Wardhana (2024; Buttle & Maklan, 2019) menyatakan bahwa nilai adalah persepsi pelanggan mengenai keseimbangan antara manfaat yang diperoleh dari produk atau layanan dengan pengorbanan yang dilakukan untuk merasakan manfaat tersebut. Nilai yang dirasakan pelanggan (customer perceived value) adalah konsep penting dalam bidang pemasaran, karena merepresentasikan penilaian pelanggan terhadap nilai atau kegunaan keseluruhan dari suatu produk atau layanan berdasarkan persepsi mereka tentang apa yang diterima dan apa yang diberikan. Nilai yang dirasakan pelanggan(customer perceived value) meliputi manfaat yang diberikannya bagi pelanggan maupun perusahaan, serta pengorbanan yang mungkin dihadapi pelanggan dalam memperoleh nilai ini (Wardhana, 2024; Prilutskaya et al., 2021; Roy et al., 2018; Rajala et al., 2015; Zauner et al., 2015; Paananen & Seppänen, 2013; Parahoo, 2013; Bajs & Vignali, 2010; Saili & Zhang, 2010; Rintamäki et al., 2007; Smith & Colgate, 2007; Trocchia et al., 2006; Lin & Lin, 2006; Vranešević et al., 2004; Sahay, 2004; Khalifa, 2004; Evans, 2002; Ulaga & Chacour, 2001; Dyck, 1996).Tugas pemasar profesional adalah merancang penawaran yang memungkinkan pelanggan merasakan nilai atau yang dikenal dengan istilah value proposition. Value proposition dapat didefinisikan sebagai janji eksplisit atau implisit yang dibuat perusahaan kepada pelanggannya bahwa mereka akan memberikan serangkaian manfaat yang menciptakan nilai.Value-in-exchange mengacu pada nilai moneter atau nilai pasar dari barang atau jasa, yang ditentukan oleh harga saat ditukar di pasar. Perspektif ini menekankan aspek kuantitatif dari nilai, di mana nilai suatu komoditas diekspresikan dalam nilai tukarnya relatif terhadap barang atau jasa lain. Sebaliknya, value-in-use berfokus pada persepsi subjektif tentang kegunaan atau utilitas yang diperoleh seseorang dari suatu produk atau layanan. Gagasan ini mengakui bahwa nilai barang atau jasa tidak hanya ditentukan oleh kelangkaan atau biaya produksinya, tetapi juga sejauh mana barang atau jasa tersebut memenuhi kebutuhan dan preferensi pribadi konsumen Mengembangkan konsep dasar ini, muncul gagasan value-in- experience yang menekankan pentingnya pengalaman holistik yang dialami pelanggan dengan suatu produk atau layanan. Perspektif ini mengakui bahwa nilai tidak hanya berasal dari atribut fungsional barang atau jasa, tetapi juga dari manfaat emosional, sosial, dan epistemik yang dialami pelanggan sepanjang keterlibatan mereka dengan penawaran tersebut (Dilotsotlhe & Duh, 2020; Trinh, 2018; Hallberg, 2017; Choe & Kim, 2017; Linnenbrink‐Garcia et al., 2016; Karababa & Kjeldgaard, 2013; Parahoo, 2013; Ng & Smith, 2012; Vargo & Lusch, 2012; Kainth & Verma, 2011; Winkler & Dosoudil, 2011; Gallarza et al., 2011; Raymond, 2010; Black, 2008; Lynam et al., 2007; Rintamäki et al., 2007; Smith & Colgate, 2007; Poulsson & Kalé, 2004; Sahay, 2004;Prabhaker, 2002).