Available via license: CC BY-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
50 - Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 – Nomor 1, Maret 2014
PENGELOLAAN PROGRAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN ALTERNATIF
KOMUNITAS BELAJAR QARYAH THAYYIBAH DI SALATIGA JAWA TENGAH
MANAGEMENT LEARNING PROGRAM ALTERNATIVE EDUCATION
COMMUNITY LEARNING QARYAH THAYYIBAH IN SALATIGA CENTRAL JAVA
Imam Shofwan, Sodiq Aziz Kuntoro
IKIP Veteran Semarang, Universitas Negeri Yogyakarta
shofwan.imam@gmail.com, sodiq_azis@uny.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan persepsi tentang pelaksanaan program pen-
didikan alternatif melalui pembelajaran di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT) ber-
kaitan dengan: (1) Filsafat pendidikan, (2) Pengelolaan pembelajaran, (3) Hasil pembelajaran,
(4). Faktor pendukung dan penghambat.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
fenomenologi interpretitif. Subyek penelitian adalah pendiri, pendamping dan warga belajar.
Pengumpulan data dilakukan dengan: (1) riset kepustakaan, (2) teknik dokumentasi, (3) riset
lapangan. Metode analisis data dilakukan dengan cara: (a) reduksi data, (b) penyajian data, (c)
penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa: (1) Filosofi pendidikan
menggunakan konsep Paulo Friere dengan pembelajaran kontruktivisme maupum rekontruk-
tivisme, (2) Pengelolaan program pembelajaran berkaitan: (a) perencanaan yang dilakukan
oleh, untuk dan bagi komunitas; (b) pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara fleksibel; (c)
evaluasi dilakukan dengan melaporkan catatan kegiatan belajar, (3) Hasil pembelajaran di-
wujudkan dalam bentuk karya, (4) Faktor pendukungnya adalah teman komunitas, dan faktor
penghambatnya adalah kurang memahami konsep pembelajaran serta kurangnya pen-
dampingan yang efektif.
Kata Kunci: pendidikan alternatif, komunitas belajar
Abstract
This study aims to reveal the perception of an alternative education program through the
implementation of learning in Community Learning Qaryah Thayyibah (QTLC) relating to: (1)
Philosophy of education, (2) learning management, (3) learning outcome, (4). Enabling and
inhibiting factors .This study used a qualitative approach interpretitif phenomenology . Subjects
were founders, mentors and learners. Data collected by: (1) the research literature, (2) technical
documentation, (3) research field. Methods of data analysis done by: (a) data reduction, (b) the
presentation of the data, (c) drawing conclusions. The research results revealed that: (1)
educational philosophy using the concept of Paulo Friere with constructivism learning, (2)
Management related learning program: (a) planning done by, to and for the community, (b) the
implementation of flexible learning is done; (c) evaluation is done by reporting record learning
activities, (3) learning outcomes manifested in the form of work, (4) is a factor supporting
community friends, and inhibiting factor is the lack of understanding of the concept of learning
as well as the lack of effective mentoring
Keywords: alternative education, community learning
Pengelolaan Program Pembelajaran Pendidikan Alternatif Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah ...
Imam Sofwan, Sodiq Azis Kuntoro
51
Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 – Nomor 1, Maret 2014
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan unsur yang
paling strategis bagi pembangunan suatu
bangsa. Peran adanya pendidikan akan ber-
pengaruh kepada sumberdaya manusia se-
cara kualitas dan kuantitas, sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan dan kemak-
muran masyarakat dalam suatu negara dan
pada akhirnya dapat mengangkat derajat
dan martabat bangsa itu sendiri. Suatu
bangsa atau negara dapat dikatakan sema-
kin maju dan berkembang diantaranya, apa-
bila dalam pembangunan di bidang pendi-
dikan diberikan perhatian secara maksimal
dengan upaya penyediaan fasilitas, sarana
dan prasarana untuk memenuhi pendidikan
masyarakatnya.
Melalui peran pendidikan merupa-
kan upaya yang paling efektif dalam meng-
atasi kendala keterbatasan kemampuan
masyarakat siap berpartisipasi dalam proses
pembangunan, (Ali, 2009, p.32). Dalam hal
ini yang perlu dilakukan oleh pemerintahan
adalah melakukan terobosan atau inovasi
baru dalam menerapkan kebijakan pendi-
dikan untuk menciptakan pendidikan yang
berkualitas, sehingga berdampak kepada
sumberdaya manusia yang bermutu.
Parameter atau ukuran manusia da-
pat dikatakan bermutu atau juga bisa dise-
but berkualitas adalah manakala individu
atau seseorang sanggup menyelesaikan per-
soalan-persoalan dalam kehidupannya seca-
ra mandiri, akuntabilitas, kredibilitas dan
beretika dalam sosial. Selain itu terus ber-
semangat mengembangkan pengetahuan-
nya untuk dapat hidup lebih baik dan dapat
berguna bagi orang lain atau dalam masya-
rakatnya.
Menurut Isjoni, (2012, p.viii) “ke-
mandirian sendiri berproses sangat lama
dan banyak memakan waktu, maka peng-
ajaran untuk dapat mandiri harus sudah
dimulai, dan diarahkan dalam pendidikan
ke arah karya nyata”. Selain mampu untuk
menjadi manusia yang mandiri, yaitu priba-
di yang mampu mengenal dan menerima
dirinya sendiri dan lingkungannya, mampu
mengarahkan dirinya dan selanjutnya dapat
mengembangkan potensi dirinya untuk
mewujudkan dirinya secara optimal secara
terus menerus sesuai dengan tuntutan dan
kebutuhan dalam kehidupannya.
Pendidikan sesungguhnya dapat di-
katakan sebagai salah satu bentuk strategi
budaya tertua bagi manusia untuk memer-
tahankan keberlangsungan eksistensi dalam
kehidupan. Arti budaya, menurut Shaleh,
(2011, p.36) yaitu “aneka ragam tingkah laku,
pola pikiran, pergaulan, dan keserasian da-
lam hidup yang diterima/diperbuat oleh
anggota masyarakat, sehingga mereka ber-
beda dari masyarakat yang lainnya”.
Adapun tujuan pendidikan menurut
Delors, yang kemudian dikenal dengan em-
pat pilar pendidikan versi UNESCO (1996)
yang harus mendapatkan perhatian, yaitu:
(1) learning to know, untuk mengetahui; (2)
learning to do, belajar untuk dapat berbuat;
(3) learning to be, belajar untuk menjadi
dirinya; dan (4) learning to live together,
belajar untuk hidup bersama dengan orang
lain.
Sementara itu, tujuan pendidikan
menurut UNDP dalam Human Development
Report 1999 yang dikenal dengan istilah The
Seven Freedoms (Dalam Rifai, 2011, pp.51-52)
adalah sebagai berikut: (1) Freedon from dis-
crimination; bebas dari perlakuan diskrimi-
natif, (2) Freedom from fear; bebas dari rasa
ketakutan, (3) Freedom of thought, speech,
and participate; bebas untuk berfikir, ber-
bicara dan berpartisipasi, (4) Freedom from
want; bebas dari berbagai keinginan, (5)
Freedom to develop and realize; bebas untuk
mengembangkan dan merealisasi, (6) Free-
dom from injustice and violations; bebas dari
tindak ketidak adilan dan kekerasan, (7)
Freedom from undecent work; bebas dari
pekerjaan yang tidak patut.
Menurut Prasojo (2012, p.19) menge-
nai masalah pendidikan adalah “suatu gejala
universal yang melanda setiap negara, baik
negara maju maupun berkembang yang
perbedaannya terletak pada corak strategi
dalam solusi pemecahan yang terbaik, dan
sampai sekarang masih menjadi dilema”.
Berkaitan dengan pendidikan formal
fakta di lapangan, sekarang ini tidak sedikit
yang lebih mengarah kepada pasar kapitalis
dengan kata lain pendidikan formal dapat
dikatakan perusahaan di bidang jasa dan pa-
ra keluarga dengan anaknya dikatakan seba-
- Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 – Nomor 1, Maret 2014
52
gai calon konsumen yang mempunyai pola
hubungan antara sekolah dan peserta didik.
Ada beberapa alasan yang menda-
sari terbentuknya komersialisasi pendidikan
di Indonesia, diantara menurut Suharto,
(2010, pp.216-217) adalah sebagai berikut: (1)
Swastanisasi yang semakin mengglobal, (2)
Pemerintah merasa tidak mempunyai dana
yang cukup untuk membiayai sektor pendi-
dikan, (3) Pemerintah tidak mampu menge-
lola pendidikan sebagai sektor publik de-
ngan baik, (4) Lembaga pendidikan kurang
memiliki kreatifitas dan inovasi dalam
melakukan “fund raising”.
Komersialisme pendidikan inilah
yang mengakibatkan kepada dampak sosial
yang tidak diinginkan oleh masyarakat ter-
utama oleh masyarakat ekonomi bawah
dikarenakan menjadi mahalnya pendidikan
di Indonesia, Gap dalam kualitas pendidik-
an, diskriminasi, stigmatisasi, perubahan
misi pendidikan, konsumerisme gaya hidup
dan memperburuk kualitas SDM serta ran-
tai kemiskinan yang mustahil diputuskan
oleh pendidikan karena tujuan pendidikan
sudah keluar dari jalur dalam mencerdaskan
kehidupan masyarakat baik orang kaya dan
miskin.
Selain itu sistem pendidikan seka-
rang ini menurut Freire, (2000, p.50) “pen-
didikan ibarat sebagai sebuah konsep
“bank” (banking concept of education) di
mana pelajar diberi ilmu pengetahuan agar
kelak ia dapat mendatangkan hasil lipat
ganda”.
Selain itu pada kenyataannya pem-
belajaran di sekolah masih bersifat konven-
sional yaitu pendidikan sistem belanda yang
menyamaratakan kemampuan dan kecer-
dasan anak diangap sama rata semua bagai-
kan kertas putih yang siap untuk ditulisi.
Padahal dalam diri anak sejak lahir sudah
membawa berbagai kecerdasan yang disebut
dengan multiple intelegency.
Adanya permasalahan tersebut bisa
menjadi ketimpangan mutu dalam pen-
didikan, hal ini menurut Dwiningrum (2001,
p.10) ada tiga sebab pokok ketimbangan
yang berkembang, yakni:
Pertama, pendidikan mengalami
pereduksian makna, yaitu proses menghafal
dan keterampilan mengerjakan soal ujian.
Kedua, pendidikan terjerumus ke dalam
proses komersialisasi, di mana pendidikan
menjadi komiditi yang diperjual belikan dan
dikelolala seperti dunia industri yang cende-
rung berorientasi kepada mencari keun-
tungan/profit oriented. Ketiga, pendidikan
hanya melahirkan proses superior sekolah,
yakni sekolah menjadi semakin digdaya,
berjarak, dan menekan orangtua siswa, baik
secara halus dan terang-terangan.
Kelemahan sistem pendidikan me-
nurut buku Kompas, (2007, pp.150-151) da-
pat dikategorikan menjadi beberapa kelom-
pok yang besar, antara lain ialah lingkungan
kita belum mendidik, pendidikan yang be-
lum memperhatikan ciri anak, siswa dibeba-
ni biaya pendidikan, belum ada integrasi sis-
tem pendidikan antara informal, nonformal
dan formal, pendidikan yang cenderung
menimbulkan diskriminatif, pembelajaran
yang masih konvensional, pengajaran yang
belum memiliki muatan pendidikan, pola
pendidikan yang belum mengarah kepada
strategi membangun bangsa, pendidikan
yang belum menyenangkan siswa, belum
memerdekakan bahkan terasa membelang-
gu, belum terjadi proses pembelajaran yang
bermakna, pendidikan yang didominasi
oleh kegiatan mengajar, pendidikan yang
cenderung berorientasi kepada telektualitas,
belum melakukan evaluasi hasil pendidikan,
Pendidikan yang dijangka jauh harus meng-
integrasikan antara ilmu dan agama yang
keduanya untuk selamatkan manusia
umumnya.
Adanya berbagai kelemahan terse-
but, maka perlu melakukan pemikiran-pe-
mikiran untuk mengembangkan pendidikan
kita ke arah yang lebih baik. Sebagai alter-
natif pendidikan atas kritik kepada kebijak-
an pemerintah dari dahulu, maka muncul-
nya berbagai ide seperti “teori Pendidikan
Pembebasan” oleh Fraire, “teori Construc-
tivist” oleh Brooks, teori Cultural Perspec-
tive” oleh Rhoads dan Black, “teori Collabo-
rative Learning” oleh Bruffee. (Zamroni,
2000, p.155).
Melalui pendidikan alternatif dirasa
dapat menjawab berbagai masalah kelemah-
an tentang pendidikan yang terjadi di In-
donesia untuk seluruh masyarakat Indone-
sia, baik masyarakat kaya maupun masya-
Pengelolaan Program Pembelajaran Pendidikan Alternatif Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah ...
Imam Sofwan, Sodiq Azis Kuntoro
53
Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 – Nomor 1, Maret 2014
rakat miskin yang semuanya memerlukan
kedudukan yang sama dalam bidang pendi-
dikan. Untuk itu diperlukan sebuah pendi-
dikan yang demokratis yaitu “pendidikan
yang memberikan kesempatan yang sama
kepada setiap anak untuk mendapatkan
pendidikan di sekolah sesuai dengan ke-
mampuannya” (Hasbullah, 1999, p.241).
Berbicara mengenai pendidikan al-
ternatif, di Jawa Tengah adalah pendidikan
alternatif berbasis komunitas bernama “Ko-
munitas Belajar Qaryah Thayyibah” dising-
kat dengan KBQT yang layak untuk diteliti.
Pemilihan pendidikan alternatif yang tepat-
nya berada di Kota Salatiga dijadikan seba-
gai subjek penelitian ini didasarkan kepada
beberapa pertimbangan berikut: (1) KBQT
berdiri sejak tahun 2007 di Desa Kalibening
Kecamatan Tingkir Kota Salatiga yang me-
rupakan pendidikan alternatif berbasis pada
komunitas; (2) pengembangan pendidikan
alternatif di KBQT dari tahun ke tahun,
mengalami perkembangan yang disesuaikan
dengan kebutuhan dari komunitas, oleh
komunitas, dan untuk komunitas; (3) pe-
ngelolaan program pendidikan yang berbe-
da dengan sekolah formal dan keluarannya
tidak kalah dengan pendidikan formal yang
ada di lingkungan sekolah sekitar; (4) Suatu
pendidikan yang baik berawal dari desa
dengan memanfaatkan potensi sumberdaya
alam desa dan membelajarkan sumberdaya
manusianya.
Inilah sebagai daya tarik alasan da-
lam melakukan penelitian yang pendidikan
alternatif yang dapat bermanfaat untuk
memberdayakan masyarakat dan mengem-
bangkan sebuah desa yang mandiri, ber-
karya dengan memanfaatkan potensi lokal
yang ada dan memberdayakan sumberdaya
manusia.
Pendidikan alternatif inilah sebagai
gagasan sekolah alternatif sebagai wujud
keprihatinan masyarakat dalam menjawab
pendidikan yang memihak masyarakat per-
ekonomian lemah yang didirikan oleh
Ahmad Bahrudin dari Salatiga Jawa Tengah
dengan konsepnya “keberdayaan desa” yang
diberi nama Qaryah Thayyibah yang artinya
adalah “desa yang indah”.
Supaya dapat mengetahui lebih
mendetail, maka diperlukan penelitian lebih
mendalam tentang pelaksanaan pendidikan
alternatif yang dapat dikategorikan sebagai
pendidikan nonformal sesuai dengan UU
SISDIKNAS Bab I Pasal 1 (12) “Pendidikan
nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang” yang
pelaksanaan pendidikannya di luar sekolah
atau disebut “pendidikan luar sekolah”
dengan pelaksanaan atau penyelenggaraan
pendidikan diatur yang dalam Undang-
Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 55 tentang
“Pendidikan berbasis masyarakat” yang di-
fokuskan pada “Pendidikan Alternatif Ko-
munitas Belajar Qaryah Thayyibah di Kota
Salatiga Propinsi Jawa Tengah.
METODE
Penelitian ini merupakan kualitatif
untuk mengetahui persepsi mengenai pen-
didikan alternatif yang dilaksanakan di Ko-
munitas Belajar Qaryah Thayyibah Salatiga
Jawa Tengah. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Juni 2012 sampai dengan Juli
2013.
Penelitian ini menggunakan pende-
katan kualitatif fenomenologi interpretitif.
Subjek penelitian adalah pendiri, pendam-
ping dan warga belajar KBQT. Pengumpulan
data dilakukan dengan: (1) riset kepustaka-
an, (2) teknik dokumentasi, (3) riset lapang-
an dengan cara (a) observasi partisipasi, (b)
wawancara, dan (c) fenomenologi. Teknik
sampling dilakukan dengan purposive dan
snowball sampling. Keabsahan hasil peneli-
tian dilakukan dengan validitasi dan reabili-
tas. Metode analisis data dilakukan dengan
cara: (a) reduksi data, (b) penyajian data,
dan (c) verifikasi atau penarikan kesimpul-
an.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini mengungkapkan
bahwa: (1) Filosofi pendidikan KBQT adalah
menggunakan filsafat pendidikan konsep
Paulo Friere dan filsafat pembelajarannya
menggunakan kontruktivisme mengenai
konsep belajarnya dihadapkan pada perma-
salahan yang berhubungan langsung dengan
kehidupan masyarakat, (2) Pengelolaan
- Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 – Nomor 1, Maret 2014
54
pembelajaran KBQT berkaitan dengan (a)
perencanaan pembelajaran; (b) pelaksanaan
pembelajaran; (c) evaluasi pembelajaran, 3)
Hasil pembelajaran warga belajar KBQT
berkaitan dengan output/keluaran adalah
bisa berkarya sehingga mandiri dalam kehi-
dupannya dan mudah menyesuaikan ling-
kungannya, serta outcome/dampak yaitu
memunyai keterampilan yang lebih sehing-
ga dapat diterima dan juga berguna bagi
masyarakat, (4) Faktor pendukung dalam
KBQT adalah temannya sendiri yang selalu
mengingatkan dan memberikan dorongan,
dan faktor penghambat KBQT ada secara
internal adalah ketika warga belajar tidak
memahami konsep pembelajaran, maka me-
reka tidak bisa maksimal dalam belajarnya,
dan faktor eksternal adalah kurangnya pen-
dampingan dalam memberikan dorongan
kepada warga belajar.
Pembahasan
Suasana yang jauh dari keramaian,
namun tidak jauh dari perkotaan. Itulah lo-
kasi yang Komunitas Belajar Qaryah Thayyi-
bah disingkat dengan KBQT yang beralamat
di Jl. Raden Mas Said No. 19 RT 01 RW 02
Desa Kalibening, Kelurahan Kalibening,
Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga, Propinsi
Jawa Tengah.
Lokasi yang berada kurang lebih
berjarak 3 Km dari pusat kota apabila per-
jalanan dari bundaran Tamansari atau
Ramayana Mall. KBQT yang notabene me-
rupakan sekolah, setingkat SMP (SMP Alter-
natif) dan SMA (SMA Alternatif) serta Uni-
versitas (Universitas Kehidupan) yang tidak
mempunyai pagar sekolahan dan juga tidak
ada aturan selayaknya sekolah pada umum-
nya.
Lokasi dari jalan besar masuk gang
sekitar 100 meter kanan jalan dan nanti
akan ketemu papan nama “LSD Qaryah
Thayyibah” di situlah lokasinya pembelajara
KBQT berada. Lokasi yang membingungkan
peneliti pada awal mencari tempatnya dan
mungkin orang yang akan bertamu jika
tidak pernah kesana juga akan mungkin
bernasib tidak jauh berbeda menjadi bi-
ngung, karena memang tidak mencermin-
kan seperti sekolahan pada umumnya.
Membingungkan, dikarenakan tidak
ada tulisan sekolah alternatif atau yang ber-
hubungan dengan nama sekolah seperti pa-
da umumnya. Gedung yang belum selesai
dibangun, akan tetapi sudah digunakan
untuk pembelajaran, kebanyakan komunitas
menyebutkan adalah “RC” resourch center
yang bisa diartikan sebagai pusat sumber
daya atau bahasa jawanya “Lumbung Deso”
yang rencana akan dibangun empat tingkat
yang lokasinya berdekatan dengan rumah
pendiri dan juga mushola dan rumah
masyarakat.
Inilah salah satu keunikan, dan yang
membedakannya adalah rancangan gedung
yang biasanya pada sekolah pada umumnya
memiliki gedung yang di dalamnya ada
banyak ruang. Ada ruangan laboratorium,
ruang guru, ruang UKS (unit kesehatan
sekolah), ruang TU (tata usaha) dan seba-
gainya. Akan tetapi di sini tidak ditemukan
karena memang tidak dirancang seperti itu.
Filosofi Pendidikan dan Pembelajaran
Filosofi pendidikan yang anutnya
adalah Paulo Friere dengan sistem (1)
penyadaran; yang pada intinya adalah dalam
proses pembelajaran ditumbuhkan kesa-
daran dirinya terhadap lingkungannya se-
hingga terciptanya berfikir kritis, dan (2)
pembebasan; yang artinya tidak adanya
pihak yang merasa berkuasa. Dengan ada-
nya pemikiran seperti ini, maka warga
belajar dalam melakukan pembelajarannya
dilaksanakan dengan penuh dengan kesa-
daran tanpa ada unsur paksaan dari ling-
kungan eksternal.
Filosofi inilah yang menghapuskan
adanya status perbedaan antara pendidik
dan peserta didik. Yang menjadikan semua
setara dalam pembelajaran, baik itu warga
belajar atau pendamping yang pada intinya
adalah sama-sama belajar. Selain itu dalam
pendidikan yang dilakukannya adalah untuk
menyadarkan warga belajarnya agar bisa
mengelola sumberdaya alam atau potensi
pedesaan untuk mewujudkan desa yang
berdaya sesuai dengan namanya Qaryah
Thayyibah yang artinya desa yang berdaya,
desa yang baik.
Adapun mengenai tujuan pembel-
ajarannya yang diterapkan adalah LCB
Pengelolaan Program Pembelajaran Pendidikan Alternatif Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah ...
Imam Sofwan, Sodiq Azis Kuntoro
55
Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 – Nomor 1, Maret 2014
(living center based) bahwa pendidikan yang
baik adalah pendidikan untuk mengem-
bangkan situasi belajar-mengajar yang
memberikan kemampuan untuk peserta
didik untuk berfikir kritis sehingga mereka
dapat mengenali, menganalisa dan meme-
cahkan masalah atau solusi-solusi yang
timbul dalam dunia kehidupannya.
Selain itu, Komunitas Belajar
Qaryah Tayyibah atau yang disingkat de-
ngan sebutan KBQT aliran filosofinya ada-
lah menganut filsafat kontruktivisme yaitu,
dimana peserta didik dengan aktif meme-
roleh pengetahuannya sendiri sebagai sub-
jek pembelajar, sehingga guru tidak berpar-
tisipasi penuh dalam proses pembelajar-
annya. Selain itu juga melakukan rekontruk-
tivisme, apabila dalam pembelajaran itu di-
rasa tidak sesuai dengan apa yang dilakukan
dalam pembelajaran. Bukan menggunakan
filsafat pendidikan yang menganut behavior
yang di praktekkan pada sekolahan formal
yaitu peserta didik menjadi objek pembel-
ajar yang harus diberikan pengetahuan oleh
gurunya, sehingga guru berpartisipasi pe-
nuh dalam proses pembelajarannya.
Selanjutnya berkaitan dengan teori
belajarnya adalah menggunakan teori an-
dragogi yaitu teori belajar orang dewasa
yang salah satu faktanya adalah belajar se-
suai dengan kebutuhan. Maka dengan ada-
nya kebutuhan, maka warga belajar akan
belajar. Dengan begitu proses belajarnya
akan menjadikan semangat, karena belajar-
nya sesuai dengan apa yang diinginkan dan
bukan karena keterpaksaan atau adanya
perintah dari atasan kepada bawahan yang
seperti dilakukan pada pendidikan formal.
Yang dirasa pendidikan sekarang ini masih
mempraktekkan pembelajaran model peker-
ja/buruh. Bagaimana tidak, apabila ada
guru, maka siswa akan belajar, jika tidak ada
guru maka siswa akan dengan asik bermain.
Begitu juga apabila guru menyuruh untuk
belajar, maka siswa akan mengikutinya.
Inilah sebenarnya pendidikan di
Indonesia yang bisa dikatakan tidak huma-
niora atau memanusiakan manusia dan
dalam belajarnya mereka disamaratakan se-
mua bagaikan motor atau barang elektronik
yang cara memperlakukannya dengan perla-
kuan yang sama. Selain itu juga dalam
pembelajaran di sekolah tidak mengem-
bangkan dialog kritis antara pendidik dan
peserta didik, dan tidak saling belajar. Ke-
giatan pembelajaran di sekolah cenderung
lebih didominasi oleh guru yang berada
dalam posisi menekan, sedangkan peserta
didik berada pada situasi yang ditekan.
Adapun berkaitan dengan penye-
lenggaraannya dilakukan oleh pendidikan
nonformal atau pendidikan luar sekolah
yang menurut Rogers (2005, p.73) menga-
takan sebagai pendidikan Non-formal ada-
lah didefinisikan sebagai pendidikan semua
di luar dari sistem formal, dan mereka yang
yang dianjurkan pendidikan nonformal
sebagai solusi untuk mangatasi masalah-
masalah pendidikan di masyarakat berkem-
bang melihatnya sebagai diskrit entitas,
dibedakan, dan dikelola.
Selain itu tujuan KBQT konsepnya
adalah untuk memberdayakan potensi sum-
ber daya manusia dan memanfaatkan po-
tensi alam untuk menjadikan desa baik
(thayyibah).
Pengelolaan Program Pendidikan Melalui
Pembelajaran
Pengelolaan pembelajaran di KBQT
dilakukan oleh komunitas sendiri yang dila-
kukan per kelas yang membahas mengenai
permasalahan yang dihadapinya misalnya
persoalan target yang akan dicapai. Selain
itu adalah pengelolaan pembelajaran dilaku-
kan per forum yaitu membahas mengenai
kesenangan atau bakat/minat yang ingin
dipelajari di komunitas dan saling bertukar
pikiran dan informasi pengetahuan untuk
saling membantu dalam menghasilkan kar-
ya setiap individunya.
Pendekatan pembelajaran semacam
KBQT, sama seperti halnya dengan pende-
katan pembangunan masyarakat, menurut
Kamil, (2009, p.47) yaitu, model pemba-
ngunan murni datang dari masyarakat atau
masyarakatlah yang memiliki keinginan
(kebutuhan) kemudian merencanakan,
mengelola proses pembangunan dan me-
meliharanya.
Adapun penyelenggaraannya dilaku-
kan oleh pendidikan nonformal atau pen-
didikan luar sekolah yang menurut Rogers
(2005, p.73) mengatakan “Non-formal edu-
- Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 – Nomor 1, Maret 2014
56
cation then was defined as all education
outside of the formal system, And those who
advocated NFE as a solution to the ills of
education in developing sociaties saw it as
adicrete entity, distinguishable, and ma-
nageable”. Intinya adalah pendidikan Non-
formal adalah didefinisikan sebagai pen-
didikan semua di luar dari sistem formal,
dan mereka yang yang dianjurkan pendi-
dikan nonformal sebagai solusi untuk
mangatasi masalah-masalah pendidikan di
masyarakat berkembang melihatnya sebagai
diskrit entitas, dibedakan, dan dikelola.
Selain itu tujuan KBQT konsepnya
adalah untuk memberdayakan potensi sum-
ber daya manusia dan memanfaatkan po-
tensi alam untuk menjadikan desa baik
(thayyibah). Hal ini sesuai dengan pemi-
kiran Placebo (2009, p.2) dengan pendapat-
nya “Education should therefore provide
comprehensive knowledge, encompassing
and cutting across the social and natural
sciences and the humanities, thus providing
insights on the interaction between natural
and human resources, between development
and environment”. Intinya adalah pendi-
dikan harus untuk itu memberikan penge-
tahuan komprehensif, meniadakan jarak
antara sosial dan ilmu pengetahuan alam
dan humaniora, wawasan dengan demikian
menyediakan interaksi antara sumber daya
alam dan sumber daya manusia, antara
pembangunan dan lingkungan hidup.
Pengelolaan pembelajaran di KBQT
dilakukan oleh komunitas sendiri yang dila-
kukan per kelas yang membahas mengenai
permasalahan yang dihadapinya misalnya
persoalan target yang akan dicapai. Selain
itu adalah pengelolaan pembelajaran dila-
kukan per forum yaitu membahas mengenai
kesenangan atau bakat/minat yang ingin
dipelajari di komunitas dan saling bertukar
pikiran dan informasi pengetahuan untuk
saling membantu dalam menghasilkan kar-
ya setiap individunya.
Kesimpulannya pada intinya semua
kegiatan dirancang, diorganisasikan, dan
digerakkan, serta dibina komunitas itu sen-
diri. Dan apabila merasa mempunyai kesu-
litan baru meminta bantuan kepada pen-
damping untuk memberikan masukan dan
solusi jalan keluarnya.
Kegiatan pengelolaan dalam pem-
belajaran yang terakhir adalah penilaian dan
pengembangan pembelajaran. Seperti biasa
setiap enam bulan sekali dilakukan GK
(gelar karya) yang fungsinya untuk mem-
berikan kritik dan masukan terhadap hasil
karya yang telah dihasilkan mereka selama
setengah tahun, dirangkum dalam berbagai
sajian karya sebagai bahan evaluasi individu
masing-masing.
Mereka mengemasnya dalam puisi,
film, tulisan, dan segala hal yang bisa mem-
buat para pendamping dan teman-teman
lain bisa mengerti karya apa yang selama ini
mereka buat, serta kegiatan belajar seperti
apa yang mereka lakukan satu semester.
Evaluasi yang tak menuntut persaingan,
karena yang terasa adalah saling support,
saling memberi masukan, dan turut ber-
bahagia atas kenaikan kualitas karya teman-
nya.
Berkaitan dengan pengelolaan pem-
belajaran KBQT yang diterapkan adalah
selalu dirancang secara bersama-sama dan
dilaksanakan secara bersama-sama dan di-
evaluasi bersama-sama, dengan melakukan
musyawarah secara mufakat untuk men-
capai tujuan yang telah ditetapkan. Penge-
lolaan tersebut sesuai dengan pendapat
Sudjana, (2000, p.17) mengatakan bahwa
“manajemen merupakan serangkaian kegiat-
an, merencanakan, mengorganisasikan,
menggerakkan, mengendalikan dan me-
ngembangkan terhadap segala upaya dalam
mengatur dan mendayagunakan SDM, Sara-
na dan prasarana secara efisien dan efektif
untuk mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan”.
Adapun mengenai pelaksanan pen-
didikan alternatif berbasis komunitas dalam
pengelolaan program pendidikan melalui
pembelajaran, peneliti membahas yang ber-
kaitan dengan perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi
pembelajaran
Secara individual anak disuruh
mengindentifikasikan kebutuhannya ma-
sing-masing yang disesuaikan dengan bakat
dan minatnya. Karena dengan begitu maka
proses pembelajaran akan menjadi benar-
benar dibutuhkan oleh individu dan men-
jadikan pembelajaran yang menyenangkan.
Pengelolaan Program Pembelajaran Pendidikan Alternatif Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah ...
Imam Sofwan, Sodiq Azis Kuntoro
57
Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 – Nomor 1, Maret 2014
Selain itu, identifikasi kebutuhan
pembelajaran dilakukan juga setiap masing-
masing individu setiap minggunya. Individu
melalukan identifikasi berkaitan dengan
pembelajaran yang akan dilakukan selama
seminggu kedepan.
Perumusan tujuan pembelajaran ko-
munitas yaitu tujuan output atau keluaran
dan tujuan outcome atau dampak, atau da-
pat dikatakan tujuan jangka pendek dan
tujuan jangka panjang. Adapun tujuan out-
put atau jangka pendek meliputi karya yang
dihasilkan warga belajar, dan outcome atau
jangka panjang meliputi pengembangan
ketrampilan hidup untuk terus bisa ber-
karya dalam kehidupan yang akan datang.
Inilah yang membedakan antara
pendidikan formal pada umumnya. Kalau di
pendidikan formal itu lebih mementingkan
akademik atau prestasi, sehingga ada per-
saingan antara siswa dalam belajar, sehingga
ada hal-hal yang tidak diinginkan akan
terjadi, seperti menghalalkan segala cara
dalam hal ulangan misalnya menyontek
buku, menyontek temannya. Iya karena
mereka dalam belajar seolah-olah tidak
dibutuhkan dalam dunia kehidupannya atau
belajarnya tidak bisa menjawab persoalan-
persoalan masalah dalam hidupnya. Seperti
yang dikatakan oleh Illich (1972) meng-
gambarkan bahwa sekolah memonopoli
pendidikan dan lebih menitikberatkan pro-
duknya berupa lulusan yang hanya didasar-
kan atas hasil penilian dengan mengguna-
kan angka dan ijazah. (Sudjana 2001, p.83).
Berbeda dengan konsep pembelajar-
an di komunitas belajar ini yang menge-
depankan karya, jadi setiap warga belajar
diwajibkan mempunyai karya dan dengan
karya maka warga belajar tidak bisa men-
contek persis sama milik karya temannya.
Justru dengan karya ini, masing-masing
anak akan saling membantu dalam pem-
buatan karyanya dan tidak ada yang nama-
nya kompetisi dalam membuat karya yang
adalah saling memberikan masukan terha-
dap karya yang telah dihasilkan.
Adapun berkaitan dengan pendekat-
an pembelajarannya adalah student center
atau pendekatan berpusat pada siswa yaitu,
siswa aktif dalam melakukan pembelajaran,
bukan pasif seperti yang dilakukan pada
sekolah formal.
Selanjutnya berkaitan dengan pem-
belajaran yang dilakukan adalah meng-
gunakan metode active learning merupakan
metode pembelajaran yang memposisikan
warga belajar sebagai subjek dalam sistem
pembelajaran. Dengan begitu warga belajar
banyak melakukan diskusi atau sharing
pendapat. Saling memberikan pengetahuan
dan menambahkan pengetahuan sesama
komunitas. Selain itu model pembelajaran
yang dilakukan setelah melakukan observasi
partisipan, menurut peneliti KBQT Salatiga
dalam model pembelajarannya mengguna-
kan Community Based Education (CBE) se-
bagai model pendidikannya, yaitu model
pendidikan yang menyatu dengan masya-
rakat, pengelola, pendamping, dan warga
belajar adalah masyarakat sekitar.
Model pendidikan ini memberikan
keutungan bagi warga belajar, karena mere-
ka tidak merasa jauh dengan realistas seha-
ri-harinya, atau tidak tercabut dari akar
lokalitasnya sehingga ketika lulus mereka
tidak merasa gagap menghadapi per-
masalahan yang akan datang yang muncul
di lingkungannya kelak.
Karena dalam pembelajarannya ti-
dak adanya jarak atau menjauhi masyarakat.
Akan tetapi malah sebaliknya, dalam komu-
nitas sangat berbaur sekali dengan masya-
rakat, karena memang tidak ada sekat da-
lam lingkungan pembelajarannya seperti di
sekolah formal pada umumnya yang di-
batasi tembok yang tinggi dan masyarakat
tidak mengetahui kegiatan apa yang dila-
kukan dibalik tembok yang tinggi tersebut.
Teknik dalam pembelajaran yang
dilakukan adalah masing-masing anak
membuat ide yang selanjutnya diwujudkan
dalam target dan capain-capaian yang telah
dilakukan dan selanjutnya dievaluasi.
Selama kurang lebih selama hampir
satu tahun peneliti melakukan observasi di
lapangan, walaupun dilakukan tidak rutin,
peneliti merasa sarana dan prasarana yang
dimiliki KBQT cukup lengkap dalam men-
dukung kegiatan pembelajaran yang dilaku-
kannya, walaupun tidak selengkap dan se-
mahal sarana dan prasarana yang ada di
sekolah formal, karena memang untuk biaya
- Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 – Nomor 1, Maret 2014
58
sekolah atau pendidikannya sudah berbeda
sangat jauh sekali.
Sarana prasarana itu seperti saja
mengenai tempat pembelajaran sudah
dibangun gedung yang dinamakan dengan
RC (resort center) yang diartikan sebagai
lumbung atau tempat tersedianya barang-
barang yang dibutuhkan oleh komunitas.
Adapun terkait dengan sarana dan
prasarana yang digunakan dalam proses
pembelajaran seperti yang dimaksud adalah
alat-alat musik, peralatan pembelajaran,
LCD proyektor, buku-buku, yang semuanya
itu selain ada yang beli juga diberikan oleh
pemerintah dan tamu yang berdatangan
sebagai kenang-kenangan. Selain itu ada
fasilitas internet yang digunakan untuk ber-
selancar mencari pengetahuan-pengetahuan
sesuai dengan bakat dan minatnya dan juga
sebagai hiburan dalam waktu luangnya.
Selain itu berkiatan dengan tempat
pembelajaran, di komunitas belajarnya dila-
kukan sesuai dengan kesepakatan komu-
nitas. Setelah peneliti melakukan observasi
di lapangan, mengenai tempat dan kapan
pembelajarannya memang tidak tentu.
Kadang pembelajarannya ada yang dimulai
pagi hari, ada yang dimulai dari siang hari.
Tempat kegiatan pembelajaran se-
mua, sebenarnya dilakukan sesuai dengan
kesepakatan komunitas, baik dari kumpul
forum, kumpul kelas yang sesuai dengan
yang dikatakan warga belajar sendiri yang
mengalami yaitu “pembelajarannya dilaku-
kan kebanyakan di gedung RC dan kadang
juga di teras dan di mushola. Intinya tergan-
tung kelas atau forumnya masing-masing”.
Berkaitan dengan materi dan bahan
pembelajaran yang digunakan adalah
berdasarkan kebutuhan komunitas atau
individual itu sendiri. Acuan utama dalam
pembelajarannya adalah disesuaikan dengan
kurikulum yang diyakini sangat berhubung-
an langsung dengan kehidupannya yang
disebut kurikulum KBK, yaitu kurikulum
berbasis kebutuhan. Misalnya warga belajar
butuh belajar mengenai dunia komputer,
maka warga belajar sebelum melakukan
berlajar bersama-sama ada yang mencari
referensi dulu di internet dan setelah itu
sharing pengetahuan antar temannya.
Berkenaan dengan materi belajar
dan bahan belajar dapat disimpulkan bahwa
materi dan bahan pembelajaran komunitas
belajar adalah dari internet dan juga dari
sharing pengetahuan dari teman dan ling-
kungannya. Selain itu membaca buku baik
dari buku yang dibelinya sendiri, juga buku
yang ada di perpustakaan. Selain itu juga
komunitas juga mempunyai komunitas-
komunitas di luar, biasanya komunitas di
facebook atau mencari komunitas yang
dirasa dapat membantu mereka dalam
berkarya.
Kegiatan pembelajaran yang dilaku-
kan oleh komunitas adalah kegiatan adalah
aktivitas belajar yang dilakukan selama se-
minggu dari hari senin sampai kembali hari
senin lagi. Peneliti menyimpulkan bentuk
kegiatannya mempunyai nama-nama yang
bisa dikatakan unik, antara lain: upacara,
tawasi, harkes, kumpul kelas, kumpul fo-
rum, gelar karya.
Upacara adalah kegiatan yang dila-
kukan oleh komunitas baik dari semua kelas
dan semua forum yang diselenggarakan
setiap hari Senin untuk melakukan evaluasi
mingguan tentang permasalahan yang ada
di komunitas, baik permasalahan individu,
kelas dan rencana kegiatan yang akan dila-
kukan, misalnya kegiatan pentas, pem-
bayaran iuran bulanan.
Bentuk kegiatannya kumpul dalam
satu ruangan, ada yang menjadi moderator
yang biasanya oleh warga belajar yang setara
kelas 3 SMA dan yang lainnya memberikan
usul dan sarannya masing-masing. Jadi
kegiatan upacara ini mirip dengan diskusi
untuk mencapai mufakat antar komunitas
yang dipimpin oleh seorang moderator.
Dalam kegiatan upacara ini juga ada pen-
damping yang ikut hadir, biasanya yang
hadir adalah pendamping inti.
Tawasi adalah kegiatan rutin yang
dilakukan sehabis sholat nduhur dan me-
ngaji bersama setiap hari senin s/d kamis.
Adapun kegiatannya adalah melafadzkan
asmaul husna (nama-nama Allah) dan
dilanjutkan membawa ayat suci alqur’an
setelah itu ada salah satu warga belajar yang
mempresentasikan materi yang sifatnya
mengingatkan teman-temannya. Adapun
dari presentasi tersebut, apabila ada teman
Pengelolaan Program Pembelajaran Pendidikan Alternatif Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah ...
Imam Sofwan, Sodiq Azis Kuntoro
59
Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 – Nomor 1, Maret 2014
atau pendamping yang mempunyai penge-
tahuan dan pengalaman, bisa saling meleng-
kapi pengetahuan dan saling bertanya ja-
wab, sehingga akan menciptakan interaktif
dalam proses pembelajaran. Kegiatan tawasi
ini biasanya dipimpin oleh Pak Ridwan
sebagai pak Kyai atau Ustadz karena sehari-
harinya dia selalu memakai songkok yang
selalu membantu dalam komunitas. Biasa-
nya yang mengikuti selain warga belajar
juga ada pendirinya Pak Din, jika beliau
tidak keluar kota atau ada kegiatan.
Harkes adalah kegiatan pembelajar-
an yang dilakukan setiap hari sabtu. Adapun
bentuk kegiatannya adalah materi tanya
jawab mengenai dunia seputar kesehatan
dan juga olahraga yang biasanya didampingi
oleh pendamping. Biasanya kegiatannya
yang dilakukan dalam sebulan adalah dua
kali teori atau diskusi dan dua kali olahraga.
Kegunaan harkes adalah untuk menambah
pengetahuan seputar kesehatan yang ber-
guna untuk pencegahan/preventif. Alasan
diadakan Harkes ini dikarenakan apapun
pekerjaannya ternyata kesehatan itu sangat
penting dan harta yang paling berharga.
Sehingga dengan adanya harkes dimungkin-
kan komunitas tidak akan terkena penyakit
atau jika menderita penyakit, maka akan
bisa cepat lekas sembuh.
Kumpul kelas atau pertemuan yang
diadakan masing-masing dalam kelas yang
jadwalnya sesuai dengan kesepakatan ber-
sama-sama. Adapun nama-nama kelasnya
dari awal komunitas ada sampai sekarang
nama kelasnya berbeda-beda. Mengenai
pemberian nama kelas disepakati bersama
oleh kelas itu sendiri, jadi tidak sama tiap
tahun atau ajaran barunya. Adapun untuk
nama kelasnya antara lain sebagai berikut:
(a) THE NAIN artinya sembilan, karena
muridnya berjumlah 9 warga belajar yang
setara 1 SMP, (b) SEDDU (seed education)
yang artinya benih pendidikan, yang setara
3 SMP, (c) OSA (oriza satifa) seperti pada,
semakin berisi semakin merunduk) yang
setara 1 SMA, (d) EKQ (elecktro kardiografi)
alat detak jantung, karena kelas ini dulunya
hampir mati, yang setara 2 SMA, (e)
SARUNGI (sayuk rukun ngudi ilmu) ber-
sama-sama rukun dalam mencari ilmu yang
setara 3 SMA
Kumpul forum adalah kegiatan yang
dilakukan oleh warga belajar yang memu-
nyai ketertarikan atau kesenangan dalam
belajarnya. Warga belajar dalam memilih
forum tidak diharusnya hanya memilih satu
saja, akan tetapi jika minat mengikuti dua
forum atau tiga juga tidak apa. Adapun ber-
kaitan dengan forum dapat di kelompokkan
sebagai berikut: (a)Musik, (b) Teather, (c)
Tulis, (d) Lukis, (e) Komputer, (f) Bahasa,
(g) Sanggar.
Gelar karya adalah kegiatan yang
dilakukan setiap enam bulan sekali untuk
menampilkan karya yang telah dihasilkan
selama enam semester atau ritual yang di-
lakukan sebelum naik kelas. Kegiatan ini
yaitu setiap individu mempresentasikan ha-
sil karyanya di depan teman-temannya dan
pembimbing, selanjutnya teman-teman
memberikan kritik dan sarannya sesuai
dengan pengetahuannya demi menjadikan
karya akan lebih sempurna dan lebih ber-
manfaat untuk dirinya dan juga mungkin
orang lain.
Setelah dilakukan gelar karya indi-
vidu juga biasanya dilakukan gelar karya per
kelas dan per forum. Adapun kegiatan gelar
karya biasanya disela-sela presentasi dari
masing-masing individu ada semacam hi-
buran dari individu atau dari forum. Tak
ketinggalan biasanya pendamping Tawasi
Pak Ridwan dengan Suloknya menguman-
dangkan sholawatan dan Pak Awik sebagai
pendamping musik mengirinya.
Kegiatan gelar karya ini biasanya
dilakukan dari pagi sampai sore hari dan
semua pendamping, warga belajar dan pen-
diri juga hadir untuk menikmati karya-karya
komunitas dan memberikan semangat dan
kritik dan saran yang membangun untuk
karya-karya komunitas ke depannya.
Berkaitan dengan evaluasi pembel-
ajaran atau penilaian dalam pembelajaran
dalam KBQT dilakukan oleh dirinya sendiri.
dengan kata lain sistem evaluasi berpusat
pada peserta didik. Puncak keberhasilan
pembelajaran adalah ketika si subjek didik
menemukan dirinya, berkemampuan meng-
evaluasi diri sehingga tahu persis potensi
yang dimilikinya, dan berikut mengem-
bangkannya sehingga bermanfaat bagi yang
lain.
- Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 – Nomor 1, Maret 2014
60
Berkenaan dalam hal penilaian pem-
belajaran warga belajar yang disuruh me-
nentukan sendiri penilainnya. Penilaian
pembelajaran bukan dilakukan oleh guru/
pendamping dan baik atau buruk nilainya
bukan ditentukan karena bisa menjawab
atau tidak menjawab soal pertanyaan yang
diberikan, akan tetapi warga belajar mampu
tidaknya melaksanakan rencana target bu-
lanan atau semesteran yang telah dite-
tapkan sebelumnya. Jika targetnya bisa dila-
kukan atau sesuai dengan rencana yang
rancang, maka dinilai berhasil dan seba-
liknya.
Hasil Pembelajaran
Hasil pembelajaran yang berbentuk
karya yang tak menuntut persaingan, karena
bukan prestasi yang diunggulkan, melain-
kan sebuah karya sesuai dengan bakat dan
kesukaan masing-masing individu dengan
suasana yang terasa adalah saling support,
saling memberi kritik dan saran serta
masukan, atas kenaikan kualitas karya yang
dipresentasikan di depan teman-temannya,
pendampingnya dan juga pendirinya.
Berkaitan dengan output/keluaran
warga belajar nantinya akan bisa mandiri
dan dengan mudah menyesuaikan dengan
lingkungan masyarakatnya, dikarenakan
pembelajaranya tidak tidak tertutup dengan
masyarakat. Berkaitan dengan karya yang
dihasilkan antara lain sebagai berikut: seni
musik, seni tari, seni rupa, karya tulis,
keterampilan lainnya.
Seni musik: mempunyai group band
dan juga group jimbe yang masih eksis dan
apabila ada acara sering diundang untuk
memeriahkan acara. Seni tari: mempunyai
group dancer, wushu yang selalu ikut dalam
lomba tingkat daerah Seni rupa: komunitas
berkarya dalam menggambar, membuat
komik. Karya tulis: komunitas dengan kar-
yanya membuat cerpen puisi, novel dan juga
buku-buku yang sudah banyak di terbitkan
oleh percetakannya sendiri dan juga per-
cetakan ternama seperti LKIS. Ketrampilan
lainnya: komunitas dapat melakukan cera-
mah atau dialog dengan menggunakan
bahasa Inggris, Arab, membuat manik-
manik, stiker dan desain busana yang unik.
Sementara yang berkaitan dengan
outcome/hasil pembelajaran warga belajar
akan mempunyai ketrampilan yang lebih,
sehingga dapat diterima dan tidak dipan-
dang sebelah mata oleh masyarakat, karena
dalam pembelajarannya selalu mengedepan-
kan diskusi secara musyawarah dalam
mencapai mufakat.
Faktor Pendukung dan Penghambat
Faktor pendukung komunitas ter-
nyata adalah teman itu sendiri, selanjutnya
pendamping yang mendampingi dalam pro-
ses pembelajaran. Teman adalah merupakan
faktor pendukung utama, karena dalam
pembelajaran komunitas adalah lingkungan
utama dalam mempengaruhi pembelajaran.
Jika antarteman saling memberikan dorong-
an yang menjadikan semangat, maka dalam
belajar akan semangat, begitu juga sebalik-
nya.
Faktor penghambat dalam komuni-
tas disebabkan oleh dua faktor internal dari
dalam diri sendiri dan faktor eksternal dari
luar.
Faktor dari dalam diri pembelajar
itu sendiri, dimana mereka belum menge-
tahui atau memahami konsep pembelajaran
komunitas. Sehingga apabila para warga
belajar kurang memahami konsep pembel-
ajaran, maka mereka tidak akan bisa maksi-
mal dalam proses pembelajaran mengem-
bangkan potensi yang ada dalam diri
mereka.
Faktor dari luar diri pembelajar itu
sendiri, yaitu pendamping belajar yang
kurang memberikan perhatian yang lebih
untuk menyemangatinya. Karena secara
psikis jiwa anak masih labil, untuk itu
sebagai pendamping harus selalu memberi-
kan support atau dukungan secara rutin
dalam memberikan semangat belajar kepa-
da warga belajar.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan filosofi pendidikannya
yang digunakan adalah menggunakan filsa-
fat kontruktivisme mengenai pemikiran
belajarnya dengan dihadapkan pada perma-
salah yang berhubungan langsung dengan
Pengelolaan Program Pembelajaran Pendidikan Alternatif Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah ...
Imam Sofwan, Sodiq Azis Kuntoro
61
Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 – Nomor 1, Maret 2014
kehidupan masyarakat sehingga setelah
kembali ke daerah asal atau lingkungannya
tidak kaku atau beradaptasi lagi. Selain itu
dalam filofosi pembelajarannya mengguna-
kan filosofi rekontruktivisme yaitu dalam
pembelajarannya melakukan perbaikan-per-
baikan dalam kesalahan yang telah dilaku-
kan sebelumnya dengan malakukan evaluasi
kehidupannya sesuai dengan target atau
capainnya.
Pengelolaan program pendidikan
melalui pembelajaran dibagi menjadi tiga
bagian yaitu (a) Perencanaan pembelajaran:
yang dirancang oleh untuk bagi komunitas
yang disesuaikan berdasarkan kurikulum
berbasis kebutuhan, (b) Pelaksanaan pem-
belajaran dilakukan seminggu antara lain:
upacara, tawasi, harkes, kumpul kelas, kum-
pul forum, gelar karya, (c) Evaluasi pembel-
ajaran: dilakukan sendiri dengan pengawas-
an temannya sendiri yang berpatokan pada
ide, target, capaian selama seminggu yang
telah dilakukan oleh masing-masing
individu.
Mengenai hasil pembelajarannya da-
pat dilihat yaitu setelah melakukan pembel-
ajaran selama satu semester atau setengah
tahun yang disesuaikan dengan target ma-
sing-masing warga belajar. Adapun hasil
belajarnya berupa produk karya berkaitan
dengan hobby atau bakat dan minat warga
belajar tersebut yang ditampilkan dalam GK
(gelar karya).
Faktor pendukung dan penghambat
dalam pembelajaran dibagi menjadi dua
diantara, faktor internal yaitu memahami
konsep pembelajaran komunitas dan faktor
eksternal yaitu pendamping belajar yang
kurang memberikan perhatian yang lebih
dalam mendampinginya belajar.
Saran
Kepada penyelenggara: perlu adanya
pendampingan yang lebih fokus lagi kepada
masing-masing individual, supaya pembel-
ajarannya benar-benar maksimal dan warga
belajar secara optimal dapat mengembang-
kan potensi dan bakat yang dimilikinya.
Kepada komunitas: perlu adanya
konsep penyadaran kepada warga belajar,
sebelum awal pembelajaran dilakukan, agar
masing-masing individu dalam pembelajar-
an bisa berjalan dan terlaksana dengan lan-
car sesuai dengan 7 prinsip-prinsip dalam
pembelajaran komunitas.
Kepada pemerintah: agar memper-
hatikan pendidikan nonformal, khususnya
komunitas belajar qaryah thayyibah yang
keberadaannya tidak dipandang oleh sebe-
lah mata. Untuk itu perlu adanya pendam-
pingan-pendampingan yang dilakukan agar
pendidikan alternatif seperti ini bisa dilak-
sanakan di setiap daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Dwiningrum, Siti Irine Astuti. (2011).
Desentralisasi dan partisipasi masya-
rakat dalam pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Friere, P. (2000). Pendidikan kaum tertindas.
(Terjemahan Otomo Dananjaya, dkk).
Jakarta: LP3ES. (Buku asli diterbitkan
tahun 1972).
Hasbullah. (1999). Dasar-dasar ilmu pendidik-
an. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Isjoni. (2012). Memajukan bangsa dengan pen-
didikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kamil, Mustofa. (2009). Pendidikan nonformal.
Bandung: Alfabeta.
Kompas. (2007). Kurikulum yang mencer-
daskan visi 2030 dan pendidikan
alternatif. Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara
Mohammad, Ali. (2009). Pendidikan untuk
pembangunan nasional. Bandung: PT
Imperial Bhakti Utama
Prasojo, Lantip D. (2012). Finansial recources
sebagai faktor penentu dalam
implementasi kebijakan pendidikan.
Jurnal Internasinal.
Rifai, Mohamad. (2011). Politik pendidikan
nasional. Yogyakarta: Ar-ruzz Media
Rogers, A. (2005). Non-formal education:
flexible schoolong or participatory
education. New York: Kluwer Aca-
demic Publishers
- Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1 – Nomor 1, Maret 2014
62
Shaleh, Ahmad Nazili. (2011). Pendidikan dan
masyarakat. (Terjamahan Syamsuddin
Asyrofi). Yogyakarta: Sabda Media.
(Judul Buku Asli Al Tarbiyyah wal
Mujtama’).
Sudjana, Djuju.(2000). Manajemen program
pendidikan: untuk pendidikan luar se-
kolah dan pengembangan sumberdaya
manusia. Bandung: Falah Production
____________.(2001). Pendidikan luar seko-
lah, wawasan, sejarah perkembangan,
falsafah, teori pendukung, asas. Ban-
dung: Falah Production
Suharto, Edi. (2010). Membangun masyarakat
memberdayakan rakyat. Bandung: PT
Rafika Aditama.
Zamroni. (2000). Paradigma pendidikan masa
depan. Yogyakarta: Bigraf Publising