ArticlePDF Available

PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH SUMBER AIR PANAS SONGGORITI KOTA BATU BERDASARKAN DATA GEOMAGNETIK

Authors:

Abstract

Telah dilakukan penelitian dengan metode geomagnetik pada tanggal 26 -27 April 2011 di daerah Songgoriti Kota Batu dengan tujuan untuk mengetahui pola Anomali Magnet Total dan struktur geologi bawah permukaan. Setelah dilakukan koreksi data yang meliputi koreksi diurnal dan koreksi IGRF maka didapatkan nilai anomali magnet total serta kontinuasi ke atas dan reduksi ke kutub. Selanjutnya dilakukan interpretasi secara kualitatif dan kuantitatif. Interpretasi kuantitatif dilakukan dengan membaca pola kontur anomali magnet lokal dan reduksi ke kutub, sedangkan interpretasi kualitatif dilakukan dengan membuat penampang 2,5 D pada dua lintasan AB dan CD. Berdasarkan interpretasi kuantitatif pada kontur anomali magnetik lokal didapatkan variasi nilai anomali antara -800 nT-600 nT dengan anomali tinggi terdapat pada arah timur dan barat daerah penelitian, anomali sedang terletak pada daerah tengah penelitian dan anomali rendah terdapat pada sedikit daerah tengah penelitian. Daerah penelitian didominasi anomali magnetik sedang. Berdasarkan interpretasi kualitatif pada model penampang 2,5 D lintasan AB dan CD, didapatkan tujuh body yaitu batuan tufa, batuan tufa, batuan breksi vulkanik, batuan breksi tufaan, batuan lava, batuan basalt, dan batuan andesit. Berdasarkan sifat fisik dari tiap lapisan batuan, diduga batuan sarang dalam sistem geothermal yang berupa sumber air panas di daerah penelitian adalah batuan breksi vulkanik dengan batuan penutup (cap rock) berupa batuan tufa. Kata Kunci : Anomali Magnet, Struktur Geologi, Air Panas.
178
PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN
DAERAH SUMBER AIR PANAS SONGGORITI KOTA
BATU BERDASARKAN DATA GEOMAGNETIK
Oleh:
Dafiqiy Ya’lu Ulin Nuha
1
, Novi Avisena
2
ABSTRAK: Telah dilakukan penelitian dengan metode geomagnetik pada tanggal 26 -27 April 2011
di daerah Songgoriti Kota Batu dengan tujuan untuk mengetahui pola Anomali Magnet Total dan
struktur geologi bawah permukaan.
Setelah dilakukan koreksi data yang meliputi koreksi diurnal dan koreksi IGRF maka didapatkan
nilai anomali magnet total serta kontinuasi ke atas dan reduksi ke kutub. Selanjutnya dilakukan
interpretasi secara kualitatif dan kuantitatif. Interpretasi kuantitatif dilakukan dengan membaca pola
kontur anomali magnet lokal dan reduksi ke kutub, sedangkan interpretasi kualitatif dilakukan dengan
membuat penampang 2,5 D pada dua lintasan AB dan CD.
Berdasarkan interpretasi kuantitatif pada kontur anomali magnetik lokal didapatkan variasi nilai
anomali antara -800 nT-600 nT dengan anomali tinggi terdapat pada arah timur dan barat daerah
penelitian, anomali sedang terletak pada daerah tengah penelitian dan anomali rendah terdapat pada
sedikit daerah tengah penelitian. Daerah penelitian didominasi anomali magnetik sedang.
Berdasarkan interpretasi kualitatif pada model penampang 2,5 D lintasan AB dan CD, didapatkan
tujuh body yaitu batuan tufa, batuan tufa, batuan breksi vulkanik, batuan breksi tufaan, batuan lava,
batuan basalt, dan batuan andesit. Berdasarkan sifat fisik dari tiap lapisan batuan, diduga batuan
sarang dalam sistem geothermal yang berupa sumber air panas di daerah penelitian adalah batuan
breksi vulkanik dengan batuan penutup (cap rock) berupa batuan tufa.
Kata Kunci : Anomali Magnet, Struktur Geologi, Air Panas.
PENDAHULUAN
Posisi kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar
menjadikan wilayah Indonesia memiliki tatanan tektonik yang kompleks. Hai ini ditandai
dengan munculnya rangkaian gunung api sehingga Indonesia dengan segala aktivitas
tektoniknya dijadikan model konseptual pembentukan panas bumi di Indonesia.
Metode geomagnetik merupakan salah satu metode geofisika yang dapat digunakan
untuk survei pendahuluan pada eksplorasi bawah permukaan. Dengan mengetahui struktur
geologi bawah permukaan akan sangat membantu dalam penafsiran struktur dasar dan
patahan yang mungkin dijadikan jalur keluar fluida-fluida panas bumi. Di daerah yang
terdapat potensi panas bumi larutan hidrotermal dapat menimbulkan suatu perubahan sifat
kemagnetan batuan. Adapun salah satu perubahan yang terjadi antara lain turun atau
hilangnya suatu sifat kemagnetan dari bahan (demagnetisasi). Dengan kondisi tersebut,
maka penelitian dengan menggunakan metode magnetik dapat digunakan untuk
melokalisir daerah anomali magnet yang diduga memiliki kaitan dengan manifestasi panas
bumi yang berupa hidrotermal.
1,2
Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maliki Malang
179 Jurnal Neutrino Vol.4, No. 2 April 2012
Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin mengetahui pola sebaran anomali magnet
total di derah Songgoriti dan juga ingin mengetahui struktur geologi bawah permukaan
daerah Songgoriti Kota Batu berdasarkan data geomagnetik.
KAJIAN TEORI
Dasar teori metode geomagnetik adalah Gaya Coulomb:
 
 (1)
Dimana F adalah gaya yang bekerja diantara dua magnet dengan kuat medan magnet
m
1
dan m
2,
µ adalah permeabilitas medium yang melingkupi kedua magnet dan
r adalah
jarak kedua magnet
Metode Magnetik menganut teori medan potensial. Potensial magnetostatik
didefinisikan sebagai tenaga yang diperlukan untuk memindahkan satu satuan kutub
magnet dari titik tak terhingga ke suatu titik tertentu dan dapat dituliskan sebagai
(Telford,1982:65) :

(2)
Potensial dan medan dari anomali magnetik biasanya didefinisikan sebagai
potensial dan medan yang hanya dibangkitkan oleh benda termagnetisasi.
Bila benda magnetik diletakkan dalam medan luar H, kutub-kutub internalnya akan
menyearahkan diri dengan H dan terbentuk suatu medan magnet baru yang besarnya
adalah (Kurniati, 2008: 18):

 (3)
Tingkat suatu benda magnetik untuk mampu dimagnetisasi ditentukan oleh
suseptibilitas kemagnetan (k), yang dituliskan sebagai (Burger,1992:394) :
 (4)
Besaran yang tidak berdimensi ini merupakan parameter dasar yang dipergunakan
dalam metode magnetik. Harga k pada batuan semakin besar apabila dalam batuan
tersebut semakin banyak dijumpai mineral-mineral magnet yang bersifat magnetik.
Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis yang dapat diukur yaitu
arah dan intensitas kemagnetannya. Parameter fisis itu adalah deklinasi magnetik D,
intensitas magnetik horizontal H dan intensitas magnetik vertikal Z.
Gambar 1. Elemen Medan Magnet Bumi
Jurnal Neutrino Vol.4, No. 2 April 2012 180
Dari elemen-elemen ini, semua parameter medan magnet lainnya dapat dihitung.
Deklinasi D adalah sudut antara utara magnetik dengan utara geografis, inklinasi I adalah
sudut antara bidang horizontal dan vektor medan magnetik total F, besar sudut diukur
dalam derajat. Medan Magnet bumi terdiri dari tiga bagian yaitu medan utama, medan
luar, dan anomali medan magnetik. Anomali magnetik merupakan target survei. Adanya
anomali magnetik menyebabkan perubahan dalam medan magnet total bumi dan dapat
dituliskan sebagai:
(5)
Dengan H
T
adalah medan magnet total bumi, H
M
adalah medan magnet utama bumi
dan H
A
adalah medan anomali magnetik.
Daerah Batu dan sekitarnya termasuk dalam pegunungan dan perbukitan vulkanik
berupa perbukitan kuarter. Batuan yang mendominasi daerah ini adalah tuf batu apung, tuf
pasiran, tuf breksi. Batuan Gunungapi Kuarter Tengah (Qpv-kb,r,b) merupakan endapan
piroklastik bersusun andesit dan basal. Batuan Gunungapi Arjuno-Welirang (Qvaw) dan
Batuan Gunungapi Tengger (Qvt), terdiri atas breksi, tufa, lava dan breksi tufaan. Tufa
Malang (Qvtm) dan Tufa Rabano (Qvtr) merupakan endapan yang bahannya dari
gunungapi kuarter disekitarnya, umumnya terdiri dari tufa. Batuan Gunungapi Kuarter
Atas (Batuan Gunungapi Penanggungan/Qvn dan Batuan Gunungapi Panderman/Qvp)
merupakan batuan yang bersusunan andesit (S.Santoso,1986:18-19).
Daerah Songgoriti di dominasi oleh hasil vulkanik dari Gunung Kawi-Panderman
terutama batuan lava andesit dan piroklas dengan beberapa terobosan kubah andesit muda
yang memotong terus ke timur. Daerah Songgoriti Batu berbatasan langsung dengan
batuan basal dan andesit yang lebih tua dari G.Anjasmoro. Bagian timur laut berbatasan
dengan daerah lava panas dan breksi batuan gunung api yang lebih tua yang dihasilkan
oleh Gunung Arjuno-Welirang. Sebuah singkapan lapisan tipis abu vulkanis batu apung
muncul ke permukaan bumi. Sebelah selatan Songgoriti dan sampai utara hamparan
andesit Gunung Anjasmoro yang diyakini mula-mula berasal dari lubang kawah Gunung
Kembar dalam kompleks Gunung Arjuno-Welirang.
Daerah songgoriti memiliki jenis batuan gunung api Penanggungan (Qv-n) dan
batuan gunung api Panderman (Qv-p) di permukaan di dominasi oleh sebaran tufa, breksi
tufaan, aglomerat, lava, breksi vulkanik, dan tanah pelapukan dari breksi gunung api dan
breksi tufaan umumnya lanau pasiran berkerikil dan lempung pasiran.
181 Jurnal Neutrino Vol.4, No. 2 April 2012
Gambar 2. Peta Geologi Daerah Penelitian
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Proses pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 26-27 April 2011 bertempat di
sekitar sumber air panas Songgoriti Kota Batu.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalam Magnetometer jenis PPM, GPS, Kompas,
Peta Geologi, Peta Songgoriti, dan software untuk pengolahan data.
C. Data Penelitian
Data-data yang diambil pada penelitian ini antara lain waktu (jam, menit, detik),
koordinat lintang dan bujur, ketinggian titik ukur, dan data geomagnetik. (medan total,
variasi harian, IGRF).
D. Prosedur Pelaksaan Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian meliputi akuisisi data, pengolahan data, dan
interpretasi data. Proses akuisisi data dilakukan di daerah Songgoriti Batu yang terletak
pada koordinat 7,86412° - 7,86869° LS dan 112,49070°-112,49500° BT. Luas daerah
pengambilan data adalah 300 x 400 meter. Proses pengukuran dilakukan dengan metode
loop
tertutup.
Proses selanjutnya adalah pengolahan data, adalah segala sesuatu proses yang
dilakukan terhadap data lapangan meliputi koreksi-koreksi, konturing dan analisa. Data
medan magnetik total hasil pengukuran masih berbaur antara efek dari dalam dan luar
bumi. Efek medan magnetik dari luar bumi dihilangkan dengan koreksi diurnal. Koreksi
diurnal terhadap data menghasilkan medan magnetik yang hanya berasal dari dalam bumi.
Efek medan magnetik utama dari data pengukuran dihilangkan dengan koreksi IGRF.
Hasil koreksi IGRF berupa data anoali medan magnetik total.
Jurnal Neutrino Vol.4, No. 2 April 2012 182
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengolahan data setelah dilakukan koreksi-koreksi (koreksi diurnal dan koreksi
IGRF) ditunjukkan pada gambar 3:
Gambar 3. Kontur Anomali Magnet Total
Nilai anomali magnetik (gambar 3) daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok anomali, yaitu: anomali magnetik rendah pada skala warna biru sampai
ungu dengan nilai kurang dari 200 nT. Anomali magnetik sedang pada skala warna kuning
sampai hijau dengan nilai 200 nT sampai 700 nT. Anomali magnetik tinggi pada skala
warna kuning tua sampai merah dengan nilai lebih dari 700 nT.
Hasil yang didapatkan setelah dikoreksikan IGRF (anomali magnet total) adalah
gabungan antara anomali regional dan anomali lokal. Sehingga perlu dilakukan pemisahan
antara kedua anomali tersebut, karena untuk proses interpretasi hanya dilakukan untuk
anomali lokal saja. Untuk memisahkan anomali regional dan anomali lokal tersebut maka
perlu dilakukan kontinuasi ke atas. Pada pembahasan ini dilakukan kontinuasi ke atas pada
ketinggian 100 sampai 600 meter di atas permukaan laut. Hasil kontinuasi ke atas dengan
ketinggian 500 meter di atas permukaan laut (gambar 4), anomali regional telah melemah,
karena sudah tidak ada pasangan dipole magnetik yang terbentuk pada kontur anomali
regional.
Gambar 4 Kontur Anomali Regional pada Ketinggian 500 mdpl
183 Jurnal Neutrino Vol.4, No. 2 April 2012
Gambar 5. Kontur Anomali Lokal pada Ketinggian 500 mdpl
Nilai anomali magnetik lokal pada daerah penelitian berada pada kisaran -800 nT
sampai 600 nT. Bervariasinya nilai anomali magnetik lokal tersebut disebabkan oleh
adanya ketidakseragaman material bawah permukaan pada daerah penelitian. Pada
penelitian ini target anomali magnetik yang diharapkan adalah anomali rendah atau sedang
karena berkaitan dengan demagnetisasi batuan akibat panas yang dilepaskan dari suatu
lapangan daerah manifestasi panas bumi.
Nilai anomali magnetik (gambar 5) daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok anomali, yaitu: anomali magnetik rendah pada skala warna hijau tua sampai
biru dengan nilai kurang dari -300 nT ditafsirkan sebagai batuan vulkanik yang telah
mengalami pelapukan tinggi (batuan breksi tufaan dan batuan tufa yang telah lapuk).
Anomali magnetik sedang pada skala warna hijau muda sampai kuning dengan nilai -300
nT sampai 300 nT ditafsirkan sebagai respon batuan vulkanik yang telah mengalami
pelapukan sedang seperti batuan batuan lava dan batuan andesit yang terlapukkan.
Anomali magnetik tinggi pada skala warna kuning tua sampai merah dengan nilai lebih
dari 300 nT ditafsirkan sebagai defleksi dari batuan beku atau batuan vulkanik seperti
batuan lava andesit yang diperkirakan mempunyai hubungan erat dengan batuan intrusi
yang bersifat magnetik sedang sampai tinggi. Berdasarkan tiga kelompok anomali magnet
daerah penelitian didominasi oleh nilai anomali magnetik sedang yang tersebar di tengah
daerah penelitian yang membujur dari utara ke selatan. Sedangkan anomali magnetik
tinggi tersebar pada daerah timur dan barat daerah penelitian yang membujur dari utara ke
selatan dan anomali magnetik rendah terdapat hanya sedikit pada daerah tengah
penelitian.
Pada survei magnetik, inklinasi vektor kemagnetan baik karena pengaruh induksi
ataupun medan dari luar dapat menghasilkan pola dipol pada data magnetik. Oleh karena
itu perlu dilakukan suatu proses transformasi reduksi ke kutub yang dapat
mentransformasikan vektor kemagnetan tersebut sehingga mempunyai arah vertikal
seperti ketika dilakukan pengukuran di kutub. Dengan transformasi reduksi ke kutub ini
diharapkan dapat menghasilkan suatu pola anomali magnetik yang bersifat monopol,
sehingga dapat memudahkan proses interpretasi karena lebih dapat menggambarkan pola
sumber dari anomali magnetik.
Jurnal Neutrino Vol.4, No. 2 April 2012 184
Gambar 6. Kontur Hasil Reduksi ke Kutub
Setelah dilakukan proses reduksi ke kutub didapatkan peta kontur anomali magnetik
yang mengalami penguatan nilai kemagnetannya. Hasil analisa dengan menggunakan
reduksi ke kutub menghasilkan anomali yang sebenarnya mempunyai nilai suseptibilitas
yang rendah. Suseptibilitas yang rendah hanya bisa terjadi jika suatu material magnetik
terpanaskan hingga mencapai temperature Curie suatu batuan. Dengan pemanasan
tersebut, material magnetik dapat mengalami demagnetisasi. Dengan menggabungkan
hasil analisa kontur anomali magnetik lokal dan reduksi ke kutub menunjukkan bahwa
daerah sumber air panas Songgoriti terletak pada anomali magnetik tinggi, sementara
harga anomali magnetik rendah yang menunjukkan zona demagnetisasi hidrotermal
(menurunnya sifat kemagnetan batuan akibat panas) terletak disebelah kanan sumber air
panas yang membujur dari utara ke selatan. Sehingga dapat diperkirakan posisi sumber
panas bumi ada di sebelah kanan (arah timur daerah penelitian) sumber air panas
Songgoriti.
Pemodelan struktur bawah permukaan dilakukan pada dua lintasan irisan
penampang melintang yaitu AB dan CD. Model anomali magnetik lokal pada profil AB
dan CD yang dibuat dengan menggunakan software
Mag2dc
, dimana parameter inputnya
adalah inklinasi, deklinasi dan IGRF (medan magnetik utama bumi). Pada daerah
penelitian ini harga inklinasi dan deklinasi berturut-turut -33,2° dan 1,4° dan harga IGRF
daerah penelitian 44986,3 nT.
Gambar 7. Irisan Penampang Melintang Lintasan AB dan CD
185 Jurnal Neutrino Vol.4, No. 2 April 2012
Lintasan AB melintang mulai dari arah barat hingga ke arah tenggara dengan
melewati sumber air panas Songgoriti dan beberapa anomali positif dan anomali negatif.
Panjang lintasan ini sekitar 409,78597 meter yang terdiri dari 113 titik pengukuran.
Lintasan CD melintang mulai dari arah barat hingga ke arah tenggara dengan melewati
beberapa anomali positif dan anomali negatif. Panjang lintasan ini sekitar 350,85 meter
yang terdiri dari 100 titik pengukuran.
Gambar 8. Model Penampang Anomali Lokal Lintasan AB
Gambar 9. Model Penampang Anomali Lokal Lintasan CD
Penafsiran litologi batuan pada daerah penelitian didasarkan pada data geologi.
Berdasarkan informasi geologi diketahui bahwa daerah penelitian didominasi oleh batuan
hasil erupsi gunungapi kuarter atas yaitu batuan yang dihasilkan oleh erupsi gunungapi
Panderman (Qv-p) dan Penanggungan (Qv-n). di permukaan didominasi oleh sebaran tufa,
breksi tufaan, aglomerat, lava, breksi vulkanik, dan tanah pelapukan dari breksi gunung
api dan breksi tufaan umumnya lanau pasiran berkerikil dan lempung pasiran. Terdapat
tujuh
body
pada pemodelan penampang anomali lokal lintasan AB dan CD.
Pada lapisan pertama dari model lintasan AB diduga merupakan batuan tufa dengan
nilai suseptibilitas 0,0217 (dalam SI). Lapisan kedua diduga sebagai batuan tufa dengan
suseptibilitas 0,0297 (satuan SI) terletak pada kedalaman 12,75 meter. Lapisan ketiga
diduga sebagai batuan breksi vulkanik dengan nilai suseptibilitas 0,0008 (dalam SI)
terletak pada kedalaman 13,9442 meter. Lapisan keempat diduga sebagai batuan breksi
Jurnal Neutrino Vol.4, No. 2 April 2012 186
tufaan dengan nilai suseptibilitas 0,0460 (dalam SI) terletak pada kedalaman 130,6275
meter. Lapisan kelima diduga sebagai batuan lava dengan nilai suseptibilitas 0,0660
(dalam SI). Lapisan keenam diduga sebagai batuan basalt dengan nilai suseptibilitas
0,0843 (dalam SI) terletak pada kedalaman 239,0438 meter. Lapisan ketujuh diduga
sebagai batuan beku andesit dengan nilai suseptibilitas 0.1031 (dalam SI) terletak pada
kedalaman 378,4861 meter. Batuan breksi vulkanik pada lapisan ketiga dengan kedalaman
13,9442 meter ini diduga sebagai batuan sarang, sebagai tempat berkumpulnya fluida (air
meteorik) yang telah terpanaskan oleh batuan pemanas, karena batuan breksi vulkanik
mempunyai sifat kesarangan yang baik. Selanjutnya tufa pada lapisan kedua dengan
kedalaman 12,75 meter diduga sebagai batuan penutup (
cap rock
), karena sifat dari batuan
tufa yang mampat sehingga tidak bisa mengalirkan air atau fluida panas jika tidak ada
suatu patahan.
Pada lapisan pertama dari model lintasan CD diduga merupakan batuan tufa dengan
nilai suseptibilitas 0,0226 (dalam SI). Lapisan kedua diduga sebagai batuan tufa dengan
suseptibilitas 0,0290 (satuan SI) terletak pada kedalaman 1,95 meter. Lapisan ketiga
diduga sebagai batuan breksi vulkanik dengan nilai suseptibilitas 0,0008 (dalam SI)
terletak pada kedalaman 1,19 meter. Lapisan keempat diduga sebagai batuan breksi tufaan
dengan nilai suseptibilitas 0,0437 (dalam SI) terletak pada kedalaman 67,9283 meter.
Lapisan kelima diduga sebagai batuan lava dengan nilai suseptibilitas 0,0627 (dalam SI)
terletak pada kedalaman 157,3705 meter. Lapisan keenam diduga sebagai batuan basalt
dengan nilai suseptibilitas 0,0850 (dalam SI) terletak pada kedalaman 308,3665 meter.
Lapisan ketujuh diduga sebagai batuan andesit dengan nilai suseptibilitas 0.1031 (dalam
SI) terletak pada kedalaman 379,5650 meter.
Pada penelitian ini batuan pemanas pada sistem panas bumi belum bisa dipastikan
apakah berupa kantong magma atau berupa tubuh betuan beku yang besar, namun diduga
kuat batuan tersebut berada pada daerah timur laut penelitian, hal ini didasarkan pada
anomali rendah di daerah tersebut. Untuk memastikan volume serta kepastian apakah
berupa kantong magma atau tubuh batuan beku masih perlu penelitian lebih lanjut,
dengan area penelitian yang lebih luas khususnya ke arah timur dan timur laut. Pada
penelitian ini tidak ditemukan sesar pada daerah penelitian, hal ini selaras dengan
informasi yang terlihat pada peta geologi lembar Kediri, sehingga diduga kenampakan
sistem geothermal yang ada, disebabkan oleh rekahan batuan atau rembesan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian geomagnetik dan hasil interpretasi di daerah Songgoriti
Kota Batu dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pola sebaran anomali magnetik total daerah penelitian dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok anomali, yaitu: anomali magnetik rendah dengan nilai
kurang dari -300 nT ditafsirkan sebagai batuan vulkanik yang telah mengalami
pelapukan tinggi (batuan tufa dan breksi tufaan yang telah lapuk). Anomali
magnetik sedang dengan nilai -300 nT sampai 300 nT ditafsirkan sebagai respon
187 Jurnal Neutrino Vol.4, No. 2 April 2012
batuan vulkanik yang telah mengalami pelapukan sedang seperti batuan batuan
lava dan batuan andesit yang terlapukkan. Anomali dengan nilai lebih dari 300 nT
ditafsirkan sebagai defleksi dari batuan beku atau batuan vulkanik seperti batuan
lava andesit. Berdasarkan tiga kelompok anomali magnet daerah penelitian
didominasi oleh nilai anomali magnet sedang yang tersebar di tengah daerah
penelitian yang membujur dari utara ke selatan.
2. Berdasarkan interpretasi kualitatif pada model penampang lintasan AB dan CD,
didapatkan 7
body
yaitu: batuan tufa, batuan tufa, batuan breksi vulkanik, batuan
breksi tufaaan, batuan lava, batuan basalt, dan batuan andesit. Karena batuan
breksi vulkanik sangat baik dalam kesarangan, maka batuan ini diduga sebagai
batuan sarang fluida yang terpanaskan oleh batuan pemanas, sedangkan batuan
batuan tufa diduga sebagai batuan penutup (
caprock
) dari manifestasi panas bumi
daerah Songgoriti.
DAFTAR PUSTAKA
Blakely, Richard J., 1995.
Potential Theory in Gravity and Magnetic Application
. New
York : Cambridge University Press
Burger, Henry Robert. 1992.
Exploration Geophysics of the Shallow Subsurface
. New
Jersey: Prentice Hall
Kurniati, Asih, Kharisma N., Aulia. 2008.
Buku Panduan Workshop Geofisika
.
Laboratorium Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang
Santoso,S. 1986.
Geologi Lembar Kediri, Jawa
. Bandung: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral
Telford W.M, Geldart L.P., dan Sheriff R.E. 1982.
Applied Geophysics Second Edition
.
New York : Cambridge University Press
... Struktur geologi yang mempengaruhi daerah ini berupa sesar-sesar mendatar di bagian selatan dan sebagian berupa sesar turun akibat dari letusan gunung api. Sesar-sesar inilah yang membawa manisfestasi dari dalam keluar permukaan[7].Penggunaan metode time domain induced polarization pada penelitian ini berdasarkan konsep mengalirkan arus listrik kedalam bumi dan mengamati beda potensial yang terjadi setelah arus listrik dihentikan. Pada saat arus diinjeksikan, ionion dalam pori-pori batuan akan terdistribusi dari posisi stabil menjadi tidak stabil. ...
... (Purwanto dkk, 2016;Utama dkk, 2012) Struktur geologi yang mempengaruhi daerah ini berupa sesar -sesar mendatar di bagian selatan dan sebagian berupa sesar turun akibat dari letusan gunung api. Sesar -sesar inilah yang membawa manisfestasi dari dalam keluar permukaan (Nuha, 2012) Konversi ke Temperatur Data band termal dapat dikonversi dari sensor spectral radiance kedalam sensor temperatur. Sensor temperatur mengasumsikan bahwa permukaan bumi adalah black body (spectral emisivitas 1). ...
... Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai anomali medan magnet setelah dilakukan kontinuasi ke atas berkisar antara 385 nT -470 nT. Hasil pemodelan 2D disajikan pada Gambar 8 beserta dengan keterangannya yang disajikan pada Tabel 1. Tufa [9,10] 2 0,0021 ±25 -±35 Batu Gamping [11] 3 -0,000001 0 -±60 Kalsit [11] 4 -0,0005 ±110 -200 Anhidrit, gipsum, dan atau batu garam [11] 5 -0,014 ±30 -±110 Anhidrit, gipsum, dan atau batu garam [11] 6 -0,069 ±40 -±180 Anhidrit, gipsum, dan atau batu garam [11] Interpretasi dilakukan setelah proses pembuatan model secara 2D dan selanjutnya dilakukan penggabungan model 2D untuk mempermudah interpretasi. Berdasarkan hasil pemodelan 2D yang disajikan Gambar 8 beserta keterangan pada Tabel 1 diketahui bahwa struktur geologi daerah karst yang memiliki sistem sungai bawah tanah memiliki bentuk yang berbeda untuk tiap formasi batuan penyusun. ...
Article
Full-text available
This research was aimed to determine the distribution pattern of magnetic field anomaly and to identify the lithology of underground structure in Bribin Karst using geomagnetic method. Research location was Semanu Sub-district, Gunungkidul Regency at UTM coordinate of 464061 mT-464929 mT and 9111097 mU-9111970 mU. The data were taken using G-5 Proton Precession Magnetometer (PPM) by looping method. The result showed that the distribution pattern of the magnetic field anomaly in Karst Bribin has value of 330 nT - 530 nT and anomaly values reflecting the system of Bribin River has value of 400 nT-460 nT. The lithology of underground structure in Karst Bribin has susceptibility value of -0.069 (in SI) - 0.0661 (in SI) with depth 200 m associated with limestone, tuff, gypsum, rock salt, and minerals calcite and anhydrite and the lithology associated with the system of Bribin River has susceptibility value -0.069 (in SI) associated with gypsum, rock salt, and minerals anhydrite.
... Metode magnetik merupakan metode geofisika yang memanfaatkan sifat kemagnetan bumi [1]. Metode magnetik didasarkan pada pengukuran variasi intensitas medan magnet di permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya variasi distribusi benda termagnetisasi di bawah permukaan bumi yang disebut suseptibilitas magnetik. ...
Article
Full-text available
Telah dilakukan penelitian tentang pemodelan anomali magnetik berbentuk prisma menggunakan metode algoritma genetika. Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan anomali magnetik total dengan pendekatan benda anomali berbentuk prisma dua dimensi. Anomali magnetik total dihitung berdasarkan parameter model berupa posisi prisma pada bidang horizontal (Xo), kedalaman prisma dari permukaan (d), panjang prisma dari permukaan (D), lebar prisma (b), dip ( ), dan suseptibilitas magnetik (k). Pengujian metode algoritma genetika dilakukan terhadap data anomali magnetik total yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan. Dari hasil pemodelan pada data A diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,9870 dengan nilai kesalahan kuadrat rata-rata (RMSE) sebesar 26,9006, sedangkan hasil pemodelan pada data B diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,8590 dengan kesalahan kuadrat rata-rata (RMSE) sebesar 7,4398. Kata Kunci : Anomali Magnetik, Prisma, Algoritma Genetika
Article
Full-text available
This research aims to explain the reasons for choosing andesite igneous rock as building material from Hindu-Buddhist kingdoms. The research method in this article uses four stages of historical research, namely; heuristic techniques, source criticism techniques, interpretation techniques, and historiography techniques. Data sources were collected through primary and secondary data. The four stages of this historical research method together with secondary primary data are then analyzed using a combination of historical geography to obtain an in-depth study. The results of the research illustrate that the use of andesite igneous rock was used for temple buildings, statues, relief sculptures, and writing from Pallawa to Ancient Java. The choice of andesite igneous rock during the Hindu-Buddhist kingdom was based on the quality of the rock. The quality of this andesite rock has high artistic value, gray in color, hard, chemical composition and specific texture that can be carved. The chemical composition is 57% -63% silica content with 6% alkali metal oxide content. The silica content of andesite igneous rock makes this rock material resistant to weathering.
Article
Full-text available
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi panas bumi dan sebaran air panas di sekitar Kelurahan Tobololo dan Kelurahan Sulamadaha, Pulau Ternate bagian utara. Hasil pengukuran magnetik di lapangan haruslah dihitung terlebih dahulu agar bisa mendapatkan anomali magnetik yaitu medan magnet total dikurangi dengan magnet variasi harian, serta dikurangi dengan medan magnet utama bumi(nilai IGRF). Nilai IGRF 40137.7, Nilai medan magnet total yang terbaca pada fluxgate magnetometer sangat bervariasi antara 44907.9 nT s/d 73351.8 nT ,Total koreksi yang didapat setelah medan magnet total dikurangi magnet variasi harian dan dikurangi nilai IGRF. Nilai anomali magnetik yang didapat setelah nilai magnet total dikurangi dengan nilai total koreksi yaitu berkisar antara 4791.7 nT s/d 33235.9 nT. Sebaran suhu airtanah dengan lokasi pengukuran memanjang lebih dari 5 km dan lebar 1 km dari bibir pantai hingga ke arah ketinggian dimana sumur gali atau sumur bor masih ditemukan. Suhu airtanah berkisar 26oC – 35.5 oC. Suhu air tertinggi hanya terdapat di dua titk mata air, yakni di Desa Tobololo dan Desa Sulamadaha. Ini menunjukkan perbedaan suhu hampir pada semua air sumur.Kata Kunci: air panas, gunung api, magnetik.
Conference Paper
Full-text available
In 2012 the Geological Agency of Indonesia discovered 14 new geothermal sites in Indonesia, one of which is in the area Diloniyohu (now Bongongoayu) are included in the administrative area of the District Boliyohuto Gorontalo regency. Preliminary investigation geothermal area with geomagnetic methods used to determine the geothermal prospects. This study aimed to analyze the distribution of magnetic anomalies and determine the geothermal prospects based on the distribution of magnetic anomalies. The magnetic survey carried out by the closed-loop system is the measurement starts and ends at the same point. The number of points is 224 points measuring geomagnetic measuring scattered on the 8 track measuring point. The total length of the measuring point is 5.4 Km. The distance between the measuring point is 25 m and the distance between tracks is 100 m. Value IGRF (International Geomagnetic Reference Field), inclination and declination obtained using NGDC Geomagnetic Calculators. By entering coordinates and elevation study site at NGDC Geomagnetic Calculators values obtained IGRF = 40633.97 nT, value Inclination = -14,75⁰ and declination = 0,79⁰ value. The results of the magnetic survey in the form of cross-section of the magnetic anomaly and magnetic anomaly distribution map. Magnetization area which is indicative of reservoir is characterized by low magnetic anomaly (-400 to -150 nT) to moderate magnetic anomalous zone (-150 to 50 nT), which is at the center of the study area. Comprehensive prospecting area is > 320,000 m2 with a volume of 22.4 million m3 reservoir. Integrated investigations should be carried out to the west which is characterized by a moderate magnetic anomalies klosur opening and expanding research into the area of geothermal manifestations appearing more precisely in the area Talumopatu, District Paguyaman Mootilango and upstream watershed. Keywords: Geothermal, Magnetic, Magnetic Anomali, Bongongoayu
Article
Full-text available
Bongongoayu area is one of the areas in Gorontalo which is a place of geothermal manifestations (hot water pond) with a surface temperature of 43 ⁰C - 59 ⁰C. This research aimed to analyze sections of magnetic anomalies and electrical. The method used is quantitative research methods. Acquitition data was carried out in the field by using Proton Precission Magnetometer and Resistivity meter. The number of magnetic measuring points is 224 points while the number of electrical sounding is 2 points. Measurements of magnetic and electrical section is shown in the form of magnetic anomalies and electrical section. The results showed that the geological structure and litology in the area of Bongongoayu geothermal obtained by the magnetic anomaly sections. Indication of the geological structure and litology in the section of magnetic anomalies obtained by contrasting positive and negative anomalies values (> 300 nT). Negative magnetic anomalies on the L1 – L7 dominate the northwestern part of the track while the southeastern part of the track is dominated by positive magnetic anomalies. Based on the electrical section, the cap rock characterized by low resistivity values (<20 Ωm) and the very low resistivity (20-100 Ωm). Geothermal reservoir is characterized by high resistivity values (> 500 Ωm). Section of magnetic and electrical anomalies indicate that the geological structures (> 300 nT) are trending Northeast - Southwestern is a factor controlling of fluid in Bongongoayu geothermal area, Gorontalo.
Book
The Treatise on Geophysics is a comprehensive and in-depth study of the physics of the Earth and of terrestriallike planets residing both within and outside our solar system. Its breadth and detail of coverage are beyond what any single geophysics text can provide. The first edition of the Treatise on Geophysics was published in 2007, nearly a decade ago. Of course, there is much progress in science in that length of time and the field of geophysics has grown rapidly and developed new lines of inquiry. Accordingly, we have brought the Treatise on Geophysics up-to-date with this second edition. The new edition will continue to provide students and professionals with fundamental and state-of-the-art discussion of all aspects of geophysics. In this new edition, the reader will find updates to all the chapters contained in the first edition and new chapters that discuss topics missing from the first edition. In a few instances, chapters from the first edition have simply been reprinted in order to avoid gaps in coverage. Chapters that emphasized fundamental physics often required little updating. A highlight of the second edition is a new volume on Resources in the Near-Surface Earth. The new volume discusses the role of geophysics in the exploitation and conservation of natural resources and the assessment of degradation of natural systems by pollution. The near surface is a zone where humans and natural systems interact. Understanding the effects of human impacts is a challenge particularly for the long term. © 2015 Elsevier B.V. unless otherwise stated. All rights reserved.
Article
This book bridges the gap between the classic texts on potential theory and modern books on applied geophysics. It begins with Newton's second law of motion and concludes with topics on state-of-the-art interpretations of gravity and magnetic data. The introductory chapters discuss potential theory with emphasis on those aspects particularly important to earth scientists, such as Laplace's equation, Newtonian potential, magnetostatic and electrostatic fields, conduction of heat, and spherical harmonic analysis. Difficult concepts are illustrated with easily visualized examples from steady-state heat flow. Later chapters apply these theoretical concepts specifically to the interpretation of gravity and magnetic anomalies, with emphasis on anomalies caused by crustal and orthospheric sources. The book includes numerous exercises and a variety of computer subroutines written in FORTRAN that provide insight into the underlying theory discussed in the text and provide a reference source with which readers can develop their own computer programs.
Buku Panduan Workshop Geofisika. Laboratorium Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang
  • Kurniati
  • Kharisma N Asih
  • Aulia
Kurniati, Asih, Kharisma N., Aulia. 2008. Buku Panduan Workshop Geofisika. Laboratorium Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang