ArticlePDF Available

MURABAHAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH EMPAT MAZHAB

Authors:

Abstract

Banyaknya bank syariah saat ini menjadi perhatian tersendiri bagi para nasabah terutama di Indonesia yang mayoritas Muslim. Sebab dalam praktiknya banyak perbankan syariah justru kurang syariah. Hal itu diakibatkan belum ada formula baru yang bisa mengatasi permasalahan. Taruhlah pembiayaan murabahah sebagai contohnya. Kalangan ulama fikih pada dasarnya membolehkan biaya-biaya pembebanan dalam murabahah yang secara umum bisa timbul dalam transaksi jual beli, namun tidak boleh mengambil keuntungan berdasarkan biaya-biaya yang semestinya ditanggung oleh penjual. Hal itulah yang akan menjadi titik fokus dalam artikel ini. Dengan menggunakan kacamata fikih empat mazhab, artikel ini akan mengurai berbagai polemik yang timbul dalam transaksi jual beli yang menggunakan akad murabahah. Dengan harapan agar silang sengkarut yang terjadi selama ini bisa menemui titik terang. Many Islamic banks an especial concern for customers especially in Moslem Indonesia now. Because in practice many are less syariah Islamic banking. It caused nothing a new formula that could overcome the problems. Such as, murabahah financing as an example. Basically, the Moslem theologian allow the costs of loading in general murabahah which could arise in the sale and purchase transaction, but may not be taking advantage based on the costs that should be borne by the seller. That is what will be the focus point in this article. By using the four mazhab perspective of jurisprudence, this article will break down various polemics arising in sale and purchase transaction using murabahah contract. Hopes that cross chaos that occurred during this time can be a point of light.
MURABAHAH DALAM PERSPEKTIF
FIKIH EMPAT MAZHAB
Muhammad Farid
Sekolah Tingga Ilmu Syariah (STIS) Lumajang
farid_ahmad@yahoo.co.id
Abstrak
Banyaknya bank syariah saat ini menjadi perhatian tersendiri bagi para
nasabah terutama di Indonesia yang mayoritas Muslim. Sebab dalam
praktiknya banyak perbankan syariah justru kurang syariah. Hal itu
diakibatkan belum ada formula baru yang bisa mengatasi permasalahan.
Taruhlah pembiayaan murabahah sebagai contohnya. Kalangan ulama kih
pada dasarnya membolehkan biaya-biaya pembebanan dalam murabahah
yang
secara umum bisa timbul dalam transaksi jual beli, namun
tidak
boleh mengambil keuntungan berdasarkan biaya-biaya yang
semestinya
ditanggung oleh
penjual
. Hal itulah yang akan menjadi titik fokus dalam
artikel ini. Dengan menggunakan kacamata kih empat mazhab, artikel
ini akan mengurai berbagai polemik yang timbul dalam transaksi jual beli
yang menggunakan akad murabahah. Dengan harapan agar silang sengkarut
yang terjadi selama ini bisa menemui titik terang.
[Many Islamic banks an especial concern for customers especially in Muslim
Indonesia now. Because in practice many are less syariah Islamic banking.
It caused nothing a new formula that could overcome the problems. Such as,
murabahah nancing as an example. Basically, the Moslem theologian allow
the costs of loading in general murabahah which could arise in the sale and
purchase transaction, but may not be taking advantage based on the costs
that should be borne by the seller. That is what will be the focus point in this
article. By using the four mazhab perspective of jurisprudence, this article will
114 ж Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
break down various polemics arising in sale and purchase transaction using
murabahah contract. Hopes that cross chaos that occurred during this time
can be a point of light.]
Kata kunci: Perbankan Syariah, Murabahah, Fikih
Pendahuluan
Perbankan Islam sekarang telah menjadi istilah yang terkenal luas
baik di dunia Muslim maupun di dunia Barat. Istilah tersebut mewakili
suatu bentuk perbankan yang berusaha menyediakan layanan-layanan
yang bebas bunga kepada para nasabah. Para pendukung perbankan
Islam berpendapat bahwa bunga adalah riba1 dan karenanya menurut
hukum Islam bunga bank diharamkan. Sikap terhadap hubungan
seperti ini mendorong beberapa sarjana dan praktisi perbankan Muslim
untuk menemukan sejumlah cara dan alat guna mengembangkan sistem
perbankan alternatif yang sesuai dengan ajaran-ajaran hukum Islam,
khususnya aturan-aturan yang terkait dengan pengharaman riba.
Selain itu, berdasarkan larangan adanya bunga dalam Islam, para
penulis ekonomi modern sepakat bahwa reorganisasi dalam perbankan
syariah harus dilakukan dengan berlandaskan syirkah (kemitraan usaha)
dan mudharabah (bagi hasil). Syirkah dan mudharabah mempunyai peranan
penting dalam rangka mewujudkan perbankan bebas bunga.2
Para ahli kih telah menganjurkan perlunya menggunakan metode-
metode ini demi kesejahteraan umat manusia. Karena sering terjadi pada
1 Pengertian riba dalam kamus bahasa Arab adalah kelebihan, penambahan
peningkatan atau surplus. Kata riba juga telah dicakup dalam kata usury dalam bahasa
Inggris. Usury diartikan sebagai bunga yang terlalu tinggi atau berlebihan. Tetapi menurut
sarjana Islam, riba meskipun tambahannya hanya sedikit, melebihi daripada pokok
pinjaman, hal ini termasuk ke dalam bunga. Dalam ilmu ekonomi riba berarti kelebihan
pendapatan yang diterima oleh si pemberi pinjaman dari si peminjam. Dengan kata
lain, adalah kelebihan dari jumlah pokok yang dipinjam, sebagai upah atas dicairkannya
sebagian harta dalam waktu yang ditentukan. Untuk lebih jelasnya lihat di Habib Nazir,
Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah (Bandung: Kafa Publishing, 2008), h. 562.
2 Nejatullah Siddiqi, Partnership and Prot Sharing in Islamic Law, terj. Fakhriyah
Mumtihani (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1996), h. 1.
Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013 ж 115
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
seseorang yang memiliki modal akan tetapi tidak mampu menjalankan
usaha atau sebaliknya memiliki keinginan untuk berusaha akan tetapi tidak
ada modal yang dapat digunakan. Melalui sistem mudharabah, kedua belah
pihak ini memungkinkan untuk mencapai satu tujuan bersama dengan
jalan saling bekerjasama.3
Selain konsep murabahah di atas, perlu dipahami pula bahwa konsep
jual beli dalam kacamata kih semata-mata tidak hanya dalam bentuk
interaksi dua orang yang saling membutuhkan, lebih dari itu dalam konsep
kih ada beberapa kaidah yang perlu dipahami dalam melaksanakan
transaksi jual beli dalam bentuk apa pun. Sebab hal ini menjadi tolok
ukur sah tidaknya suatu transaksi jual beli menurut sudut pandang kih.
Dalam kaidah kih dinyatakan bahwa, al-ashlu  al-asya’ al-ibahah.4
Kaidah ini menegaskan bahwa segala bentuk kemanfaatan menurut
hukum asalnya adalah diperbolehkan. Oleh karena itu, segala macam
bentuk muamalah yang bertujuan maupun mengakibatkan kemanfaatan
diperbolehkan, demikian halnya segala bentuk muamalah yang
menyebabkan atau mengakibatkan keburukan akan dilarang.
Jual beli dalam Islam merupakan bentuk muamalah dalam
pengertiannya yang khusus, asas yang fundamental dalam muamalah, di
antaranya adalah asas tadabu al amana’ dan asas an taradin. Asas tadabu
al mana’ ini menyatakan bahwa segala bentuk kegiatan muamalah harus
memberikan keuntungan dan manfaat bersama bagi pihak-pihak yang
terlibat. Asas ini merupakan kelanjutan dari prinsip al ta’awun sehingga
asas ini bertujuan menciptakan kerjasama antarindividu atau pihak-
pihak masyarakat, dalam rangka saling memenuhi keperluannya masing-
masing dan dalam rangka kesejahteraan bersama. Sedangkan asas an
taradin menyatakan bahwa setiap bentuk muamalah antara individu atau
antarpihak harus berdasarkan kerelaan masing-masing. Kerelaan ini
berarti kerelaan melakukan suatu bentuk muamalah, maupun kerelaan
3 Ibid., h. 7-8.
4 Muhammad Bakar Ismail, Qawaid Al Fiqhiayah Baina Al Ashalah Wa at Tawjih
(Kairo: Darul Manar, 1997), h. 108.
116 ж Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
dalam menerima dan atau menyerahkan harta yang dijadikan objek
perikatan.5
Hal tersebut sesuai dengan rman Allah dalam QS: An Nisa’: 29:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Berbicara tentang riba maka kita tidak bisa lepas dari produk-
produk perbankan yang selalu diidentikkan dengan bunga atau riba.
Hal ini menjadi polemik tersendiri mengingat masyarakat Indonesia
mayoritas penduduknya beragama Islam dengan paham Sunni (ahlusunnah
wal jama’ah). Karena latar belakang tersebut maka para pakar ekonomi
Islam mulai mencetuskan gagasan baru tentang bank yang berlandaskan
syariah dengan mengeluarkan produk-produk yang bebas dari praktik
bunga atau riba.
Selain itu akad yang digunakanpun lumayan jauh dari praktik riba
karena dalam akadnya perbankan syariah menggunakan sistem bagi hasil,
perkongsian, pembelian dengan keuntungan yang diketahui, dll. Dari
akad-akad yang ada rupanya ada beberapa produk perbankan syariah
yang ternyata banyak diminati oleh nasabah, salah satu di antaranya
adalah murabahah atau penjualan barang dengan tambahan keuntungan
yang diketahui oleh pembeli.
Sistem murabahah ini sangat terkenal di kalangan perbankan syariah,
namun perlu adanya ketelitian dan kecermatan dalam menetapkan
tambahan atau tingkat laba dalam transaksi penjualan murabahah. Sebab
legitimasi transaksi penjualan murabahah atas dasar suatu jumlah yang
tidak menyesatkan atau curang, tidak menghindarkan kemungkinan
menetapkan harga penjualan jauh lebih tinggi daripada biaya semula.
Laba yang tidak wajar dan berlebihan merupakan unsur riba yang dilarang
5 Juhana S. Praja, Filsafat Hukum Islam (Bandung: LPPM-UIB, 1995), h. 113-114.
Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013 ж 117
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
oleh Islam.6 Adapun riba secara tegas telah dilarang oleh Allah Swt sesuai
dengan rman-Nya dalam Q.S: Al-Baqarah: 275:
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba) maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada
Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.
Fenomena inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan
pendalaman dan pengkajian terhadap sistem produk murabahah
dalam perspektif kih empat mazhab. Mengingat semakin tingginya
perkembangan produk murabahah di perbankan syariah saat ini, tentu
menuntut evaluasi yang berkelanjutan dengan berlandaskan pada wacana
kih. Diharapkan di masa mendatang, perkembangan produk murabahah
dalam perbankan syariah mampu menjadi pendorong tewujudnya
perekonomian Indonesia yang kokoh, stabil dan adil.
Denisi Murabahah
Secara bahasa murabahah berasal dari kata “ar-ribhu” yang berarti
 (an-namaa’) yang berarti tumbuh dan berkembang. Atau murabahah
juga berarti “al-irbaah” karena salah satu dari dua orang yang bertransaksi
memberikan keuntungan kepada yang lainnya.7 Sedangkan secara istilah,
bai’ul murabahah (murabahah) adalah jual beli dengan harga awal disertai
dengan tambahan keuntungan.8 Definisi ini sesuai dengan yang disepakati
6 Abdul Manan, Islamic Economic, Theory and Practice, terj. M Nastangin
(Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995), h. 205.
7 Ibnu Al-Mandzur dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005, h. 3765.
8 Wahbah al-Zuhaili, Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz 7, dalam Software al-
Maktabah al-Syamilah, 2005, h. 3765.
118 ж Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
oleh para ahli fikih, walaupun ungkapan yang digunakan berbeda-beda.9
Ungkapan yang sering digunakan dalam transaksi murabahah adalah:
1) bila seorang penjual mengatakan: “Saya jual dengan harga beli saya
atau dengan harga perolehan saya disertai dengan keuntungan sekian”,
2) bila seorang penjual mengatakan: “Saya jual dengan biaya-biaya yang
telah saya keluarkan disertai dengan keuntungan sekian”, 3) bila seorang
penjual mengatakan: “Saya jual dengan ra’sul maal (harga pokok) disertai
dengan keuntungan sekian.”
Para ulama berbeda pendapat tentang lafaz ketiga ini, apakah ia
sama dengan ungkapan yang pertama atau kedua? Menurut As-Shawy,
ungkapan tersebut tergantung pada al-‘urf (kebiasaan suatu tempat), bila
kebiasaan dalam perdagangan di tempat itu menunjukkan bahwa yang
dimaksud dengan harga pokok adalah harga beli saja dan tidak termasuk
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memeroleh barang tersebut maka
ungkapan ketiga ini masuk kategori ungkapan yang pertama. Adapun bila
kebiasaan menunjukkan bahwa harga pokok adalah harga beli ditambah
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memerolehnya maka ia masuk
kategori ungkapan yang kedua.10
Gambaran transaksi jual beli murabahah ini sebagaimana yang
disebutkan oleh ulama Malikiyah, adalah jual beli di mana pemilik
barang menyebutkan harga beli barang tersebut, kemudian ia mengambil
keuntungan dari pembeli secara sekaligus dengan mengatakan, “Saya
membelinya dengan harga sepuluh dinar dan Anda berikan keuntungan
kepadaku sebesar satu dinar atau dua dinar.Atau merincinya dengan
mengatakan, “Anda berikan keuntungan sebesar satu dirham per satu
dinar-nya. Atau bisa juga ditentukan dengan ukuran tertentu maupun
dengan menggunakan persentase.11 Ulama Hanayah mendenisikannya
9 Abdurrahman al-Jazeri, Fiqh ala Madzahibi al-Arba’ah, juz 3, (Beirut: Dar
al-Fikr, 2005), 198
10 As-Shawy dalam Abdurrahman al-Jazeri, Fiqh ala Madzahibi al-Arba’ah, juz 3,
(Beirut: Dar al-Fikr, 2005), h. 198-200.
11 Ibnu Jazy dalam Wahbah al-Zuhaili, Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz 7, dalam
Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005, h. 263.
Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013 ж 119
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
dengan mengatakan, pemindahan sesuatu yang dimiliki dengan akad awal
dan harga awal disertai tambahan keuntungan.
Menurut ulama Sya’iyyah dan Hanabilah, murabahah adalah
jual beli dengan harga pokok atau harga perolehan penjual ditambah
keuntungan satu dirham pada setiap sepuluh dinar. Atau semisalnya, dengan
syarat kedua belah pihak yang bertransaksi mengetahui harga pokok.
Di samping jual beli murabahah, dalam qh al-muamalah ada
empat jenis jual beli lainnya yaitu: pertama jual beli al-musawamah (ba’iu
al musawamah), yaitu menjual dengan harga berapapun tanpa melihat
kepada harga pokok atau harga perolehan saat pembelian awal. Jual beli
inilah yang biasa dilakukan. Kedua, jual beli at-tauliyah (bai’u at tauliyah),
yaitu menjual dengan harga pokok atau harga perolehan tanpa tambahan
keuntungan. Ketiga, jual beli isytiraak (bai’u al isytiraak), sama dengan jual
beli at-tauliyah, perbedaannya adalah menjual sebagian objek jual beli
dengan sebagian harga. Keempat, jual beli al-wadhi’ah (bai’u al wadhi’ah)
yaitu menjual sama dengan harga pokok atau harga perolehan, dengan
mengurangi atau memberikan potongan harga.12
Landasan Hukum
Murabahah merupakan suatu akad yang dibolehkan secara syar’i,
serta didukung oleh mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in serta
ulama-ulama dari berbagai mazhab dan aliran.
Landasan hukum akad murabahah ini adalah: pertama, al-Qur’an.
Ayat-ayat al-Qur’an yang secara umum membolehkan jual beli, di
antaranya adalah rman Allah dalam QS. al Baqarah: 275:
Artinya: “..dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
Ayat ini menunjukkan bolehnya melakukan transaksi jual beli dan
murabahah merupakan salah satu bentuk dari jual beli, sebagaimana rman
Allah dalam QS. An-Nisaa: 29:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
12 Wahbah al-Zuhaili, Fiqh…, h. 3766.
120 ж Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
dengan suka sama suka di antara kamu”.
Murabahah menurut Azzuhaili adalah jual beli berdasarkan suka
sama suka antara kedua belah pihak yang bertransaksi.13
Kedua, as-Sunnah. Sebagaimana sabda Rasul Saw: “Pendapatan yang
paling afdhal (utama) adalah hasil karya tangan seseorang dan jual beli
yang mabrur.” Demikian juga, hadis dari riwayat Ibnu Majah, dari Syuaib:
Artinya: ”Tiga perkara yang di dalamnya terdapat keberkahan: menjual dengan
pembayaran secara tangguh, muqaradhah (nama lain dari mudharabah) dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak untuk dijual.”
Ketika Nabi Muhammad akan hijrah, Abu Bakar membeli dua
ekor Keledai, lalu Rasulullah berkata kepadanya, “Jual kepada saya salah
satunya”. Abu Bakar menjawab, “Salah satunya jadi milik Anda tanpa
ada kompensasi apa pun. Rasulullah bersabda, “Kalau tanpa ada harga
saya tidak mau.”
Sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud menyebutkan bahwa boleh
melakukan jual beli dengan mengambil keuntungan satu dirham atau dua
dirham untuk setiap sepuluh dirham harga pokok.
Selain itu, transaksi dengan menggunakan akad jual beli murabahah
ini sudah menjadi kebutuhan yang mendesak dalam kehidupan. Banyak
manfaat yang dihasilkan, baik bagi yang berprofesi sebagai pedagang
maupun bukan.
Ketiga, al-ijma. Transaksi ini sudah dipraktikkan di berbagai tempat
tanpa ada yang mengingkarinya. Itu berarti para ulama menyetujuinya.
Kaidah kih menyatakan: “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Harga Pokok dan Pembebanan Biaya
Pembebanan biaya pada pembiayaan murabahah, yang selanjutnya
akan memengaruhi penetapan harga pokok (replacement cost) dan harga
jual. Sebagaimana dikutip oleh Karim, bahwa para ulama mazhab berbeda
13 Ibid.
Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013 ж 121
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
pendapat tentang biaya apa saja yang dapat dibebankan kepada harga jual
barang tersebut. Ulama Mazhab Maliki, misalnya membolehkan biaya-
biaya yang langsung terkait dengan transaksi jual beli itu dan biaya-biaya
yang tidak langsung terkait dengan transaksi tersebut, namun memberikan
nilai tambah pada barang itu.
Ulama Mazhab Sya’i membolehkan biaya-biaya yang secara umum
timbul dalam suatu transaksi jual beli kecuali biaya tenaga kerjanya sendiri
karena komponen ini termasuk dalam keuntungan. Begitu pula biaya-
biaya yang tidak menambah nilai barang tidak boleh dimasukkan sebagai
komponen biaya.
Ulama Mazhab Hana membolehkan membebankan biaya-biaya
yang secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli, namun mereka
tidak membolehkan biaya-biaya yang memang semestinya dikerjakan
oleh si penjual.
Ulama Mazhab Hanbali berpendapat bahwa semua biaya langsung
maupun tidak langsung dapat dibebankan pada harga jual selama biaya-
biaya itu harus dibayarkan kepada pihak ketiga dan akan menambah nilai
barang yang dijual.14
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa: 1)
keempat mazhab membolehkan pembebanan biaya langsung yang harus
dibayarkan langsung kepada pihak ketiga, 2) keempat mazhab sepakat
tidak membolehkan pembebanan biaya langsung yang berkaitan dengan
pekerjaan yang memang semestinya dilakukan penjual maupun biaya
langsung yang berkaitan dengan hal-hal yang berguna, 3) keempat mazhab
juga membolehkan pembebanan biaya tidak langsung yang dibayarkan
kepada pihak ketiga dan pekerjaan itu harus dilakukan oleh pihak ketiga.
Bila pekerjaan itu harus dilakukan oleh si penjual, mazhab Maliki tidak
membolehkan pembebanannya, sedangkan ketiga mazhab lainnya
membolehkan, dan 4) keempat mazhab sepakat tidak membolehkan
14 Abdullah Ath-Thoyaar, al-Bunuuk al-Islamiyah Baina an-Nazhoriyah wa at-
Tathbiiq, Cet. 2 (t.t.p: Dar al-Wathon, 1414 H), 307.
122 ж Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
pembebanan biaya tidak langsung bila tidak menambah nilai barang atau
berkaitan dengan hal-hal yang berguna.
Murabahah dengan Pesanan
Murabahah dapat dilakukan dengan pesanan atau tanpa pesanan.
Bila dengan pesanan maka bank melakukan pembelian barang setelah ada
pemesanan dari nasabah, dan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat
nasabah untuk membeli barang yang dipesannya dan bank dapat meminta
uang muka pembelian kepada nasabah.
Uang muka atau dalam fatwa Dewan Syariah Nasional MUI
digunakan istilah urbun, dimaksudkan untuk menunjukkan keseriusan
si pembeli. Bila kemudian si penjual telah membeli barang pesanan,
sedangkan pembeli atau nasabah membatalkannya maka uang muka
tersebut digunakan untuk menutup kerugian. Bila jumlah uang muka
lebih kecil dari jumlah kerugian yang harus ditanggung penjual, penjual
dapat meminta kekurangannya dan bila berlebih maka penjual harus
mengembalikan kelebihannya kepada pembeli.
Jenis-Jenis Murabahah
Murabahah pada prinsipnya adalah jual beli dengan keuntungan,
hal ini bersifat dan berlaku umum pada jual beli barang-barang yang
memenuhi syarat jual beli murabahah. Dalam praktiknya, pembiayaan
murabahah yang diterapkan Bank Bukopin Syariah terbagi kepada 3 jenis,
sesuai dengan peruntukannya: pertama, murabahah modal kerja, yang
ditujukan untuk pembelian barang-barang yang akan digunakan sebagai
modal kerja. Modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan
oleh perusahaan untuk operasi sehari-hari. Penerapan murabahah untuk
modal kerja membutuhkan kehati-hatian, terutama bila objek yang akan
diperjualbelikan terdiri dari banyak jenis sehingga dikhawatirkan akan
mengalami kesulitan terutama dalam menentukan harga pokok masing-
masing barang.
Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013 ж 123
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
Kedua, murabahah investasi, adalah pembiayaan jangka menengah
atau panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal yang
diperlukan untuk rehabilitasi, perluasan, atau pembuatan proyek baru.
Ketiga, murabahah konsumsi, adalah pembiayaan perorangan untuk
tujuan non bisnis, termasuk pembiayaan pemilikan rumah dan mobil.
Pembiayaan konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian
barang konsumsi dan barang tahan lama lainnya. Jaminan yang digunakan
biasanya berewujud objek yang dibiayai, tanah dan bangunan tempat
tinggal.
Salah satu skim pembiayaan dalam konteks kih yang paling
banyak digunakan oleh perbankan Islam adalah skim pembiayaan jual-
beli murabahah. Transaksi murabahah ini dalam sejarah Islam lazim tejadi
dan dilakukan pada masa Rasulullah dan para sahabatnya. Sejak awal
munculnya dalam kajian kih, kontrak ini tampaknya telah digunakan
murni untuk tujuan dagang.
Secara sederhana, konsep
murabahah
d
i
a
r
t
i
ka
n
s
e
b
a
g
a
i
s
u
a
t
u
bentuk
j
u
a
l
b
e
li
dengan adanya
ko
m
i
s
i
atau suatu bentuk
p
e
n
j
u
a
l
a
n
b
a
r
a
ng
dengan harga
a
wa
l
d
i
t
a
m
b
a
h
keuntungan
yang
d
i
s
e
p
a
ka
t
i
.
Di dalam al-Qur’an, pembahasan secara langsung mengenai
murabahah tidaklah ada meski terdapat beberapa ayat yang menunjukkan
kajian yang terkait dengannya seperti pembahasan mengenai jual-
beli ataupun permasalahan keuntungan dan kerugian dalam suatu
perdagangan. Demikian pula dengan hadis-hadis Rasulullah Saw, tidak ada
satupun hadis yang membahas atau memiliki rujukan langsung mengenai
permasalahan murabahah ini.
Para ulama generasi awal seperti Imam Maliki dan Sya’i yang
secara khusus mengatakan bahwa jual beli murabahah adalah boleh
hukumnya, walaupun mereka tidak dapat memperkuat pendapat mereka
dengan satu hadis pun. Imam Maliki, misalnya membenarkan keabsahan
pendapatnya hanya dengan merujuk pada adanya praktik penduduk
124 ж Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
mengenai transaksi ini:
Terdapat kesepakatan dari ahli Madinah mengenai keabsahan seseorang
yang membelikan pakaian di kota dan kemudian ia membawanya ke kota
lain untuk menjualnya lagi dengan suatu keuntungan yang disepakat.”15
Sedangkan
Imam
S
ya
f
i
i
d
a
l
a
m
kitabnya
a
l
-
U
mm
mengatakan
bahwa
:
“Jika seseorang menunjukkan suatu barang kepada seseorang dan
berkata belikanlah aku barang seperti ini dan aku akan memberikanmu
keuntungan sekian, lalu orang tersebut membelikannya maka jual beli ini
adalah sah hukumnya.”
Demikian juga jika ia berkata: “Belilah untukku barang tersebut”.
Lalu ia mensifatkan jenis barangnya atau barang jenis apa saja yang kamu
sukai dan saya akan memberikan keuntungan kepadamu’, semua ini sama.
Diperbolehkan pada yang pertama dan dalam semua yang diberikan
ada hak pilih (khiyaar). Sama juga dalam hal ini yang disifatkan apabila
menyatakan: “Belilah dan aku akan membelinya darimu dengan kontan
atau tempo.” Jual beli pertama diperbolehkan dan harus ada hak memilih
pada jual beli yang kedua. Apabila keduanya memperbarui (akadnya) maka
boleh dan bila berjual beli dengan itu dengan ketentuan adanya keduanya
mengikat diri (dalam jual beli tersebut) maka ia termasuk dalam dua hal.16
Seorang ulama pengikut Mazhab Hana menganggap bahwa
murabahah ini adalah sah hukumnya dengan pertimbangan terpenuhinya
syarat-syarat yang mendukung adanya suatu akad jual beli dan juga karena
adanya beberapa pihak yang membutuhkan keberadaan transaksi ini.
Begitu juga dengan Imam Nawawi seorang ulama pengikut mazhab Sya’i
menyatakan kebolehannya tanpa ada penolakan sedikitpun.17
15 Malik bin Anas, al-Muwattha’, dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005,
h. 76.
16 Muhammad al-Sya’i, Al-Umm, dalam Software al-Maktabah al-Syamilah,
juz 5, 2005, h. 137.
17 Yahya al-Nawawi, Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, dalam Software al-Maktabah
al-Syamilah, juz 7, 2005, h. 69.
Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013 ж 125
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
Proses Murabahah
Wahbah Az-zuhaili mengatakan bahwa di dalam transaksi
murabahah
ini persyaratan yang harus dipenuhi antara lain adalah
:
18
1)
diketahuinya harga
pokok.
Dalam jual beli murabahah ini, penjual
diharuskan
untuk
memberitahukan secara jelas harga pokok atau
harga awal dari
suatu
barang yang akan dijual kepada pembeli untuk
menghindari
terjadinya
transaksi yang tidak jelas (gharar) di antara kedua
belah
pihak, dan 2)
diketahuinya keuntungan yang
ditetapkan.
Pihak
penjual ketika melakukan transaksi dengan pembeli
diwajibkan
untuk
menjelaskan berapa dan bagaimana keuntungan
(marjin
keuntungan)
yang akan ditetapkan dari barang yang dijual dan hal
itu
merupakan
unsur terpenting yang mendukung terjadinya transaksi
yang
saling rela
(‘an taradin) di antara kedua belah
pihak.
Sementara itu, secara umum para ulama berbeda pendapat
tentang
biaya yang dapat dibebankan pada harga jual beli barang
terkait
dengan
pengertian keuntungan yang disepakati mark-up dalam
transaksi murabahah
. Pertama,
Mazhab Maliki membolehkan adanya
biaya-biaya yang langsung
dan
tidak langsung yang terkait dengan
transaksi jual beli dengan
ketentuan
dapat memberikan nilai tambah
pada barang
tersebut.
Kedua,
Mazhab Sya’i membolehkan untuk membebankan biaya-
biaya
yang
secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli, kecuali
biaya
tenaga
kerjanya sendiri karena komponen ini sudah termasuk
dalam
keuntungannya. Begitu pula dengan biaya-biaya yang tidak
menambah
nilai barang tidak boleh dimasukkan sebagai komponen
biaya.
Ketiga,
Mazhab Hanbali mengatakan bahwa semua biaya yang
langsung
maupun tidak langsung dapat dibebankan pada harga jual
selama
biaya-
biaya itu harus dibayarkan kepada pihak ketiga dan
dapat
menambah
nilai barang yang dijual
tersebut.
Keempat,
Mazhab Hanafi membolehkan untuk membebankan
18 Wahbah al-Zuhaili, Fiqh…, h. 169.
126 ж Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
biaya-biaya
yang
secara umum dapat timbul dalam suatu transaksi jual
beli dan
tidak
boleh mengambil keuntungan berdasarkan biaya-biaya
yang
semestinya
ditanggung oleh si
penjual.
19
Keempat mazhab tersebut menyepakati untuk tidak
membolehkan
pembebanan biaya langsung yang berkaitan dengan pekerjaan
yang
semestinya dilakukan oleh penjual maupun biaya-biaya langsung
yang
berkaitan dengan hal-hal yang berguna. Di samping itu, mereka
juga
membenarkan pembebanan biaya tidak langsung yang dibayarkan
kepada
pihak ketiga dan pekerjaan itu harus dikerjakan oleh pihak ketiga
tersebut.
Imam ad-Dardier dalam kitab asy-Syarhu ash-Shaghir menyatakan,
al-’Inah adalah jual beli orang yang diminta darinya satu barang untuk
dibeli dan (barang tersebut) tidak ada padanya untuk (
dijual
) kepada orang
yang memintanya setelah ia membelinya adalah boleh kecuali yang minta
menyatakan: “Belilah dengan sepuluh secara kontan dan saya akan ambil
dari kamu dengan dua belas secara tempo.” Maka ia dilarang padanya
karena tuduhan (hutang yang menghasilkan manfaat) karena seakan-akan
ia meminjam darinya senilai barang tersebut untuk mengambil darinya
setelah jatuh tempo dua belas.
Jelaslah dari sebagian pernyataan ulama kih terdahulu ini bahwa
mereka menyatakan pemesan tidak boleh diikat untuk memenuhi
kewajiban membeli barang yang telah dipesan. Demikian juga the Islamic
Fiqih Academy (Majma’ al-Fiqih al-Islami) menegaskan bahwa jual beli
muwaada’ah yang ada dari dua pihak dibolehkan dalam jual beli murabahah
dengan syarat al-khiyaar untuk kedua transaktor seluruhnya atau salah
satunya. Apabila tidak ada hak al-khiyaar di sana maka tidak boleh karena
al-muwaa’adah yang mengikat (al-mulzamah) dalam jual beli al-murabahah
menyerupai jual beli itu sendiri, di mana disyaratkan pada waktu itu penjual
telah memiliki barang tersebut hingga tidak ada pelanggaran terhadap
larangan Nabi Saw tentang seorang menjual yang tidak dimilikinya.
19 Abdurrahman al-Jazeri, Fiqh…, h. 203.
Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013 ж 127
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
Pengawasan Murabahah
Murabahah pada prinsipnya bank syariah akan membeli barang
lalu
menjualnya kepada nasabahnya dengan mengambil marjin keuntungan.
Bank
memberikan waktu tangguh bayar kepada nasabahnya selama 30
hari, 60 hari
atau
jangka waktu lain yang disepakati
bersama.
Kaidah dan hal-hal yang berhubungan dengan murabahah antara
lain
: 1)
ia harus digunakan untuk barang-barang yang
halal, 2)
biaya aktual
dari barang yang akan dijualbelikan harus diketahui
oleh pembeli,
3)
harus ada kesepakatan kedua belah pihak (pembeli dan penjual)
atas
harga
jual yang termasuk di dalamnya harga pokok penjualan (cost
of goods
sold)
dan margin
keuntungan, 4)
jika ada perselisihan atas harga
pokok penjualan, pembeli mempunyai
hak
untuk menghentikan dan
membatalkan
perjanjian, 5)
jika barang yang akan dijual tersebut dibeli
dari pihak ketiga maka
perjanjian
jual beli yang dengan pihak pertama
tersebut harus sah menurut syariat
Islam, 6)
murabahah memegang
kedudukan kunci nomor dua setelah prinsip bagi
hasil
dalam bank Islam.20
Pengawasan merupakan suatu proses untuk menetapkan pekerjaan
apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu
dengan maksud pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.
Pengawasan yang dilakukan pada pengelolaan pembiayaan murabahah
adalah dengan menerapkan fungsi pengawasan yang bersifat menyeluruh
(multi layers control), dengan tiga prinsip utama yaitu:21
Prinsip Pencegahan Dini (Early Warning
System)
Pencegahan dini adalah tindakan preventif terhadap kemungkinan
terjadinya
hal-hal yang dapat merugikan bank dalam pembiayaan, atau
terjadinya
praktik-praktik pembiayaan yang tidak
sehat.
20 Wahbah al-Zuhaili, Fiqh…, h. 3767-3770.
21 http://ekonomisyariat.com/kih-ekonomi-syariat/mengenal-jual-beli-murabahah.
html,diakses tanggal 13 April 2013.
128 ж Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
Prinsip Pengawasan Melekat (Built in
Control)
Pengawasan melekat di mana bagian pembiayaan melakukan
pengawasan
sehari-hari untuk memastikan bahwa kegiatan pembiayaan
telah
berjalan
sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan dan
ketentuan-ketentuan
operasional lainnya dalam
pembiayaan.
Prinsip Pemeriksaan Internal (Internal
Audit)
Pemeriksaan internal merupakan upaya lanjutan dalam
pengawasan
pembiayaan, untuk lebih memastikan bahwa pembiayaan dilakukan
dengan
benar sesuai dengan kebijakan pembiayaan dan telah memenuhi
prinsip-
prinsip pembiayaan yang sehat serta mematuhi ketentuan yang
berlaku
dalam pembiayaan.
Penyebab Perbedaan Perspektif pada Empat Mazhab
Penyebab perbedaan pandangan mazhab empat mengenai
murabahah tersebut mengalami perbedaan karena hal-hal sebagai berikut:
pertama, Mazhab Hana. Pemikiran kih dari mazhab ini diawali oleh
Imam Abu Hanifah. Ia dikenal sebagai imam ahlurra’yi serta faqih dari Irak
yang banyak dikunjungi oleh berbagai ulama di zamannya. Mazhab Hana
dikenal banyak menggunakan ra’yu, qiyas, dan istihsan. Dalam memperoleh
suatu hukum yang tidak ada dalam nash, kadang-kadang ulama mazhab
ini meninggalkan kaidah qiyas dan menggunakan kaidah istihsan.
Alasannya, kaidah umum (qiyas) tidak bisa diterapkan dalam
menghadapi kasus tertentu. Mereka dapat mendahulukan qiyas apabila
suatu hadis mereka nilai sebagai hadis ahad. Yang menjadi pedoman
dalam menetapkan hukum Islam di kalangan Mazhab Hana adalah
al-Qur’an, sunnah Nabi Saw, fatwa sahabat, qiyas, istihsan, ijma. Sumber
asli dan utama yang digunakan adalah al-Qur’an dan sunnah Nabi Saw,
sedangkan yang lainnya merupakan dalil dan metode dalam meng-istinbat-
kan hukum Islam dari kedua sumber tersebut. Tidak ditemukan catatan
sejarah yang menunjukkan bahwa Imam Abu Hanifah menulis sebuah
Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013 ж 129
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
buku kih. Akan tetapi pendapatnya masih bisa dilacak secara utuh sebab
muridnya berupaya untuk menyebarluaskan prinsipnya, baik secara lisan
maupun tulisan.
Kedua, Mazhab Maliki. Pemikiran kih mazhab ini diawali oleh
Imam Malik. Ia dikenal luas oleh ulama sezamannya sebagai seorang
ahli hadis dan kih terkemuka serta tokoh ahlulhadis. Pemikiran kih dan
ushul qh Imam Malik dapat dilihat dalam kitabnya al-Muwaththa’ yang
disusunnya atas permintaan Khalifah Harun ar-Rasyid dan baru selesai di
zaman Khalifah al-Ma’mun. Kitab ini sebenarnya merupakan kitab hadis,
tetapi karena disusun dengan sistematika kih dan uraian di dalamnya
juga mengandung pemikiran kih Imam Malik dan metode istinbat-nya
maka buku ini juga disebut oleh ulama hadis dan kih belakangan sebagai
kitab kih.
Berkat buku ini, Mazhab Maliki dapat lestari di tangan murid-
muridnya sampai sekarang. Prinsip dasar Mazhab Maliki ditulis oleh para
murid Imam Malik berdasarkan berbagai isyarat yang mereka temukan
dalam al-Muwaththa’. Dasar Mazhab Maliki adalah al-Qur’an, sunnah Nabi
Saw, ijma, tradisi penduduk Madinah (statusnya sama dengan sunnah
menurut mereka), qiyas, fatwa sahabat, al-Maslahah al-Mursalah, ‘urf;
istihsan, istishab, Sadd az-Zari’ah dan Syar’u Man Qablana. Pernyataan ini
dapat dijumpai dalam kitab al-Furuq yang disusun oleh Imam al-Qara
(tokoh kih Mazhab Maliki). Imam asy-Syatibi menyederhanakan dasar
kih Mazhab Maliki tersebut dalam empat hal: al-Qur’ an, sunnah Nabi
Sa w, ijma dan rasio. Alasannya adalah karena menurut Imam Malik, fatwa
sahabat dan tradisi penduduk Madinah di zamannya adalah bagian dari
sunnah Nabi Saw. Yang termasuk rasio adalah al-Maslahah al-Mursalah,
Sadd az-Zari’ah, istihsan, ‘urf; dan istishab. Menurut para ahli usul kih,
qiyas jarang sekali digunakan Mazhab Maliki. Bahkan mereka lebih
mendahulukan tradisi penduduk Madinah daripada qiyas.
Ketiga, Mazhab Sya’i. Pemikiran kih mazhab ini diawali oleh
Imam asy-Sya’i. Keunggulan Imam asy-Sya’i sebagai ulama kih, usul
130 ж Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
qh, dan hadis di zamannya diakui sendiri oleh ulama sezamannya. Sebagai
orang yang hidup di zaman meruncingnya pertentangan antara aliran
ahlulhadis dan ahlurra ‘yi, Imam asy-Sya ‘i berupaya untuk mendekatkan
pandangan kedua aliran ini. Karenanya, ia belajar kepada Imam Malik
sebagai tokoh ahlulhadis dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani
sebagai tokoh ahlurra’yi. Prinsip dasar Mazhab Sya’i dapat dilihat dalam
kitab usul qh ar-Risalah. Dalam buku ini asy-Sya’i menjelaskan kerangka
dan prinsip mazhabnya serta beberapa contoh merumuskan hukum
far’iyyah (yang bersifat cabang).
Dalam menetapkan hukum Islam, Imam asy-Sya’i pertama kali
mencari alasannya dari al-Qur’an. Jika tidak ditemukan maka ia merujuk
kepada sunnah Rasulullah Saw. Apabila dalam kedua sumber hukum
Islam itu tidak ditemukan jawabannya, ia melakukan penelitian terhadap
ijma sahabat. Ijma yang diterima Imam asy-Sya’i sebagai landasan hukum
hanya ijma para sahabat, bukan ijma seperti yang dirumuskan ulama ushul
qh, yaitu kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu
hokum karena menurutnya ijma seperti ini tidak mungkin terjadi. Apabila
dalam ijma tidak juga ditemukan hukumnya maka ia menggunakan qiyas,
yang dalam ar-Risalah disebutnya sebagai ijtihad. Akan tetapi, pemakaian
qiyas bagi Imam asy-Sya ‘i tidak seluas yang digunakan Imam Abu
Hanifah sehingga ia menolak istihsan sebagai salah satu cara meng-istinbat-
kan hukum syara. Penyebarluasan pemikiran Mazhab Sya’i berbeda
dengan Mazhab Hana dan Maliki.
Diawali melalui kitab ar-Risalah dan kitab al-Umm, pokok pikiran
dan prinsip dasar Mazhab Sya’i ini kemudian disebarluaskan dan
dikembangkan oleh para muridnya. Dasar mazhabnya ialah al-Qur’an,
sunnah, ijma, perkataan sahabat dan qiyas.
Keempat, Mazhab Hanbali. Pemikiran Mazhab Hanbali diawali oleh
Imam Ahmad bin Hanbal. Ia terkenal sebagai ulama kih dan hadis
terkemuka di zamannya dan pernah belajar kih ahlurra’yi kepada Imam
Abu Yusuf dan Imam asy-Sya’i. Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziah,
Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013 ж 131
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
prinsip dasar Mazhab Hanbali adalah sebagai berikut: 1 ) an-Nusus (jamak
dari nash), yaitu al-Qur’an, sunnah Nabi Saw, dan ijma; 2) fatwa sahabat;
3) jika terdapat perbedaan pendapat para sahabat dalam menentukan
hukum yang dibahas maka akan dipilih pendapat yang lebih dekat dengan
al-Qur’an dan sunnah Nabi Saw; 4) hadis mursal atau hadis dhaif yang
didukung oleh qiyas dan tidak bertentangan dengan ijma.
Apabila dalam keempat dalil di atas tidak dijumpai, akan digunakan
qiyas. Penggunaan qiyas bagi Imam Hanbali hanya dalam keadaan yang
amat terpaksa. Prinsip dasar Mazhab Hanbali ini dapat dilihat dalam
kitab hadis Musnad Ahmad ibn Hanbal. Kemudian dalam perkembangan
Mazhab Hanbali pada generasi berikutnya, mazhab ini juga menerima
istihsan, sadd az-Zari’ah, ‘urf; istishab dan al-maslahah al-mursalah sebagai dalil
dalam menetapkan hukum Islam.
Persamaan dan Perbedaan Hukum Murabahah dalam Perspektif
Empat Mazhab
Mazhab empat yang terkenal, yaitu Hana, Maliki, Sya’i dan
Hanbali berbeda-beda pendapatnya dalam memandang murabahah.
Pandangan tersebut antara lain: pertama, Mazhab Maliki membolehkan
adanya biaya-biaya yang langsung
dan
tidak langsung yang terkait dengan
transaksi jual beli dengan
ketentuan
dapat memberikan nilai tambah
pada barang
tersebut.
Kedua,
Mazhab Sya’i membolehkan untuk membebankan biaya-
biaya
yang
secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli, kecuali
biaya
tenaga
kerjanya sendiri karena komponen ini sudah termasuk
dalam
keuntungannya. Begitu pula dengan biaya-biaya yang tidak
menambah
nilai barang tidak boleh dimasukkan sebagai komponen
biaya.
Ketiga, Mazhab Hanbali mengatakan bahwa semua biaya yang
langsung maupun tidak langsung dapat dibebankan pada harga jual
selama biaya-biaya itu harus dibayarkan kepada pihak ketiga dan dapat
menambah nilai barang yang dijual tersebut.
Keempat,
Mazhab Hanafi membolehkan untuk membebankan
132 ж Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
biaya-biaya
yang
secara umum dapat timbul dalam suatu transaksi jual
beli dan
tidak
boleh mengambil keuntungan berdasarkan biaya-biaya
yang
semestinya
ditanggung oleh si
penjual.
Keempat mazhab tersebut menyepakati untuk tidak
membolehkan
pembebanan biaya langsung yang berkaitan dengan pekerjaan
yang
semestinya dilakukan oleh penjual maupun biaya-biaya langsung
yang
berkaitan dengan hal-hal yang berguna. Di samping itu, mereka
juga
membenarkan pembebanan biaya tidak langsung yang dibayarkan
kepada
pihak ketiga dan pekerjaan itu harus dikerjakan oleh pihak ketiga
tersebut.
Kesimpulan
Sebagai penghujung, penulis menyimpulkan bahwa secara garis
besar pemikiran hukum murabahah perspektif empat mazhab ada yang
membolehkan untuk membebankan biaya-biaya
yang
secara umum
dapat timbul dalam suatu transaksi jual beli dan
tidak
boleh mengambil
keuntungan berdasarkan biaya-biaya yang
semestinya
ditanggung oleh si
penjual
. Misalnya, membolehkan adanya biaya-biaya yang langsung
dan
tidak langsung yang terkait dengan transaksi jual beli dengan
ketentuan
dapat memberikan nilai tambah pada barang
tersebut.
Begitu pula sebaliknya, biaya-biaya yang tidak
menambah
nilai
barang tersebut tidak boleh dimasukkan sebagai komponen
biaya dan
semua biaya yang
langsung
maupun tidak langsung dapat dibebankan
pada harga jual selama
biaya-
biaya itu harus dibayarkan kepada pihak
ketiga dan dapat
menambah
nilai barang yang dijual
tersebut.
Singkat kata, terdapat
persamaan dan perbedaan dalam menentukan
hukum
murabahah
, terutama dalam masalah pembebanan biaya terhadap
transaksi jual beli. Oleh karena itu, dalam menggunakaan akad jual beli
murabahah haruslah tetap berpedoman pada kaidah-kaidah kih yang
selama ini lazim dijadikan dasar. Agar selama proses transaksi itu tidak
menimbulkan unsur-unsur yang dilaran oleh agama.
Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013 ж 133
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
Daftar Pustaka
al-Jazeri, Abdurrahman, Fiqh ala Madzahibi al-Arba’ah, juz 3, Beirut: Dar
al-Fikr, 2005.
al-Mandzur, Ibnu, dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005.
al-Zuhaili, Wahbah, Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz 7, dalam Software
al-Maktabah al-Syamilah, 2005.
ar Jaziry, Abdunahman, Kitab at Fiqh, Ara Madzahib ar Arbaah, Beirut:
Dar ar Kutub al llmiyah, 1999.
___________, Fiqh ala Madzahibi al-Arba’ah, juz 3, Beirut: Dar al-Fikr,
2005.
Ath-Thoyaar, Abdullah, al-Bunuuk al-Islamiyah Baina an-Nazhoriyah wa
at-Tathbiiq, Cet. 2, t.t.p: Dar al-Wathon, 1414 H.
Bakar, Muhammad Ismail, Qawaid Al Fiqhiyah Baina Al Ashalah wa At
Tawjiih, Cet. I, Cairo: Darul Manar 1997.
bin Anas, Malik, al-Muwattho’, dalam Software al-Maktabah al-Syamilah,
2005.
Hamid, Abdul Hakim, Mab adi’ Aw aliyah, Jakarta: Sya’adiyah Putra, t.t.
Manan, Abdul, Islamic Economic, Theory and Practice, terj. M Nastangin,
Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995.
Muhammad, Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta: UII press,
2000.
Nazir, Habib, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, Bandung: Kafa
Publishing, 2008.
Siddiqi, Nejatullah, Partnership and Prot Sharing in Islamic Law, terj.
Fakhriyah Mumtihani, Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1996.
S. Praja, Juhana, Filsafat Hukum Islam, Bandung: LPPM-UIB, 1995.
134 ж Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013
Muhammad Farid: Murabahah dalam Perspektif.................
... Sharia financial transactions represent the practical implementation of the principles of Islamic economic jurisprudence, designed to comply with Sharia law by avoiding riba (usury), gharar (uncertainty), and investments in prohibited businesses (Rahmah, 2020). A common form is murabahah, where the seller discloses the original cost of goods and sells them at a profit agreed upon transparently (Farid, 2013;Syauqoti, 2018). Another form is mudharabah, a partnership where one party provides capital and the other manages the business, with profit-sharing based on a prior agreement, reflecting the principle of risksharing (Siregar, 2020). ...
... Begitu pula biaya-biaya yang tidak menambah nilai barang tidak boleh dimasukkan sebagai komponen biaya. (Farid, 2013). ...
Article
Full-text available
Kegiatan sosialisasi pengabdian ini membahas tentang aplikasi murabahah dalam perbankan syariah. Sosialisasi ini dilakukan karena meningkatnya permintaan pembiayaan murabahah dikalangan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan banyaknya pertanyaan dari Ibu-ibu pengajian TK Sarmaning terkait pembiayaan murabahah. Tujuan kegiatan sosialisasi ini memberikan pemahaman tentang aplikasi murabahah terhadap Ibu-ibu pengajian dengan harapan peserta sosialisasi bisa memahami secara terperinci akan akad murabahah. Metode yang digunakan dalam pengabdian ini adalah metode ceramah, diskusi dan tanya jawab. Hasil pengabdian ini menunjukkan bahwa bahwa fasilitas pembiayaan berdasarkan akad murabahah diberikan dalam bentuk penyediaan dana direkening pembiayaan atas nama nasabah penerima fasilitas oleh bank syari’ah. Prinsip-prinsip pengelolaan kegiatan perbankan syariah yaitu menggunakan prinsip bebas Maghrib (maysir, gharar, haram, riba dan batil), prinsip kepercayaan dan kehati-hatian dan prinsip akad.
... The consent of the Muslims is the basis for the ability of murabahah, because this buying and selling is also carried out in various countries and at all times (Sholihuddin, 2013). Murabahah according to Azzuhaili in (Farid, 2013) is buying and selling based on mutual consent between the two parties to the transaction. Imam Malik and Imam Shafi'i said that murabahah buying and selling was legal according to law, although Abdullah Saeed said that this statement did not mention a clear reference to the Hadith. ...
Article
Full-text available
Murabahah is an effort to find sustenance through buying and selling. Murabaha is buying and selling based on consensual between the two parties who transact. This article aims to find out the implementation of Murabahah in Islamic banking according to the Qur'an Surah al-Baqarah verse 275. Why Murabaha financing dominates compared to other financing. This writing method uses a book survey technique (library research) regarding the literature related to the implementation of murabahah. The result of this article is that Murabahah is permissible and does not conflict with the teachings of Islamic Shari'ah. Murabahah financing is widely used because it has a relatively lower risk, both from the bank and the customer side. From the customer's side, there is certainty about the number of installments because, in this buying and selling scheme, the margin value (bank profit) is set which does not change until the financing is paid off.
Article
Full-text available
Latar belakang dari penelitian berangkat dari semakin berkembangnya lembaga keuangan syari’ah di Indonesia yang menawarkan berbagai produk syari’ah salah satunya adalah murobahah. Tak sedikit masyarakat masih yang ketbingungan terkait konsep murabahah dan ragu akan hukum murabahah. Sehingga jurnal ini dibuat guna mengtahui dan memahami lebih dalam terkait pemikiran Imam Hanafi terkait konsep murobahah. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui dan memahami konsep murobahah berdasarkan pemikiran Imam Hanafi pada perbankan syari’ah. Penelitian ini juga bertujuan untuk menjabarkan hasil pemikiran dari Imam Hanafi terkait konsep murabahah. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori jual beli sebagai grand theory, murabahah menurut pemikiran Imam Hanafi sebagai middle theory dan penerapan pada perbankan syariah sebagai applied theory. Metode yang digunakan pada jurnal ini adalah deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu dengan menganalisis kejadian, fenomena dan peristiwa sosial mengenai konsep murabahah dalam perbankan syari’ah menurut pemikiran Imam Hanafi. Selain itu jurnal ini juga menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum mengenai hukum murabahah dalam pandangan Imam Hanafi. Hasil penelitian menyimpulkan : Imam Hanafi mengartikan murabahah adalah mengalihkan kepemilikan sesuatu yang dimiliki melalui akad pertama dengan harga pertama ditambah dengan keuntungan. Menurut pemikiran Imam Hanafi hukumnya adalah boleh dan sah dengan pertimbangan terpenuhinya syarat dan rukun jual beli dan tidak bertentangan dengan prinsip hukum Islam. Imam Hanafi menyebutkan bahwa rukun murabahah sama dengan rukun jual beli yaitu adanya ijab dan qobul atau yang menunjukan adanya pertukaran/ kegiatan yang menempati kedudukan ijab dan qobul. Serta dalam hal harga pokok dan pembebanan biaya Imam Hanafi membolehkan untuk membebankan biaya-biaya yang secara umum dapat timbul dalam suatu transaksi jual beli, dan tidak boleh mengambil keuntungan berdasarkan biaya-biaya yang semestinya ditanggung oleh si penjual.
Article
This study aims to determine the effect of Service, location and promotion of customer interest using murabahah financing at BMT Anugrah Batang kuis. This type of research is a qualitative research with the source data used is primary data. Samples were selected using the slovin formula, the number of samples in this study was 40 respondents using data processing and analysis techniques, multiple linear regression analysis, classical assumption Test and hypothesis test. The Program used for calculations using SPSS version 25 and then the results of the SPSS is interpreted. Partially Service significantly positive effect on customer interest in using murabahah financing in bmt anugrah Batang kuis district deli serdang. This is evidenced by the value of sinifikansi 0,001 < 0,05 and the value of thitung 2,432 > ttable 1,68830, partially location significant positive effect on customer interest in using murabahah financing in bmt anugrah Batang kuis district deli serdang. This is evidenced by the value of sinifikansi 0,000 < 0,05 and the value of thitung 2,112 > ttable 1,68830. Partially, the promotion has a significant positive effect on customer interest in using murabahah financing in bmt anugrah batang kuis district deli serdang regency. This is evidenced by the value of sinifikansi 0.000 < 0.05 and the value of thitung 1.900 > ttable 1.68830. Simultaneously service, location and Promotionsignificant influence on customer interest in using murabahah financing in bmt anugrah batang kuis district deli serdang. This is evidenced by the significance value of 0.001 < 0.05 and the value of F count 5.265 > F Table 2.860.
Article
One of the financial institutions that contributes effectively to channeling business capital financing in the Aceh Besar area is the Mitra Niaga Sejahtera Sharia Consumer Cooperative. This institution is supervised by the Sharia Supervisory Board which is tasked with supervising the operations and practices of LKS so that it adheres strictly to sharia principles. This article examines the murabahah financing mechanism and analyzes the extent of supervision by the Sharia Supervisory Board at the Mitra Niaga Sejahtera Sharia Consumer Cooperative regarding the financing mechanism. The research method used is qualitative research and produces data in the form of descriptive analysis. Data collection techniques use field interview techniques and documentation. The results of the author's analysis show that the initial mechanism for becoming a member/potential member of murabahah financing is by submitting an application for murabahah business capital financing with predetermined conditions, ensuring that the murabahah financing meets the target, carrying out inspections of pillars such as contracts, transacting parties, The object, purpose and benefits of the financing and the form of supervision carried out by the DPS regarding murabahah financing is conducting visits to cooperatives to check the correctness of the contracts, objects and accurate evidence, and ensuring procedures or Standard Operating Procedures (SOP) are in accordance with sharia rules. The supervisory practices carried out by DPS regarding murabahah financing in this cooperative are in accordance with the applicable supervisory mechanism because it assesses all forms of practices carried out in accordance with the applicable SOP and established by DSN as a reference. This research offers the role of DPS in each sharia financial institution after the implementation of Qanun Aceh No. 11 of 2018 concerning Sharia Financial Institutions
Article
Full-text available
A country's economic development can grow if its business sector is doing well. To maintain the existence of business growth, a source of financing capital is needed. This research aims to critically examine the murabahah bil wakalah financing contract in Islamic banking and provide solutions to these problems. This research uses a qualitative method. This study is descriptive analytic in which data collection is carried out by reviewing the literature then analyzing and interpreting the content to produce conclusions and recommendations. The results of the study suggest that there are several problems that occur in the murabahah bil wakalah contract, including goods that are not fully owned by the bank, moral hazard in customers, and an explanation of the cost and profit. The solution is that banks are expected to form a special unit to purchase goods for customers, the need to emphasize the contract at the beginning of the transaction to prevent moral hazard, and the activeness of the sharia supervisory board in overseeing all transactions carried out at Islamic banks.
Article
Melihat perkembangan zaman saat ini, pembiayaan kepemilikan emas semakin banyak diminati oleh masyarakat dengan pembayaran dicicil. Oleh karena itu, lembaga-lembaga keuangan syariah mulai meluncurkan sebuah produk pembiayaan murabahah emas dalam bentuk jual beli tidak tunai. Sepintas tidak ada masalah dengan jual beli emas secara tidak tunai ini, namun praktik tersebut justru bertolak belakang dengan hadits Nabi Saw. dan mendapatkan pertentangan dari berbagai pendapat mayoritas fuqaha dan ulama kontemporer lainnya. Namun dalam fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual beli emas secara tidak tunai dinyatakan bahwa jual beli emas secara tunai itu boleh (Mubah, jaiz). Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (Library Research) dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis yang berupa pencarian fakta, hasil dan ide pemikiran seseorang melalui cara mencari, menganalisis, membuat interpretasi serta melakukan generalisasi terhadap hasil penelitian yang dilakukan. Hasil penelitian menunjukan bahwa alasan diperbolehkannya jual beli emas secara tidak tunai ini karena merujuk pada Fatwa DSN-MUI dengan menggunakan dasar hukum dari pendapat ulama-ulama kontemporer yang membolehkan. Namun, fatwa tersebut dilemahkan oleh ulama kontemporer seperti Erwandi Tarmizi dengan menyatakan bahwa fatwa tersebut masih dipertanyakan istinbat hukum Islamnya.
Article
Full-text available
Baiʻ al-īnah is the process of buying and selling carried out by the seller to the buyer on a direct or credit basis, which then the goods are resold by the buyer to the original seller at a price lower than the previous purchasing price. This research is normative (doctrinal) research, with a regulative (statute approach) and conceptual approaches, emphasizing the use of secondary data in the form of primary, secondary, and tertiary legal materials. The result shows that: First, the scholars had different opinions on baiʻ al-īnah. Abu Hanifah forbade baiʻ al-īnah from the legally binding sale, and the purchase was illegal. Hence the second sale and purchase were also illegal. Besides, Imam Malik and Ahmad ibn Hanbal also prohibited baiʻ al-īnah because they both adhered to the arguments of sadd aż-żrīʻah, where baiʻ al-īnah contained elements of usury, manipulation to justify baiʻ al-īnah interest. In contrast, Imam al-Syafi'i allowed baiʻ al-īnah because buying and selling were halal (legal), and based on qiyas, the buying and selling model was in line with the law of buying and selling according to the Al-Qur'an. However, al-Syafi'i also prohibited baiʻ al-īnah if any hilah/manipulations occur. Second, Indonesia prohibits baiʻ al-īnah to be applied in Islamic Financial Institutions (LKS), except for one type of baiʻ al-īnah in an emergency case, the for transferring customer debts from Conventional Financial Institutions (LKK) to LKS. Meanwhile, in Malaysia, baiʻ al-īnah can be applied to Islamic financial institutions because Malaysia refers to the opinion of Imam al-Syafi'i. Despite that, Malaysia continuously evaluates the program and regulates baiʻ al-īnah to be applied cautiously. Baiʻ al-īnah in Malaysia is practiced in several Islamic products, including Islamic credit card financing, home financing, gold transactions,etc.
Article
Full-text available
The purpose of this research is to explain how the process of marketing gold savings products at PT. Pegadaian, then what is the process of the mechanism and terms of the gold savings product contract and how is the Islamic economic perception of gold savings products at PT. Pegadaian Persero in Parepare area. The results of research on gold savings products at PT. Pegadaian (Persero) Parepare Area shows that the Marketing Strategy carried out by PT. Pegadaian Persero in the Parepare area with product, price, location and marketing strategies by way of outreach and dissemination via whatsapp online. Then the service process for the Gold Savings product carried out by PT Pegadaian (Persero) is that the customer comes to the nearest pawnshop with several predetermined requirements such as submitting identification, filling out the application form provided, paying the price of the gold bar ordered (cash), paying a down payment ordered gold bars (installments), and signed the agreed transaction contract. to both sides. And gold will be received by customers after paying off installments or other administration.
Article
After a generation of non-professional writers in Islamic economics, professional economists entered the stage with an important ambition, which has been to introduce a third alternative to humanity in addition to capitalism and socialism that would answer some of the inadequacies of each. Moreover, the analysis of human (individual and collective) behavior towards scarcity under the teachings of Islam was itself worth pursuing. The intellectual effort is yet to produce significant practices of Islamic economics. The exceptions include some application of Islamic finance that raises many questions, and a few applications of zakāh and awqāf. The most serious challenge of Islamic finance is the rise of products of ill repute that result from determined refusal to adhere to the decisions of the International Islamic Fiqh Academy. This paper identifies several gaps in Islamic economics and proposes ways to fill them, placing such responsibility squarely on Islamic economists.
Fiqh ala Madzahibi al-Arba'ah, juz 3, Beirut: Dar al-Fikr, 2005. al-Mandzur, Ibnu, dalam Software al-Maktabah al-Syamilah
  • Daftar Pustaka Al-Jazeri
Daftar Pustaka al-Jazeri, Abdurrahman, Fiqh ala Madzahibi al-Arba'ah, juz 3, Beirut: Dar al-Fikr, 2005. al-Mandzur, Ibnu, dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005. al-Zuhaili, Wahbah, Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz 7, dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005.
Fiqh ala Madzahibi al-Arba'ah, juz 3, Beirut: Dar al-Fikr
___________, Fiqh ala Madzahibi al-Arba'ah, juz 3, Beirut: Dar al-Fikr, 2005.
Qawaid Al Fiqhiyah Baina Al Ashalah wa At Tawjiih, Cet. I, Cairo: Darul Manar
  • Muhammad Bakar
  • Ismail
Bakar, Muhammad Ismail, Qawaid Al Fiqhiyah Baina Al Ashalah wa At Tawjiih, Cet. I, Cairo: Darul Manar 1997.
Aw aliyah, Jakarta: Sya'adiyah Putra
  • Abdul Hamid
  • Mab Adi Hakim
Hamid, Abdul Hakim, Mab adi' Aw aliyah, Jakarta: Sya'adiyah Putra, t.t.
Partnership and Profit Sharing in Islamic Law, terj. Fakhriyah Mumtihani
  • Nejatullah Siddiqi
Siddiqi, Nejatullah, Partnership and Profit Sharing in Islamic Law, terj. Fakhriyah Mumtihani, Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1996.
Bunuuk al-Islamiyah Baina an-Nazhoriyah wa at-Tathbiiq
  • Ath-Thoyaar
  • Abdullah
Ath-Thoyaar, Abdullah, al-Bunuuk al-Islamiyah Baina an-Nazhoriyah wa at-Tathbiiq, Cet. 2, t.t.p: Dar al-Wathon, 1414 H.
  • Abdunahman Jaziry
  • Kitab At Fiqh
Jaziry, Abdunahman, Kitab at Fiqh, Ara Madzahib ar Arbaah, Beirut: Dar ar Kutub al llmiyah, 1999.