ArticlePDF Available

Berdialog dengan al-Qur'an: Catatan Bedah Buku Kafilah al-Fatihah

Authors:
&TITIIGTEMU
rssN 1979-5394
JURNAL DTALOC PERADABAN
SAJIAN KHUSUS
Kedudukan dan Peranan Ulama dalam lslam
Nurcholish Madjid
Ulama dalam Pandangan Nurcholish Madjid:
Status, Peranan, dan Pengertian
Lukman Hakim
ARTIKEL
Berdialog dengan al-Qur'an:
Catatan Bedah Buku Kafilah al-Fatihah
Kusmana
Gerakan Perempuan Muslim Progresif lndonesia:
Studi Kasus Organisasi-oraganisasi di Jawa
Tahun 1990-2010 (Bagian Pertama)
Neng Dara Affiah
Jika Anda lngin Merasakan Kehadiran Tuhan
Kautsar Azhari Noer
KH Muhammad Dawam Sholeh:
Mursyid tanpa Tarekat
Piet Hizbullah Khaidir
Hidup Aktif dan Kontemplatif
Swami Prabhavananda
%tit:t
rssN 1979-5394
TITIIGTEMU
JURNAL DIALOG PERADABAN
Volume 6, Nomor 2, Januari - luni ZOl4
Diterbitkan oleh Nurcholish Madjid Sociegr (NCMS)
Seketariat: Nurcholish Madfid Society
Graha STR, Lt. 4, ll. Ampera Raya No. I l, lGmang
fakarta Selatan I Z55O
E-mail : titik.temu@)rahoo.com
Pemimpin Redalsi
Kautsar Azhari Noer
rUfakil Pemirnpin Redaksi
Muhamad\Wahyuni Nafis
Se}retaris Redaftsi
Fachrurozi . Rahmat Hidayatullah
Redaktur Pelaksana
Sunaryo
Dewan Redalci
Budhy Munawar-Rachman. Fachrurozi . Kautsar Azhai Noer.
Moh. Monib . Muhamad lVahyuni Nafis . Rahmat Hidayatullah .
Sunaryo. Yudi Latif . Ztrr;un Kamal
Pewajah Sampul
Thqi Kanara
Pewajah Isi
Moh. Syu'bi
Iitik-Temuterbit setiap enam bulan. Redaki menerima tulisan ilmiah dari
kalangan manapun dan berhak menyunting, memperbaiki dan menyempurnakan
naskah tulisan yang diterima. Naskah tulisan berkisar antara l5-25 halaman
ukuran A-4 dengan ketikan spasi ganda dan dikirim via e-mail.
TITIIGTEMU, Vol. 6, No.2, fanuari-funiZOl4
rssN 1979-5394
TITIIGTEMU
JURNAL DIALOG PERADABAN
Volume 6, Nomor 2, fanuari - luni 2Ol4
DAFTAR ISI
Pedoman Tlansliterasi
Daftar Surat al-Qur'an
Memahami Makna Doa
Pengantar
I
3-4
5-8
9-r5
SAJTAN KHUSUS
Kedudukan dan Peranan Ulama ddam Islam
Nurcholish Madjid 19-33
Ulama dalam Pandangan Nurcholish Madjid:
Status, Peranan, dan Pengertian
Luhman Hahim 35-61
ARIIKEL
Berdidog dengan allQur'an:
Catatan Bedah Buku Kafikh al-Fatihah
I(usmana 65-79
Gerakan Perempuan Muslim Progresif Indonesia:
Studi Kasus Organisasi-otaganisasi di Jawa
Tahun 1990-2010 (Bagian Pertama)
Neng Dara Affah 8l-119
Jika Anda Ingin Merasakan Kaehadiran Tirhan
I{autsar Azhari Noer l2l-140
TITIK-TEMU, Vol. 6, No. 2, fanuari-funl ZOl4
Derrrn Ist
.' , . . , ' , -:
Mursyid tanpaTarilat;
Piet Hizbalhh Ktidltii'i .i' I ::? : ! :
Hidup ektif daaKorriemplatif ' '
Paramaha*aYogananda
RE'ENSI BUKL, i"i: '""1';:" '' r ':' .
Membaca d-Quian dengan Cinta
Neneng Nurjanah
:i
MAKLUMAT
Sssnnan Pengurus Nurchoiish Madiid Society
UcapanTerima Kasih
Pernbetulan
.1 .Pj n r., rt:l
;' : ': r',
:'i:ril:
jr$!ia.
-. _i,::.': a
,i' 14r-158
r59-r66
169-17?
175-t76
177
, ' 1'7g
t ,',179
nfll(-{€Mt{ vof.' 6; No. 2,,fanudrl-trftii 2o t4
BER.DI,AIOG DENGAN AL-QUR'AN
Catatan Bedah Buku Kafilah al-Fatihohl
Kusmana
I
Dilihat dari sambutan dan penganrar atas buku yang berjudul
Kafkh al-Fatihahini, dari dua luluh dua komenrur, h"iy" empar
dari mereka menyatakan bahwa karya ini adalah karya tafsir, sedang
selebihnya lebih menyatakan bahwa karya ini merupakan karya di
luar tafsir tetapi mengandung tafsir al-Qur'an yang di dalamnya
pesan al-Qur'an digali dan dikomunikasikan dengan tujuan
memberikan inspirasi, motivasi, dan pelajaran untuk hidup jujur,
tulus, cinta damai, dan bersungguh-sunguh dalam sinaran ,,rrtt'rr"r,
ilahi. Latar belakang mereka rata-rata berpendidikan agama dan
berperanan dalam institusi keagamaan, mulai dari guru, kepala
sekolah, rektor, tokoh masyarakat sebagai pengurus MUI daeiah,
sampai penceramah. Salah seorang dari mereka yang memberikan
pengantar buku ini berpendidikan agama dan terdidik dalam
disiplin kajian al-Qur'an yang saat ini berperanan sebagai kepala
daerah. Pemberi sambuaran lain adalah berlatar belakang sebagai
1 Makalah ini pernah dipresentasikan pada acara Bedah Buku lhfkh al-
Fatihah: Kisah Para Penjekjah Induk al-Qur an,karya.Je lbdullah (Jakarta: Noura
Bools, 2}l(),yaogdiselenggarakan oleh Senat Mahasiswa FAH (Fakultas Adab
dan Humaniora), UIN Syarif Hidayatullah Jakara, pada Rabu, 7 Mei2014, di
Aula Prof. Bustami Abdul Gani, FAH, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
TITIK-TEMU, Vol. 6, No. 2, fanuari-luni ZOl4 65
Braoltoc orHcel al-Qun'm: C,qrarm BroeH Buxu Kanun n-Fnwm
bahasa Indonesia.a Karyanya menebar kontroversi sampai-sampai
salah seorang pakar tafsir kita masa itu ikut merespons bahkan
termasuk yang paling awal, yaitu Oemar Bakry (lahir 1916) yang
meminta Departemen Agama, MUI dan DDI untuk mengevaluasi
karya Jassin ini. Departemen Agama ketika itu dipimpin oleh
Munawir Sjadzali, salah seorang reformis Muslim, merespons
anjuran Bakry dan menyusun tim untuk mengevaluasi karyaJassin
ini. Rekomendasi dari tim menyarankan untuk menghentikan
penyebaran karyaJassin ini secara luas, publikasi hanya dibolehkan
secara terbatas di galeri Jassin sendiri. Sjadzali menjelaskan.bahwa
umat Islam Indonesia belum siap menerima karya kreatif seperti
ini.5 Jassin sendiri menyunting kumpulan respons atas terbit buku
pertamanya tentang al-Qur'an, berjudul Kontrouersi al.Qzr'anul
Karim Bacaan Mulia dan al-Qur'an al-Karirn Berwajah Puisi
diterbitkan serahun setelah Jassin wafar, yairu tahun 2001.
Setiap karya yang berkaitan dengan al-Qur'an tetapi didekati
tidak (atau tidak sepenuhnya) dengan tradisi kajian al-Qur'an selalu
mengundang kontroversi.'Walau l{artkh al-Qtr'an sampai saat ini
sejak diterbitkannya Ja nuari 201 4 belum mengundang kontroversi
seperti karya-karyayang disebut di atas, dai22 orang yang dimintai
untuk mengomentari buku ini menunjukkan sikap hati-hati yang
sama dengan perespons sebelumnya atas karyaJassin dan Dawam.
Pertanyaannya kenapa demikian?
il
Al-Qur'an adalah mutiara yang bila didekati dari manapun
dan dengan cara apapun asal dengan dengan ketulusan, kedalaman,
a Yusuf Rahman, "The Controversi around H.B. Jassin: A Study of His al-
Qur'anul Karim Bacaan Mulia and al-Qur'an al-Karim Berwajah Puisi," dalam
Abdullah Saeed,ed.,Approaches to the Quran in Contemporary Indonesia (London:
Oxford University Press and The Institute of Islmaili Studies, 2005), h. 85-36.
5 Rahman,"The Controversi around H.B. Jassin," h. 97.
TITIK-TEMU, Vol.6, No. 2, januari-funiZ0l4 67
Kusmm
keju.iuran dan obyektivitas akan memancarkan sinar ilahinya.
Keyakinan ini juga dipegang oleh penulis dan hasilnya adalah
Kafikh al-Qzr'an. Keterbukaan al-Qur'an ini membuka berbagai
dialog. Dalam dialog dengan al-Qur'an setidaknya terdapat dua
kata kunci yang membedakan karakter dialog tersebut: penafsiran
dan pemahaman. Pertama, berdialog dengan al-Qur'an melalui
proses penafsiran. Al-Qur'an sendiri menggunakan kata tafsir,
misalnya firrnan Allah: "Dan mereka (orang-orang kafir itu [yaitu
orang-orangyang menolak kebenaran) tidak prernah datang
kepadamu (membawa) sesuatu yang aneh, melainkan Kami
datangkan kepadamu kebenaran dan [memberikan kepadamu] tafsir
(penjelasan) y"rg paling baik (absana tafiiran)" (Q25: 33).
Makna terrna tafsir dalam ayat ini adalah contoh pengertian
terma tersebut secara bahas a, artiflya dl-ldl,nh ula al-tabytn (penjelasan
dan penerangan).6 Para ulama merumuskan tafsir berdasar pengertian
dasar tersebut. Misalnya d,-Zarqani merumuskan tafsir sebagai
"ilmu yang membahas al-Qur'an Mulia dari sisi petunjuk-petunjuk
tentang maksud Allah Yang Maha Tinggi sebatas kemampuan
manusia."T Ini pengertian tafsiryang umum di kdangan ahli kajian
al-Qur'an. Dari pengertian tersebut ada tiga kata kunci yang saling
terkait dan membentuk karakteristik tafsir d-Qur'an, yaitu: ilmu,
petunjuk atau pesan sesuai dengan kehendakAllah, dan usaha tafsir
sesuai dengan kemampuan manusia. Ilmu di sini dimaksudkan
sebatas konstruksi penjabaran, penjelasan atau uraian makna yang
diwakili oleh redaksi bahasa dari kalam Allah. Pesan sesuai dengan
maksudAllah berarti penjabaran tersebut dimaksudkan dan dibatasi
pada pencarian pesan yang tidak keluar dari maksud Allah. Cara
mengetahui maksud Allah adalah dengan me n elusu ri faktor-faktor
yang dapat menghantarkan penafsir kepada maksudAllah tersebut.
Misalnya faktor tersebut dilihat dengan cara menelusuri agen-agen
yang paling mengetahui, berawal dari Tirhan sendiri sampai pada
6 Muhammad Abd al-'Azhim al-Zarqani, Manahil al-'frfan fi 'Ulum al-
Qur',in (Beiruu Dar al-Fikc 1988), h. 3.
7 AJ-Zarqani, Manilhil al-'Irfin,h. 3.
TITIK-TEMU, Vol. 6, No. 2, Januari-Juni ZOl4
BsnolqLoc osNcnu nl-Qun'm: Cararm Bepan Buru K.anuu n-Ftmw
generasi agen yang dapat dipertimbangkan mengeahui proses
wahyu, atau pertamakali ayat-ayat al-Qur'an itu turun. Proses ini
bersifat hirakis mulai dari Allah sendiri sebagai pemegang kalam-
Nya, Nabi Muhammad saw sebagai penerima wahyu, sahabat
sebagai agen yang menyalaikan dan mengetahui proses wahyu dan
dapat bertanya langsung kepada Nabi Muhammad, serra tabiin dan
tabiut tabiin yang bergaul atau mengerahui kehidupan sahabat.
Generasi setelahnya tidak dianggap agen yang mengalami secara
langsung atau sangar dekat dengan proses wahyu, karenanya tidak
masuk ke dalam cara pencarian ini. Cara penafsiran ini dikenal
dengan istilah tafiir bi al-rnalxur arau bi al-naqll. Pencarian makna
dilakukan selain melalui agen yang dianggap mengetahui maksud
Allah, dilakukan juga melalui penggunaan bahasa. Pencarian
pada level ini mengundang pro dan kontra sehingga sebagian
merumuskan pagar-pager agar penafsir tidak terjerembab ke dalam
penafsiran dengan hawa naftu atau penafsiran yang dianggap tidak
sesuai dengan maksud Allah.Cara pencarian yang ke dua bersifat
ijtihadi, biasa juga disebut sebagai tafiir bi al-'aqll. Perangkat yang
diperlukan untuk melakukan penafsiran dengan dua cara tersebut
dirangkum dalam kategori ilmu keislaman dikenal dengan 'ulum
a l- Qur',in, yang terdi ri dari ilmu-ilmu kebahasaan, sej arah, kaidah,
sumber-sumber tafsir, cara baca, nasikh mansukh, dan lain-lain.
Sementara usaha tafsir sesuai dengan batas kemampuan manusia
mengacu pada dua hal: penggalian realitas ilahi dan penggalian
realitas manusia. Inti dari kedua hal tersebur berada dalam kapasitas
dan jangkaun akal dan nurani manusia untukmeraihnya. Penggalian
realitas ilahi dilakukan melalui jalur seperri diterangkan di atas.
Sementara realitas manusia berarti bahwa manusia dalam proses tafsir
dituntut dalam batas kemampuannya untuk menguasai ilmu-ilmu
yang akan mengantarkan pengungkapan makna yang sesuai dengan
maksud Tirhan, di satu sisi. Dalam keterbatasannya pula p.rrfri,
dipengaruhi dan juga dituntur rnampu merefleksilran perkembangan
zemennye, di sisi lain. Dalam konteks ini kita *errg.t"hui bahwa
setiap karya tafsir mempunyai corak tersendiri, "d, yarrg bercorak
teologis, fiqhi, isyari, adabi, ijtima'i, dan lain-lain.
TITIK-TEMU, Vol.6, No. 2, Januari-funi}Ol4 69
Krrsunrue
Untuk memastikan produk tafsir meref eksikan perkembangan
zamannya seperti yang dirumuskan di atas, ulama merumuskan
syarat-syarat penafsiran al-Qur'an, satu dengan lain mengusulkan
jumlah syarat yang berbeda. Suyuthi dalam al-Itqdn merumuskan 15
syarat, seperti dikutip Quraish Shihab,s Mana' Qaththan menyebut
9 syarat,e danZarqani hanya 3 syarat saja.l0 Quraish Shihab setelah
mengutip 15 syarat yang diajukan Suyrthi, dia sendiri mengkritisi
syarat-syarat penafsiran yang dirumuskan Suyuthi 600 tahun lalu,
dan tampaknya mengambil juga syarat-syarat yang dirumuskan
ulama lain seperti Qaththan tentang akidah yang lurus, dan
pemahaman yang dalam akan pentingnya tema pada ayat yang
ditafsirkan. Tetapi Shihab tidak memasukkan syarat yang mesti
menjaga bahwa al-Qur'an adalah kitab hidayah dan mukjizat
seperti diusulkan oleh Zarqani. Dia memberi empat catatan: (1).
15 syarat tersebut mesti dipahami untuk penafsir yang mencoba
memberikan tafsir baru; (2). qFarat-syarat tersebut berlaku bagi yang
ingin menafsirkan keseluruhan ayat al-Qur'an; (3). tidak semua
syarat tersebut relevan sekarang, sebagai gantinya dia memasukkan
akidah yang lurus atau tafsirannya bersifat obyektif; dan (4).
8 Ilmu bahasa Arab, nahwu, sharaf,, istiqaq atau akar kata, ilmu ma'am
(susunan kalimat dan sisi pemaknaan), ilmu bayan (perbedaan makna, dan sisi
kejelasan atau kesamarannya), ilmu badi' (keindahan susunan kalimat), ilmu
qira'at, ilmu ushuluddin, ilmu ushlul fiqh, asbab al-nuzul, nasikh mansukh,
hukum Islam, hadis Nabi, ilmu mawhibah (ilmu yang dihadiahkan Allah kepada
seseorang sehingga dia berpotensi menjadi penafsir). M. Qurasih Shihab, Kaidah
ThSir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan Yang Patut anda Ketahui dalam Memabami
Ayaraltat al-Qurhn (Cipuat: Lentera Hati, 2013), h. 395 -96.
e Akidah yang lurus, menghindari hawa nafsu, penafsiran al-Qur'an dengan
al-Qur'an, peflggunaan sumber Sunnah, pendapat sahabat, pendapat tabi'in,
ilmu bahsaArab dan cabangnya, asas ilmu yang berkaitan dengan al-Qur'an, dan
pemahaman yang mendalam atas tema ayat yang ditafsirkan. Mana' al-Qaththan,
Maba>hitsf> 'Ulu>m al-Qur'a>n (fuyad: t.pbt, t.th. ),h.329-31.
10 Menjaga pesan al-Qur'an sebagai petunjuk/hidayah dan mukzijat, tidak
mencampurkan pesan al-Quian dengan informasi keilmuan karena kesementaraan
temuannya, agar produk tafsirnya ditujukan untuk kebangkitan Muslimin dan
keagungan al-Qur' an. N-Zaryani, M
ana h i I a l-'
Irfdn, h. I 0 l - I 03.
70 TITIK-TEMU, Vol. 6, No. 2, fanuari-funi 2'Ol4
Bsnonloc oeucaN al-Qun'eN: Cnrerar.r BepaH Buxu Kanrau at-Fnnum
pengehhuan tentang obyek uraian ayat-tt Dengan gaya bahasa
negatif, Shihab merevisi syarar-syarar penafsiran yang ada ke dalam
6 poin penting untuk menghindari kekeliruan penaGiran al-Qur'an:
"(a). subyektivitas mufasir; (b). tidak memahami konteks, baik
sejarah/sebab turun, hubungan ayat dengan ayat-ayatsebelumnya;
(c). tidat< mengetahui siapa pembicara atau mitra dan siapa yang
dibicarakan; (d). kedangkalan pengetahuan menyangkut ilmu-
ilmu alat (antara lain bahasa); (e). kekeliruan dalam menerapkan
metode atau kaidah; dan (fl. kedangkalan pengerahuan tenrang
materi uraian ayat."lz
Para ulama kemudian mengembangkan prinsip dasar penafsiran
al-Qur'an yaLng dapat diterima, yaitu otoritas dan obyektivitas.
Otoritas adalah implikasi bagi siapa saja yang memenuhi persyararan
sebagai penafsir. Dalam prakrik, otoriras ini kemudian dijadikan
benchmarh aau standard kualitas tafsir serta pagar yang menjaga
apakah sebuah upaya untuk menjelaskan pesan Allah itu dapat
dikategorikan sebagai tafsir atau bukan. Melihat pengalaman respons
masyarakat atas karya H.B. Jassin dan Dawam Rahardjo yang disebut
di atas, argument otoritas telah digunakan untuk mengevaluasi
bahkan menolak sebuah karya dalam kajian al-Qur'an. Dawam
Rahardjo danJassin dipertanyakan penguCIaan bahasaArab dan ulum
al-Qur'an mereka. Meskipun Dawam Rahardjo telah menjelaskan
bahwa dirinya juga belajar bahasaArab dan agama Islam, demikian
jugaJassin meminta bantuan pakar di bidangnya untuk membantu
dia mewujudkan keinginannya, tetapi sebagian masyarakat Muslim
tetap menolaknya. Sebagian mereka beranggapan penguasaan
keilmuanJassin dan Dawam Rahardjo dalam tradisi tafsir al-Qur'an
belum memadai. Hadis Nabi, Idza wussida al-'arnru ild ghayri ahlihi
fa htazhiri al-saahl3 (Kalausuatu perkara diberikan kepada seseorang
yang bukan ahlinya, maka tinggal menunggu waktu), sering dikutip
untuk menguatkan pendapat mereka.
11 Shihab, Kaidah Tafir. h. 397-98.
12 Shihab, Kaidnh Tafiir. h. 398-99.
13 Rahman,"The Controversi around H.B. Jassin," h. 95.
TITIK-TEMU, Vol. 6, No. 2, Januari-Juni ZOl4 7l
Kusmm
Obyektivitas berarti sesuai dengan kenyataan, atau kalau dalam
tafsir sesuai dengan kehendak Allah. Di sini terdapat dua realitas
obyektifi realitas obyektif empiris, dan realitas obyektif sesuai dengan
kehendak Allah.l4 Para ulama dalam lintasan sejarah lebih banyak
memberikan perhatian pada produksi tafsir yang sesuai dengan
kehendak dan maksudAtlah. Manusia adalah kapasitas dan realitas
terbatas, dan Allah adatah tak terbatas. Kenyataan ini, di satu sisi,
menciutkan tidak sedikit ulama untuk menafsirkan al-Qur'an.
Muchlis M. Hanafi, niisalnya, menyebut Abu Bakar al-Shiddiq,
Navi, Said ibn al-Musayyaf, Salim ibn Abdullah Qasim yang
sangat berhatlhati ketika ditanya tantang penafsiran al-Qur'an.l5
Kalau ada yang berani menafsirkan al-Qur'an, maka mereka akan
segera memeriksa apakah yang bersangkutan memiliki cukup
otoritas keilmuan atau tidak. Dalam praktiknya para ulama klasik
menafsirkan al-Qur'an setelah mereka matang dalam keilmuannya,
dan terkadang matang di pengalaman dan juga umur. Seolah tafsir
adalah wilayah keilmuan tempat para ulama besar mewariskan
keilmuannya masing-masing. Tidak heran kalau produk tafsir
bercorak beragam sesuai dengan kecenderungan dan latar belakang
ulama tersebut. Pengaruh dari kesadaran seperti ini masih juga
dirasakan sampai saat ini seperti terlihat dari respons terhadap k ryr-
karya Dawam Rahardjo danJassin, dan juga disadari penulis l{afilah
al-Qur'anyang kita diskusikan ini. Sampai batas tertentu, pengaruh
tersebut menciptakan persepsi yang bisa jadi menempatkan tradisi
tafsir menjadi eksklusif dan "kerepotari' menghadapi perkembangan
zaman. Dalam kesadaran ini, kecenderungan produksi tafsir bersifat
reproduktif.
Menyadari adanyapersoalan dalam memahami maksud Allah
dan mengaplikasikan pemahaman tersebut dalam Proses tafsir atau
14 Kusmana, Hermeneutika al-Qur'an: Sebuah Pendehatan Prahtis Aplihasi
Hermeneutika Modrrn dalam Penafsiran al-Qur'an (Jakarta: UIN Jakarta Press),
h. 103.
15 Muchlis M. Hanafi, "Kata Pengantar," dalam Je Abdullah, Kafkh al-
Fatihah, Kisab Para Penjehjah Induh al-Qur'an (Jakara:Noura Bootr<s, 2014),
h. xxiv-v.
72 TITIK-TEMU, Vol. 6, No. 2, lanuari-funiZO14
Brnonroc omcaN al-Qun'nu: Cnrnrnx Bannu Buru Kanuu n-Faw.au
merespons produk yang berkaitan dengan kajian tafsir, sebagian
ulama seperti M Quraish Shihab atat Zarqani, mengaitkan
obyektivitas dalam ranah keilmuan. Sikap ini merupakan respons
progresif ulama untuk mendudukkan proses tafsir sebagai proses
ilmiah selain sebagai proses aktualisasi keagamaan. Dalam ranah
ilmiah mencari obyektivitas dalam tafsir berarti menggunakan
pertimbangan-pertimbangan keterukuran empiris, akal, maupun
intuisi (dalam tradisi Sufi atau filsafat Israqiyyah, atau tradisi Irf""i).
Mencari makna yang sesuai dengan kehendak Allah, kemudian
diukur, dalam batas-batasnya masing-masing, dengan kesesuain
fitrah realitas, kelogisan akal, dan pertemuan intuisi manusia dengan
apayang diyakini secara jujur. Dalam obyektivitas seperti inilah
kemudian ranah tafsir menjadi terbuka pada keilmuan lain untuk
saling berinteraksi, saling meminjam, dan saling menggunakan
untuk kreativitas produksi makna al-Qur'an. Toh pada dasarnya
al-Qur'an itu mutiara dan ia akan selalu memancarkan cahayanya
dari sudut manapun kita memandang dan mendekatinya sepanjang
dengan cara obyektif, Kesadaran akan obyektivitas terakhir ini telah
mendorong kembali kreativitas berbagai kalangan untuk berdialog
dengan al-Qur'an. Saya kira, keberanian penulisan Kaflah al-
Qur'an berada dalam semangat ini. Valaupun dari sisi apa yang
disampaikannya tentunya terbuka untuk diapresiasi dan dikritik,
seperti karya kreatif lain.
III
Kedua, berdialog al-Qur'an dengan proses pemahaman.
Pemaharnan dalam bahasafuab setidaknya diwakili dalam tiga kata
berb eda: u' w il (tal*,r,il), tafb t m (pemahama n), dan
f q h (fi kih) . Tah., t I
secara bahasa bermakna sama dengan taSir, yutu al-ldkh wa al-
tabyin (penjelasan dan penerangan) dengan satu tambahan makna,
yutu al-basyf (penyingkapan) .'u AI-Quran, misalnya, menyebut kata
t6 N-Zarqani, Manahil al-'Irfin, h. 4-5.
TITIK-TEMU, Vol. 6, No. 2, Januari-Juni ZOl4 73
Kust,tau
ta'wil (tal*,il) dalam firman Allah: "... Adapun orang-orang yang
dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang
rnutAsydbihidr untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari
takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali
Allah. ..." ([Para ulamayang menyetujui takwil membacanya: ] "...
Adapun orang-oran gyangdalam hatinya condong pada kesesatan,
mereka mengikuti yang mutdslab i hdr untuk mencari-cari fi tnah dan
untuk mencari-cari takrvilnya, padahal tidak ada yang mengetahui
takwilnya kecuali Allah dan orang-orang yang ilmu mereka
mendalam. ...") (Q 3: 7).
Secara istilah takwil dirumuskan berbeda-beda anrara satu
ulama dengan lain. Salah saru rumusannya adalah bahwa takwil
adalah memahami al-Qur'an dengan proses pencarian isyarat-
isyaratnya dengan jalan kajian arau perenungan. Tafsir Sufi, yang
disebut.iuga tafsir isyari, adalah contoh penggunaan takwil dalam
tradisi kajian al-Qur'an. Talhtm berasal darikatafaltima yaJhamu,
yang berarti memahami, memegang, mendapar, menangkap,
menyadari, menggambarkan, mempersepsi, membedakan,
melihat, rnengetahui, belajar, dan mendengar. Sementara, tffiim
berarti membuat paham.'7 Abul Ala al-Mawdudi menamai kitab
tafsirnya dengan TaJhim al-Qurhn (Memahami al-Qur'an), y"rg
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Meaning of
tlte Qur'an (Makna al-Qur'an)." Semenrar"fqh berasal dari kata
faqiha yafqabu, yang berarti memahami, memegang, mendapat,
menangkap dan menyadari.re Terma fiqh (frL<rh) kemudian dalam
perkembangan sejarahnya menjadi terminologi khusus dalam
dedulsi dan konstruksi hukum Islam. Produksi hukum disebut fikih
dan alat untuk memprodulainya disebut usul al-fikih (ush*l al-fqh).
Namun demikian karena makna dxar darifiqh adalah memahami,
t7 Rohi Baalbaki, al-Mawrid A Modern Arabic-English Dictionarl (Beirut:
Dar al-'Ilm Ii al-Malayin, 1994),h. 144,835.
18 Abul 'Ala al-Mawdtdi, The Meaning of the Qur'a>n (Delhi: Markazi
Maktaba jamaat-E-Islami Hind, 1968), h. l.
te Baalbaki, al-Maurid, h. 731.
74 TITIK-TEMU, Vol. 6, No. 2, Januari-luni ZOl4
Benoruoc oencet ar--Qun'an: Cararm BEonH Buru K,qril-ut tt-FtnuAr
sebagian karya menggunakan wmafiqh seperti karya Abu Malik
Kamal ibn al-Sayyid Salim yang berjudul Fiqh al'Sannah li al'Msa'
(2001); Muhammad Natsir menggunakan termafiqh dakwah dalam
salah satu bukunya; atau sering juga digunakan lrolta Fi.qh al-L"Shnh
tentang ilmu bahasa seperti karya al-Tsaalibi dan Ibn Faris.
Dari semua terma yang disinggung di atas kita ambil saja terma
pemahaman sebagai kontras dari penafsiran. Secara hermeneutik,
dalam memahami sebenarnya seseorang melakukan salah satu atau
beberapa hal dari kemungkinan makna yang ada. Jean Grondin
mengurai memahami ke dalam setidaknya empat konotasi:
pemahaman intelektuaL (intellectual gra.sp), pengetahuan praktis
Qtractical hnow-how), persetujuan (agreernent), dan aplikasi dan
terjemahan (application and transktion).zo Di tempat lain saya
menjelaskan cohtoh penggunaan ke empat makna memahami,
ketika menjelaskan pemahaman menurut Gadamer.2r Berbeda
dari penafsiran yang membatasi subyektivitas demi mencapai
obyektivitas, dari empat kemungkinan makna memahami,
pemahaman sebaliknya merangkul subyektivitas. Subyektiwitas
dalam pemahaman ini adalah inti proses dalam menggali makna.
Subyek diberi ruang dan diapresiasi sebagai temPat di mana berbagai
cakrawala, tradisi, prasangka, kegagalan bertemu. Kemudian di atas
pertemuan atau Pertentangan, atau persetujuan, peminjarnan, atau
terjemahan dan aplikasi, maknayang dicari dirumuskan. Di sinilah
kemudian letak perbedaan besarnya dengan penafsiran. Penafsiran
walau mungkin untuk menggali makna baru, pada praktiknya
seringkali ia terjebak pada reproduksi makna. Hal ini karena
penafsiran mengutamakan pencarian makna sesuai dengan maksud
pengarang atau dalam tafsir al-Qur'an sesuai dengan maksudTirhan.
Hal ini dijagamelalui pemaknaan dan aplikasi otoritas. Sementara,
20 Jean Gordin .2002. "Gadamer Basic Understanding of Understanding,"
dalam The Cambridge Companion to Gadamer, diedit oleh Robert J. Dostal,
Cambridge : Cambridge Universiry Press, h. 36-5 1.
2t Kusmana, "Hermeneutika Humanistik Nasr Hamid Abu Zayd:
Mendiskusikan al-Qur'an sebagai'S7'acana," dalam Kanz Philosophia: A Journal
For Is lamic Phihsophy and Mysticism 21 2 (December, 2012) : 268-7 l.
TITIK-TEMU, Vol. 6, No. 2, fanuari-funi ZOl4 75
KusuaNa
dalam pemahaman posisi pengarang, atau dalam rafsir al-Qur'an
posisi Allah diletakkan dalam jarak. Penjarakan ini diperlukan
untuk membuka ruang bagi pembaca untuk mencari signifikansi
dan relevansi apa yang dibaca bagi dirinya atau konteksnya. Di satu
sisi, proses pencarian signifikansi dan relevansi itu dinamis karena
dipengaruhi oleh banyak faktot baik internal maupun eksternal.
Di sisi lain, perbedaan kapasitas, kecenderungan dan kepentingan
subyek berkontribusi pada pemberian nuansa baru akan makna
yang dicari. Singkat kata, pemahaman mendorong pembacaan
produktif, Apabila buku l{aflah al-Fatiha} didudukkan dengan
cara baca pemahaman, maka dapat dimengerti kalau si pengarang
kemudian mempunyai keleluasaan untuk mengaktualisasikan
imajinasi penyampaian pesan al-Qur'an dalam setting, dan cara
yang berbeda dengan tradisi penggalian dan penyampain pesan
al-Qur'an biasanya.
tV
Mempertimbangkan penjelasan di atas, maka l{af lah al-Fatihah
dapat saja dikategorikan sebagai karya tafsir dengan penyajian yang
berbeda, yaitu dalam bentuk novel, dengan singkat dapat disebut
novel tafsir. Cara pemahaman tertentu tentang ajarun Islam,
dalam hal ini surat al-Fatihal, kemudian dikerangkakan (framed)
dalam kerangka dialogis rnelalui metode tadarusan menempatkan
setiap anggota majlis taklim berkedudukan dan berkesempatan
sama antara yang satu dengan yang lain. 'Walau dalam praktiknya
tidak setiap anggota majlis taklim berperanan sesoleh dan sepintar
seperti dimainkan oleh setiap anggota "para pemegang kunci," di
sini si pengarang mempunyai keleluasaan untuk mengimajinasikan
kapasitas dan peranan setiap anggota majlis mklim seperti yang dia
harapkan. Dengan kata lain, dia sedang merumuskan kapasitas dan
peranan ideal setiap agen dalam majlis taklim, dan bagaimana secara
ideal majlis taklim itu ditakmirkan. Dalam kebebasan subyek, hal
ini dimungkinkan dan tidak demikian dalam ranah subyek yang
76 TITIK-TEMU, Vol. 6, No. 2, fanuari-Jun i ZOl4
Bsnonloc oancer el-Qun'eru: Cerereu Brneu Buru K,snuu at-FfiMtu
dibatasi demi menjaga kesusksesan pencapaian makna yang sesuai
dengan kehendak Tuhan.
Dalam konteks konstruksi yang menjadi pilihan pengarang
karya yangsedang didiskusikan ini, setidaknya ada tigacatatan kecil
penting disampaikan di sini. Pemama, Kafkh al-Fatihah memilih
pemaknaan surat al-Fatihah dalam kerangka kebijaksanaan Islam
Sunni muktabarah. Pilihan ini tidak lepas dari identitas, kapasitas
dan peranan penulis dalam kehidupan sehari-harinya. Dia hidup
dan belajar serta bergaul dalam lingkungan Islam mayoritas. Dia
adalah pegawai negeri di kantor pusat lembaga keagamaan, artinya
dia bagian dari negara dan bekerja untuk kemajuan umat atas nama
negara. Para komentator karyanyayang dia minta juga mayoritas
berlatar belakang negara, mulai dari unsur departemen agama
tempat dia bekerja, rektor dan kepala daerah, sampai pada unsur
organisasi yangadakaitannya dengan rlegara seperti MUI. Semua
lembaga ini dalam sejarah kiprahnya selalu mendukung pemahaman
keagamaan yang dianut mayoritas masyarakat Muslim Indonesia.
Seperti dalam bukunya dia menyebut anggota majlis taklimnya
sebagai "paraperyaga kunci," dia sendiri meminta dukungan untuk
mengiringi diseminasi bukunya dari perwakilan agen yang paling
membentuk discourse (wacana), yaitu negara. Asumsinya jelas,
kekuatan pesan yang terkandung dalam karya ini didukung oleh
discursiue resourceyang paling berpengaruh. Setidaknya empat bulan
sejak diterbitkan, buku ini belum mendapat l.ritikan seperti kritikan
terhadap Dawam Rahardjo danJassin. Singkatnya, ini pilihan bijak
penulis, walau sedikit agak berlebihan karena ada kesan penulis tidak
terlalu percayadiri untuk meminta komentator alternatif. Namun
demikian, hadirnya buku ini dapat rnenjadi angin segar yang dapat
mendorong lahirnya kreativitas lain.
Kedua, Kafkh al-Fatihah mengikuti tradisi penulisan buku
kreatif lain yang mempromosikan potensi tempat wisata di samping
menyampaikan pesan penulis, tetapi dengan nilai lebih penyampaian
pesan keagamaan yang toleran dan dialogis. Reputasi indahnya
alam NTB dan ramahnya masyarakat Lombok, dan beragam serta
lezatnya wisata kuliner di sana, sekali lagi, mendapat penegasan
TITIK-TEMU, Vol.6, No.2, Januari-luni?Ol4 77
Kusunue
dari salah satu puma daerahnya dengan mengajak pembaca untuk
menengok ke "dapur" yang meramu keramahan tersebut. Karya ini
mempunyai nilai tambah, yaitu pengenalan pemahaman keagamaan
yang ramah dan dialogis.
Terakhir, seandainya l{afilah al-Fatihah ditulis dengan meng-
gunakan framing lain seperti pewacanaan Islam liberal atau
pewacanaan Islam tradisi lain, maka akan menambah dinamika
keberislaman masyarakat Indonesia. Indonesia sebagai negara
berpenduduk Muslim terbesar di dunia, tenrunya berkepentingan
untuk mampu menciptakan negara ini menjadi rempat di mana
pahrm keislaman yang ada di dunia ini mempunyai tempat dan
dapat berkoeksistensi secara terhormat dan damai. Kalau secara
realitas masih terdapat kendala, seperri masih banyak kendalanya
mewujudkan Islam yang damai, toleran dan dialogis, maka
pilihannya adalah menciptakan hal tersebut dalam imajinasi yang
dapat dibagi bersama pembaca lain. Kalau Kafilah al-Fatihah
memilih menyampaikan pesan tersebut dengan wacana Islam Sunni
muktabarah, kreativitas lain dapat menyampaikannya dengan
framing lain seperti versi Islam liberal, feminis, atau Syi'ah, atau
penyampaian pesan Islam dan agama lain tentang toleransi dan
perdamaian, dan lain-lain. Pada gilirannya Islam roleran, damai
dan dialogis itu menjadi milik bersama. Atau lebih jauh lagi,
toleransi, kedamaian dan dialog itu menjadi milik Indonesia dan
dapat menularkannya ke belahan dunia lain.
WaAlkh a'lam bi al-shaw,ib.*
Daftar Pustaka
Abdullah, JE. Kafkh al-Fatihah: Kisah Para Penftkjah Induh al-Qur'an.
Jakarta: Noura Books, 2014.
Baalbaki, Rohi. Al- M awrid: A M o drrn Ara b I c- Eruglls h D i c ti o n ary. Beirut:
Dar al-'Ilmi li al-Malayin,1994).
78 TITIK-TEMU, Vol. 6, No. 2, Januari-Juni 2014
Brnoluoc oeucar ru--Qun'al: CarnrRr Beom Buxu Kenuu ru-Fnmm
Gordin,Jean. "Gadamer Basic Understanding of Understanding." Dalam
The Cambridge Cornpanion to Gadamer, diedit oleh RobertJ. Dostal.
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2002. .
Hanafi, Muchlis M. "Kata Pengantar." Dalam Je Abdullah, Kaflah
al-Fatihah, Kisah Para Pinjekjah Induh at-Qur'an. Jakara: Noura
Books,2014.
Kusmana. Hermeneutika al-Qur'aru: Sebuah Pendehatan Praktis Aplihasi
Herrneneutiha Modern dakrn Peruafiiran al-Qur'an. Jakarta: UIN
Jakarta Press.
Kusmana. "Hermeneutika Humanistik Nasr Hamid Abu Zayd:
Mendiskusikan al-Qui an sebagai'Wacana." Dalam IAnz Philosophia:
A Jourual
for Is hmic Phihsop hy and Mysticism 21 2 (Desember, 2072) :
265-290.
Mawdudi, Abul Ala al-. The Meaning of the Qur'aa. Delhi: Markazi
Maktaba Jamaat El-Islami Hind, 1968.
Qaththan, Mana' aJ-. Mabahitsfi'Ulam al-Qur'dn. Riyad: t.pbt., t.th.
Rahardjo, M. Dawam. Ensihhpedia al-Qurhru: Thfiir Sosial Berdasarhan
Ko ns ep - ho ns ep Kunc i. Jakarta: Paramadina, 1 996.
Rahman, Yusuf. "The Controversi around H.B. Jassin: A Study of His
al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia and al-Qur'an al-Karim Berwajah
Puisi." Dalam Abdullah Saeed, ed., Approaches to the Qur'an iru
Contemporary Indonesia. London: Oxford University Press and The
Institute of Islmaili Studies, 2005.
Shihab, M. Quraish. Ihidah Thfiir: Syarat, Ketentaan, dan Aturan Yang
Patut anda Ketahui dakm Memahami Ayat-ayat al-Qur'an. Cipuat
Lentera Hati,2013.
Zxqani, Muhammad Abd al-'Azhim al-. Maruahil al-'Irfinfi 'Uam al-
Qur',in,Jilid ke-2. Beirur Dar al-Fikr, 1988.
Kusmana adalah dosen tetap Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dia sekarang sedang menyelesaikan penulisan disertasinya, yang
berjudul 'Contemporary lnterpretation of Kodrat Perempuan: Local Discourse
and Practice of Muslim Women's Leadership in lndonesia," yang insya Allah
akan dipertahankannya di Universitas Erasmus, Rotterdam, Belanda.
TITIK-TEMU, Vol. 6, No. 2, Januari-f uni ZOl4 79
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Full-text available
div> Abstract : This paper informs Nasr Hamid Abu Zayd ideas on Humanistic Hermeneutics, where it tries to put the Qur’an as a discourse, in a way of describing its hermeneutical thought development context. Hermeneutical task formulation is an extension of the previous task that is still being in the spirit of reconstruction of a new reading of religious texts. Al-Qur’an as discourse claimed as an attempt upon an extension way of reading with the whole spirit of construction over again. This Heremeneutical task is potentially burden the establishment, and controversial but it is certain. Keywords : Al-Qur’an, discourse, ta’wīl, semiotica, historical criticism, phronesis, intellectual grasp, agreement, application, translation Abstrak : Makalah ini menginformasikan tawaran Nasr Hamid Abu Zayd tentang Hermeneutika Humanistik, yaitu menempatkan al-Qur’an sebagai wacana, dengan cara dijelaskan dalam konteks perkembangan pemikiran hermeneutikanya. Tugas hermeneutika yang dirumuskannya ini merupakan perluasan dari tugas sebelumnya yang masih banyak berada dalam semangat rekonstruksi dalam upaya konstruksi pembacaan baru teks-teks keagamaan. Al-Qur’an sebagai wacana diklaim sebagai upaya perluasannya untuk melakukan pembacaan baru dengan semangat konstruksi lebih utuh lagi. Tugas hermeneutika ini berpotensi menggugat kemapanan dan kontroversial tapi niscaya. Kata kunci : Al-Qur’an, wacana, takwil, semiotika, kritisisme sejarah, phronesis, pemahaman intelektual, persetujuan aplikasi, terjemahan </div
Gadamer Basic Understanding of Understanding
  • Brnoluoc Oeucar Ru-Qun
Brnoluoc oeucar ru-Qun'al: CarnrRr Beom Buxu Kenuu ru-Fnmm Gordin,Jean. "Gadamer Basic Understanding of Understanding." Dalam The Cambridge Cornpanion to Gadamer, diedit oleh RobertJ. Dostal.
Kata Pengantar Dalam Je Abdullah, Kaflah al-Fatihah, Kisah Para Pinjekjah Induh at-Qur'an. Jakara: Noura Books
  • Muchlis M Hanafi
Hanafi, Muchlis M. "Kata Pengantar." Dalam Je Abdullah, Kaflah al-Fatihah, Kisah Para Pinjekjah Induh at-Qur'an. Jakara: Noura Books,2014.
Hermeneutika al-Qur'aru: Sebuah Pendehatan Praktis Aplihasi Herrneneutiha Modern dakrn Peruafiiran al-Qur'an
  • Kusmana
Kusmana. Hermeneutika al-Qur'aru: Sebuah Pendehatan Praktis Aplihasi Herrneneutiha Modern dakrn Peruafiiran al-Qur'an. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Abul Ala al-. The Meaning of the Qur'aa. Delhi: Markazi Maktaba Jamaat El-Islami Hind
  • Mawdudi
Mawdudi, Abul Ala al-. The Meaning of the Qur'aa. Delhi: Markazi Maktaba Jamaat El-Islami Hind, 1968.
Ensihhpedia al-Qurhru: Thfiir Sosial Berdasarhan Ko ns ep -ho ns ep Kunc i
  • M Rahardjo
  • Dawam
Rahardjo, M. Dawam. Ensihhpedia al-Qurhru: Thfiir Sosial Berdasarhan Ko ns ep -ho ns ep Kunc i. Jakarta: Paramadina, 1 996.
The Controversi around H.B. Jassin: A Study of His al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia and al-Qur'an al-Karim Berwajah Puisi
  • Yusuf Rahman
Rahman, Yusuf. "The Controversi around H.B. Jassin: A Study of His al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia and al-Qur'an al-Karim Berwajah Puisi." Dalam Abdullah Saeed, ed., Approaches to the Qur'an iru Contemporary Indonesia. London: Oxford University Press and The Institute of Islmaili Studies, 2005.
Ihidah Thfiir: Syarat, Ketentaan, dan Aturan Yang Patut anda Ketahui dakm Memahami Ayat-ayat al-Qur'an. Cipuat Lentera Hati
  • M Shihab
  • Quraish
Shihab, M. Quraish. Ihidah Thfiir: Syarat, Ketentaan, dan Aturan Yang Patut anda Ketahui dakm Memahami Ayat-ayat al-Qur'an. Cipuat Lentera Hati,2013.
Azhim al-. Maruahil al-'Irfinfi 'Uam al- Qur',in,Jilid ke-2. Beirur Dar al-Fikr
  • Muhammad Zxqani
Zxqani, Muhammad Abd al-'Azhim al-. Maruahil al-'Irfinfi 'Uam al- Qur',in,Jilid ke-2. Beirur Dar al-Fikr, 1988.
Dia sekarang sedang menyelesaikan penulisan disertasinya, yang berjudul 'Contemporary lnterpretation of Kodrat Perempuan: Local Discourse and Practice of Muslim Women's Leadership in lndonesia
  • Kusmana Adalah Dosen Tetap Fakultas Ushuluddin
  • Uin Syarif Hidayatullah
  • Jakarta
Kusmana adalah dosen tetap Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dia sekarang sedang menyelesaikan penulisan disertasinya, yang berjudul 'Contemporary lnterpretation of Kodrat Perempuan: Local Discourse and Practice of Muslim Women's Leadership in lndonesia," yang insya Allah akan dipertahankannya di Universitas Erasmus, Rotterdam, Belanda. TITIK-TEMU, Vol. 6, No. 2, Januari-f uni ZOl4