel yang sesuai untuk diukur
atau dibandingkan
Untuk menilai kemampuan berpikir kritis
seseorang, dapat dilihat dari kemampuan men-
ginterpretasi, menganalisis, mengevalusi, me-
nyimpulkan, menjelaskan apa yang dipikirkan
dan membuat keputusan, menerapkan kekua-
Tabel 1. Indikator Elemen Bernalar versi Paul dan Elder
No Elemen Bernalar Indikator Berfikir Kritis
1Pertanyaan terhadap
masalah
Membuat pertanyaan terhadap masalah
Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi
2 Tujuan
Menjelaskan tujuan masalah
Mengidentifikasi ciri-ciri masalah
Merancang proses yang ingin dicapai
3 Informasi
Mendeskripsikan informasi
Mempertimbangkan kredibilitas sumber
Menjelaskan hasil observasi
4 Konsep
Mendefinisikan istilah
Mendeskripsikan teori dan konsep
Mengaitkan hasil observasi dengan konsep
5 Asumsi Mengidentifikasi asumsi
Memprediksi kemungkinan yang akan terjadi
6 Sudut Pandang Mempertimbangkan hasil penelitian sebelumnya
Membuat argumen terhadap masalah
7Interpretasi dan menarik
kesimpulan
Menginterpretasikan pernyataan/ gambar
Menginterpretasikan hasil observasi
Membuat dan menilai keputusan
8Implikasi dan akibat-
akibat
Memprediksi kemungkinan terhadap masalah
Mengidentifikasi sumber-sumber masalah
Mengantisipasi dan mencari solusi terhadap masalah
S. Patonah / JPII 3 (2) (2014) 128-133
130
tan berpikir kritis pada dirinya sendiri, dan me-
ningkatkan kemampuan berpikir kritis terhadap
pendapat-pendapat yang dibuatnya. Lebih lanjut
Inch (2006) menyatakan bahwa berpikir kritis
adalah sebuah proses di mana seseorang menco-
ba untuk menjawab secara rasional pertanyaan-
pertanyaan yang tidak dapat dijawab secara mu-
dah dan di mana semua informasi yang relevan
tidak tersedia.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam
pembelajaran seharusnya siswa dilatih untuk me-
nemukan informasi belajar secara mandiri dan
aktif menciptakan struktur kognitif dalam proses
belajar, sehingga terwujud pembelajaran yang
berpusat pada siswa hal ini senada dengan apa
yang telah diteliti oleh (Jayapraba dan Kanma-
ni, 2013): cooperative learning be adopted regularly
in classroom to enhance metacognitive awareness of
higher secondary student. Oleh karenanya, dalam
penelitian juga dipilih metode pembelajaran yang
kooperatif (dibuat kelompok, ada 6 kelompok).
Salah satu strategi pembelajaran yang se-
jalan dengan konstruktivisme adalah pendekatan
metakognitif. Metakognitif merupakan penge-
tahuan yang berhubungan dengan proses kogni-
tif untuk menyelesaikan masalah. Metakognitif
disebut juga sebagai self-monitoring approach, di-
jelaskan: “can help students develope the ability to
take control or their own learning, consciously define
learning goals, and monitor their progress in achie-
ving them”. Cognition is concerned with what some-
one knows, metacognition with what people know
about their knowledge (Flavel, 1979). Metakognitif
sangat penting untuk meningkatkan kemampu-
an siswa karena proses ini berhubungan dengan
perencanaan, monitoring dan evaluasi mengenai
pemecahan masalah. Selain itu, di dalam proses
metakognitif dapat mengkonstruksi hubungan
antara pengetahuan awal dengan pengetahuan
yang baru, menemukan strategi pemecahan ma-
salah dan merefleksikan proses pembelajaran
serta menemukan pemecahannya. Hal ini juga
seiring dengan penelitian yang dilakukan oleh
Shannon (2008), yaitu: “teaching strategies is avalu-
able skill that helps students become more self_directed
learners. Before the study, the majority of the students
did not give any thought to how they learn and what
type of learning style they have. But now, these student
are interested in developing a “study skills” course that
would be mandatory for all incoming freshmen”.
Cognition is concerned with what someone
knows, metacognition with what people know about
their knowledge (Flavel, 1979). Metakognitif san-
gat penting untuk meningkatkan kemampuan
siswa karena proses ini berhubungan dengan pe-
rencanaan, monitoring dan evaluasi mengenai
pemecahan masalah. Selain itu, di dalam proses
metakognitif dapat mengkonstruksi hubungan
antara pengetahuan awal dengan pengetahuan
yang baru, menemukan strategi pemecahan ma-
salah dan merefleksikan proses pembelajaran ser-
ta menemukan pemecahannya. Hal ini sejalan
juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Toit dan Kotze (2009), dimana hasil dari peneliti-
an tersebut adalah: the metacognitive strategies iden-
tified in this study could serve as a guide in ensuring
effective teaching and assisting learners to study and
learn mathematics effectively.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian mixed
method yang menggunakan metode pengumpulan
data secara kualitatif dan kuantitatif. Pengambi-
lan data dilakukan secara simultan selama pro-
ses pengembangan pembelajaran dengan pende-
katan metakognitf. Desain penelitian ini adalah
Research and Development (R & D). Subjek peneli-
tian adalah siswa kelas VII SMP N 15 Kota Se-
marang. Instrumen perangkat pembelajaran IPA
dengan pendekatan metakognitif untuk mening-
katkan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.
Analisis data dilakukan dengan menggu-
nakan triangulasi mix-method design yaitu dengan
menganalisis secara simultan dari data kuantatif
dan data kualitatif serta data gabungan. Selanjut-
nya menggunakan hasil analisisnya untuk mema-
hami permasalahan penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Di dalam proses pembelajaran, desain lem-
bar kerja siswa dirancang dengan urutan kegiatan
yang memperlihatkan video yang berisi tentang
diskusi materi campuran. Di awal kegiatan, sis-
wa diberikan lembar kerja siswa yang memuat
indikator-indikator dalam elemen berpikir kritis
versi Paul dan Elder yang disesuaikan dengan
konsep pembelajaran. Saat video diputar, siswa
melakukan diskusi kelompok dengan memper-
hatikan lembar kerja siswa yang meliputi: 1) In-
formasi yang didapatkan dari pengamatan video,
2) menghubungkan informasi dari video dengan
kegiatan laboratorium yang akan dilakukan, 3)
memprediksi masalah atau kendala yang mung-
kin terjadi dalam kegiatan praktikum penentuan
campuran heterogen dan campuran homogen,
4) membuat rencana kegiatan praktikum sesuai
dengan yang dipikirkan, 5) mengukur seberapa
besar keyakinan saudara terhadap keberhasilan
perencanaan yang dibuat bersama kelompok
serta kemampuan dalam memberikan alasan, 6)
131
S. Patonah / JPII 3 (2) (2014) 128-133
melakukan kegiatan praktikum sesuai dengan pe-
rencanaan dengan catatan jika terjadi kesalahan
dapat memberikan alasan serta dapat melakukan
perbaikan.
Kemampuan berpikir kritis pada siswa da-
pat dilihat dari bagaimana siswa merespon seti-
ap pertanyaan pada lembar kerja yang disajikan.
Hal ini sesuai dengan elemen bernalar: Informasi
dengan indikator berpikir kritis yakni mendes-
kripsikan informasi dan menjelaskan hasil ob-
servasi dari hasil pengamatan video yang dipu-
tar. Kemampuan anak dalam mengerjakan LKS
(Lembar Kerja Siswa) ini menunjukkan, bahwa
siswa telah berpikir kritis karena telah dapat me-
nuliskan kembali tentang apa yang telah diamati.
Sedangkan pada Lembar Kegiatan Siswa, anak
mampu melakukan kegiatan laboratorium materi
campuran.
Pada elemen bernalar: Konsep dengan in-
dikator berpikir kritis mengaitkan hasil observasi
dengan konsep, siswa merespon “dapat meng-
hubungkan informasi” pada kegiatan laborato-
rium dengan menunjukkan serta membedakan
antara campuran homogen dan heterogen. Hasil
ini sesuai dengan yang ditulis oleh Arend (2009)
bahwa berpikir kritis merupakan pengembangan
cara berpikir secara mandiri tentang penyelesai-
an masalah. Di dalam kerja, siswa diminta un-
tuk mencampur bahan-bahan yang telah tersedia,
selanjutnya siswa mendefiniskan sendiri konsep
dari campuran heterogen dan homogen.
Setelah siswa melakukan kegiatan labora-
torium IPA pada materi campuran secara kelom-
pok, siswa diberikan soal latihan berupa uraian
yang dikerjakan secara individu. Data hasil bela-
jar siswa dengan menggunakan pendekatan me-
takognitif disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 2. Respon Siswa terhadap Lembar Kerja Siswa No. 4 (Indikator Merancang Proses yang Akan
Dicapai)
Pertanyaan Kelompok Respon Siswa
Buatlah rencana keg-
iatan praktikum ses-
uai yang anda pikir-
kan!
1
2
3
4
5
6
S. Patonah / JPII 3 (2) (2014) 128-133
132
Tabel 3. Hasil Belajar Siswa
No Parameter Nilai
1. Rata-rata 65,7
2. Nilai tertinggi 93
3. Nilai terendah 26
Tahapan awal dalam penelitian ini adalah
tahap perancangan perangkat pembelajaran yang
kemudian dikonsultasikan kepada ahli yang di-
sebut validator. Perangkat yang divalidasi dalam
penelitian ini adalah RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran), lembar kerja siswa dan lembar ke-
giatan siswa. Hasil validasi selanjutnya dijadikan
acuan untuk memperbaiki perangkat agar layak
digunakan dalam suatu pembelajaran, dengan
merevisi bagian-bagian yang perlu diperbaiki.
Penyusunan perangkat harus meliputi hal
yang akan dikembangkan; yakni perangkat pem-
belajaran fisika dengan pendekatan metakognitif
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa SMP. Di dalam RPP, lembar kerja siswa
dan lembar kegiatan siswa tertuang hal-hal yang
mengenai berpikir kritis siswa. Di dalam rancan-
gan RPP, pada kegiatan elaborasi memfasilitasi
siswa untuk belajar secara aktif yaitu dengan
berdiskusi dengan rekan kerja. Pada saat diskusi,
disediakan lembar kerja siswa dan lembar kegia-
tan siswa yang memfasilitasi siswa untuk mening-
katkan kemampuan berpikir kritis.
Di dalam proses pembelajaran, desain lem-
bar kerja siswa dirancang dengan urutan kegiatan
yang memperlihatkan video yang berisi tentang
diskusi materi campuran. Di awal kegiatan, sis-
wa diberikan lembar kerja siswa yang memuat
indikator-indikator dalam elemen berpikir kritis
versi Paul dan Elder yang disesuaikan dengan
konsep pembelajaran. Saat video diputar, siswa
melakukan diskusi kelompok dengan memper-
hatikan lembar kerja siswa yang meliputi: 1) In-
formasi yang didapatkan dari pengamatan video,
2) menghubungkan informasi dari video dengan
kegiatan laboratorium yang akan dilakukan, 3)
memprediksi masalah atau kendala yang mung-
kin terjadi dalam kegiatan praktikum penentuan
campuran heterogen dan campuran homogen,
4) membuat rencana kegiatan praktikum sesuai
dengan yang dipikirkan, 5) mengukur seberapa
besar keyakinan saudara terhadap keberhasilan
perencanaan yang dibuat bersama kelompok
serta kemampuan dalam memberikan alasan, 6)
melakukan kegiatan praktikum sesuai dengan pe-
rencanaan dengan catatan jika terjadi kesalahan
dapat memberikan alasan serta dapat melakukan
perbaikan
Pendekatan metakognitif sangat berperan
dalam membantu siswa memahami materi pem-
belajaran dan meningkatkan antusiasme siswa,
hal ini sebagaimana hasil penelitian yang dilaku-
kan oleh Maulana (2008). Proses metakognitif
sangat penting dalam pembelajaran, meskipun
proses ini banyak yang tidak dimanfaatkan oleh
siswa sebagai strategi belajar, siswa kurang me-
monitor efektifitas strategi belajarnya. Hal ini
juga senada dengan hasil penelitian oleh Shan-
non (2008), teaching student metacognitive strategies
is a valuable skill helps student become more self-di-
rected learners.
Kemampuan berpikir kritis pada siswa da-
pat dilihat dari bagaimana siswa merespon seti-
ap pertanyaan pada lembar kerja yang disajikan.
Berdasarkan hasil kerja, semua kelompok dapat
menjawab tentang informasi yang didapat dari
pengamatan video. Hal ini sesuai dengan elemen
bernalar: Informasi dengan indikator berpikir
kritis yakni mendeskripsikan informasi dan men-
jelaskan hasil observasi dari hasil pengamatan vi-
deo yang diputar (Tabel 2). Jawaban siswa hasil
diskusi kelompok beragam, namun sesuai den-
gan hasil pengamatan mengenai materi campu-
ran. Kemampuan ini menunjukkan, bahwa siswa
telah berpikir kritis karena telah dapat menulis-
kan kembali tentang apa yang telah diamati. Ke-
giatan pembelajaran dengan menampilkan video
merupakan salah satu tahapan dalam pembelaja-
ran metakognitif. Hal ini dikarenakan karena di
awal pembelajaran siswa memusatkan perhatian
pada kegiatan belajar. Jika perhatian siswa telah
terpusat, maka kesadaran tentang tujuan belajar
yang akan dicapai.
Pada elemen bernalar: tujuan dengan in-
dikator merancang proses yang ingin dicapai
(Tabel 2), siswa merespon beragam jawaban. Ke-
lompok 1 memberikan respon: akan menyiapkan
alat praktikum. Kelompok 2 memberikan respon:
campuran tidak merata disebut campuran hete-
rogen dan campuran merata disebut campuran
homogen. Kelompok 3: menyiapkan alat dan
bahan, mencampurakan bahan-bahan dengan air
yang sudah dipersiapkan, lalu mengisi lembar ke-
giatan siswa. Kelompok 4: mempersiapkan alat
dan bahan yang akan digunakan. Kelompok 5:
mempersiapkan alat dan melakukan praktikum.
Sedangkan kelompok 6, respon yang diberikan
adalah: menyiapkan alat-alat untuk melakukan
praktikum. Dari seluruh respon yang ada makan
kelompok 2-6 telah mencapai kemampuan ber-
fikir kritis untuk elemen bernalar tujuan dengan
indikator merancang apa yang akan dicapai. Se-
dangkan kelompok pertama belum menunjukkan
penguasaannya, karena belum merancang ke-
giatan yang akan dilakukan. Secara keseluruhan
133
S. Patonah / JPII 3 (2) (2014) 128-133
Semua kelompok telah merespon pertanyaan, se-
hingga semua dapat dikatakan telah berpikir kri-
tis karena dapat menginterpretasikan hasil penga-
matan pada video dan dapat mempertimbangkan
hasil percobaan sebelumnya.
Metakognitif sangat diperlukan untuk ke-
suksesan belajar, karena dengan metakognitif
memungkinkan siswa untuk mampu mengelola
kecakapan kognisi dan mampu melihat (mene-
mukan) kelemahannya yang akan diperbaiki den-
gan kecakapan kognisi berikutnya. Pembelajaran
metakognitif pada kegiatan laboratorium IPA
materi campuran secara umum dapat memban-
tu siswa dalam meningkatkan kemapuan berpi-
kir kritis. Hal ini dikarenakan siswa secara sadar
dengan apa yang dikerjakan serta dapat mengu-
kur sendiri seberapa besar pengetahuan dan ke-
mampuan yang dimiliki. Selain itu, berdasarkan
hasil pada Lembar Kerja Siswa, mereka dapat
mengambil tindakan atau langkah yang diputus-
kan bersama berdasarkan hasil pemikiran yang
logis sesuai dengan apa yang dilakukan. Semen-
tara itu, berfikir kritis sangat penting diberikan
kepada siswa agar mereka mampu memecahkan
masalah dan mengambil keputusan yang tepat
sesuai dengan kebenaran ilmiah. Berpikir kritis
memungkinkan siswa menemukan kebenaran
di tengah-tengah derasnya informasi yang men-
datangi mereka setiap hari dari berbagai sumber
belajar (Hasruddin, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian, maka pen-
dekatan kognitif sangat membantu siswa untuk
dapat berfikir kritis, khususnya adalah elemen
bernalar tujuan untuk merancang proses yang
akan terjadi.
PENUTUP
Penerapan pembelajaran IPA dengan pen-
dekatan metakognitif dapat membuat siswa ber-
pikir tentang perencanaan kerja sampai dengan
pemecahan masalah yang dihadapi. Proses ber-
pikir kritis siswa SMP dalam kegiatan pembela-
jaran IPA setelah mendapatkan pembelajaran
dengan pendekatan metakognitif terlihat pada ta-
hapan kerja melalui prosedur lembar kerja siswa.
Elemen bernalar tujuan dengan indikator meran-
cang apa yang akan dicapai dapat dioptimalkan
melalui pendekatan metakognitif.
DAFTAR PUSTAKA
Arend, B. 2009. Encouraging critical thinking in online
threaded discussions. The Journal of Educators
Online, 6 (1): 1-23.
Flavell, J. 1979. Metacognitive and cognitive monitor-
ing: A new area of cognitive developmental in-
quiry. American Psychologist. 34: 906-911.
Hasruddin. 2009. Memaksimalkan Kemampuan Ber-
fikir Kritis Melalui Pendekatan Kontekstual.
Journal Tabularasa PPs UNIMED, 6 (1): 48-60.
Inch, E. S. 2006. Critical Thinking and Communica-
tion: The Use of Reason in Argument (5 th
ed.). Boston: Pearson Education, Inc.
Jayapraba, G and Kanmani, M. 2013. Metacognitive
Awareness In Science Classroom Of Higher
Secondary Students. International Journal on
New Trends in Education and Their Implications,
4 (3).
Maulana. 2008. Pendekatan Metakognitif sebagai Al-
ternatif Pembelajaran Matematika untuk Me-
ningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis Maha-
siswa PGSD. Journal Pendidikan Dasar, (10).
Samotawa, U. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.
Jakarta: PT. Indeks.
Shannon, S.V. 2008. Using Metacognitive Strategies and
Learning Styles to Create Self-Directed Learners. In-
stitute for Learning Styles Journal, 1:14-28.
Toit, S. & Kotze, G. 2009. Metacognitive Strategies in
The Taching and Learning of Mathematics.
Journal Phytagoras, 70: 57-67.
Yulianti, D. 2010. Bermain Sambil Belajar Sains di Ta-
man Kanak-kanak. Jakarta: PT. Indeks
... It is in accordance with the results of teacher interviews in which it is stated that during the learning process students tended to be passive and unable to express their opinions. For this reason, Patonah (2014) states that the weakness of students in expressing their opinions makes students dependent on other people instead of being responsible for their choices. ...
... Most of the questions developed require answers that are rote in nature, not oriented to critical thinking skills. As a result, students become weak in reasoning, weak in analyzing, and weak in expressing opinions (Patonah, 2014;Widura et al., 2015). ...
... Pendidikan menjadi sarana untuk mempersiapkan siswa bergabung dalam angkatan kerja yang mampu memecahkan masalah, berpikir analitis dan kritis sehingga mereka dapat menjadi tenaga kerja yang professional dan produktif yang menghasilkan pengetahuan, dapat bertukar informasi dan mendorong kemajuan serta membantu pembangunan kesejahteraan masyarakat umum (Sasson et al, 2018). Guru sebagai seorang pendidik harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa dalam menemukan informasi belajarnya secara mandiri dan aktif menciptakan struktur kognitif pada siswa (Patonah, 2014). Upaya dalam pembentukan kemampuan berpikir kritis siswa yang optimal memerlukan adanya kelas yang interaktif, siswa berperan sebagai pemikir bukan seseorang yang diajar, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan motivator yang membantu siswa dalam belajar. ...
Article
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat diperlukan seseorang agar dapat menghadapi berbagai permasalahan dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat. Hal ini dikarenakan pemikir kritis mampu menganalisis dan mengevaluasi informasi, memunculkan pertanyaan dan masalah yang vital, menyusun pertanyaan dan masalah dengan jelas, mengumpulkan dan menilai informasi yang relevan menggunakan ide-ide abstrak, berpikiran terbuka, serta mengomunikasikannya dengan efektif. Kemampuan berpikir kritis juga sangat diperlukan dalam pembelajaran sejarah untuk menganalisis peristiwa sejarah dan menyajikan hasil analisisnya ke dalam bentuk tulisan berdasarkan fakta-fakta sejarah yang ditemukan. Tujuan untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran sejarah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei. Teknik pengambilan sampel penelitian ini yaitu purposive sampling. Diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran sejarah diperoleh nilai presentase dari ketercapaian indikator berpikir kritis pada kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Bandar Sribahwono Ketercapaian indikator analisis (menganalisis, mengaitkan data) pada kelas XI IPS 2 sebesar 96,47% dengan katagori sangat baik dan pada kelas XI IPS 4 sebesar 90,58% dengan kategori sangat baik. Ketercapaian indikator evaluasi (memperbandingkan, memberi argumentasi) pada kelas XI IPS 2 sebesar 79,41% dengan kategori baik dan pada kelas XI IPS 4 sebesar 91,17% dengan kategori sangat baik. Ketercapaian indikator inferensi (mengambil keputusan yang wajar dari bukti) pada kelas XI IPS 2 sebesar 82,35% dengan kategori baik dan pada kelas XI IPS 4 sebesar 88,23% dengan kategori baik. Ketercapaian indikator eksplanasi (menelaah dan menyimpulkan) pada kelas XI IPS 2 sebesar 70,58% dengan kategori cukup baik dan pada kelas XI IPS sebesar 58,8% dengan kategori kurang.
... However, in the learning process teachers tend to be more active and there are still many students who have not actively asked and developed their thinking ability, resulting in low critical thinking ability of students. The learning process is still dominated by teachers and tends to memorize rather than develop thinking skills, resulting in students being weak in conveying their own ideas, weak in analyzing, and relying on others rather than being responsible for their own choices (Patonah, 2014). From this explanation, it is necessary to practice to familiarize students with critical thinking ability, so that students are accustomed to acting and thinking critically. ...
Article
Full-text available
This study aimed to determine the effect of online through guided inquiry laboratory toward students' critical thinking ability. This research was carried out at MAN 1 Central Lampung in the 2021/2022 academic year with a sample consisting of two classes and a total of 64 students. The research design was a one group pre-test post-test design. The experiment was conducted by applying five stages of guided inquiry laboratory learning models, namely observation, manipulation, generalization, verification, and application. The results showed that there were differences in critical thinking ability before and after treatment with an average pre-test value of 30.76 and post-test 56.25 and an average N-Gain of 0.36 in the medium category. The results of hypothesis testing through paired sample t-test obtained sig value. (2-tailed) of 0.000. Thus, it can be concluded that there are positive and significant influence in physics learning through an online guided inquiry laboratory toward students' critical thinking ability.
... The improvement in student physics problem solving ability is due to their metacognitive ability, which falls into the moderate N-gain category. Patonah (2014) found that metacognitive ability causes students to think about planning up to problem solving, and that students with good problem solving abilities improve their metacognitive abilities (Herlanti et al., 2017). ...
Article
Full-text available
This study aims to determine the effect of learning REAL (Reconizing, Explaining, Applying, Looking back) based on multiple representations to build metacognition and problem solving skills in physics education students. The design of this research is the static group pretest-posttest. The total sample of the study was 114 people spread over 2 state universities in Lampung Province, Indonesia, each consisting of an experimental group (n=57) and a control group (n=57). The collected data were both descriptively and inferentially analyzed. A descriptive analysis was performed by grouping and interpreting data into three categories, while an independent samples t-test was used to perform an inferential analysis. The results revealed that there is a significant N-gain difference in metacognition and problem solving abilities between the experimental and control groups. The REAL learning model with multiple representations plays an important role in developing students’ metacognition and problem-solving abilities. The majority of them state that they are delighted and find it easier to understand basic concepts of electricity and magnetism learning materials. Similarly, metacognitive ability plays an important role in developing students' physics problem solving skills, as evidenced by regression test results of r = 0.71.
... Without this skill, mathematics learners will face difficulty when working on the activity of finding and analyzing information. Patonah (2014) claims that critical thinking can bring up a person's mentality in using his intelligence to solve the problems at hand. The problem-solving process with Polya (1973) suggests the detailed steps in problem-solving, which include understanding the problem, planning problem-solving, implementing problem-solving, and reviewing (Badawi, 2015). ...
Article
Full-text available
To prepare students to compete in 21st-century skills, the Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia integrates character education into school subjects. However, as a medium, comics do not contain the level of character values, exploration, and critical thinking skills in problem-solving on geometry material. Therefore, the aim of this study is to produce digital media based on character values on mathematical critical thinking skills in solving problems related to learning styles for eighth-grade students. This development research employed the 4-D method (Define, Design, Develop, and Disseminate). The study indicates that the digital comic learning media is valid with a total average score of 3.60 based on the material expert’s validation and 3.50 based on the media expert’s validation. The eight-grade students' responses were positive (92%) based on the trials. The learning outcomes in terms of kinesthetic, auditory, and visual learning styles used in this study can all meet all indicators of mathematical problem-solving.
... Kemampuan kritis siswa dapat meningkat dangan melibatkan siswa berperan aktif pada saat proses pembelajaran (Agnafia, 2019;Nuryanti et al., 2018;Patonah, 2014;Shim & Walczak, 2012;Sumar, 2020). Maka dari itu diupayakan oleh pihak sekolah agar memberikan pembelajaran kepada siswa yang tidak bersifat membosankan, sehingga dapat melatih siswa untuk berpikir lebih jauh dan bisa mengasah pemikiran siswa untuk lebih ke arah berpikir kritis. ...
Article
Full-text available
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) kesiapan guru dalam menghadapi asesmen kompetensi minimum, (2) kesiapan guru dalam menghadapi survey karakter, (3) kesiapan guru dalam menghadapi survey lingkungan belajar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif eksplanatori. Populasi penelitian adalah guru di sekolah SMP di Kecamatan Kota Selatan yang berjumlah 230 orang dengan teknik pengambilan sampel menggunakan tabel Harry King sehingga di peroleh sampel 139 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan kuisioner, wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah deskripstif persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) kesiapan guru dalam menghadapi asesmen kompetensi minimum berada pada kategori siap. (2) kesiapan guru dalam menghadapi survey karakter berada pada kategori sangat siap. (3) kesiapan guru dalam menghadapi survey lingkungan belajar pada kategori siap. Untuk itu disarankan : (1) kepala sekolah memberikan edukasi serta latihan kepada seluruh guru-guru yang ada di lingkungan sekolah agar memahami apa yang di inginkan oleh program ini. (2) bagi guru dapat mengikuti dengan cermat latihan baik diklat maupun workshop terkait persiapan asesmen nasional (3) bagi siswa, fokuskan untuk mengikuti pembelajaran dengan cermat serta luangkan waktu untuk membaca buku di perpustakaan untuk meningkatkan minat baca.
... Hasil evaluasi kegiatan belajar menyelesaikan soal uji kompetensi konsep tekanan dan penerapannya diperoleh 6 siswa yang mampu berpikir secara otonom. Berdasarkan hasil penelitian "Elemen bernalar tujuan pada pembelajaran IPA melalui pendekatan metakognitif siswa SMP " oleh Patonah (2014), menyatakan pedekatan kognitif sangat membantu siswa agar mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan kebenaran ilmiah, khususnya adalah elemen bernalar tujuan untuk merancang proses yangakan terjadi. ...
Article
Full-text available
This Classroom Action Research conducted in the subject of Pressure on Solids aims to optimize students' analytical thinking skills through a learning cycle model with a metacognitive approach. The ability to think analytically is the foundation that students must have in understanding physics concepts and using them to solve physics problems in everyday life. The first meeting learning activities in solving problems using metacognitive knowledge and cognitive skills obtained the achievement of students' analytical thinking skills of 66.25%. In the learning process, students' self-concepts also need to be developed, because the success of learning in the cognitive and psychomotor domains is influenced by the affective conditions of students. A good student self-concept can be formed when the teacher is optimistic in the learning process and in the thinking processes of the students. The learning outcomes of the first cycle led to the learning process at the third meeting with the achievement of analytical thinking skills of 74.9%. This means that the metacognitive approach is able to optimize the level of students' analytical thinking in understanding the relationship between the concepts of force, area and pressure, and helps students to construct knowledge independently. In the fourth meeting through metacognitive experience, students are expected to be able to think autonomously, namely: having the ability to understand problems, the ability to apply concepts, the ability to connect problems with formulas that might be used, and the skills to use mathematics as a tool to draw conclusions on the phenomena encountered. The results of the self-assessment questionnaire showed that 73% of students were able to follow the learning process well even though the teacher needed encouragement to generate confidence in their abilities. The implication is that the achievement of daily tests is 64.15% and 70% of class VIIIB students at MTs Al Fatah Banjarnegara have finished studying. Through the learning cycle model with a metaconitive approach, it produces a balance in learning activities in cognitive (69), affective (74) and psychomotor (76) aspects. This means that students are quite able to analyze arguments and provide explanations based on correct and rational perceptions. In addition, students also have good attitudes and skills in carrying out the learning process and investigating pressure experiments on solids. ABSTRAKPenelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam materi Tekanan pada Zat Padat ini bertujuan untuk mengoptimalkan kemampuan berpikir analisis siswa melalui model siklus belajar dengan pendekatan metakognitif. Kemampuan berpikir analisis merupakan landasan yang harus dimiliki siswa dalam memahami konsep fisika dan memanfaatkannya untuk menyelesaikan persoalan fisika dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan belajar pertemuan pertama dalam memecahkan soal menggunakan pengetahuan metakognitif dan keterampilan kognitif diperoleh ketercapaian kemampuan berpikir analisis siswa 66,25%. Dalam proses belajar konsep diri siswa perlu pula dikembangkan, karena keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif siswa. Konsep diri siswa yang baik dapat terbentuk bila guru memiliki optimistis dalam proses pembelajaran dan proses berpikir yang dilakukan siswanya. Hasil belajar siklus pertama mengantarkan dalam proses belajar pertemuan ketiga dengan ketercapaian kemampuan berpikir analisis 74,9%. Artinya pendekatan metakognitif mampu mengoptimalkan tingkat berpikir analisis siswa dalam memahami hubungan antar konsep gaya, luas dan tekanan, dan membantu siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri. Dalam pertemuan keempat melalui pengalaman metakognitif diharapkan siswa mampu berpikir secara otonom, yaitu: memiliki kemampuan memahami persoalan, kemampuan menerapkan konsep, kemampuan menghubungkan persoalan dengan formula yang mungkin akan digunakan, dan keterampilan menggunakan matematika sebagai alat untuk menarik kesimpulan atas fenomena yang dihadapi. Hasil angket penilaian diri terdapat 73% siswa mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik walaupun diperlukan dorongan guru untuk membangkitkan kepercayaan akan kemampuan dirinya. Implikasinya diperoleh ketercapaian ulangan harian 64,15% dan 70% siswa kelas VIIIB MTs Al Fatah Banjarnegara tuntas belajar. Melalui model siklus belajar dengan pendekatan metakonitif menghasilkan keseimbangan dalam aktivitas belajar aspek kognitif (69), afektif (74) dan psikomotorik (76). Artinya siswa cukup mampu menganalisa argumen dan memberikan penjelasan berdasarkan persepsi yang benar dan rasional. Selain itu siswa juga memiliki sikap dan keterampilan yang baik dalam melakukan proses pembelajaran dan penyelidikan percobaan tekanan pada zat padat.
... Pembelajaran sains bisa mengasah kemampuan berpikir kritis dari peserta didik, tentunya dengan mengajarkan peserta untuk menggunakan kemampuan berpikir kritisnya adalah salah satu tujuan dari pendidikan itu sendiri (Kazempour, 2013) dan tentunya juga implementasi dari kurikulum 2013. Guru harus bisa membimbing peserta didik untuk memunculkan dan melatih kemampuan berpikir kritis dari peserta didik di dalam proses belajar, hal ini tentunya dapat membantu para peserta didik untuk menemukan informasi belajar secara mandiri dan tentunya juga membuat peserta didik lebih aktif membuat atau menciptakan struktur kognitif yang ada pada diri peserta didik tersebut (Patonah, 2014). ...
... Analisis keterampilan1berpikir1kritis siswa dengan kategori kurang (K) sebanyak 75% dan siswa dengan kategori sangat kurang (SK) dalam keterampilan berpikir kritis sebanyak 25%. Hal ini1juga didukung oleh penelitian yang menyatakan bahwa suatu proses di pembelajaran1tingkat1SMP/MTs masih menggunakan teacher centered [10]. Dibutuhkan perubahan1dalam1proses pembelajaran1di sekolah, sehingga dapat membuat siswa tertarik dan dapat meningkatkan keterampilan1berpikir1kritis siswa dan terutama hasil belajar siswa juga lebih bagus. ...
... Critical thinking skills in teaching are assumed to be a competency that can be achieved by a person and are constantly evolving (Nickerson in Kartimi, 2012). Therefore, teachers play an essential role in empowering students' critical thinking skills through a learning process that can train students to discover concepts independently (Patonah, 2014). Learning devices are an essential element as a determinant of learning success (Tanjung & Nababan, 2018), and one of them is teaching materials. ...
Article
Full-text available
This study aims to determine the validity and practicality of guided inquiry-based e-modules accompanied by virtual laboratories on digestive system materials to empower critical thinking skills. The type of research used is research and development (R&D), by applying the Borg and Gall development model consisting of 10 steps and grouped in four stages including: preliminary study stage, development, testing, and deployment. This study is limited to e-modules validity and practicality testing. The instruments used are the validity and practicality questionnaires. The assessment of the results of the validity and practicality questionnaire is interpreted with the likert scale. Based on the analysis of the data obtained the following results: 1) Test validity by material experts, learning device experts, media experts, and education practitioners obtained a value in a row that is, 85.30%, 95.40%, 88.30%, and 93.20% with very good category, 2) Practicality tests by small-scale student groups, large-scale student groups, and biology teachers from 3 schools obtained consecutive grades, i.e., 87.60%, 89.50%, and 90.00% with very good category. Based on the validity and practicality tests, it can be concluded that the e-modules developed are valid and practical to use
Article
Full-text available
Instructional Model of Science Based on Playing Games at Kindergartens. The study investi­gated the effectiveness of a science instructional model for kindergarten based on learning by playing games. It was aimed at increasing cognitive, affective and psycho-motor learning outcomes. Action research was conducted in two cycles, each of which involved planning, implementing, observing, and reflecting. The result of the study showed that science instructional model using games can increase the students achievements in cognitive, affective and psycho-motoric aspects. Abstrak: Model Pembelajaran Sains di Taman Kanak-kanak dengan Bermain Sambil Belajar. Penelitian ini bertujuan mengungkap keberhasilan model pembelajaran sains di Taman Kanak-kanak ber­dasarkan "bermain sambil belajar" dalam meningkatkan hasil belajar aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus; masing-masing siklus mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Hasilnya menunjukkan bahwa model pembelajaran sains di Taman Kanak-kanak yang menggunakan prinsip ber­main sambil belajar dapat meningkatkan hasil belajar sains yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Article
Full-text available
The broad aim of this study was to investigate the use of metacognitive strategies by Grade 11 mathematics learners and their teachers. Two objectives were stated: To investigate which metacognitive strategies Grade 11 mathematics learners and mathematics teachers can employ to enhance metacognition among learners, and to investigate the extent to which Grade 11 mathematics learners and teachers use metacognitive strategies. Questionnaires were used to obtain quantitative data about the use of metacognitive strategies by learners and teachers. The findings indicate that planning strategy and evaluating the way of thinking and acting were used most by bothteachers and learners. Journal–keeping and thinking aloud were used least by teachers and learners.
Article
Full-text available
Critical thinking is a highly desirable goal of online higher education courses. This article presents qualitative data from a mixed-method study that explores how asynchronous discussions within online courses influence critical thinking among students. In this study, online discussions were related to higher levels of critical thinking, but qualitative data indicate that the way discussions are used and facilitated is vital for encouraging critical thinking. Online discussions typically have the purpose of creating a space and time for informal, open-ended thinking to occur. Critical thinking appears to be best encouraged among students when a more consistent emphasis is placed on the discussions, and when instructor facilitation is less frequent but more purposeful.
Article
The purpose of this action research project was to help students become self-directed learners by determining what metacognitive strategies would be the most effective for a student's specific learning styles. Students were surveyed using the Perceptual Modality Preference Survey to determine their dominant learning styles. Students were then introduced to a new metacognitive strategy each week and asked to apply the strategy to their daily learning processes. Students were then asked to reflect on which metacognitive strategies best fit their learning styles. The results were then tallied to determine which strategies were preferred within the seven learning style groups.
Article
Studies suggest that young children are quite limited in their knowledge about cognitive phenomena—or in their metacognition—and do relatively little monitoring of their own memory, comprehension, and other cognitive enterprises. Metacognitive knowledge is one's stored knowledge or beliefs about oneself and others as cognitive agents, about tasks, about actions or strategies, and about how all these interact to affect the outcomes of any sort of intellectual enterprise. Metacognitive experiences are conscious cognitive or affective experiences that occur during the enterprise and concern any aspect of it—often, how well it is going. Research is needed to describe and explain spontaneous developmental acquisitions in this area and find effective ways of teaching metacognitive knowledge and cognitive monitoring skills. (9 ref) (PsycINFO Database Record (c) 2012 APA, all rights reserved)
Pendekatan Metakognitif sebagai Alternatif Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis Mahasiswa PGSD
  • Maulana
Maulana. 2008. Pendekatan Metakognitif sebagai Alternatif Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis Mahasiswa PGSD. Journal Pendidikan Dasar, (10).
Metacognitive Awareness In Science Classroom Of Higher Secondary Students
  • Jayapraba
  • M Kanmani
Jayapraba, G and Kanmani, M. 2013. Metacognitive Awareness In Science Classroom Of Higher Secondary Students. International Journal on New Trends in Education and Their Implications, 4 (3).
Memaksimalkan Kemampuan Berfikir Kritis Melalui Pendekatan Kontekstual
  • Hasruddin
Hasruddin. 2009. Memaksimalkan Kemampuan Berfikir Kritis Melalui Pendekatan Kontekstual. Journal Tabularasa PPs UNIMED, 6 (1): 48-60. Inch, E. S. 2006. Critical Thinking and Communication: The Use of Reason in Argument (5 th ed.). Boston: Pearson Education, Inc.
Critical Thinking and Communication: The Use of Reason in Argument
  • E S Inch
Inch, E. S. 2006. Critical Thinking and Communication: The Use of Reason in Argument (5 th ed.). Boston: Pearson Education, Inc.
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
  • U Samotawa
Samotawa, U. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Indeks.