Available via license: CC BY 4.0
Content may be subject to copyright.
Jejak 6 (1) (2013): 42-53. DOI: 10.15294/ jejak.v6i1.3747
JEJAK
Journal of Economics and Policy
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jejak
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KETIMPANGAN
PENDAPATAN DI JAWA TENGAH
Rusli Abdulah
Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia
Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.15294/jejak.v6i1.3747
Received: 2 January 2013; Accepted: 26 january 2013; Published: March 2013
A
bstract
The attention of economist to the problem of inequality is weak. This condition is followed by the world institution (World Bank and UNDP)
which concerns in the areas of poverty, as well as our government. The impact of biased policy between poverty and inequality reduction can
be seen from the data. In Indonesia, especially Central Java, during the period of 2002 to 2011, economic growth in Central Java increased
accompanied by poverty reduction. However inequality increasedThe purpose of the study is to analyze the determinant of inequality
income in Central Java from 2002 up to 2011. Panel data regerssion method is used to achieve the objectives of this study. There are 35 cross
section data represent every regency and 10-
y
ears data series. F test and Hausman test indicate that restricted random effect models are
best for analysis. The result shows that there are only two significant variables that determine inequality (share of economic output received
by employers wages). Meanwhile, the other two variables are not significant (urbanization and dependency ratio).
Keywords: Inequality, Panel Data, Random Effect
A
bstrak
Perhatian ekonom terhadap masalah ketimpangan sangatlah kurang. Kondisi ini juga dilakukan oleh lembaga dunia (Bank Dunia dan
UNDP) terutama di bidang kemiskinan, serta pemerintah kita. Dampak kebijakan yang bias antara kemiskinan dan penanggulangan
ketimpangan sosial dapat dilihat dari data. Di Indonesia, khususnya Jawa Tengah, selama periode 2002-2011, pertumbuhan ekonomi di
Jawa Tengah meningkat disertai dengan pengurangan kemiskinan. Namun ketimpangannya meningkat. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis determinan pendapatan yang timpang di Jawa Tengah dari tahun 2002 sampai dengan 2011. Panel metode
Data regerssion digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini. Ada 35 data cross section yang mewakili setiap kabupaten dan data seri
selama 10 tahun Uji F dan uji Hausman menunjukkan bahwa model efek random terbatas adalah yang terbaik untuk analisis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hanya ada dua variabel yang signifikan yang menyebabkan ketimpangan (share of economic output
received by employers wages). Sementara itu, dua variabel lain tidak signifikan (urbanization and dependency ratio).
Kata Kunci: ketimpangan, data panel, efek random
How to Cite: Abdulah, R. (2013). Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ketimpangan Pendapatan di Jawa
Tengah. JEJAK Journal of Economics and Policy, 6(1). 42-53
© 2013 Semarang State University. All rights reserved
Corresponding author:
Address: Jalan Prof.Soedharto, SH, Tembalang Semarang
E-mail: Rusli_abdulah@yahoo.co.id
ISSN 1979-715X
JEJAK Journal of Economics and Policy 6 (1) (2013): 42-53 43
PENDAHULUAN
Perhatian para ekonom dan pengambil
kebijakan terhadap distribusi pendapatan
tidak seperti perhatian terhadap pertum-
buhan ekonomi dan kemiskinan. Khalifa
(2010). Fred, (2006) mengungkapkan bahwa
kajian distribusi pendapatan menjadi topik
yang telah diabaikan di bidang ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi membawa konse-
kuensi pada tingginya disparitas. Disparitas
juga memberikan hambatan pada mobilitas
inter regional. Corak (2011).
Bank dunia sebagai organisasi dunia
yang konsen terhadap isu pengurangan
kemiskinan memiliki mimpi untuk mewu-
judkan dunia tanpa kemiskinan. Begitupun
dengan United Nation Development
Program (UNDP) yang menjadikan program
pengurangan kemiskinan di dalam tujuan
pertama Millenium Development Goals.
Fereira. (2011).
Begitupun dengan pemerintah Indo-
nesia, pembangunan ekonomi yang selama
ini dijalankan oleh pemerintah lebih konsen
terhadap pertumbuhan ekonomi dan
pengurangan kemiskinan. Namun tidak
terhadap pengurangan ketimpangan. Di
Indonesia, hal tersebut terlihat dari perkem-
bangan data pertumbuhan ekonomi,
kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di
Indonesia dan juga Provinsi Jawa Tengah.
Program penanggulangan kemiskinan
sebenarnya terus dilaksanakan pemerintah
mulai dari inpres desa tertinggal (IDT),
program kompensasi pengalihan subsidi
BBM dan lain sebagainya. Namun program
yang dilaksanakan biasanya bersifat jangka
pendek dan tidak memberikan pelatihan
ketrampilan yang berkelanjutan. Harapannya
program yang diberikan pemerintah bersifat
jangka panjang ke depannya sehingga bisa
mengurangi kemiskinan. Rahman (2010).
Ekonomi Indonesia selama kurun
waktu 2000 hingga 2011 tumbuh dengan tren
positif. Pada tahun 2000, pertumbuhan
ekonomi Indonesia sebesar 4,92 persen naik
menjadi 6,49 persen pada tahun 2011. Pada
saat yang sama, kemiskinan turun dari 19,14
persen pada tahun 2000 menjadi 12,49 persen
pada tahun 2011. Namun, kinerja kedua
indikator tersebut tidak dibarengi dengan
perbaikan pada distribusi pendapatan.
Sumber: Badan Pusat Statistik, berbagai publikasi dan edisi.
Gambar 1. Pertumbuhan, Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia Tahun 2000 hingga 2011
44
Rusli Abdulah, Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ketimpangan Pendapatan di Jawa Tengah
Indeks gini Indonesia naik dari 0,33 pada
tahun 2002 menjadi 0,41 pada tahun 2011.
Informasi lebih lengkap mengenai perkem-
bangan ketiga indikator tersebut tersaji
dalam gambar 1.
Kondisi yang sama juga terjadi di Jawa
Tengah. Ekonomi Jawa Tengah tumbuh dari
3,59 persen pada tahun 2001 menjadi 6,01
persen pada tahun 2011. Kemiskinan turun
dari 7,31 juta orang pada tahun 2002 turun
menjadi 5,11 juta pada tahun 2011. Sedangkan
indeks gini naik dari 0,25 di tahun 2001
menjadi 0,35 pada tahun 2011. Informasi lebih
lengkap mengenai perkembangan ketiga
indikator di Jawa Tengah tersebut tersaji
dalam gambar 2.
Berdasarkan data di atas, pembangun-
an di Indonesia dan juga di Jawa Tengah
terdapat anomali. Perekonomian tumbuh,
kemiskinan turun, namun ketimpangan
meningkat. Anomali antara pertumbuhan
dan ketimpangan pendapatan di Jawa
Tengah tersebut sama seperti apa yang
dikemukakan oleh Kuznet (1955) dan Kaldor
(1956). Kuznet menyatakan bahwa pada
tahap-tahap awal pertumbuhan, distribusi
pendapatan atau kesejahteraan cenderung
memburuk, namun pada tahap-tahap
berikutnya hal itu akan membaik. Konsep ini
dikenal dengan konsep Kuznet “U Terbalik”.
Zheng (2007)
Hal tersebut biasanya dikaitkan dengan
kondisi-kondisi dasar perubahan yang
bersifat struktural. Tahapan pertumbuhan
awal akan terpusat di sektor modern. Pada
tahap ini, lapangan kerja terbatas, namun
tingkat upah dan produktivitas terhitung
tinggi. Sedangkan masih ada sektor lain
yakni pertanian yang menyerap sebagian
besar pekerja, upah dan produktifitas yang
rendah. Perbedaan ini akan menyebabkan
adanya ketimpangan.
Kaldor (1956) menyatakan bahwa
ketimpangan distribusi pendapatan yang
tinggi akan diiringi dengan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Sedangkan distribusi
pendapatan yang lebih merata akan diiringi
oleh pertumbuhan ekonomi yang rendah
(Boediono, 1982; 85). Todaro (2006)
mengungkapkan kesenjangan pendapatan
antar sektor industri modern dengan sektor
pertanian tradisional pada awalnya akan
melebar dengan cepat sebelum pada
akhirnya menyempit kembali. Ketimpangan
Sumber: Badan Pusat Statistik, berbagai publikasi dan edisi.
Gambar 2. Pertumbuhan, Kemiskinan dan Ketimpangan di Jawa Tengah Tahun 2001 hingga 2011
JEJAK Journal of Economics and Policy 6 (1) (2013): 42-53 45
dalam sektor modern yang tengah meng-
alami pertumbuhan pesat itu sendiri jauh
lebih besar daripada yang terkandung dalam
sektor tradisional yang relatif stagnan
ataupun konstan. Selain itu, pada tahap ini,
langkah-langkah transfer pendapatan dan
pengeluaran dalam rangka mengurangi
kemiskinan belum dapat dilaksanakan oleh
pemerintah sehubungan dengan begitu
rendahnya tingkat penghasilan yang rendah.
Ada beberapa faktor yang meme-
ngaruhi distribusi pendapatan. Gustafsson
dan Johansson (1999) menemukan hubungan
negatif bagi negara maju antara persentase
penduduk usia 65 dan di atas dan ketim-
pangan pendapatan. Kuznets (1955)
menunjukkan dalam hipotesisnya bahwa ada
ketimpangan wilayah urban-rural pada tahap
awal pembangunan. Selama industrialisasi
migrasi dari sektor pertanian ke sektor non-
pertanian dan perkotaan dapat menyebab-
kan kelompok-kelompok berpenghasilan
rendah meningkat, menyebabkan mening-
katnya kesenjangan kota dan desa.
Selain urbanisasi dan dependensi rasio,
Stewart (2000) mengungkapkan upah
minimum berpengaruh terhadap distribusi
pendapatan di beberapa Negara. Pertanyaan
tentang dampak upah minimum terhadap
distribusi pendapatan dan kemiskinan masih
menjadi kontroversi. Teori neo-klasik
mengungkapkan bahwa kenaikan upah
minimum akan mengurangi tenaga kerja,
pengangguran bertambah yang pada
akhirnya akan berdampak pada meningkat-
nya kemiskinan dan ketimpangan. Tapi
Keynesian (dan lainnya) rekening penentuan
pekerjaan menantang kesimpulan ini
(Stewart, 2000).
Berdasarkan permasalahan yang diung-
kapkan di atas, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui faktor determinan
ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa
Tengah selama kurun waktu 2002-2011.
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder yang diambil dari
publikasi Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa
Tengah. Series data yang digunakan adalah
data tahun 2002 hingga 2011.
Indeks Gini. Koefisien Gini adalah
ukuran ketimpangan distribusi. Koefisien
Gini dinyatakan dalam bentuk rasio yang
nilainya antara 0 dan 1. Nilai 0 menunjukkan
pemerataan yang sempurna di mana semua
nilai sama sedangkan nilai 1 menunjukkan
ketimpangan yang paling tinggi yaitu satu
orang menguasai semuanya sedangkan yang
lainnya nihil.
Share output yang diterima pemilik
modal. Output share menunjukkan bagian
output dalam perekonomian yang didistri-
busikan ke pemilik modal dan pekerja.
Urbanisasi. Urbanisasi merupakan pro-
ses pengkotaan sebuah daerah atau wilayah.
Dalam penelitian ini, urbanisasi diproxy
dengan rasio jumlah penduduk kota terha-
dap total penduduk.
Upah Minimum Regional. Upah Mini-
mum Regional adalah suatu standar mini-
mum yang digunakan oleh para pengusaha
atau pelaku industri untuk memberikan
upah kepada pegawai, karyawan atau buruh
di dalam lingkungan usaha atau kerjanya.
Pemerintah mengatur pengupahan melalui
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang
Upah Minimum.
Dependensi Rasio. Dependensi rasio
itu artinya angka beban ketergantungan
hidup yang ditunjukkan oleh rasio antara
46
Rusli Abdulah, Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ketimpangan Pendapatan di Jawa Tengah
jumlah penduduk nonproduktif dan
produktif.
Penelitian ini menggunakan analisis
data panel. Gujarati (2009) menyatakan
bahwa untuk menggambarkan data panel
secara singkat, misalkan pada data cross
section, nilai dari satu variabel atau lebih
dikumpulkan untuk beberapa unit sampel
pada suatu waktu. Dalam data panel, unit
cross section yang sama di survei dalam
beberapa waktu.
Penggunaan data panel dalam permo-
delan memiliki kelebihan dan kelemahan.
Hsiao (2003) dan Klevmarken (1989) dalam
Baltagi (2005) memaparkan manfaat penggu-
naan data panel, antara lain: (1) Mengontrol
heterogenitas individu. Data panel dapat
memperlakukan individu, perusahaan,
negara secara heterogen. Ditambahkan pula
oleh Greene (2002) yang menyebutkan
bahwa pada beberapa data panel, jumlah
unit cross section besar, tetapi periode
observasi kecil, sehingga metode deret waktu
tidak cocok lagi digunakan. Kondisi data
yang seperti ini akan lebih baik jika dianalisis
dengan teknik yang difokuskan pada variasi
cross section atau heterogenitas. Selain itu,
data panel juga mampu menganalisis varia-
bel yang tidak berubah sepanjang waktu
(time invariant/time constant variable); (2)
Data panel lebih informatif, bervariasi,
kolinearitas antar variabel lebih kecil, derajat
bebas lebih besar, serta lebih efisien. Data
yang lebih informatif dapat menghasilkan
estimasi parameter yang lebih terpercaya; (3)
Data panel baik untuk menganalisis feno-
mena dinamis, salah satunya kemiskinan dan
dinamika pendapatan.
Data panel baik untuk mengidentifikasi
dan mengukur efek-efek yang tidak dapat
dideteksi pada data cross section maupun
deret waktu.
Model yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
++++= ittitit WUrbQIneq ln
3210
α
α
α
α
itit
DR
ε
α
+
4 (1)
Dimana:
Ineqit = ketimpangan pada region i dan waktu t,
Qit = share output antara pemilik modal dan
pekerja dalam perekonomian di daerah i
dan waktu t,
Urbit = rasio jumlah penduduk kota/desa di
kabupaten/kota i dan waktu t,
Wit = upah minimum kabupaten/kota i dan
waktu t,
DRit = dependensi rasio kabupaten/kota i dan
waktu t.
Model di atas bertujuan untuk melihat
elastisitas perubahan variabel independen
terhadap variabel dependen. Metode esti-
masi akan dilakukan dengan data panel
menggunakan pendekatan common effect,
random effect dan atau fixed effect, tergan-
tung model mana yang terbaik.
Common Effect
Model regresi common effect meru-
pakan teknik yang paling sederhana untuk
mengestimasi data panel, hanya dengan
menggabungkan data cross section dan time
series tanpa melihat perbedaan antar waktu
dan individu, maka model dapat diestimasi
dengan metode ordinary least square (OLS).
Fixed Effect
Asumsi yang dipakai dalam model
regresi fixed effect, bahwa intersep adalah
berbeda antar individu sedangkan slopenya
tetap sama antar individu. Untuk menges-
timasi model fixed effect adalah dengan
JEJAK Journal of Economics and Policy 6 (1) (2013): 42-53 47
menggunakan metode teknik variabel
dummy untuk menjelaskan perbedaan inter-
sep tersebut. Model estimasi ini sering
disebut dengan teknik Least Square Dummy
Variables (LSDV).
Random Effect
Dimasukkannya variabel dummy di
dalam model fixed effect bertujuan untuk
mewakili ketidaktahuan tentang model yang
sebenarnya. Namun, ini juga membawa
konsekuensi berkurangnya derajat kebe-
basan (degree of freedom) yang pada
akhirnya mengurangi efisiensi parameter.
Masalah ini bisa diatasi dengan menggu-
nakan variabel angguan (error terms) dikenal
sebagai metode random effect.
Untuk memilih model mana yang
paling tepat digunakan untuk pengolahan
data panel, maka terdapat beberapa pengu-
jian yang dapat dilakukan, antara lain:
Restricted F-test
Restricted F-test merupakan pengujian
untuk memilih apakah model yang diguna-
kan pooled least square model (common
effect) atau fixed effect model. Hipotesis
sebagai berikut:
H1 : Model PLS (Restricted)
H0 : Model FEM (Unrestricted)
dimana restricted F-test dirumuskan sbb:
F = [(R²ur - R²r) / m] / [(1 - R²ur) / df] (2)
di mana:
R²ur = unrestricted R² ;
m = df for numerator (N-1),
R²r = restricted R² ;
df = df for denominator (NT-N-k),
N = Jumlah data cross section,
T = Jumlah data time series,
K = Jumlah Koefisien Variabel,
df = degrees of freedom (N-K)
jika nilai F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak,
artinya model panel yang baik untuk
digunakan adalah fixed effect model (FEM)
dan sebaliknya jika H0 diterima, berarti
model pooled least square (PLS) yang dipakai
dan dianalisis. Apabila dari uji ini diketahui
H0 ditolak, maka model fixed effect model
harus diuji kembali untuk memilih apakah
akan memakai model fixed effect model atau
random effect model. Salah satu test yang
bisa digunakan adalah Hausman test.
Hausman Test
Hausman test adalah pengujian statis-
tik sebagai dasar pertimbangan kita dalam
memilih apakah menggunakan fixed effect
model atau random effect model. Statistik uji
Hausman mengikuti distribusi statistik chi
square dengan degree of freedom sebanyak k,
dimana k adalah jumlah variabel indepen-
den. Rule of thumb Hausman adalah apabila
nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai
kritisnya maka model yang tepat adalah
model fixed effect, sebaliknya bila nilai
statistik Hausman lebih kecil dari nilai
kritisnya maka model yang tepat adalah
model random effect. Pengujian ini dilakukan
dengan hipotesa sebagai berikut:
H0 : Model Random Effect lebih baik
H
α
: Model Fixed Effect lebih baik
Jika hasil dari Hausman test signifikan
(probability dari hausman < 0,05 ) maka H0
ditolak, artinya model fixed effect lebih baik
untuk digunakan.
Uji Lagrange Multiplier (LM)
Keputusan untuk menggunakan model
common effect atau random effect dapat
diambil berdasarkan Uji lagrange multiplier
(LM). Pengujian ini dilakukan dengan
hipotesa sebagai berikut:
48
Rusli Abdulah, Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ketimpangan Pendapatan di Jawa Tengah
H0: Model Common Effect
H
α
: Model Random Effect
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai indeks gini antar kabupaten di
Jawa Tengah selama 2003 hingga 2011
memperlihatkan kondisi yang semakin
divergen. Hal ini terlihat dari nilai standar
deviasi yang semakin meningkat. Pada tahun
2003, nilai standar deviasi index gini di 35
kabupaten/kota di Jawa Tengah sebesar
0,025. Angkanya meningkat menjadi 0,031
pada tahun 2011.
Selain indeks gini, pada periode yang
sama, upah minimum regional dan output
share perekonomian antar kabupaten juga
mengalami divergensi. Kondisi ini terlihat
dari nilai standar deviasinya. Standar deviasi
upah minimum regional di 35 kabupa-
ten/kota di Jawa Tengah pada tahun 2003
sebesar Rp 3.145,50,-. Standar deviasinya
meningkat menjadi Rp 55.454,48. Sedangkan,
standar deviasi output output share pereko-
nomian naik dari 0.02 pada tahun 2003
menjadi 0,04 pada tahun 2011.
Pada kurun waktu yang sama, depen-
densi rasio dan rasio urbanisasi memiliki
perilaku yang semakin konvergen. Kondisi
ini berbeda dengan indeks gini, upah mini-
mum regional dan output share yakni
menunjukkan kondisi divergensi. Pada tahun
2003, standar deviasi dependensi rasio 35
kabupaten/kota di Jawa Tengah sebesar 5,17.
Angkanya menurun menjadi 4.47 pada tahun
2011. Sedangkan standar deviasai untuk rasio
urbanisasi menurun dari 27,6 (2003) menjadi
27,45 (2011) Informasi lebih lanjut mengenai
perkembangan standar deviasi dan deskripsi
statistic lainnya terlampir dalam lampiran 1.
Sebelum melakukan analisis data,
dilakukan penentuan jenis model terbaik
yang akan digunakan, apakah common effect,
fixed effect atau random effect. Berdasarkan
output olahan data diperoleh: R2ur = 0,592;
R2r = 0,140; N = 35; T = 10; K = 5; Df = 310,
maka diperoleh F hitung sebesar: 11,50. Jika
dibandingkan dengan nilai F tabel sebesar
1,9316, maka F hitung > F tabel, maka H0
ditolak, artinya model panel yang baik untuk
digunakan adalah fixed effect model (FEM).
Tabel 1. Hausman test
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: ORI_1
Test cross-section and period random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 7.602028 4 0.1073
Period random 0.000000 4 1.0000
Cross-section and period random 3.237132 4 0.5190
* Period test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
Tabel 2. Hasil Uji F
Persamaan Fhitung F
tabel Kesimpulan
Pers 1 (Variabel dependen urb ) 4,3985 2,6
Ada korelasi antar variabel dependen
Pers 2 (Variabel dependen q ) 22,079 2,6
Pers 3 (Variabel dependen dr ) 12,961 2,6
Pers 4 (Variabel dependen wages ) 4,731 2,6
Sumber: Output olahan data
JEJAK Journal of Economics and Policy 6 (1) (2013): 42-53 49
Setelah diketahui model fixed effect
model yang baik digunakan, langkah selan-
jutnya adalah menentukan model terbaik
antara fixed effect model (FEM) dan random
effect model (REM). Penentuan model
terbaik antara FEM dan REM dilakukan
dengan Hausman test dengan output seperti
tercantum dalam tabel 1.
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa
nilai probability pada test cross section
random effect memperlihatkan angka
bernilai 0,107 yang berarti tidak significant
dengan tingkat signifikansi 95%. Sehingga
keputusan yang diambil pada pengujian
Hausman test yakni H0 diterima (p-value,
0,05). Hasilnya adalah dengan hipotesis:
model random effect lebih baik dibandingkan
dengan fixed effect. Hasil olah data dari
model random effect adalah sebagai berikut:
Ineq = -0.98 + (2.54E-05)Urb +
0,00082DR +
0,0758 LogWages + 0,21 Q
Perhitungan output JB menunjukkan
nilai sebesar 1,191. sementara nilai Chi Square
dengan df 30 dengan signifikansi didapat
nilai Chi Square sebesar 43,7729yang berarti
nilai JB lebih kecil dari nilai Chi Square.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa data
dalam penelitian ini berdistribusi normal.
Uji multikolienaritas, model dalam
penelitian ini terkena multikol. Hal ini
terlihat dari nilai F hitung hasil regresi
auxiliary.
Alternatif terhadap model yang terkena
multikolienaritas menurut Winarno (2009;
5.7) adalah membiarkannya. Karena estima-
tornya masih dapat bersifat BLUE. Sifat
BLUE tidak terpengaruh oleh ada tidaknya
korelasi antar variabel independen. Namun
harus diketahui, bahwa ada standard error
yang besar.
Model yang digunakan adalah random
effects (metode GLS), sehingga tidak perlu
dilakukan uji heteroskedastisitas dan uji
autokorelasi, karena pelanggaran asumsi
tersebut dalam metode GLS sudah dianti-
sipasi (Sanjoyo, 2010 dalam Pratowo, 2012).
Namun demikian, jika dilihat dari nilai
Durbin-Watson dari hasil regresinya, diper-
oleh nilai 1,5839. Berdasarkan kriteria
Durbin-Watson, maka tidak menolak H0,
berarti tidak ada autokorelasi.
Berdasarkan hasil uji asumsi klasik
yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa regresi dengan model random effects
tersebut memiliki residual yang berdistribusi
normal dan tidak ada masalah dengan
autokorelasi.
Tabel 3. Hasil Uji t
Koefisien thitung t
tabel Kesimpulan
α1 (Urb) -0,1677 1,980
H0diterima, berpengaru tidak
signifikan
α2 (dr) 1,56116 1,980
H0diterima, berpengaruh tidak
signifikan
α3 (wages) 4,49945 1,980 H0ditolak, berpengaruh secara
signifikan
α4 (q) 2,05717 1,980
H0ditolak, berpengaruh secara
signifikan
Sumber: Output olahan data
50
Rusli Abdulah, Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ketimpangan Pendapatan di Jawa Tengah
Hasil penghitungan nilai statistik uji F
dan nilai F kritis, ternyata nilai statistik uji F
lebih besar dari nilai F kritis (masuk dalam
daerah penolakan H0), maka H0 ditolak dan
Ha diterima. Hasil regresi model menun-
jukkan bahwa Fhitung>Ftabel, sehingga dapat
disimpulkan ada variabel independen secara
bersama-sama berpengaruh terhadap varia-
bel dependen.
Berdasarkan perhitungan nilai thitung
dan ttabel, dapat disimpulkan bahwa hipotesis
nol uji t untuk semua koefisien regresi tidak
semuanya ditolak (α<5%). Output uji t dalam
penelitian ini diinformasikan dalam tabel 3.
Variabel Urbanisasi
Variabel urbanisasi dengan koefisien
determinasi α1 -0,000054, secara spesifik
menyatakan bahwa pada kondisi cateris
paribus, urbanisasi naik 1 persen, maka akan
menurunkan angka indeks gini secara tidak
signifikan sebesar 0,000054 persen. Penu-
runan indeks gini ini sesuai dengan hipotesa
Kuznet (1955) yang menyatakan ketim-
pangan akan menurun jika urbanisasi (proses
pengkotaan sebuah perekonomian) semakin
besar.
Variabel dependensi rasio
Variabel dependensi rasio dengan
koefisien determinasi α3 0,00082 secara
spesifik menyatakan bahwa pada kondisi
cateris paribus, jika dependensi rasio
meningkat 1 persen, maka akan meningkat-
kan angka index gini secara tidak signifikan
sebesar 0,00082 persen. Dependensi rasio
meningkat berarti jumlah usia produktif
semakin menurun dan usia non produktif
bertambah. Hal ini mengindikasikan bahwa
beban penduduk usia produktif yang
menanggung usia non produktif semakin
bertambah akan menaikkan ketimpangan.
Kondisi ini mengindikasikan antara lain
penduduk yang memasuki usia nonproduktif
> 65 tahun memiliki penghasilan yang jauh
lebih rendah dibandingkan ketika mereka
dalam usia produktif.
Variabel upah
Variabel upah dengan koefisien deter-
minasi α4 0,0758 secara spesifik menyatakan
bahwa pada kondisi cateris paribus, jika upah
meningkat 1 persen, maka angka index gini
secara signifikan akan naik 0,0758 persen.
Kondisi ini sesuai dengan data riil di
lapangan. UMR setiap kabupaten/kota juga
meningkat dari 2002 hingga 2011. Di sisi lain,
standar deviasi upah antar kabupaten dari
tahun 2002 hingga 2011 juga meningkat.
Variabel share output perekonomian
pemilik modal
Variabel share output perekonomian
pemilik modal dengan koefisien determinasi
α2 0,21, secara spesifik menyatakan bahwa
pada kondisi cateris paribus, jika share
output perekonomian pemilik modal naik 1
persen, maka angka index gini secara signi-
fikan akan naik 0,021 persen. Peningkatan
indeks gini ini sesuai dengan apa yang
diungkapkan oleh Kaldor (1956) yang menya-
takan perekonomian akan tumbuh tinggi
(share output pemilik modal lebih besar
dibandingkan share output yang terima oleh
tenaga kerja), namun ketimpangan juga
tinggi.
PENUTUP
Kesimpulan yang diperoleh dari pene-
litian ini adalah Koefisien determinasi
variabel independen sebesar 6% menunjuk-
kan bahwa model yang diajukan dalam
penelitian ini kurang baik untuk melihat
faktor determinan inequality di Jawa Tengah,
JEJAK Journal of Economics and Policy 6 (1) (2013): 42-53 51
Hanya ada dua koefisien regresi yang
signifikan berpengaruh terhadap inequality
(share output perekonomian yang diterima
pengusaha dan upah). Sedangkan dua
lainnya tidak signifikan (urbanisasi dan
dependensi rasio).
Berdasarkan hasil yang ditemukan
dalam penelitian ini, ada beberapa saran
yang diajukan antara lain, Perbaikan model
untuk penelitian di masa mendatang dengan
menambahkan variabel baru serta
menambah series datanya.
Terkait dengan variabel dependensi
rasio, perlu diimplementasikan kebijakan
dana jaminan sosial pensiun yang bisa
mengcover pendapatan pekerja yang hilang
setelah memasuki usia tidak produktif.
DAFTAR PUSTAKA
American Sociological Review, 64 (4), pp. 585-606,
didownload dari: http://www.jstor.org/
discover/10.2307/2657258?uid=2129&uid=2&uid
=70&uid 4&sid=21102184905011, pada 5 Mei 2013.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. (2001 –
2012). Jawa Tengah Dalam Angka 2000 hingga
2012. Semarang: Badan Pusat Statistik Provinsi
Jawa Tengah.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. (2002-
2011). Pemerataan Pendapatan dan Pola
Konsumsi Jawa Tengah 2002 hingga 2011.
Semarang: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa
Tengah.
Badan Pusat Statistik. (2009). Data dan Informasi
Kemiskinan, 2002 hingga 2008. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.
Baltagi, Badi H. (2005). Econometric Analysis of Panel
Data. 3rd ed. John. Wiley & Sons Ltd,
Chichester.
Boediono, (1982). Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri
Sipnosis Pengantar Ilmu Ekonomi, BPFE, Yog-
yakarta.
Corak, Miles. (2011). Income, Inequality, Equality, of
Opportunity and Interregional Mobility. Journal
of Economic Perspectives.Vol 1 (1).
Fereira, Fransisco., dan Jeremie Gignoux. (2011). The
Measurement of Inequalityof Opportunity
Theory and an Aplication to Latin America.
Review of Income and Wealth. 57 (4).
Gujarati. et al. (2009). Basic Econometrics 5th, Interna-
tional Edition. Mc.Graw-Hill. Singapore.2009
Gustafsson, B.A., & M. Johansson. (1999). In search of
smoking guns: What makes Income inequality
vary over time in different countries?
Kaldor, Nicholas. (1956). Alternative Theories of Distri-
bution. The Review of Economic Studies, Vol. 23,
No. 2 (1955 - 1956), pp. 83-100. Didownload dari
http://www.jstor.org/stable/2296292, pada
tangga 11 April 2013.
Khalifa, Sherif., dan Sherine El Hag. (2010). Income
Disparities, Economic Growth dan Development
as a Treshold. Journal of Development Econo-
mics. 57:1.
Kuznets, (1955). Economic Growth and Incime
Inequality. The American Economic Review
No.1 Vol XLV, March, 1995. pp. 1-28.
Pratowo, (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Berpe-
ngaruh terhadap Indeks Pembangunan
Manusia. Jurnal Studi Ekonomi Indonesia, Vol 1,
No 1 (2012), Solo: Universitas Sebelas Maret.
Rahman, Yozi Aulia. (2010). Implementasi Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)
di Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes Tahun
2007. Jurnal Jejak Vol 3 No 1 (2010), Semarang:
Universitas Negeri Semarang
Fred, Campano., and Dominick Salvatore. (2006) Inco-
me Distribution. London: Oxford University
Press.
Stewart, Francis. (2000). Income Distribution And
Development. QEH Working Paper Series -
QEHWPS37. Didownload dari http://www3.qeh.
ox.ac.uk/pdf/qehwp/qehwps37.pdf, pada 5 Mei
2013.
Todaro, Michael P dan Stephen C. Smith. (2006). Pem-
bangunan Ekonomi. Edisi ke-9. Jakarta: Erlangga
Winarno (2009). Analisis Ekonometrika dan Statistika
dengan Eviews, edisi ke 2. Yogyakarta: Penerbit
STIE YKPN.
Zheng, Yungnian., dan Minjia Chen. (2007). Chinas
Regional Disparityand it’s Policy Response.
China Policy Institute University of
Nottingham. Briefing Series. Issue 25.
52
Rusli Abdulah, Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ketimpangan Pendapatan di Jawa Tengah
LAMPIRAN
Lampiran 1: Deskripsi Statistik Data Penelitian
Tabel 1.1. Deskripsi Indeks Gini 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2003-2011
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Mean 0.234 0.233 0.257 0.250 0.231 0.270 0.260 0.268 0.327
Median 0.232 0.232 0.264 0.247 0.229 0.268 0.257 0.270 0.332
Standard Deviation 0.025 0.030 0.028 0.038 0.038 0.030 0.033 0.039 0.031
Range 0.112 0.112 0.099 0.173 0.139 0.138 0.170 0.156 0.124
Minimum 0.177 0.178 0.203 0.185 0.163 0.208 0.201 0.195 0.257
Maximum 0.289 0.290 0.302 0.358 0.301 0.345 0.371 0.351 0.381
Largest(1) 0.289 0.290 0.302 0.358 0.301 0.345 0.371 0.351 0.381
Smallest(1) 0.177 0.178 0.203 0.185 0.163 0.208 0.201 0.195 0.257
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka berbagai edisi, BPS Jawa Tengah
Tabel 1.2. Deskripsi Statistik Upah Minimum 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2003-
2011 (Rupiah)
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Mean 246,906.25 326,132.81 365,684.38 392,414.84 421,728.13 492,498.44 550,664.06 605,609.38 684,431.75
Median 245,000.00 325,600.00 363,000.00 398,000.00 418,500.00 490,250.00 545,125.00 607,250.00 680,000.00
Standard Deviation 3,145.50 7,886.10 14,519.53 22,619.63 18,969.30 30,429.17 41,629.69 46,552.90 55,454.48
Range 8,000.00 28,750.00 59,600.00 122,825.00 83,600.00 136,000.00 150,000.00 168,700.00 263,500.00
Minimum 245,000.00 314,500.00 340,400.00 317,175.00 390,000.00 450,000.00 500,000.00 547,000.00 575,000.00
Maximum 253,000.00 343,250.00 400,000.00 440,000.00 473,600.00 586,000.00 650,000.00 715,700.00 838,500.00
Largest(1) 253,000.00 343,250.00 400,000.00 440,000.00 473,600.00 586,000.00 650,000.00 715,700.00 838,500.00
Smallest(1) 245,000.00 314,500.00 340,400.00 317,175.00 390,000.00 450,000.00 500,000.00 547,000.00 575,000.00
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka berbagai edisi, BPS Jawa Tengah
Tabel 1.3. Deskripsi Dependensi Rasio 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2003-2011
(Rupiah)
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Mean 50.89 51.60 50.32 48.60 47.63 51.45 50.86 49.60 47.79
Median 51.88 51.42 50.38 49.35 48.39 50.62 51.37 49.98 48.17
Standar Deviation 5.17 6.10 5.13 4.99 4.68 5.87 5.86 4.60 4.42
Range 22.48 28.00 21.39 22.39 17.60 24.84 24.24 19.72 18.96
Minimum 35.27 39.71 42.06 38.99 38.79 37.26 38.75 39.29 37.86
Maximum 57.76 67.71 63.45 61.38 56.39 62.10 62.99 59.01 56.82
Largest(1) 57.76 67.71 63.45 61.38 56.39 62.10 62.99 59.01 56.82
Smallest(1) 35.27 39.71 42.06 38.99 38.79 37.26 38.75 39.29 37.86
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka berbagai edisi, BPS Jawa Tengah
JEJAK Journal of Economics and Policy 6 (1) (2013): 42-53 53
Tabel 1.4. Deskripsi Rasio Urban 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2003-2011
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Mean 47.09 47.56 48.03 48.48 48.92 49.37 49.37 50.25 47.98
Median 35.46 36.22 36.97 37.69 38.42 39.13 39.13 40.56 36.90
Standard Deviation 27.60 27.51 27.43 27.36 27.29 27.22 27.22 27.10 27.45
Range 84.93 84.72 84.52 84.33 84.15 83.97 83.97 83.61 84.56
Minimum 15.07 15.28 15.48 15.67 15.85 16.03 16.03 16.39 15.44
Maximum 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Largest(1) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Smallest(1) 15.07 15.28 15.48 15.67 15.85 16.03 16.03 16.39 15.44
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka berbagai edisi, BPS Jawa Tengah
Tabel 1.5. Deskripsi Share Output 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2003-2011
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Mean 0.06 0.06 0.06 0.07 0.08 0.08 0.09 0.09 0.09
Median 0.06 0.06 0.07 0.07 0.08 0.08 0.09 0.09 0.10
Standard
Deviation 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04
Range 0.08 0.08 0.09 0.10 0.13 0.12 0.13 0.13 0.13
Minimum 0.01 0.02 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
Maximum 0.09 0.09 0.11 0.11 0.15 0.14 0.15 0.15 0.15
Largest(1) 0.09 0.09 0.11 0.11 0.15 0.14 0.15 0.15 0.15
Smallest(1) 0.01 0.02 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka berbagai edisi, BPS Jawa Tengah