ArticlePDF Available

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI JAWA TENGAH

Authors:

Abstract and Figures

Perhatian ekonom terhadap masalah ketimpangan sangatlah kurang. Kondisi ini juga dilakukan oleh lembaga dunia (Bank Dunia dan UNDP) terutama di bidang kemiskinan, serta pemerintah kita. Dampak kebijakan yang bias antara kemiskinan dan penanggulangan ketimpangan sosial dapat dilihat dari data. Di Indonesia, khususnya Jawa Tengah, selama periode 2002-2011, pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah meningkat disertai dengan pengurangan kemiskinan. Namun ketimpangannya meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis determinan pendapatan yang timpang di Jawa Tengah dari tahun 2002 sampai dengan 2011. Panel metode Data regerssion digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini. Ada 35 data cross section yang mewakili setiap kabupaten dan data seri selama 10 tahun Uji F dan uji Hausman menunjukkan bahwa model efek random terbatas adalah yang terbaik untuk analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada dua variabel yang signifikan yang menyebabkan ketimpangan (share of economic output received by employers wages). Sementara itu, dua variabel lain tidak signifikan (urbanization and dependency ratio).The attention of economist to the problem of inequality is weak. This condition is followed by the world institution (World Bank and UNDP) which concerns in the areas of poverty, as well as our government. The impact of biased policy between poverty and inequality reduction can be seen from the data. In Indonesia, especially Central Java, during the period of 2002 to 2011, economic growth in Central Java increased accompanied by poverty reduction. However inequality increasedThe purpose of the study is to analyze the determinant of inequality income in Central Java from 2002 up to 2011. Panel data regerssion method is used to achieve the objectives of this study. There are 35 cross section data represent every regency and 10-years data series. F test and Hausman test indicate that restricted random effect models are best for analysis. The result shows that there are only two significant variables that determine inequality (share of economic output received by employers wages). Meanwhile, the other two variables are not significant (urbanization and dependency ratio).
Content may be subject to copyright.
Jejak 6 (1) (2013): 42-53. DOI: 10.15294/ jejak.v6i1.3747
JEJAK
Journal of Economics and Policy
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jejak
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KETIMPANGAN
PENDAPATAN DI JAWA TENGAH
Rusli Abdulah
Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia
Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.15294/jejak.v6i1.3747
Received: 2 January 2013; Accepted: 26 january 2013; Published: March 2013
A
bstract
The attention of economist to the problem of inequality is weak. This condition is followed by the world institution (World Bank and UNDP)
which concerns in the areas of poverty, as well as our government. The impact of biased policy between poverty and inequality reduction can
be seen from the data. In Indonesia, especially Central Java, during the period of 2002 to 2011, economic growth in Central Java increased
accompanied by poverty reduction. However inequality increasedThe purpose of the study is to analyze the determinant of inequality
income in Central Java from 2002 up to 2011. Panel data regerssion method is used to achieve the objectives of this study. There are 35 cross
section data represent every regency and 10-
y
ears data series. F test and Hausman test indicate that restricted random effect models are
best for analysis. The result shows that there are only two significant variables that determine inequality (share of economic output received
by employers wages). Meanwhile, the other two variables are not significant (urbanization and dependency ratio).
Keywords: Inequality, Panel Data, Random Effect
A
bstrak
Perhatian ekonom terhadap masalah ketimpangan sangatlah kurang. Kondisi ini juga dilakukan oleh lembaga dunia (Bank Dunia dan
UNDP) terutama di bidang kemiskinan, serta pemerintah kita. Dampak kebijakan yang bias antara kemiskinan dan penanggulangan
ketimpangan sosial dapat dilihat dari data. Di Indonesia, khususnya Jawa Tengah, selama periode 2002-2011, pertumbuhan ekonomi di
Jawa Tengah meningkat disertai dengan pengurangan kemiskinan. Namun ketimpangannya meningkat. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis determinan pendapatan yang timpang di Jawa Tengah dari tahun 2002 sampai dengan 2011. Panel metode
Data regerssion digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini. Ada 35 data cross section yang mewakili setiap kabupaten dan data seri
selama 10 tahun Uji F dan uji Hausman menunjukkan bahwa model efek random terbatas adalah yang terbaik untuk analisis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hanya ada dua variabel yang signifikan yang menyebabkan ketimpangan (share of economic output
received by employers wages). Sementara itu, dua variabel lain tidak signifikan (urbanization and dependency ratio).
Kata Kunci: ketimpangan, data panel, efek random
How to Cite: Abdulah, R. (2013). Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ketimpangan Pendapatan di Jawa
Tengah. JEJAK Journal of Economics and Policy, 6(1). 42-53
© 2013 Semarang State University. All rights reserved
Corresponding author:
Address: Jalan Prof.Soedharto, SH, Tembalang Semarang
E-mail: Rusli_abdulah@yahoo.co.id
ISSN 1979-715X
JEJAK Journal of Economics and Policy 6 (1) (2013): 42-53 43
PENDAHULUAN
Perhatian para ekonom dan pengambil
kebijakan terhadap distribusi pendapatan
tidak seperti perhatian terhadap pertum-
buhan ekonomi dan kemiskinan. Khalifa
(2010). Fred, (2006) mengungkapkan bahwa
kajian distribusi pendapatan menjadi topik
yang telah diabaikan di bidang ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi membawa konse-
kuensi pada tingginya disparitas. Disparitas
juga memberikan hambatan pada mobilitas
inter regional. Corak (2011).
Bank dunia sebagai organisasi dunia
yang konsen terhadap isu pengurangan
kemiskinan memiliki mimpi untuk mewu-
judkan dunia tanpa kemiskinan. Begitupun
dengan United Nation Development
Program (UNDP) yang menjadikan program
pengurangan kemiskinan di dalam tujuan
pertama Millenium Development Goals.
Fereira. (2011).
Begitupun dengan pemerintah Indo-
nesia, pembangunan ekonomi yang selama
ini dijalankan oleh pemerintah lebih konsen
terhadap pertumbuhan ekonomi dan
pengurangan kemiskinan. Namun tidak
terhadap pengurangan ketimpangan. Di
Indonesia, hal tersebut terlihat dari perkem-
bangan data pertumbuhan ekonomi,
kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di
Indonesia dan juga Provinsi Jawa Tengah.
Program penanggulangan kemiskinan
sebenarnya terus dilaksanakan pemerintah
mulai dari inpres desa tertinggal (IDT),
program kompensasi pengalihan subsidi
BBM dan lain sebagainya. Namun program
yang dilaksanakan biasanya bersifat jangka
pendek dan tidak memberikan pelatihan
ketrampilan yang berkelanjutan. Harapannya
program yang diberikan pemerintah bersifat
jangka panjang ke depannya sehingga bisa
mengurangi kemiskinan. Rahman (2010).
Ekonomi Indonesia selama kurun
waktu 2000 hingga 2011 tumbuh dengan tren
positif. Pada tahun 2000, pertumbuhan
ekonomi Indonesia sebesar 4,92 persen naik
menjadi 6,49 persen pada tahun 2011. Pada
saat yang sama, kemiskinan turun dari 19,14
persen pada tahun 2000 menjadi 12,49 persen
pada tahun 2011. Namun, kinerja kedua
indikator tersebut tidak dibarengi dengan
perbaikan pada distribusi pendapatan.
Sumber: Badan Pusat Statistik, berbagai publikasi dan edisi.
Gambar 1. Pertumbuhan, Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia Tahun 2000 hingga 2011
44
Rusli Abdulah, Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ketimpangan Pendapatan di Jawa Tengah
Indeks gini Indonesia naik dari 0,33 pada
tahun 2002 menjadi 0,41 pada tahun 2011.
Informasi lebih lengkap mengenai perkem-
bangan ketiga indikator tersebut tersaji
dalam gambar 1.
Kondisi yang sama juga terjadi di Jawa
Tengah. Ekonomi Jawa Tengah tumbuh dari
3,59 persen pada tahun 2001 menjadi 6,01
persen pada tahun 2011. Kemiskinan turun
dari 7,31 juta orang pada tahun 2002 turun
menjadi 5,11 juta pada tahun 2011. Sedangkan
indeks gini naik dari 0,25 di tahun 2001
menjadi 0,35 pada tahun 2011. Informasi lebih
lengkap mengenai perkembangan ketiga
indikator di Jawa Tengah tersebut tersaji
dalam gambar 2.
Berdasarkan data di atas, pembangun-
an di Indonesia dan juga di Jawa Tengah
terdapat anomali. Perekonomian tumbuh,
kemiskinan turun, namun ketimpangan
meningkat. Anomali antara pertumbuhan
dan ketimpangan pendapatan di Jawa
Tengah tersebut sama seperti apa yang
dikemukakan oleh Kuznet (1955) dan Kaldor
(1956). Kuznet menyatakan bahwa pada
tahap-tahap awal pertumbuhan, distribusi
pendapatan atau kesejahteraan cenderung
memburuk, namun pada tahap-tahap
berikutnya hal itu akan membaik. Konsep ini
dikenal dengan konsep Kuznet “U Terbalik”.
Zheng (2007)
Hal tersebut biasanya dikaitkan dengan
kondisi-kondisi dasar perubahan yang
bersifat struktural. Tahapan pertumbuhan
awal akan terpusat di sektor modern. Pada
tahap ini, lapangan kerja terbatas, namun
tingkat upah dan produktivitas terhitung
tinggi. Sedangkan masih ada sektor lain
yakni pertanian yang menyerap sebagian
besar pekerja, upah dan produktifitas yang
rendah. Perbedaan ini akan menyebabkan
adanya ketimpangan.
Kaldor (1956) menyatakan bahwa
ketimpangan distribusi pendapatan yang
tinggi akan diiringi dengan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Sedangkan distribusi
pendapatan yang lebih merata akan diiringi
oleh pertumbuhan ekonomi yang rendah
(Boediono, 1982; 85). Todaro (2006)
mengungkapkan kesenjangan pendapatan
antar sektor industri modern dengan sektor
pertanian tradisional pada awalnya akan
melebar dengan cepat sebelum pada
akhirnya menyempit kembali. Ketimpangan
Sumber: Badan Pusat Statistik, berbagai publikasi dan edisi.
Gambar 2. Pertumbuhan, Kemiskinan dan Ketimpangan di Jawa Tengah Tahun 2001 hingga 2011
JEJAK Journal of Economics and Policy 6 (1) (2013): 42-53 45
dalam sektor modern yang tengah meng-
alami pertumbuhan pesat itu sendiri jauh
lebih besar daripada yang terkandung dalam
sektor tradisional yang relatif stagnan
ataupun konstan. Selain itu, pada tahap ini,
langkah-langkah transfer pendapatan dan
pengeluaran dalam rangka mengurangi
kemiskinan belum dapat dilaksanakan oleh
pemerintah sehubungan dengan begitu
rendahnya tingkat penghasilan yang rendah.
Ada beberapa faktor yang meme-
ngaruhi distribusi pendapatan. Gustafsson
dan Johansson (1999) menemukan hubungan
negatif bagi negara maju antara persentase
penduduk usia 65 dan di atas dan ketim-
pangan pendapatan. Kuznets (1955)
menunjukkan dalam hipotesisnya bahwa ada
ketimpangan wilayah urban-rural pada tahap
awal pembangunan. Selama industrialisasi
migrasi dari sektor pertanian ke sektor non-
pertanian dan perkotaan dapat menyebab-
kan kelompok-kelompok berpenghasilan
rendah meningkat, menyebabkan mening-
katnya kesenjangan kota dan desa.
Selain urbanisasi dan dependensi rasio,
Stewart (2000) mengungkapkan upah
minimum berpengaruh terhadap distribusi
pendapatan di beberapa Negara. Pertanyaan
tentang dampak upah minimum terhadap
distribusi pendapatan dan kemiskinan masih
menjadi kontroversi. Teori neo-klasik
mengungkapkan bahwa kenaikan upah
minimum akan mengurangi tenaga kerja,
pengangguran bertambah yang pada
akhirnya akan berdampak pada meningkat-
nya kemiskinan dan ketimpangan. Tapi
Keynesian (dan lainnya) rekening penentuan
pekerjaan menantang kesimpulan ini
(Stewart, 2000).
Berdasarkan permasalahan yang diung-
kapkan di atas, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui faktor determinan
ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa
Tengah selama kurun waktu 2002-2011.
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder yang diambil dari
publikasi Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa
Tengah. Series data yang digunakan adalah
data tahun 2002 hingga 2011.
Indeks Gini. Koefisien Gini adalah
ukuran ketimpangan distribusi. Koefisien
Gini dinyatakan dalam bentuk rasio yang
nilainya antara 0 dan 1. Nilai 0 menunjukkan
pemerataan yang sempurna di mana semua
nilai sama sedangkan nilai 1 menunjukkan
ketimpangan yang paling tinggi yaitu satu
orang menguasai semuanya sedangkan yang
lainnya nihil.
Share output yang diterima pemilik
modal. Output share menunjukkan bagian
output dalam perekonomian yang didistri-
busikan ke pemilik modal dan pekerja.
Urbanisasi. Urbanisasi merupakan pro-
ses pengkotaan sebuah daerah atau wilayah.
Dalam penelitian ini, urbanisasi diproxy
dengan rasio jumlah penduduk kota terha-
dap total penduduk.
Upah Minimum Regional. Upah Mini-
mum Regional adalah suatu standar mini-
mum yang digunakan oleh para pengusaha
atau pelaku industri untuk memberikan
upah kepada pegawai, karyawan atau buruh
di dalam lingkungan usaha atau kerjanya.
Pemerintah mengatur pengupahan melalui
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang
Upah Minimum.
Dependensi Rasio. Dependensi rasio
itu artinya angka beban ketergantungan
hidup yang ditunjukkan oleh rasio antara
46
Rusli Abdulah, Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ketimpangan Pendapatan di Jawa Tengah
jumlah penduduk nonproduktif dan
produktif.
Penelitian ini menggunakan analisis
data panel. Gujarati (2009) menyatakan
bahwa untuk menggambarkan data panel
secara singkat, misalkan pada data cross
section, nilai dari satu variabel atau lebih
dikumpulkan untuk beberapa unit sampel
pada suatu waktu. Dalam data panel, unit
cross section yang sama di survei dalam
beberapa waktu.
Penggunaan data panel dalam permo-
delan memiliki kelebihan dan kelemahan.
Hsiao (2003) dan Klevmarken (1989) dalam
Baltagi (2005) memaparkan manfaat penggu-
naan data panel, antara lain: (1) Mengontrol
heterogenitas individu. Data panel dapat
memperlakukan individu, perusahaan,
negara secara heterogen. Ditambahkan pula
oleh Greene (2002) yang menyebutkan
bahwa pada beberapa data panel, jumlah
unit cross section besar, tetapi periode
observasi kecil, sehingga metode deret waktu
tidak cocok lagi digunakan. Kondisi data
yang seperti ini akan lebih baik jika dianalisis
dengan teknik yang difokuskan pada variasi
cross section atau heterogenitas. Selain itu,
data panel juga mampu menganalisis varia-
bel yang tidak berubah sepanjang waktu
(time invariant/time constant variable); (2)
Data panel lebih informatif, bervariasi,
kolinearitas antar variabel lebih kecil, derajat
bebas lebih besar, serta lebih efisien. Data
yang lebih informatif dapat menghasilkan
estimasi parameter yang lebih terpercaya; (3)
Data panel baik untuk menganalisis feno-
mena dinamis, salah satunya kemiskinan dan
dinamika pendapatan.
Data panel baik untuk mengidentifikasi
dan mengukur efek-efek yang tidak dapat
dideteksi pada data cross section maupun
deret waktu.
Model yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
++++= ittitit WUrbQIneq ln
3210
α
α
α
α
itit
DR
ε
α
+
4 (1)
Dimana:
Ineqit = ketimpangan pada region i dan waktu t,
Qit = share output antara pemilik modal dan
pekerja dalam perekonomian di daerah i
dan waktu t,
Urbit = rasio jumlah penduduk kota/desa di
kabupaten/kota i dan waktu t,
Wit = upah minimum kabupaten/kota i dan
waktu t,
DRit = dependensi rasio kabupaten/kota i dan
waktu t.
Model di atas bertujuan untuk melihat
elastisitas perubahan variabel independen
terhadap variabel dependen. Metode esti-
masi akan dilakukan dengan data panel
menggunakan pendekatan common effect,
random effect dan atau fixed effect, tergan-
tung model mana yang terbaik.
Common Effect
Model regresi common effect meru-
pakan teknik yang paling sederhana untuk
mengestimasi data panel, hanya dengan
menggabungkan data cross section dan time
series tanpa melihat perbedaan antar waktu
dan individu, maka model dapat diestimasi
dengan metode ordinary least square (OLS).
Fixed Effect
Asumsi yang dipakai dalam model
regresi fixed effect, bahwa intersep adalah
berbeda antar individu sedangkan slopenya
tetap sama antar individu. Untuk menges-
timasi model fixed effect adalah dengan
JEJAK Journal of Economics and Policy 6 (1) (2013): 42-53 47
menggunakan metode teknik variabel
dummy untuk menjelaskan perbedaan inter-
sep tersebut. Model estimasi ini sering
disebut dengan teknik Least Square Dummy
Variables (LSDV).
Random Effect
Dimasukkannya variabel dummy di
dalam model fixed effect bertujuan untuk
mewakili ketidaktahuan tentang model yang
sebenarnya. Namun, ini juga membawa
konsekuensi berkurangnya derajat kebe-
basan (degree of freedom) yang pada
akhirnya mengurangi efisiensi parameter.
Masalah ini bisa diatasi dengan menggu-
nakan variabel angguan (error terms) dikenal
sebagai metode random effect.
Untuk memilih model mana yang
paling tepat digunakan untuk pengolahan
data panel, maka terdapat beberapa pengu-
jian yang dapat dilakukan, antara lain:
Restricted F-test
Restricted F-test merupakan pengujian
untuk memilih apakah model yang diguna-
kan pooled least square model (common
effect) atau fixed effect model. Hipotesis
sebagai berikut:
H1 : Model PLS (Restricted)
H0 : Model FEM (Unrestricted)
dimana restricted F-test dirumuskan sbb:
F = [(R²ur - R²r) / m] / [(1 - R²ur) / df] (2)
di mana:
R²ur = unrestricted R² ;
m = df for numerator (N-1),
R²r = restricted R² ;
df = df for denominator (NT-N-k),
N = Jumlah data cross section,
T = Jumlah data time series,
K = Jumlah Koefisien Variabel,
df = degrees of freedom (N-K)
jika nilai F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak,
artinya model panel yang baik untuk
digunakan adalah fixed effect model (FEM)
dan sebaliknya jika H0 diterima, berarti
model pooled least square (PLS) yang dipakai
dan dianalisis. Apabila dari uji ini diketahui
H0 ditolak, maka model fixed effect model
harus diuji kembali untuk memilih apakah
akan memakai model fixed effect model atau
random effect model. Salah satu test yang
bisa digunakan adalah Hausman test.
Hausman Test
Hausman test adalah pengujian statis-
tik sebagai dasar pertimbangan kita dalam
memilih apakah menggunakan fixed effect
model atau random effect model. Statistik uji
Hausman mengikuti distribusi statistik chi
square dengan degree of freedom sebanyak k,
dimana k adalah jumlah variabel indepen-
den. Rule of thumb Hausman adalah apabila
nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai
kritisnya maka model yang tepat adalah
model fixed effect, sebaliknya bila nilai
statistik Hausman lebih kecil dari nilai
kritisnya maka model yang tepat adalah
model random effect. Pengujian ini dilakukan
dengan hipotesa sebagai berikut:
H0 : Model Random Effect lebih baik
H
α
: Model Fixed Effect lebih baik
Jika hasil dari Hausman test signifikan
(probability dari hausman < 0,05 ) maka H0
ditolak, artinya model fixed effect lebih baik
untuk digunakan.
Uji Lagrange Multiplier (LM)
Keputusan untuk menggunakan model
common effect atau random effect dapat
diambil berdasarkan Uji lagrange multiplier
(LM). Pengujian ini dilakukan dengan
hipotesa sebagai berikut:
48
Rusli Abdulah, Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ketimpangan Pendapatan di Jawa Tengah
H0: Model Common Effect
H
α
: Model Random Effect
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai indeks gini antar kabupaten di
Jawa Tengah selama 2003 hingga 2011
memperlihatkan kondisi yang semakin
divergen. Hal ini terlihat dari nilai standar
deviasi yang semakin meningkat. Pada tahun
2003, nilai standar deviasi index gini di 35
kabupaten/kota di Jawa Tengah sebesar
0,025. Angkanya meningkat menjadi 0,031
pada tahun 2011.
Selain indeks gini, pada periode yang
sama, upah minimum regional dan output
share perekonomian antar kabupaten juga
mengalami divergensi. Kondisi ini terlihat
dari nilai standar deviasinya. Standar deviasi
upah minimum regional di 35 kabupa-
ten/kota di Jawa Tengah pada tahun 2003
sebesar Rp 3.145,50,-. Standar deviasinya
meningkat menjadi Rp 55.454,48. Sedangkan,
standar deviasi output output share pereko-
nomian naik dari 0.02 pada tahun 2003
menjadi 0,04 pada tahun 2011.
Pada kurun waktu yang sama, depen-
densi rasio dan rasio urbanisasi memiliki
perilaku yang semakin konvergen. Kondisi
ini berbeda dengan indeks gini, upah mini-
mum regional dan output share yakni
menunjukkan kondisi divergensi. Pada tahun
2003, standar deviasi dependensi rasio 35
kabupaten/kota di Jawa Tengah sebesar 5,17.
Angkanya menurun menjadi 4.47 pada tahun
2011. Sedangkan standar deviasai untuk rasio
urbanisasi menurun dari 27,6 (2003) menjadi
27,45 (2011) Informasi lebih lanjut mengenai
perkembangan standar deviasi dan deskripsi
statistic lainnya terlampir dalam lampiran 1.
Sebelum melakukan analisis data,
dilakukan penentuan jenis model terbaik
yang akan digunakan, apakah common effect,
fixed effect atau random effect. Berdasarkan
output olahan data diperoleh: R2ur = 0,592;
R2r = 0,140; N = 35; T = 10; K = 5; Df = 310,
maka diperoleh F hitung sebesar: 11,50. Jika
dibandingkan dengan nilai F tabel sebesar
1,9316, maka F hitung > F tabel, maka H0
ditolak, artinya model panel yang baik untuk
digunakan adalah fixed effect model (FEM).
Tabel 1. Hausman test
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: ORI_1
Test cross-section and period random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 7.602028 4 0.1073
Period random 0.000000 4 1.0000
Cross-section and period random 3.237132 4 0.5190
* Period test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
Tabel 2. Hasil Uji F
Persamaan Fhitung F
tabel Kesimpulan
Pers 1 (Variabel dependen urb ) 4,3985 2,6
Ada korelasi antar variabel dependen
Pers 2 (Variabel dependen q ) 22,079 2,6
Pers 3 (Variabel dependen dr ) 12,961 2,6
Pers 4 (Variabel dependen wages ) 4,731 2,6
Sumber: Output olahan data
JEJAK Journal of Economics and Policy 6 (1) (2013): 42-53 49
Setelah diketahui model fixed effect
model yang baik digunakan, langkah selan-
jutnya adalah menentukan model terbaik
antara fixed effect model (FEM) dan random
effect model (REM). Penentuan model
terbaik antara FEM dan REM dilakukan
dengan Hausman test dengan output seperti
tercantum dalam tabel 1.
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa
nilai probability pada test cross section
random effect memperlihatkan angka
bernilai 0,107 yang berarti tidak significant
dengan tingkat signifikansi 95%. Sehingga
keputusan yang diambil pada pengujian
Hausman test yakni H0 diterima (p-value,
0,05). Hasilnya adalah dengan hipotesis:
model random effect lebih baik dibandingkan
dengan fixed effect. Hasil olah data dari
model random effect adalah sebagai berikut:
Ineq = -0.98 + (2.54E-05)Urb +
0,00082DR +
0,0758 LogWages + 0,21 Q
Perhitungan output JB menunjukkan
nilai sebesar 1,191. sementara nilai Chi Square
dengan df 30 dengan signifikansi didapat
nilai Chi Square sebesar 43,7729yang berarti
nilai JB lebih kecil dari nilai Chi Square.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa data
dalam penelitian ini berdistribusi normal.
Uji multikolienaritas, model dalam
penelitian ini terkena multikol. Hal ini
terlihat dari nilai F hitung hasil regresi
auxiliary.
Alternatif terhadap model yang terkena
multikolienaritas menurut Winarno (2009;
5.7) adalah membiarkannya. Karena estima-
tornya masih dapat bersifat BLUE. Sifat
BLUE tidak terpengaruh oleh ada tidaknya
korelasi antar variabel independen. Namun
harus diketahui, bahwa ada standard error
yang besar.
Model yang digunakan adalah random
effects (metode GLS), sehingga tidak perlu
dilakukan uji heteroskedastisitas dan uji
autokorelasi, karena pelanggaran asumsi
tersebut dalam metode GLS sudah dianti-
sipasi (Sanjoyo, 2010 dalam Pratowo, 2012).
Namun demikian, jika dilihat dari nilai
Durbin-Watson dari hasil regresinya, diper-
oleh nilai 1,5839. Berdasarkan kriteria
Durbin-Watson, maka tidak menolak H0,
berarti tidak ada autokorelasi.
Berdasarkan hasil uji asumsi klasik
yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa regresi dengan model random effects
tersebut memiliki residual yang berdistribusi
normal dan tidak ada masalah dengan
autokorelasi.
Tabel 3. Hasil Uji t
Koefisien thitung t
tabel Kesimpulan
α1 (Urb) -0,1677 1,980
H0diterima, berpengaru tidak
signifikan
α2 (dr) 1,56116 1,980
H0diterima, berpengaruh tidak
signifikan
α3 (wages) 4,49945 1,980 H0ditolak, berpengaruh secara
signifikan
α4 (q) 2,05717 1,980
H0ditolak, berpengaruh secara
signifikan
Sumber: Output olahan data
50
Rusli Abdulah, Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ketimpangan Pendapatan di Jawa Tengah
Hasil penghitungan nilai statistik uji F
dan nilai F kritis, ternyata nilai statistik uji F
lebih besar dari nilai F kritis (masuk dalam
daerah penolakan H0), maka H0 ditolak dan
Ha diterima. Hasil regresi model menun-
jukkan bahwa Fhitung>Ftabel, sehingga dapat
disimpulkan ada variabel independen secara
bersama-sama berpengaruh terhadap varia-
bel dependen.
Berdasarkan perhitungan nilai thitung
dan ttabel, dapat disimpulkan bahwa hipotesis
nol uji t untuk semua koefisien regresi tidak
semuanya ditolak (α<5%). Output uji t dalam
penelitian ini diinformasikan dalam tabel 3.
Variabel Urbanisasi
Variabel urbanisasi dengan koefisien
determinasi α1 -0,000054, secara spesifik
menyatakan bahwa pada kondisi cateris
paribus, urbanisasi naik 1 persen, maka akan
menurunkan angka indeks gini secara tidak
signifikan sebesar 0,000054 persen. Penu-
runan indeks gini ini sesuai dengan hipotesa
Kuznet (1955) yang menyatakan ketim-
pangan akan menurun jika urbanisasi (proses
pengkotaan sebuah perekonomian) semakin
besar.
Variabel dependensi rasio
Variabel dependensi rasio dengan
koefisien determinasi α3 0,00082 secara
spesifik menyatakan bahwa pada kondisi
cateris paribus, jika dependensi rasio
meningkat 1 persen, maka akan meningkat-
kan angka index gini secara tidak signifikan
sebesar 0,00082 persen. Dependensi rasio
meningkat berarti jumlah usia produktif
semakin menurun dan usia non produktif
bertambah. Hal ini mengindikasikan bahwa
beban penduduk usia produktif yang
menanggung usia non produktif semakin
bertambah akan menaikkan ketimpangan.
Kondisi ini mengindikasikan antara lain
penduduk yang memasuki usia nonproduktif
> 65 tahun memiliki penghasilan yang jauh
lebih rendah dibandingkan ketika mereka
dalam usia produktif.
Variabel upah
Variabel upah dengan koefisien deter-
minasi α4 0,0758 secara spesifik menyatakan
bahwa pada kondisi cateris paribus, jika upah
meningkat 1 persen, maka angka index gini
secara signifikan akan naik 0,0758 persen.
Kondisi ini sesuai dengan data riil di
lapangan. UMR setiap kabupaten/kota juga
meningkat dari 2002 hingga 2011. Di sisi lain,
standar deviasi upah antar kabupaten dari
tahun 2002 hingga 2011 juga meningkat.
Variabel share output perekonomian
pemilik modal
Variabel share output perekonomian
pemilik modal dengan koefisien determinasi
α2 0,21, secara spesifik menyatakan bahwa
pada kondisi cateris paribus, jika share
output perekonomian pemilik modal naik 1
persen, maka angka index gini secara signi-
fikan akan naik 0,021 persen. Peningkatan
indeks gini ini sesuai dengan apa yang
diungkapkan oleh Kaldor (1956) yang menya-
takan perekonomian akan tumbuh tinggi
(share output pemilik modal lebih besar
dibandingkan share output yang terima oleh
tenaga kerja), namun ketimpangan juga
tinggi.
PENUTUP
Kesimpulan yang diperoleh dari pene-
litian ini adalah Koefisien determinasi
variabel independen sebesar 6% menunjuk-
kan bahwa model yang diajukan dalam
penelitian ini kurang baik untuk melihat
faktor determinan inequality di Jawa Tengah,
JEJAK Journal of Economics and Policy 6 (1) (2013): 42-53 51
Hanya ada dua koefisien regresi yang
signifikan berpengaruh terhadap inequality
(share output perekonomian yang diterima
pengusaha dan upah). Sedangkan dua
lainnya tidak signifikan (urbanisasi dan
dependensi rasio).
Berdasarkan hasil yang ditemukan
dalam penelitian ini, ada beberapa saran
yang diajukan antara lain, Perbaikan model
untuk penelitian di masa mendatang dengan
menambahkan variabel baru serta
menambah series datanya.
Terkait dengan variabel dependensi
rasio, perlu diimplementasikan kebijakan
dana jaminan sosial pensiun yang bisa
mengcover pendapatan pekerja yang hilang
setelah memasuki usia tidak produktif.
DAFTAR PUSTAKA
American Sociological Review, 64 (4), pp. 585-606,
didownload dari: http://www.jstor.org/
discover/10.2307/2657258?uid=2129&uid=2&uid
=70&uid 4&sid=21102184905011, pada 5 Mei 2013.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. (2001 –
2012). Jawa Tengah Dalam Angka 2000 hingga
2012. Semarang: Badan Pusat Statistik Provinsi
Jawa Tengah.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. (2002-
2011). Pemerataan Pendapatan dan Pola
Konsumsi Jawa Tengah 2002 hingga 2011.
Semarang: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa
Tengah.
Badan Pusat Statistik. (2009). Data dan Informasi
Kemiskinan, 2002 hingga 2008. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.
Baltagi, Badi H. (2005). Econometric Analysis of Panel
Data. 3rd ed. John. Wiley & Sons Ltd,
Chichester.
Boediono, (1982). Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri
Sipnosis Pengantar Ilmu Ekonomi, BPFE, Yog-
yakarta.
Corak, Miles. (2011). Income, Inequality, Equality, of
Opportunity and Interregional Mobility. Journal
of Economic Perspectives.Vol 1 (1).
Fereira, Fransisco., dan Jeremie Gignoux. (2011). The
Measurement of Inequalityof Opportunity
Theory and an Aplication to Latin America.
Review of Income and Wealth. 57 (4).
Gujarati. et al. (2009). Basic Econometrics 5th, Interna-
tional Edition. Mc.Graw-Hill. Singapore.2009
Gustafsson, B.A., & M. Johansson. (1999). In search of
smoking guns: What makes Income inequality
vary over time in different countries?
Kaldor, Nicholas. (1956). Alternative Theories of Distri-
bution. The Review of Economic Studies, Vol. 23,
No. 2 (1955 - 1956), pp. 83-100. Didownload dari
http://www.jstor.org/stable/2296292, pada
tangga 11 April 2013.
Khalifa, Sherif., dan Sherine El Hag. (2010). Income
Disparities, Economic Growth dan Development
as a Treshold. Journal of Development Econo-
mics. 57:1.
Kuznets, (1955). Economic Growth and Incime
Inequality. The American Economic Review
No.1 Vol XLV, March, 1995. pp. 1-28.
Pratowo, (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Berpe-
ngaruh terhadap Indeks Pembangunan
Manusia. Jurnal Studi Ekonomi Indonesia, Vol 1,
No 1 (2012), Solo: Universitas Sebelas Maret.
Rahman, Yozi Aulia. (2010). Implementasi Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)
di Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes Tahun
2007. Jurnal Jejak Vol 3 No 1 (2010), Semarang:
Universitas Negeri Semarang
Fred, Campano., and Dominick Salvatore. (2006) Inco-
me Distribution. London: Oxford University
Press.
Stewart, Francis. (2000). Income Distribution And
Development. QEH Working Paper Series -
QEHWPS37. Didownload dari http://www3.qeh.
ox.ac.uk/pdf/qehwp/qehwps37.pdf, pada 5 Mei
2013.
Todaro, Michael P dan Stephen C. Smith. (2006). Pem-
bangunan Ekonomi. Edisi ke-9. Jakarta: Erlangga
Winarno (2009). Analisis Ekonometrika dan Statistika
dengan Eviews, edisi ke 2. Yogyakarta: Penerbit
STIE YKPN.
Zheng, Yungnian., dan Minjia Chen. (2007). Chinas
Regional Disparityand it’s Policy Response.
China Policy Institute University of
Nottingham. Briefing Series. Issue 25.
52
Rusli Abdulah, Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ketimpangan Pendapatan di Jawa Tengah
LAMPIRAN
Lampiran 1: Deskripsi Statistik Data Penelitian
Tabel 1.1. Deskripsi Indeks Gini 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2003-2011
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Mean 0.234 0.233 0.257 0.250 0.231 0.270 0.260 0.268 0.327
Median 0.232 0.232 0.264 0.247 0.229 0.268 0.257 0.270 0.332
Standard Deviation 0.025 0.030 0.028 0.038 0.038 0.030 0.033 0.039 0.031
Range 0.112 0.112 0.099 0.173 0.139 0.138 0.170 0.156 0.124
Minimum 0.177 0.178 0.203 0.185 0.163 0.208 0.201 0.195 0.257
Maximum 0.289 0.290 0.302 0.358 0.301 0.345 0.371 0.351 0.381
Largest(1) 0.289 0.290 0.302 0.358 0.301 0.345 0.371 0.351 0.381
Smallest(1) 0.177 0.178 0.203 0.185 0.163 0.208 0.201 0.195 0.257
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka berbagai edisi, BPS Jawa Tengah
Tabel 1.2. Deskripsi Statistik Upah Minimum 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2003-
2011 (Rupiah)
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Mean 246,906.25 326,132.81 365,684.38 392,414.84 421,728.13 492,498.44 550,664.06 605,609.38 684,431.75
Median 245,000.00 325,600.00 363,000.00 398,000.00 418,500.00 490,250.00 545,125.00 607,250.00 680,000.00
Standard Deviation 3,145.50 7,886.10 14,519.53 22,619.63 18,969.30 30,429.17 41,629.69 46,552.90 55,454.48
Range 8,000.00 28,750.00 59,600.00 122,825.00 83,600.00 136,000.00 150,000.00 168,700.00 263,500.00
Minimum 245,000.00 314,500.00 340,400.00 317,175.00 390,000.00 450,000.00 500,000.00 547,000.00 575,000.00
Maximum 253,000.00 343,250.00 400,000.00 440,000.00 473,600.00 586,000.00 650,000.00 715,700.00 838,500.00
Largest(1) 253,000.00 343,250.00 400,000.00 440,000.00 473,600.00 586,000.00 650,000.00 715,700.00 838,500.00
Smallest(1) 245,000.00 314,500.00 340,400.00 317,175.00 390,000.00 450,000.00 500,000.00 547,000.00 575,000.00
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka berbagai edisi, BPS Jawa Tengah
Tabel 1.3. Deskripsi Dependensi Rasio 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2003-2011
(Rupiah)
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Mean 50.89 51.60 50.32 48.60 47.63 51.45 50.86 49.60 47.79
Median 51.88 51.42 50.38 49.35 48.39 50.62 51.37 49.98 48.17
Standar Deviation 5.17 6.10 5.13 4.99 4.68 5.87 5.86 4.60 4.42
Range 22.48 28.00 21.39 22.39 17.60 24.84 24.24 19.72 18.96
Minimum 35.27 39.71 42.06 38.99 38.79 37.26 38.75 39.29 37.86
Maximum 57.76 67.71 63.45 61.38 56.39 62.10 62.99 59.01 56.82
Largest(1) 57.76 67.71 63.45 61.38 56.39 62.10 62.99 59.01 56.82
Smallest(1) 35.27 39.71 42.06 38.99 38.79 37.26 38.75 39.29 37.86
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka berbagai edisi, BPS Jawa Tengah
JEJAK Journal of Economics and Policy 6 (1) (2013): 42-53 53
Tabel 1.4. Deskripsi Rasio Urban 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2003-2011
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Mean 47.09 47.56 48.03 48.48 48.92 49.37 49.37 50.25 47.98
Median 35.46 36.22 36.97 37.69 38.42 39.13 39.13 40.56 36.90
Standard Deviation 27.60 27.51 27.43 27.36 27.29 27.22 27.22 27.10 27.45
Range 84.93 84.72 84.52 84.33 84.15 83.97 83.97 83.61 84.56
Minimum 15.07 15.28 15.48 15.67 15.85 16.03 16.03 16.39 15.44
Maximum 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Largest(1) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Smallest(1) 15.07 15.28 15.48 15.67 15.85 16.03 16.03 16.39 15.44
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka berbagai edisi, BPS Jawa Tengah
Tabel 1.5. Deskripsi Share Output 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2003-2011
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Mean 0.06 0.06 0.06 0.07 0.08 0.08 0.09 0.09 0.09
Median 0.06 0.06 0.07 0.07 0.08 0.08 0.09 0.09 0.10
Standard
Deviation 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04
Range 0.08 0.08 0.09 0.10 0.13 0.12 0.13 0.13 0.13
Minimum 0.01 0.02 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
Maximum 0.09 0.09 0.11 0.11 0.15 0.14 0.15 0.15 0.15
Largest(1) 0.09 0.09 0.11 0.11 0.15 0.14 0.15 0.15 0.15
Smallest(1) 0.01 0.02 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka berbagai edisi, BPS Jawa Tengah
... The ratio of teachers to students in primary schools and high school/vocational schools has a negative and significant effect on HDI. Furthermore, research conducted by Abdullah Rusli (2013) showed that there are only two significant variables that cause inequality i.e. wages and share of economic output received by employers. Meanwhile, two other variables are not significant i.e. urbanization and dependency ratio. ...
Article
Full-text available
Banyuwangi Regency is one of the regencies in East Java that has a higher economic growth rate than East Java's economic growth. Likewise, the poverty rate in Banyuwangi in 2019 was 7.52 percent, this figure is much lower than the East Java Province average of 10.2 percent (Central Statistics Agency, 2019). Poverty in Banyuwangi Regency is contributed by several sub-districts, namely Kalibaru, Licin, Songgon, and Glenmore, where the percentage of poverty is above 10%, while other sub-districts such as Giri, Tegaldimo, and Sempu the percentage of the number of poor people is below 6%. This indicates the occurrence of economic inequality, where there are vertical and horizontal differences that cause disparities or uneven development. This study aims to see how the economic inequality in Banyuwangi Regency. The method used in this research is descriptive qualitative. The object of this research is all sub-districts in Banyuwangi Regency. The data is obtained by distributing questionnaires and conducting interviews with the Office which is directly related to indicators of economic inequality. The results of the study found that there were several sub-districts that still lacked the availability of health facilities and educational facilities, the Stunting Rate was still high in some sub-districts, the distribution of UMKM in the Banyuwangi district was evenly distributed, and there were several sub-districts whose UMKM had not yet developed, the number of unemployed was still scattered in several districts, The provision of social assistance still has the problem of mistargeting so that the achievement of the goal of social assistance is not achieved.
... According to Adelman and Moris (as cited in Arsyad, 2010) income inequality in developing countries is influenced by high population growth, inflation, investment in capital-intensive projects, and deteriorating exchange rates. Furthermore, Abdulah (2013) states that the Wage variable and the share of economic output received by entrepreneurs affect the inequality of income distribution. Growth is a process of changing economic conditions in a country on an ongoing basis to get to a state considered better for a certain period. ...
Article
Full-text available
The income Distribution Inequality of Bangka Belitung Islands Province is the lowest nationally. This study aims to obtain more in-depth information regarding any variables or factors that affect the Inequality of Income Distribution in the Province of Bangka Belitung Islands. The type of research used associative quantitative research with Multiple Linear Regression and Simple Linear Regression models, as well as feasibility tests with classical assumption tests, Simultaneous and Partial hypothesis testing. The results of this study indicate that the factors affecting income distribution inequality in the Province of the Bangka Belitung Islands are economic growth, human development, poverty, and unemployment by 60.9 percent. Other factors influence the remaining 39.1 percent. Partially, economic growth has a positive and significant effect of 30 percent with a regression coefficient of 0.009. Human development has a negative and significant effect of 55.5 percent with a regression coefficient of -0.006, and poverty has a negative and insignificant effect of 25.8 percent with a regression coefficient of -0.004, unemployment has a negative and insignificant effect of 11.1 percent with a regression coefficient of -0.003. In conclusion, it turns out that the human development factor has a very large role in reducing the inequality in income distribution in the Province of the Bangka Belitung Islands. So, recommendations to the Provincial Government need to continue to improve Human Development by improving education, health, and people's purchasing power, as well as socializing the importance of Human Development in reducing the level of inequality in development outcomes to the Regency/City Government in the Province of the Bangka Belitung Islands Province.
... Salah satu bentuk pertumbuhan pendapatan. Program penanggulangan kemiskinan sebenarnya terus dilaksanakan pemerintah mulai dari inpres desa tertinggal (IDT), program kompensasi pengalihan subsidi BBM dan lain sebagainya (Abdulah, 2013). Pada tingkat nasional telah ditetapkan prioritas sasaran pembangunan nasional. ...
Article
Development aims to improve the welfare of the people. To improve welfare, it requires economic growth that is quitte high, stable and equiable in income. High enough economic growth must be balanced with equity, so as not to create ineqalty. Growth is not a goal, but only a tool as a process to reduce proverty and redurce inequality in income distribution. Hence the reduction of inequality ofincome distribution is the essence of development results can be enjoyed fairly and equitably by all people, the problemof unequal income distribution will not arise. If the economic proformance is betteror is experiencing progress, then all people must also feel the impact of this progress in the form of an increase in the level of income. Because the distribution of income is very useful in increasing economic growth and development,it is important for us to know whar factor affect in the inequality of income didtribution in Java. This variables used are econoc growth, provincial minium wages , open employment rate, ddegree of fiscal decentralization and growth in the human development index with multiple regression analysis for 2014-2019. The results showed that the only variables affecting income inequality were the provincial minimum wage and the open unemployment rate. The open unemployment rate variable has a coefficient value of -0.0502438. This means that when the exchange rate increases by Rp.1, income inequality will decrease by 0.0502438%. The open unemployment rate variable has a coefficient value of 0.0056812. This means that when the open unemployment rate increases by one percent, income inequality will increase by 0.0056812%. Meanwhile, economic growth, the degree of fiscal decentralization and the human development index have no effect on income inequality
... This study is not consistent with [18] stated that the regional minimum wage an insignificant negative effect on income inequality in the District/Town in South Sulawesi province. However, the results of this study are the same as for [19] stated that the wage variable has significant and positive impact in Central Java province. and [20] also stated that there is a positive relationship between income inequality and the minimum wage, where the higher in the minimum wage will increase inequality. ...
... The neo-classical theory says that an increase in the minimum wage will reduce labor, unemployment increases which will ultimately have an impact on increasing poverty and inequality. Abdulah (2013) and Sungkar et al. (2015) find that minimum wage has a significant positive effect on income inequality. ...
Article
Full-text available
Previous studies on the association between migration outflow and income inequality have shown mixed findings. Some find that migration outflow reduces income inequality, but others find that migration outflow increases income inequality. This study aims to analyze the effect of migration outflow on income inequality in Central Java Province with two control variables: mean years of schooling and minimum wage. Central Java was chosen as the research location because it is the province with the highest migration outflow. This study uses secondary, time series data for the period 2000-2018 consisting of income inequality as measured by the Gini ratio (percent), migration outflow (people), meanyears of schooling (years), and minimum wage (rupiah). Data were obtained from BPS Central Java and analyzed with multiple linear regression. The results show that migration outflow and mean years of schooling have a negative significant effect and minimum wage has a positive significant effect on income inequality. This findings imply that migration outflow and improvement of the quality of human resources through education can be solutions to reduce poverty and income inequality, while minimum wage actually increases inequality, which may be due to the large portion of population engaging in agriculture and the informal sector.
Article
Full-text available
p>East Nusa Tenggara Province is one of the provinces in Indonesia in the form of an archipelago and geographically borders directly with the State of Timor Leste. This province has a problem with a fairly high poverty rate, in fact it was recorded as the 3rd highest in Indonesia after the provinces of Papua and West Papua. Because it is an archipelagic province, the problems of disparity in regional development, income inequality and poverty cannot be avoided. The existence of this disparity symptom does not only lie in regional development, but this disparity occurs in the income and GDP-forming sectors. Therefore the main goal to be achieved in this research is to identify areas in NTT Province which are still classified as lagging behind, and how to find the economic base sector as a leading sector so that it can be used as a locomotive for regional development so that in turn it is able to reduce regional inequality, income distribution and poverty. The analytical tools used are Theil Entrophy Analysis, Klasen Typology, Location Quintient (LQ) Analysis and Dynamic Location Quintien (DLQ) Analysis. The data needed is secondary data in the form of published documents from the BPS Province of NTT from 2012-2018 for the purposes of analysis such as GRDP data, population and per capita income for each district in the province of NTT. The results of the analysis found that there were 3 regencies that were classified as developed and fast growing, 3 regencies which were categorized as developed but depressed areas,</p
Article
Full-text available
This study aims to determine the impact of economic sector relations (agriculture, industrial, finance), education (literacy), provincial minimum wages and infrastructure (electricity, clean water and sanitation) on income inequality in Indonesia. The data used in this study are secondary data for 2010-2018 period from Central Bureau of Statistics and The Indonesia Database for Policy and Economic Research which is processed using panel data regression method and instrumental variables. Based on the estimation result, it shows that the variables of the agricultural sector, industrial sector, literacy and sanitation infrastructure are able to reduce income inequality in Indonesia in contrast to the result of the financial sector variables that have not been able to reduce income inequality. Meanwhile, the provincial minimum wage, electricity and clean water infrastructure variables have no effect on income inequality in Indonesia.
Conference Paper
Full-text available
Sitiarjo merupakan salah satu desa rawan bencana banjir di Kabupaten Malang. Sitiarjo memiliki profil wilayah yang rendah dibandingkan daerah sekitarnya, terdapat dua sungai, dan terdampak air pasang laut. Kondisi tersebut menjadi faktor mendasar terjadinya banjir bandang di Sitiarjo. Disamping faktor itu terdapat faktor lainnya yang menyebabkan bencana banjir tersebut. Berbagai faktor menjadi pendukung banjir bandang Sitiarjo, dimana periode kebencanaannya semakin memendek dari tahun ke tahun. Melihat hal tersebut, masyarakat Sitiarjo memiliki pengalaman yang dihasilkan dari proses adaptasi lingkungan. Pengalaman itu merupakan mitigasi bencana banjir bandang berbasis kearifan lokal. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi mitigasi banjir bandang berbasis kearifan lokal masyarakat Sitiarjo. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan historis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur, observasi, wawancara, dokumentasi, dan analisis trianggulasi. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan mitigasi masyarakat Sitiarjo terdiri dari mitigasi non-struktural dan struktural. Mitigasi non-struktural meliputi dimensi pengetahuan, nilai, solidaritas kelompok, dan mekanisme pengambilan keputusan. Sedangkan mitigasi struktural masyarakat dapat dilihat berdasarkan dimensi mitigasi mekanik. Mitigasi bencana berbasis kearifan lokal masyarakat Sitiarjo berkontribusi dalam meminimalisir risiko bencana banjir bandang. Namun lambat laun kearifan lokal masyarakat mulai memudar. Melihat hal tersebut, perlu adanya penguatan nilai kearifan lokal masyarakat dari berbagai belah pihak. Diharapkan agar dapat menjadi upaya mitigasi bencana banjir bandang yang efektif oleh masyarakat lokal.
Conference Paper
Full-text available
Kebudayaan sebagai hasil cipta, karsa, dan karya manusia memiliki peranan sentral dalam kehidupan manusia. Kebudayaan sebagai landasan filosofis memberikan pedoman kepada manusia dalam berinteraksi baik dengan sesama maupun dengan lingkungan sekitar. Kebencanaan sebagai bagian dari fenomena tidak pernah lepas dalam kehidupan manusia. Kemunculan berbagai nilai mengenai fenomena bencana merupakan hasil interaksi antara fenomena bencana dengan manusia dalam suatu keruangan. Kehadiran nilai berimplikasi terhadap pemaknaan masyarakat dalam menanggapi fenomena bencana yang termanifestasi pada pola perilaku masyarakat dalam pengurangan resiko bencana. Berbagai pemaknaan masyarakat terhadap fenomena bencana mengacu pada nilai yang berada dalam kehidupan masyarakat , tak terkecuali menyangkut nilai-nilai kultural yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menungkap mengenai pemaknaan masyarakat lokal dalam menanggapi fenomena bencana, sehingga pemaknaan ini berimplikasi pada bagaimana pola respon yang ditunjukkan oleh masyarakat dalam upaya pengurangan resiko bencana. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif, dengan pendekatan studi kasus, serta teknik pengambilan data didasarkan atas hasil indepth interview terhadap informan menggunakan teknik tringulasi. Berdasarkan hasil penelitian bahwa entitas pemaknaan masyarakat terhadap fenomena bencana dengan berorientasikan pada nilai kultural secara efektif berimplikasi pada pengurangan resiko bencana. Kondisi demikian ditunjukkan dengan rendahnya jumlah korban jiwa pada masyarakat Dusun Bayan, Desa Sukadana, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara.
Article
Full-text available
Global economic recession is in sight due to Covid-19 in various countries, including Indonesia. A number of institutions predict that Indonesia's economic growth will decline and will have an impact on the increase in the number of poor people in the country. The weakening performance of the domestic economy has an impact on increasing the burden on government spending. This is in line with the increase in unemployment and poverty rates. As a result, the 2020 state budget deficit is estimated to widen to 5.07 percent. In addition, tax revenue is projected to decrease by IDR. 403.1 trillion of the APBN target. The handling of the impacts also made Indonesia's debt swell. The World Bank noted that Indonesia's debt ratio will increase from 28 percent to 31.4 percent of gross domestic product (GDP) in 2020. The International Monetary Fund (IMF) also projects that the current account deficit will widen to 3.2 percent of GDP.
Article
Full-text available
Poverty is a serious problem, it’s happened in all the world, such as Indonesia. In September 2006, BPS announced that the poverty rate in Indonesiahad increased during the period February 2005 to march 2006 from 16.0 percent to 17.75 percent contrast to steady declines in the poverty rate since the crisis. Number of Poverty in Indonesiain 2006 have been reached 35,5 milion people. Government of Indonesiahas implemented programs to reduce poverty until village level. These programs such as IDT, PPK, BLT, etc. But, that programs just a short run programs, not long run programs. As long run program, P2KP has many programs, such as micro credits, infrastructure, and training. In Pepedan and Linggapura village implemented infrastructure programs. Its first priority programs because there many roads in that village are broken and disturbs local economic activities. BKM and KSM managed this program so that is success. Based on SWOT analysis, appropriate strategy to improve the function of P2KP is by intregrated horizontal strategy. It means, Local Government (Brebes Regency Goverment) must have policy strategic and must cooperation with BKM, KSM and people in village. Project evaluate (Inputs, Outputs, Outcames, Benefits, Impact) needs to know programs running.
Article
Full-text available
Income distribution is extremely important for development, since it influences the cohesion of society, determines the extent of poverty for any given average per capita income and the poverty-reducing effects of growth, and even affects people's health. The paper reviews the connections between income distribution and economic growth. It finds that the Kuznets hypothesis that income distribution worsens as levels of income increase is not at all strongly supported by the evidence, while growth rates of income are not systematically related to changes in income distribution. However, evidence is accumulating that more equal income distribution raises economic growth. Both political and economic explanations have been advanced. The finding suggests that more equal income distribution is desirable both for equity and for promoting growth.
Article
My focus is on the degree to which increasing inequality in the high-income countries, particularly in the United States, is likely to limit economic mobility for the next generation of young adults. I discuss the underlying drivers of opportunity that generate the relationship between inequality and intergenerational mobility. The goal is to explain why America differs from other countries, how intergenerational mobility will change in an era of higher inequality, and how the process is different for the top 1 percent. I begin by presenting evidence that countries with more inequality at one point in time also experience less earnings mobility across the generations, a relationship that has been called “The Great Gatsby Curve.” The interaction between families, labor markets, and public policies all structure a child's opportunities and determine the extent to which adult earnings are related to family background—but they do so in different ways across national contexts. Both cross-country comparisons and the underlying trends suggest that these drivers are all configured most likely to lower, or at least not raise, the degree of intergenerational earnings mobility for the next generation of Americans coming of age in a more polarized labor market. This trend will likely continue unless there are changes in public policy that promote the human capital of children in a way that offers relatively greater benefits to the relatively disadvantaged.
Article
We investigate the forces affecting the distribution of income by analyzing an unbalanced panel of information for 16 industrialized countries for the years 1966 through 1994. Income inequality is measured with the Gini coefficient of equivalent disposable income; individuals are the unit of analysis; the statistical analysis uses panel methods. The results suggest that many factors affect the development of income inequality. Some factors are strictly economic: A decreased industrial sector generally fosters inequality, and some support is found for the view that increased trade of manufactured goods from developing countries is also a factor. Other forces are outside a strictly defined market sphere: Low inequality is found when a large proportion of the labor force belongs to a trade union and also when there is a large public sector. In addition, demographic circumstances are important, since the proportion of the population under age 15 has a positive effect on inequality. We find, however, no association between the unemployment rate and inequality.
Article
Galor and Moav (2004) argue that in the early stages of development, physical capital accumulation is the primary source of economic growth. Thus, inequality enhances growth by channeling resources towards individuals whose marginal propensity to save is higher. In later stages of development, physical capital is replaced by human capital as the engine of growth. Accordingly, equality alleviates the adverse effects of credit constraints on human capital accumulation and prompts the growth process. This paper attempts to test empirically the finding that the impact of income inequality on economic growth depends on the development stage. A threshold estimation technique, developed by Hansen (1999), is utilized for a panel of 70 countries for the period between 1970 and 1999. The estimation suggests that there is a statistically significant threshold income per capita, below which the coefficient on the relationship between inequality and growth is significantly negative and above which the estimate is positive, but not statistically significant.
Article
The fruits of China's rapid economic development over the 3 decades have not been distributed fairly across different regions. Using data from a sample of 815 Chinese listed firms during 1998-2004, our error-correction investment model showes evidence of different financial constraints on firms' investment in different regions. We argue that China's regional development policies have contributed greatly to the regional inequalities. To control the rising inequality, China has shifted its focus from the coast to the interior regions. However, it is becoming increasingly difficult for the government to direct the economy, as market mechanisms now have a far greater influence on the economy than the government does. The people-centered approach of the current leadership has meant that substantial attention has been placed on regional development disparities in an attempt to build a "harmonious society." China needs further extensive reforms if all the measures for reducing regional disparity are to be effective. Copyright (c) 2008 The Authors Journal compilation (c) 2008 Institute of World Economics and Politics, Chinese Academy of Social Sciences.
The Measurement of Inequalityof Opportunity Theory and an Aplication to Latin America
  • Fransisco Fereira
  • Jeremie Dan
  • Gignoux
Fereira, Fransisco., dan Jeremie Gignoux. (2011). The Measurement of Inequalityof Opportunity Theory and an Aplication to Latin America. Review of Income and Wealth. 57 (4).