Available via license: CC BY-NC-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
Ulasan: Konvergensi Regulasi ...
Buletin Pos dan Telekomunikasi Volume 10 No.4 303
ULASAN / REVIEW
Konvergensi Regulasi dan Kelembagaan Struktur
Industri Logistik, Pos, dan Kurir
regulatory convergence and institutional structure in
logistics, postal and courier industry
Oleh : Dhanang Widijawan
Politeknik Pos Indonesia
JL. Sariasih, No. 54, Bandung, Telepon: (022) 2009570
dhan_poltekpos@yahoo.com
Naskah diterima: 3 Juli 2012; Naskah disetujui: 20 Nopember 2012
Abstract— Logistics has basically become a national issue. This is
outlined in blue print Sislognas and get into one of the priorities
in MP3EI. This is because logistics is one of the enterprise value
chain and marketing. In this review paper, the authors comment
on the convergence of regulatory and institutional structure of
the logistics industry, postal and courier in Indonesia. Writing
starts from the expression of the logistics side; six era of logistics
and military logistics management logistics activities and
logistics operators; relationship between the national logistics
system, post, courier, Telematics, and transport; national postal
logistics industry, postal backbone of BUMN, political, logistics
law, postage, and courier, a major global player in the post, and
comments on the synchronization and harmonization of
regulations and institutions of national logistics system, mail, and
courier. In the end, this review will remind completion postal
industry in Indonesia.
Keywords— logistik, postal, Courier, postal convergence, postal
institution
Abstrak— Logistik pada dasarnya telah menjadi isu nasional.
Hal ini dituangkan dalam cetak biru Sislognas dan masuk ke
dalam salah satu prioritas dalam MP3EI. Hal ini dikarenakan
logistik merupakan salah satu rantai nilai dalam perusahaan
dan pemasaran. pada tulisan kali ini, penulis mengulas tentang
konvergensi regulasi dan kelembagaan struktur industri logistik,
pos, dan kurir di Indonesia. Tulisan dimulai dari pemaparan
dari sisi logistik; enam era logistik; logistik militer dan
manajemen logistik; aktivitas dan operator logistik; hubungan
antara sistem logistik nasional, pos, kurir, telematika, dan
transportasi; industri logistik pos nasional, backbone pos bumn,
politik hukum logistik, pos, dan kurir, global major player
dalam pos, dan ulasan tentang sinkronisasi dan harmonisasi
regulasi dan kelembagaan sistem logistik nasional, pos, dan
kurir. Pada akhirnya, ulasan ini mengingatkan akan kesiapan
industri pos di Indonesia.
Kata kunci— logistik, pos, kurir, konvergensi pos, kelembagaan
pos
I. LOGISTIK
Logistik merupakan salah satu sumber keunggulan
bersaing yang signifikan bagi perusahaan (Mentzer 2004).
Dalam model rantai nilai sebagai basis keunggulan bersaing,
Porter mengidentifikasi bahwa aktivitas dasar dalam
pembentukan rantai nilai tersebut adalah logistik dan
pemasaran (Porter, 2008). Salah satu rumusan strategi yang
baik dalam bersaing menurut Porter adalah kemampuan
perusahaan untuk ―menyelaraskan‖ rantai nilai tersebut sesuai
dengan dinamika perubahan kebutuhan konsumen. Ketika
lingkungan bisnis berubah sedemikian cepat akibat kemajuan
teknologi dan pengaruh global, tuntutan konsumen terhadap
produk yang berkualitas dan andal, kecepatan tanggapan
perusahaan, dan keandalan produk semakin tinggi. Daur
hidup produkpun menjadi semakin pendek sehingga
perusahaan harus mengelola rantai pasoknya sedemikian
sehingga mampu merespon kebutuhan pelanggan dengan
cepat seiring dengan dinamika perubahan permintaan
konsumen (Sabath 1998).
Logistik (masih) menjadi isu nasional, mengingat potensi
yang sangat besar namun indeks kinerja logistik Indonesia
memprihatinkan (Arvis 2007). Pemerintah telah menyusun
cetak biru penataan dan pengembangan logistik karena
memang industri logistik ini menjadi salah satu faktor penentu
daya saing bangsa. Cakupan aktivitas logistik terdiri dalam 11
sektor, sebagaimana definisi oleh WTO dan dokumen
ASEAN Roadmap for Logistics Integration yang juga
disepakati Pemerintah Indonesia (Menko-Perekonomian
2008). Kesebelas sektor tersebut dikelompokkan dalam 3
TIER: TIER I berupa Core Freight Logistic Services, TIER II
berupa Related Freight Logistic Services, dan TIER III berupa
Non-Core Freight Logistic Services. Oleh karena itu,
lingkungan bisnis dan persaingan industri logistikpun sangat
kompleks, dari mulai industri transportasi sampai teknologi
informasi penopangnya.
Ulasan: Konvergensi Regulasi ...
Buletin Pos dan Telekomunikasi Volume 10 No.4 304
Seiring dengan kemajuan teknologi telematika, dalam
jangka menengah (periode 2016-2020), Cetak Biru Sislognas
difokuskan pada terbangun dan beroperasinya e-Logistik
Nasional (Inalog) yang terkoneksi dengan Jaringan Logistik
Asean sehingga terwujud konektivitas logistik regional
melalui pembangunan protokol integrasi information
technology (IT) logistik secara nasional dan mengembangkan
paperless system dalam pengelolaan sistem logistik nasional
yang terkoneksi dengan jejaring logistik ASEAN, dan
pengembangan jejaring infrastruktur informasi logistik
nasional dan logistik ASEAN.
1
Selanjutnya, dalam jangka
panjang (periode 2021-2025), infrastruktur teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) diarahkan pada
terintegrasinya e-Logistik Nasional ke dalam jaringan logistik
global sehingga terwujud konektivitas logistik global, melalui
National Business Single Gateway.
II. ENAM ERA LOGISTIK
Pemikiran tentang logistik berkembang dari perspektif
yang fokus pada aktivitas transportasi dalam ekonomi
pertanian sampai pada pandangan bahwa logistik dapat
menjadi salah satu pembeda dan komponen kunci dalam
strategi bisnis, diferensiasi, dan link kepada pelanggan.
Pemahaman logistik itu sendiri mengalami evolusi seiring
dengan perkembangan lingkungan, dari mulai pengertian
distribusi fisik yang menekankan pada biaya dan faktor-faktor
yang mempengaruhi distribusi produk pertanian,
sebagaimana diulas oleh Crowell, sampai pemahaman
bahwa logistik sebagai sebuah sistem mulai perencanaan
sampai implementasi dan kontrol terhadap efisiensi dan
efektivitas aliran dan penyimpanan barang, jasa, dan
informasi terkait dari titik asal sampai titik konsumsi untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan, sebagaimana tertuang dalam
dokumen Council of Logistics Management (John L. Kent,
1997). Kent (1997) merumuskan model kronologi pemikiran
tentang logistik (Gambar 1).
A. Era 1. Farm to Market
Dalam kronologi tersebut, pada awalnya pemikiran logistik
terpaku pada pengangkutan produk dari ladang pertanian ke
titik-titik penjualan. Sampai dengan PD II, ekonomi pertanian
memiliki pengaruh besar dalam pemikiran logistik meski
sebenarnya disiplin ekonomilah yang menjadi referensi dasar
baik dalam pemasaran maupun dalam transportasi. Logistik
juga sangat berorientasi ekonomi, dari disiplin ekonomi itu
sendiri, geografi, ekonomi transportasi, dan sebagainya.
B. Era 2. Segmented Function
Pada era kedua terjadi perpaduan dua sektor; bisnis dan
militer, dimulai pada PD II dan berakhir pada akhir 1950-an.
Kebutuhan militer akan pasukan dan pergerakan pasokan
selama perang nampaknya melahirkan pemikiran tentang
rekayasa transport, distribusi fisik yang efisien, dan
rhocrematics. Cabang pemikiran ini mengarah kepada
rekayasa yang fokus pada logistik.
Dari segi bisnis ada pemikiran bahwa distribusi fisik secara
fungsional merupakan bagian dari pemasaran. Warehousing
1
Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2012 Tentang Cetak Biru Pengembangan
Sistem Logistik Nasional, Bab 5, Huruf B, Angka 2, Implementasi Jangka
Menengah II, Butir d.
dan wholesaling menjadi sebuah disiplin tersendiri, demikian
juga halnya dengan bidang-bidang pengendalian inventori,
penanganan material, dan transportasi. Dalam bidang
transportasi, alur inbound bahan baku dan alur outbound
barang jadi dipandang sebagai fungsi-fungsi yang terpisah.
Pemahaman logistik pada era segmentasi fungsi ini
menekankan pada fungsi distribusi barang secara efisien,
termasuk di dalamnya warehosusing, transpotasi, dan
manajemen persediaan, serta pemahaman tentang layanan
pelanggan.
C. Era 3. Integrated Function
Era ini merupakan masa pemahaman logistik sebagai
integrasi fungsi. Pada awal 1960an, konsep-konsep total cost
dan pendekatan sistem digali, dan istilah ―logistik terintegrasi‖
digunakan dalam bisnis. Ada pergeseran pemahaman logistik,
dari distribusi fisik menjadi sebuah sistem dari aktivitas yang
saling terkait dan tergantung satu sama lain.
Konsep ekonomi industri dominan mewarnai pemahaman
tentang logistik. Kala total cost atau pendekatan sistem
digunakan untuk menganalisis bisnis, kombinasi logis dari
pemahaman logistik era sebelumnya menjadi berkembang.
Konsolidasi manajemen baik untuk transportasi in-bound
maupun out-bound, warehousing, pengendalian persediaan,
dan pengelolaan material menjadi topik bahasan baik dalam
praktek maupun pengajaran.
Council of Logistics Management (CLM) merupakan
organisasi yang memfasilitasi berbagai perkemba-ngan
pemikiran logistik. Koordinasi dan kerjasama antara tiga
kekuatan; profesional, pendidikan, dan CLM merupakan
kunci evolusi pemikiran logistik.
D. Era 4. Customer Focus
Pada awal 1970-an, muncul sebuah perspektif baru dimana
pelanggan menjadi fokus utama perusahaan. Layanan
pelanggan, dimana distribusi fisik menjadi salah satu
komponen, menjadi isu penting dalam era ini.
Pada era ini, manajemen operasi dan riset operasi sangat
menentukan dalam pemikiran logistik. Dalam bahasan yang
lebih luas, pemasaran menjadi penyempurna pemikiran
tentang logistik.
Pada era ini terjadi pegeseran pemahaman tentang logistik,
dari perspektif ekonomi dimana minimasi biaya sebagai titik
sentral pembahasan, menjadi maksimasi profit dan logistik
menjadi salah satu cara untuk penciptaan kepuasan pelanggan.
E. Era 5. Logistics as Differentiator
Pada awal 1980an, logistik mulai dipandang sebagai faktor
pembeda kunci bagi perusahaan. Logistik merupakan
komponen kritis dalam strategi perusahaan. Konsep-
konsep yang berkembang antara lain supply-chain
management, logistics channel management, efisiensi antar
organisasi, environmental logistics, reverse logistics, dan
kepedulian tentang globalisasi. Peran teknologi informasi dan
konsep strategi sangat penting dalam pemikiran logistik pada
era ini.
Permasalahan yang ingin dipecahkan berkaitan dengan
logistik pada era ini adalah bagaimana menghubungkan titik-
titik rantai pasok sedemikian rupa untuk menciptakan nilai
bagi pelanggan sehingga daya saing perusahaan di pasar
Ulasan: Konvergensi Regulasi ...
Buletin Pos dan Telekomunikasi Volume 10 No.4 305
global meningkat. Aspek pemasaran menjadi sesuatu yang
unik dalam pemikiran logistik pada era ini.
F. Era 6. Behavioral and Boundary Spanning
Pemahaman yang lebih dalam tentang isu-isu perilaku
khususnya persepsi pelanggan tentang sistem logistik
perusahaan dan perilaku terkait lainnya menjadi titik utama
pada era ini. Fokus pada kerjasama dan koordinasi antar
fungsi menuntut keterlibatan lintas fungsi yang lebih
mendalam.
Pemikiran logistik menekankan pada upaya bagaimana
mengintegrasikan fungsifungsi dalam rangkaian rantai pasok
untuk membangun ―pengalaman terbaik‖ bagi pelanggan.
Service response logistics merupakan konsep penting untuk
lebih menajamkan peran pelayanan dan logistik sebagai faktor
pembeda bagi perusahaan. Disiplin-disiplin pemasaran,
rekayasa, manajemen operasi dan logistik itu sendiri menjadi
semakin rekat. Konsep-konsep militer bahkan sering
dijadikan pembahasan dalam bisnis.
III. LOGISTIK MILITER DAN MANAJEMEN LOGISTIK
Pada awalnya, istilah logistik memang digunakan dalam
bidang kemiliteran. Pada lingkup ini, logistik didefinisikan
sebagai :
“the science of planning and carrying out the
movement and maintenance of forces.... those aspects of
military operations that deal with the design and
development, acquisition, storage, movement,
distribution, maintenance, evacuation and disposition of
material; movement, evacuation, and hospitalization of
personnel; acquisition of construction, maintenance,
operation and disposition of facilities; and acquisition
of furnishing of services”.
Logistik merupakan ilmu perencanaan dan pelaksanaan
pergerakan dan pemeliharaan dari kekuatan segala aspek
operasi militer yang berhubungan dengan :
1. desain dan pengembangan, akuisisi, penyimpanan,
permindahan, distribusi, pemeliharaan, evakuasi dan
pembagian/penempatan material
2. pergerakan, evakuasi, dan perawatan personel, akuisisi
konsruksi, pemeliharaan, operasi dan penempatan
fasilitas; dan akuisisi dari perlengkapan pelayanan.
2
Sedangkan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, memberikan pengertian logistik sebagai :
“Rangkaian kegiatan persiapan, pengelolaan
(manajemen), dan tindakan, berupa : pengadaan,
perawatan, distribusi, dan penyediaan (untuk
mengganti) perlengkapan (peralatan), perbekalan,
sumber daya manusia, dan transportasi, untuk
memperoleh kondisi terbaik dan menguntungkan”.
3
2
_____, Cetak Biru Penataan Dan Pengembangan Sektor Logistik Indonesia,
Kemenko Perekonomian, 2008, hlm. 6.
3
_____, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta : Balai Pustaka, 2001, hlm. 680.
Rangkaian/rantai kegiatan perpindahan barang, informasi,
dan juga uangnya, secara umum dikenal sebagai supply chain
(rantai suplai). Istilah supply chain berkaitan dengan istilah
demand chain dan value chain yang bersifat koordinasi dan
integrasi dari rangkaian kegiatan suplai (pasokan) mulai dari
pemasok pertama untuk mensuplai kebutuhan konsumen akhir
yang difasilitasi service providers (penyedia jasa).
Evolusi pemikiran tentang logistics menurut Frazelle,
didasarkan pada pengelolaan yang paling efektif dan efisien
atas pendistribusian barang dari produsen sampai ke
konsumen akhir. Evolusi tersebut dinulai dari era-era : (a)
1950-an, workplace logistics, (b) 1960-an, facility logistics, (c)
1970-an, corporate logistics, (d) 1980-an, supply chain
logistics, dan (e) 1990-an, global logistics.
4
Selanjutnya,
Council of Logistics Management (CLM) mendefinisikan
logistik sebagai :
“the process of planning, implementing and controlling
the efficient, cost effective flow and storage of raw
materials in process inventory, finished goods and
related information flow from point of origin to point of
consumption for the purpose to customer
requirement”.
5
Menurut Donald J. Bowersox, David J. Closs, dan M.
Bixby Cooper, logistik melibatkan kombinasi antara
manajemen penawaran, persediaan barang, transportasi, dan
pergudangan, penanganan bahan, dan kemasan, yang
terintegrasi dalam setiap fasilitas jaringan yang bertujuan
untuk mendukung pengadaan, manufaktur, dan operasional
melalui koordinasi fungsi operasional secara terpadu yang
berfokus pada pelayanan konsumen.
Pada konteks yang lebih luas rantai pasokan, sinkronisasi
operasional sangat penting bagi konsumen dan
penyuplai/pemasok secara terintegrasi‖.
6
Manajemen Logistik
berdasarkan Council of Supply Chain Management
Professional (CSCM) adalah :
“Logistik Management is the part of Supply Chain
Management that plans, implements, and controls the
efficient, effective forward and reverse flow and storage
of goods, services and related information between the
point of origin and the point of consumption in order to
meet customers' requirements”.
Manajemen Logistik merupakan bagian dari Manajemen
Rantai Suplai yang merencanakan, menerapkan dan
mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas dari arus dan
penyimpanan barang, jasa dan informasi yang terkait, dari
hulu ke hilir dan sebaliknya, mulai dari titik asal barang
tersebut hingga titik tempat digunakan atau dikonsumsinya
barang tersebut, untuk dapat memenuhi persyaratan dan
permintaan dari pelanggan.‖
7
4
_____, Cetak Biru…, Loc. Cit.
5
Efraim Turban, David King, Jae Lee, Dennis Viehland, Electronic
Commerce …, Loc. Cit..
6
Donald J. Bowersox, David J. Closs, dan M. Bixby Cooper, Supply Chain
Logistics Management, Mc. Graw Hill : Michigan State University, 2007, pg.
22.
7
Idem, hlm. 7
Ulasan: Konvergensi Regulasi ...
Buletin Pos dan Telekomunikasi Volume 10 No.4 306
Pada perkembangannya, konsep SCM diterapkan dalam
lapangan publik (pemerintah, misalnya Badan Urusan
Logistik/Bulog) dan lapangan privat (dunia/pelaku usaha).
Dunia usaha menyepakati bahwa batasan komoditas yang
menjadi obyek dan aktivitas logistik bisnis adalah (pergerakan)
barang dengan menggunakan sarana (alat/fasilitas/pendukung)
dan/atau sistem transportasi, pergudangan, dan distribusi.
World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO)
dalam Central Product Classification (selanjutnya disebut
CPC) menyatakan bahwa bisnis pos dan bisnis kurir termasuk
dalam klasifikasi bisnis logistik.
8
Berdasarkan klasifikasi
WTO/CPC, berbagai negara telah mempraktikkan pembaruan
dan pembauran/keterpaduan (integrasi, konvergensi) dalam
aktivitas-aktivitas jasa pos dan logistik.
TABEL 1. AKTIVITAS DAN OPERATOR INDUSTRI LOGISTIK
Jasa
Operator
WArehousing
Pemilik gudang Warehouse operator
Airfreight
Airline, EMPU, groud handling service,
jasa bongkar muat, Airport operator
Land transportation
Truck owner, truck-cargo operator, cargo
B3, special cargo, jasa bongkar muat,
keamanan perjalanan, sopir dan awak, pool
Railway
transportation
PT. KAI, EMKA, operator gudang KA,
agen bongkar muat stasiun
Sea transportation
Shipping lines (containerized, curah, kargo
B3, kargo khusus), angkutan antarpulau,
EMKL, agen bongkar muat (stevedoring
atau manual), pengelola gudang pelabuhan,
operator pelabuhan, penyedia depo
kontainer, dry port (depo kontainer luar
pelabuhan), penyedia jasa angkutan
kontainer darat, penyedia jasa kontainer
Multimedia services
Jasa ekspres/kurir/integrator, frieght
forwarder/konsolidator, Third party
logistics (3PL) providers
Jasa
penunjang/fasilitator
Bea dan Cukai, Karantina, PPJK, bank, jasa
surveyor
Praktik negara-negara yang mengintegrasikan jasa-jasa Pos
dan logistik, di antaranya, China Post, Czech Post, Deutsche
Post Group, Emirates Post, Hungarian Post Office Ltd., La
Poste-Perancis, Malaysia Post, Norway Post, Österreichische
Post AG-Austria Pos, Pošta Slovenije-Slovenia, Posten
Sverige AB-Swedia, dan Royal TPG Post Belanda.
9
Sejalan dengan itu, Resolusi C 62/2004 Kongres UPU di
Bucharest, pada 2004, tentang kesepakatan UPU dan World
Customs Organization (selanjutnya disebut WCO/ Organisasi
Pabean Sedunia)
10
menyatakan bahwa layanan pos
internasional diselenggarakan dalam kerangka kerja sama
antara Anggota-anggota UPU dan WTO yang merefleksikan
8
_____, Cetak Biru …, Op. Cit., Lampiran IV, Klasifikasi Usaha Logistik
menurut CPC/WTO, hlm. 70.
9
_____, Status and Structures of Postal Administrations, UPU, International
Bureau, 2006.
10
_____, Memorandum of Understanding Between The World Customs
Organization (WCO), and The UPU, CEP 2008.1-Doc 10g.Annexe 1, 5 July
2007.
kewajiban-kewajiban UPU sesuai dengan jadwal General
Agreement on Trade in Services (GATS).
11
Berdasarkan Pedoman, Kesepakatan-kesepakatan
Masyarakat Internasional (UPU, WTO, dan WCO),
keterpaduan (integrasi, konvergensi) aplikasi kemajuan-
kemajuan teknologi (telematika, transportasi, dan sistem
pembayaran online), praktik negara-negara, dan kebutuhan
masyarakat, pelaku usaha pos telah menerapkan e-logistics
12
sebagai pengembangan dari bisnis logistik konvensional
(paper based, manual).
13
IV. AKTIVITAS DAN OPERATOR INDUSTRI LOGISTIK
Dalam praktek, aktivitas logistik beserta operatornya
memang selalu relevan dengan aktivitas pemindahan barang
beserta informasi dan jasa yang menyertainya. Aktivitas
tersebut dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori
sebagaimana pada Tabel 1.
Untuk Indonesia, operator lokal sebagian besar bermain di
area basic logistics, sementara operator MNC mulai
mengenalkan konsep 3PL (third party logistics) dan memiliki
posisi bisnis yang lebih kuat.
Logistik yang baik memberikan manfaat besar bagi suatu
negara dalam era global (Arvis, 2007). Negara dengan sistem
logistik yang baik akan memiliki integrasi rantai nilai global
dan memberikan daya tarik untuk investor asing.
Perdagangan dan investasi asing merupakan kunci untuk
kanal penyerapan pengetahuan asing, kinerja logistik yang
buruk menghambat akses teknologi dan pengetahuan baru,
yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan produktivitas
nasional. Sebaliknya, meningkatnya perdagangan akan
menciptakan permintaan terhadap sistem logistik yang baik,
menjadi penekan reformasi dan modernisasi layanan.
V. HUBUNGAN ANTARA SISTEM LOGISTIK NASIONAL, POS,
KURIR, TELEMATIKA, DAN TRANSPORTASI
Pengembangan Sistem Logistik Nasional (SLN) mengacu
pada visi logistik Indonesia 2025 sebagai “locally integrated,
globally connected”, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar
11
_____, GATS 2000 : Postal/Courier Services, Council for Trade in
Services Special Session, Communication From The European Communities
And Their Member States, WTO, S/CSS/W/61, 23 March 2001, pg. 2.
12
E-Logistic terdiri dari fitur-fitur : barcode, electronic data interchange
(EDI), image proccesing, satelitte tracking, dan radio frequency indetification
(RFID), yang akan membantu sistem informasi pada perusahaan jasa
pengiriman, seperti : perencanaan, kontrol dalam pengerjaan pengiriman, dan
laporan secara tepat, cepat dan akurat (http://nasional.kompas.com/, ―PT
Telkom Rangkul Perusahaan Jasa Pengiriman Dengan E-Logistic‖ (diakses
09/10/10). Secara praktis, penggunaan istilah E-Logistic mencakup layanan-
layanan tracking dan portal bagi perusahaan kurir berskala kecil dan
menengah. Layanan ini dapat memenuhi demand pasar yang tinggi terhadap
sistem otomasi sehingga menunjang bisnis Logistic/Courier
(http://www.lintasarta.net/, diakses 10/10/10). Definisi E-logistics :
pergerakan yang sarat otomasi dari barang, dana, dan informasi, mulai dari
pemasok bahan baku dan produsen barang hingga ke pelanggan sepanjang
mata rantai pasokan. Logistik tradisional memfokuskan diri pada aset fisik
(gudang, layanan transportasi, dokumentasi ekspor, dan perijinan beacukai)
(http://www.ebizzasia.com/, ―Dari Logistik Ke E-logistics,‖ Vol. I No. 05-
Maret 2003 (diakses 10/10/10). Media Indonesia, ―Usaha Logistik Lokal,
Bertaraf Global‖, 31 Maret 2010, hlm. 22.
13
Perbedaan secara rinci antara transaksi elektronik dan transaksi manual,
lebih lanjut mohon dapat dilihat pada Al. Wisnubroto, Strategi
Penanggulangan …, Op. Cit., hlm. 111.
Ulasan: Konvergensi Regulasi ...
Buletin Pos dan Telekomunikasi Volume 10 No.4 307
2. Visi Logistik Indonesia 2025 mengarah pada beberapa
tujuan :
1. Memperbaiki sistem distribusi domestik sehingga
setiap simpul ekonomi di semua daerah bias terhubung
dan menjadikan logistik domestik Indonesia
terintegrasi.
2. Mendukung ekspor dengan mempermudah aliran
barang dari sentra produksi sampai ke pelabuhan dan
terhubung dengan jaringan internasional.
3. Prioritas pembangunan infrastruktur berdasarkan moda
transportasi dan geografi yang akan memberi dampak
ekonomi terbesar secara jangka panjang.
4. Memberi arahan yang jelas pada setiap departemen,
pemakai jasa logistik dan penyedia jasa logistik, agar
terjadi sinkronisasi dalam membangun sistem logistik
nasional.
5. Menurunkan biaya logistik nasional, meningkatkan
kecepatan pergerakan barang di n Indonesia dan
meningkatkan daya saing nasional dalam pasar global.
Sistem Logistik Nasional (SLN) berfondasikan pada pilar
sebagaimana dapat dilhat pada Gambar 1. Pilar pada Gambar
3 menggambarkan bahwa visi dan tujuan logistik Indonesia
dapat terwujud apabila terdapat hukum dan regulasi yang
kondusif, infrastruktur yang memadai, ketersediaan SDM
profesional logistik, dukungan teknologi informasi, dan
penyedia jasa logistik kelas dunia sehingga akan mendorong
terwujudnya komoditas-komoditas unggulan yang akan
mendongkrak daya saing bangsa.
Gambar 1. Pilar Sistem Logistik Nasional (Sln)
VI. INDUSTRI LOGISTIK POS NASIONAL
UU No. 38 Tahun 2009 Tentang Pos melegalkan
keleluasaan industri pos untuk ―bermain‖ pada banyak area
bisnis. Bagaimana tidak, hampir seluruh aspek kehidupan
manusia (komunikasi, pergerakan barang, layanan transaksi
keuangan, dan bisnis berbasis kemitraan dengan pihak lain.
Secara alamiah, aktivitas pos tumbuh seiring dengan
perkembangan peradaban manusia, dan pada dasarnya bisnis
pos adalah bisnis logistik . Kebutuhan manusia untuk
berkomunikasi dan bertransaksi adalah arena dimana
industri pos terlibat. Industri pos beririsan atau menjadi
bagian dari berbagai industri, yang tentu saja menuntut
berbagai konsekuensi yang berbeda.
Gambar 2. E-Logistics : Derivasi E-Post (Sumber: ___, Guide to Posatal
Reform Module I-Foundation for Reform, UPU, International Bureau, Edition
October 2004, pg.8)
Mengacu pada referensi berbagai dokumen UPU,
keberadaan industri pos dan lingkungannya, dapat dilihat pada
Gambar 2 dan Gambar 3, dimana terlihat betapa luasnya
cakupan bisnis pos, dan tentu saja kompleksitas
persaingannyapun sangat besar. Setiap lini layanan
(komunikasi, logistik, transaksi keuangan, dan layanan pihak
ketiga berbasis fee) memiliki segmen pelanggan, lingkungan,
bisnis, aspek legal, dan struktur persaingan yang sangat
beragam. Menurut Ketentuan-ketentuan UPU, Bisnis Pos,
pada dasarnya meliputi pula bisnis logistik. Kolaborasi antar
operator pos sesungguhnya merupakan sebuah rangkaian
rantai pasok yang bisa sangat berdaya. Logistik terintegrasi
juga sudah diakui dalam Konvensi UPU.
Gambar 3. Logistics : Mengintegrasikan Bisnis Pos (Sumber: ___, Guide to
Posatal Reform Module I-Foundation for Reform, UPU, International Bureau,
Edition October 2004, pg.29)
Namun demikian, Industri Pos adalah satu-satunya pelaku
dalam industri logistik yang tidak bernaung di bawah
Departemen Perhubungan, sementara secara alamiah aktivitas
logistik sangat lekat dengan permasalahan transportasi yang
pembinaannya ada di bawah departemen tersebut.
VII. BACKBONE POS BUMN
Secara legal, pemerintah memberikan ruang gerak yang
sangat strategis bagi industri pos untuk menerjuni industri
logistik. Ini dapat dicermati dalam Peraturan Presiden No. 7
Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 yang secara tegas
menyatakan peningkatan kinerja perposan nasional melalui
peran BUMN Pos sebagai penyelenggara (backbone)
infrastruktur logistik nasional dan sistem pembayaran
nasional. Hal ini didasarkan pada infrastruktur Pos BUMN
yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara, sebagaimana
dapat dilihat pada Tabel 1, Gambar 4, dan Gambar 5.
Ulasan: Konvergensi Regulasi ...
Buletin Pos dan Telekomunikasi Volume 10 No.4 308
TABLE 1. FASILITAS FISIK PELAYANAN POS BUMN
No
Jenis FFP
Jumlah
1
Kantor Pos Pemeriksa
206
2
Kantor Pos Cabang Dalam Kota
768
3
Kantor Pos Cabang Luar Kota
2.627
4
Sentral Pengolahan Pos (berdiri
sendiri: MPC/SPP)
7
5
Sentral Giro Layanan Keuangan
(SGLK)
1
6
Kantor Tukar Pos Udara
1
7
Kantor Tukar Pos Laut
1
8
Kantor Filateli
1
9
Museum Pos
1
JUMLAH
3.613
Sumber: PT Pos Indonesia (Persero)
Oleh karena itu, menjadi pilihan terbaik untuk melakukan
layanan terpadu (konvergensi) seluruh jenis layanan dalam
satu platform), misal e-commerce dan model backbone
(mail consolidator). E-commerce menggabungkan keempat
jenis layanan dalam industri pos, komunikasi, logistik, dan
keuangan serta layanan pihak ketiga dan pada akhirnya
akan meningkatkan skala ekonomis bukan hanya delivery
tetapi operasi pos secara keseluruhan.
Gambar 4. Jaringan Operasional Pos Bumn (Sumber : Pt Pos Indonesia
(Persero))
Layanan ini telah dikembangkan oleh Singapore Post
(www.singpost.com), Korea Post, China Post, Australia Post,
dan juga USPS. Indonesia, dengan keragaman kekayaannya,
sangat potensial untuk mengembangkan Konvergensi Industri
Logistik, Pos, dan Kurir, sebagaimana diakomodir oleh UU
No. 38 Tahun 2009 Tentang Pos. Akomodasi dalam UU No.
38 Tahun 2009 Tentang Pos, di antaranya, adalah Model
backbone melalui pemanfaatan kapasitas operasi
penyelenggaa pos oleh perusahaan pos yang lain. Hal ini
sebenarnya sejalan dengan tujuan Perpres No. 7 Tahun 2005,
yang secara makro akan mendorong terwujudnya efisiensi
sistem distribusi nasional. Apalagi ditunjang dengan adanya
pasal tentang interkoneksi dalam salah satu pasal di UU No.
38 Tahun 2009 Tentang Pos.
Gambar 5. Jaringan PT. Pos Indonesia sebagai BUMN bidang Pos (Sumber :
PT Pos Indonesia (Persero))
Penguasaan sistem transportasi, keterhubungan antar titik
layanan, keandalan teknologi informasi, dan SDM yang
kompeten menjadi prasyarat untuk mewujudkan baik e-
commerce maupun konsep backbone.
VIII. POLITIK HUKUM LOGISTIK, POS, DAN KURIR
Undang-Undang No. 38 Tahun 2009 tentang Pos (UU Pos)
yang menggantikan UU Pos sebelumnya (UU No. 6 Tahun
1984), merupakan politik hukum yang merefleksikan produk
hukum dengan tujuan : ketertiban, kepastian, dan
kemanfaatan (keadilan) bagi pelaku usaha di bidang Pos
(Definisi Pos dan Pelaku Usaha Pos yang meliputi BUMN,
BUMD, Swasta, dan Koperasi (Pasal 1 angka 1 juncto Pasal 4
UU Pos No. 38/09 ).
UU Pos 38/09, memuat nilai keberlakuan jangka panjang
yang future oriented sebagaimana dicita-citakan (ius
constituendum) tanpa harus mengorbankan tujuan utama
penegakan hukum di bidang penyelenggaraan industri kurir,
Pos, dan logistik. UU Pos 38/09 merupakan ―anak zaman‖
baik karena kebutuhan perekonomian nasional maupun
perdagangan global.
Kebutuhan ini bertitik tolak dari 2 sudut pandang yang
berbeda. Sudut pandang normatif (Pasal 33 UUD 45
Amandemen) menyatakan bahwa perekonomian nasional
dikelola berdasarkan prinsip-prinsip ―efisiensi-berkeadilan.‖
Sedangkan sudut pandang pragmatis (business as usual)
menyatakan bahwa pelaku usaha memiliki kebebasan untuk
mengadakan perjanjian (asas kebebasan berkontrak) apa saja
(nama, bentuk, dan isi kontrak). Termasuk, kontrak-kontrak
bisnis di bidang Logistik, Pos, dan Kurir.
Pada dasarnya, politik hukum mencakup proses pembuatan
dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan ke
arah mana hukum (bisnis kurir, Pos, dan logistik) akan
dibangun, dikembangkan, dan ditegakkan. Abdul Hakim
Garuda Nusantara, sebagaimana dikutip Moh. Mahfud MD,
berpendapat bahwa politik hukum adalah legal policy yang
akan atau telah dilaksanakan. Legal Policy meliputi :
1. Pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan
pembaruan terhadap materi-materi hukum agar dapat
sesuai dengan kebutuhan.
Ulasan: Konvergensi Regulasi ...
Buletin Pos dan Telekomunikasi Volume 10 No.4 309
2. Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk
penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak
hukum.
Legal Policy yang yang future oriented (ius constituendum)
memuat enam (6) sifat, yaitu :
1. Menyempurnakan Hukum Positif yang berlaku (ius
constitutum) karena adanya kekosongan hukum.
2. Menyehatkan cacat-cacat yuridis setelah
diadakannya judicial review atas dasar asas taat asas
(mengacu pada konsep struktur piramidis Hans Kelsen
tentang norma derajat tinggi (superior norm) dan derajat
bawah (inferior norm).
3. Sebagai rechtsvinding (penemuan hukum), untuk
mengakomodasi nilai-nilai yang berkembang dalam
masyarakat sekaligus dalam infrastruktur hukum, serta
memperkuat nilai-nilai nasionalisme.
4. Untuk mendapat dukungan pendapat umum.
5. Merefleksikan kemajuan iptek, kultur, religi, humaniora,
dan kompetisi masyarakat terbuka.
IX. POS : INFRASTRUKTUR LOGISTIK NASIONAL
Pada lintasan sejarah, BUMN Pos Indonesia mengemban
amanat UPU (Universal Postal Union, Perhimpunan Pos Se-
Dunia). Amanat ini, dapat dikatakan sebagai ―historical
right― berupa hak eksklusif (reserved service, jasa yang
khusus diperuntukkan) dalam penyelenggaraan layanan surat,
kartuPos, dan warkatPos. ―Monopoli Pos" ini, berlangsung
sejak zaman Hindia Belanda (tahun 1863), yang juga
tercantum dalam UU Pos No. 4/1959.
Reserved service, kini, memiliki impact berkaitan dengan
pembiayaan USO (Universal Service Obligation) atau PSO
(Public Serivice Obligation). Hingga kini, penyelenggaraan
PSO Pos yang seharusnya dibiayai negara, belum didasarkan
pada metode perhitungan yang dianggap ―pas‖ oleh para
stakeholder (Pasal 15-17 UU Pos No. 38/09).
Digantinya UU Pos No. 4/1959 menjadi UU Pos No.
6/1984, memberi peluang bagi swasta penyelenggara pos non
BUMN untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan jasa Pos,
meski untuk jenis kiriman tertentu dengan berat tertentu
(KepMen ParPostel No. KM 38/PT.102/MPPT-94).
Pemberlakuan UU Anti Monopoli No. 5/1999 lebih
meleluasakan peran swasta (Perjastip). UU Anti Monopoli
ditujukan agar tidak terjadi pemusatan kekuatan ekonomi
pada pelaku usaha tertentu. Selain tujuan tersebut, UU Anti
Monopoli mengacu pada kesepakatan komunitas (perjanjian)
internasional.
Pada produk hukum yang lebih implementatif, peran
swasta kembali memperoleh legitimasi melalui PerMenHub
No. KM 5/05 tentang Perjastip. Permenhub tersebut
menyatakan bahwa pelaku usaha jasa titipan dapat menerima,
membawa, dan/atau menyampaikan paket, uang, dan surat
Pos jenis tertentu dalam bentuk barang cetakan, surat kabar,
sekogram, bungkusan kecil dari pengirim kepada penerima
dengan memungut biaya.
Peran para pelaku usaha Pos (BUMN, BUMD, Swasta, dan
Koperasi) diharapkan dapat memperluas jaringan pos
(interkoneksi dan kerja sama : Pasal 1 Angka 5, Pasal 11-14
UU Pos No. 38/09) sehingga dapat meningkatkan kualitas dan
kuantitas layanan pos kepada konsumen, yang bermuara pada
profitabilitas dan benefitas bagi stakeholder. Dengan
demikian, para pelaku usaha Pos, memikul tanggung jawab
yang sama dalam penyelenggaraan pos, termasuk kewajiban
untuk menyediakan layanan PSO yang menjangkau di seluruh
wilayah NKRI.
Tanggung jawab bersama, dapat diwujudkan melalui
pengembangan pola kerja sama yang sinergis, sehingga
tercipta inovasi-inovasi metode penyelenggaraan sistem pos
nasional atas dasar efisien-berkeadilan dan efektivitas biaya.
Bentuk-bentuk sinergitas, antara lain, kerjasama di bidang
operasional (collecting, processing, transporting, dan
delivery), di bidang aplikasi teknologi (track & trace), dan di
bidang franchising.
Pesatnya kemajuan iptek dan kompetisi yang semakin ketat
di era pasar global, menuntut integrasi layanan Pos. Oleh
karena itu, Pasal 1 angka 1 UU Pos 38/09 menyebutkan
bahwa Pos merupakan ‖layanan komunikasi tertulis dan/atau
surat elektronik, layanan paket, layanan logistik, layanan
transaksi keuangan, dan layanan keagenan Pos untuk
kepentingan umum‖ yang diselenggarakan oleh ‖badan usaha
yang berbadan hukum Indonesia‖.
Selain itu, business content, yang selama ini ‖hangat‖
diperbincangkan dalam berbagai forum nasional telah
memperoleh ‖legitimasi‖ dalam UU Pos No. 38/09. Business
content tersebut adalah terminologi ‖logistik‖ (Pasal 1 Angka
1 dan Angka 8, Pasal 3 Huruf c, dan Pasal 5 ayat (1) Huruf c),
meski masih ‖membatasi diri‖ dengan terminologi ‖Logistik
Pos‖.
Penjelasan Pasal 5 ayat 1 huruf c menyebutkan bahwa
layanan logistik merupakan ―kegiatan perencanaan,
penanganan, dan pengendalian terhadap pengiriman dan
penyimpanan barang, termasuk informasi, jasa pengurusan,
dan administrasi terkait yang dilaksanakan oleh
Penyelenggara Pos,‖ dimana dalam Pasal 4 ayat 1, dirinci
bahwa Penyelenggara Pos terdiri dari :
1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
3. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS)
4. Koperasi.
Dalam paktik, dari aspek interpretasi yuridis, dan
kecenderungan konvergensi berbagai produk layanan berbasis
IT yang diprakarsai (Central Product Classification
numbers)/CPC-WTO dan UPU, ―terminologi aktivitas
layanan logistik‖ yang diintrodusir oleh UU Pos No. 38/09,
mempertegas terbukanya peluang bagi sinergitas (kerja sama)
produk layanan berbasis infrastruktur Pos dalam rangka
terwujudnya ―Pos sebagai infrastruktur logistik nasional‖.
Sebagaimana amanat RPJMN (Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional) 2004-2009 dan RPJPN
(Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) 2005-
2025, ―Pos sebagai infrastruktur logistik nasional‖
diselenggarakan dengan merujuk pada basis transportasi
nasional (multi moda) yang dapat menstimulir sekaligus
mengakselerasi terciptanya daya saing (ekonomi).
Konvergensi dan sinergitas global antara layanan Logistik,
Pos, dan Kurir, secara gradual (bertahap) namun sustain
(terus-menerus), otomatis akan semakin memperluas ruang
bagi penyediaan jasa layanan Logistik, Pos, dan Kurir, yang
telah terjadi selama ini. Dalam kontrak internasional, praktik-
praktik semacam ini dinamakan sebagai Lex Mercatoria, yaitu
kontrak yang dibuat oleh para pedagang untuk memenuhi
kebutuhan praktis, termasuk dalam menentukan bentuk, nama,
dan isi kontrak.
Ulasan: Konvergensi Regulasi ...
Buletin Pos dan Telekomunikasi Volume 10 No.4 310
Lex Mercatoria merupakan lembaga hukum yang tumbuh
karena kebutuhan di antara para pedagang yang dituangkan
dalam berbagai bentuk kesepakatan. Hannu Honka
menggambarkan bahwa :
“Lex Mercatoria does not derive its authority from formal
legislative activities, such as convention, but rather from
acceptance of the need for a basic international order in
contract law. It includes general principles of contract
law.” (Huala Adolf, 2006).
Berbagai kontrak yang lazim dalam Lex Mercatoria, erat
kaitannya dengan penyediaan jasa pengangkutan barang
(komoditas/dagang) melalui laut, darat, sungai
(perairan/ASDP) dan udara (Huala Adolf, 2006).
Analogi Lex Mercatoria berkaitan dengan konvergensi dan
sinergi produk layanan Pos, kurir, dan logistik, tampaknya
telah dijelmakan oleh lebih dari 10 Operator Pos (Negara-
negara Anggota UPU) yang telah mengadopsi dan
mempraktekkan aktivitas-aktivitas Pos (+ kurir) dan logistik
(International Bureau-UPU, Bern, 2006) (UPU, 2006) yaitu:
China Post, Malaysia Post, Czech Post, Norway Post,
Deutsche Post Group, Ostteichische ost AG-Austria, Emirates
Post, Posta Slovenije-Slovenia, Hungarian Post Office Ltd.,
Posten Sverige AB-Swedia, La Poste-Perancis dan Royal
TPG Post Belanda.
Konvergensi dan sinergitas antara Layanan Logistik, Pos,
dan Kurir, pada dasarnya menunjukkan karakteristik yang
sama tentang bagaimana proses lalu lintas kiriman (informasi,
keuangan, dan barang) berlangsung, yang meliputi kegiatan-
kegiatan :
1. Pengumpulan (collecting)
2. Pengolahan (handling)
3. Pergudangan (warehousing)
4. Pengangkutan (transporting)
5. Pengantaran kiriman (delivering)
6. Pengurusan/penyelesaian dokumen (customs /
kepabeanan).
Uni Pos Sedunia (UPU) merumuskan layanan logistik
sebagai:
"These are integrated solutions for large customers who
need to ship terns by mail, involving a value-added chain
ranging from the transporting of items between
subsidiaries of the same customer or between a customer
and its market to storage and automatic provisioning
("store and forward") services".
Rumusan ini menyiratkan adanya progresivitas dalam
mengantisipasi lingkungan global yang sarat kompetisi
melalui reformasi ruang lingkup paket menjadi logistik.
Mendorong anggota UPU untuk senantiasa mereformasi
berbagai layanan (per) Pos (an) lainnya, yaitu layanan surat
(tradisional, fisik) menjadi layanan surat hibrida (elektronik),
layanan keuangan menjadi layanan bank Pos, dan layanan
intemasional menjadi global enterprises. Progresivitas
konstruktif tersebut, serta merta mensyaratkan akselerasi
transformasi penyelenggaraan Pos nasional sebagaimana
dianjurkan dalam Guide to Postal Reform and Developmenf
(Universal Postal Union-International Bireau Edition
October 2004, juncto Konggres UPU ke-22, di Beijing, 1999
(Beijing Postal Strategy/BPS).
Keputusan strategis BPS merekomendasikan pentingnya :
1. Pelayanan Pos secara universal.
2. Kualitas pelayanan dalam jaringan Pos ternasional.
3. Kemampuan ekonomi dalam ringan Pos internasional.
4. Pasar dan produk Pos.
5. Reformasi dan pengembangan Pos.
6. Kerjasama dan interaksi di antara para pemegang
saham.
Dibandingkan dengan Washington General Action Ian
(WGAP) sebagai hasil Konggres UPU ke20 tahun 1989 di
Washington, BPS jauh lebih maju. Sebelumnya, WGAP telah
menitikberatkan pada pengetahuan tentang pasar, stategi
bisnis, kualitas layanan, strategi operasional, kemandirian
manajemen dan sumber daya manusia.
Apabila dibandingkan dengan Seoul Postal Strategy (SPS)
sebagai hasil Konggres UPU ke-1 tahun 1994 di Seoul, BPS
tampak lebih maju, meskipun SPS telah menekankan pada
kebutuhan pelanggan, strategi bisnis, kualitas pelayanan,
peningkatan operasional, kemandirian manajemen,
pembangunan, dan sumber daya manusia.
Berbagai kemajuan yang ingin dicapai dalam Beijing
Postal Strategy/BPS (1999), direspon pemerintah secara
proporsional. Pada tahun 2008, pemerintah meratifikasi
beberapa Konvensi UPU beserta Final Protocol Konvensi
sebagai hasil Kongres UPU ke-23, di Bucharest, Rumania, 5
Oktober 2004. Ratifikasi tersebut, disahkan dalam peraturan
perundang-undangan nasional, yaitu :
1. Perpres No. 39 Tahun 2008 tentang Pengesahan
Universal Postal Convention beserta Final Protocol,
disertai lampiran naskah asli dalam bahasa Inggris dan
salinannya dalam bahasa Indonesia.
2. Perpres No. 40 Tahun 2008 tentang Pengesahan
Peraturan Umum Perhimpunan Pos Sedunia. Pengaturan
juga meliputi apabila terjadi perbedaan penafsiran,
disertai lampiran berupa naskah dalam bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris.
3. Perpres No. 41 Tahun 2008 tentang Pengesahan Postal
Payment Services Agreement (Persetujuan Layanan
Pembayaran Pos), disertai lampiran naskah asli dalam
Bahasa Perancis beserta terjemahannya dalam bahasa
Inggris dan Bahasa Indonesia.
Ketiga Perpres ini berlaku sejak 19 Juni 2008.
X. GLOBAL MAJOR PLAYER
Urgensi reformasi yang digaungkan UPU, didasarkan pada
kenyataan bahwa bisnis logistik, bisnis Pos, dan bisnis kurir,
membutuhkan perhatian yang lebih luas, holistik, cermat, dan
arif. Praktik-praktik usaha di bidang logistik, Pos, dan kurir,
selain menawarkan berbagai peluang juga setumpuk
kekhawatiran.
Terungkap bahwa meski belum genap sepuluh tahun
industri jasa logistik diperkenalkan tahun 1995 di Indonesia,
jumlah pelaku usaha penyedia jasa pelayanan yang relatif
masih muda ini telah ‖mbludak‖. Tidak mengherankan,
investor kecil dan besar melirik, karena memiliki potensi yang
sangat menggiurkan, yaitu sekitar 1 miliar dollar AS. Angka
tersebut adalah biaya per tahun yang dikeluarkan untuk jasa
transportasi, pergudangan, manajemen pergudangan, dan
asistensi kemudahan pergerakan cepat produk pabrik ke
Ulasan: Konvergensi Regulasi ...
Buletin Pos dan Telekomunikasi Volume 10 No.4 311
konsumen. Industri jasa ekspres yang mulai menjamur sejak
70-an yang kemudian menjadi primadona bisnis sektor ini,
dalam sekejap disalip. Mengubah tatanan bisnis ini dengan
perbandingannya menjadi 1 : 5.
Logistik telah menjadi tren global dengan munculnya
global forwarder. Itupun tidak terlalu mengejutkan, karena
estimasi potensi industri jasa ekspres negeri khatulistiwa ini
berkisar angka 100 juta, sementara industri jasa logistik 800
juta sampai 1 miliar dollar AS. Data menunjukkan, di bandar
udara Soekarno-Hatta tercatat 402 perusahaan yang bernaung
di bawah Gafeksi dan 80 persen pergerakan barang atau kargo
ditangani oleh perusahaan freight forwarder. Dengan
kecenderungan kuat negara-negara maju, membuat barang
jadi dimanufaktur di luar negaranya, kemudian arus
globalisasi menjadikan pasar menjadi tanpa batas, mendorong
perusahaan jasa logistik-ekspres raksasa untuk mengakuisisi
perusahaan besar lainnya. Sebagai contoh adalah, Deutsche
Post membeli DHL, kemudian Danzas, dalam upayanya
menjadi global forwarder. Diproyeksikan, maksimum akan
ada 10 perusahaan jenis ini. Indonesia dengan 215 juta
penduduknya, menjadi potensi pasar menggiurkan. Menjadi
sasaran arus global forwarder dengan kehadiran mega
forwarder. Siapkah negeri ini menerima kedatangan mereka?
Mungkin jawabannya adalah masih jauh dari siap meski kini
diperkirakan ada 4.000 perusahaan forwarder yang
menawarkan jasanya. Dari jumlah ini, mungkin hanya 30
perusahaan yang berkemampuan bekerja sama dengan mitra
luar negeri dalam mengantisipasi tren tersebut.
Menghadapi tren ini, RPX (Republik Express), Federal
Express (FedEx), Hallmann dan Monang Sianipar, punya
satu pendapat sama, usaha ini harus jelas aturan mainnya.
Mereka menginginkan agar minimal usaha jasa jenis ini bisa
jadi tuan rumah di negeri sendiri. Ketiga pelaku ekonomi ini
sangat concern sebab sudah ada indikasi bahwa Indonesia
ingin membuka pintu selebar-lebarnya. Kekhawatiran
terhadap major player sangat beralasan. Apabila gerbang
masuk Indonesia tidak dibatasi, para pemain raksasa akan
mengambil porsi downstream perusahaan lokal.
XI. SINKRONISASI DAN HARMONISASI REGULASI DAN
KELEMBAGAAN SISTEM LOGISTIK NASIONAL, POS, DAN
KURIR
Gafeksi (Gabungan Forwarder & Ekspedisi Indonesia) atau
INFA (Indonesian Forwarders Associations) merupakan jasa
pengurusan transportasi (freight forwarding) yang diatur
dalam UU Perdagangan dan UU bidang Transportasi (UU
Pelayaran, UU Angkutan Jalan, UU Perkeretaapian, dan UU
Penerbangan).
Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan usaha yang
diselenggarakan oleh Gafeksi mencakup peran sektor logistik
yang sangat luas, karena, melibatkan beberapa (kewenangan)
atau (lintas) departemen (Perhubungan, Perdagangan,
Perindustrian, Keuangan (Kepabeanan), dan Kominfo.
Gafeksi atau INFA merupakan fusi (peleburan) 3 (tiga)
asosiasi asosiasi, yaitu :
1. GAVEKSI (Gabungan Veem & Ekspedisi Seluruh
Indonesia), di bawah naungan Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut - Departemen Perhubungan (Dephub).
2. INFFA (Indonesian Freight Forwarders Association), di
bawah naungan Departemen Perdagangan (Depdag).
3. AEMPU (Asosiasi Ekspedisi Muatan Pesawat Udara), di
bawah naungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara –
Departemen Perhubungan (Dephub).
Tindak lanjut fusi tersebut, adalah terbentuknya Dewan
Jasa Pengurusan Transportasi Indonesia atau Indonesian
Freight Forwarders Council dalam rangka efisiensi dan
efektivitas pembinaan oleh Dephub.
Keberadaan Gafeksi didasarkan pada Kepmenhub :
1. Kepmenhub KM-10 Tahun 1988, tanggal 26 Januari
1988, tentang Legalitas Pendirian Ijin Usaha Jasa
Pengurusan Transportasi.
2. Kepmenhub KM-10 Tahun 1989, tanggal 22 Februari
1989, tentang Pelimpahan Wewenang Memberikan Ijin
usaha Jasa Pengurusan Transportasi Kepada Kantor
Wialayah Departemen Perhubungan yang
menandatangani atas nama Menteri Perhubungan.
3. Kepmenhub Nomor : KP.4/AU.001/Phb-89, tanggal 25
Juli 1989, tentang GAFEKSI (INFA) sebagai satu-
satunya organisasi perusahaan Forwarder/Ekspedisi
Muatan di Indonesia.
4. Kepmenhub Nomor : IM.5/HK/207/PHB-89, tanggal 28
Desember 1989, yang meng instruksikan kepada :
a. Para Direktur Jenderal di lingkungan Departeman
Perhubungan.
b. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen
Perhubungan.
tentang Peningkatan Pembinaan Asosiasi Penyedia Jasa
Angkutan dan Penunjang lainnya di bidang Perhubungan.
Gafeksi menjadi Anggota Badan-badan Nasional dan
Internasional :
1. KADIN.
2. DEPALINDO (Dewan Pemakai Jasa Angkutan
Indonesia).
3. FIATA (Internasional Federation of Freight Forwarder
Associations).
4. FAPAA (Federation of Asia-Pacific Aircargo
Associations).
5. AFFA (Asean Federation of Forwarder Associations).
6. IFCBA (Internasional Federation of Customs Brokers
Associations).
Definisi Jasa Freight Forwarding (FF) adalah :
14
”Usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan
pemilik barang, untuk mengurus semua kegiatan yang
diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan
penerimaan barang melalui transportasi darat, laut, dan
udara yang “dapat” mencakup kegiatan : penerimaan,
penyimpanan, sortasi, pengepakan, penandaan
pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian
dokumen, penerbitan dokumen angkutan, klaim asuransi,
atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan
biaya-biaya lainnya berkenan dengan pengiriman
barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya
barang oleh yang berhak menerimanya.”
Jasa Freight Forwarding (FF) mencakup rangkaian
kegiatan yang diperlukan hingga diterimanya barang oleh
14
PER-178/PJ/2006 (yang kemudian dicabut dengan terbitnya PER-
70/PJ/2007) yaitu mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan No.
KM/10 Tahun 1988 tentang Jasa Pengurusan Transportasi.
Ulasan: Konvergensi Regulasi ...
Buletin Pos dan Telekomunikasi Volume 10 No.4 312
pihak yang berhak dengan menerima imbalan (uang) dari
Pemilik Barang. Dalam praktik, Perusahaan FF, tidak selalu
menggunakan jasa angkutan perusahaan lain sebagaimana
lazimnya, tetapi dapat menggunakan armada angkutan milik
sendiri. Demikian pula dalam penyimpanan barang sementara,
beberapa perusahaan FF memiliki gudang sendiri. Rangkaian
kegiatan perusahaan FF, memiliki kemiripan dengan
rangkaian kegiatan Logistik Pos. Logistik (rumusan regulasi
nasional dalam rangka mewujudkan Sistem Logistik Nasional
berbasis Sub Sistem Transportasi-Antamoda).
Perpres No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 – 2009,
menyebutkan :
1. Istilah logistik nasional berkaitan dengan Sistem
Transportasi Nasional (Antarmoda).
15
2. Pos sebagai penyelenggara infrastruktur logistik nasional
dan sistem pembayaran nasional (restrukturisasi
penyelenggaraan pos).
16
Sehubungan hal tersebut, Sinkronisasi Dan Harmonisasi
Regulasi Dan Kelembagaan berkaitan dengan Konvergensi
Industri Logistik, Pos, dan Kurir, bersifat urgent, sebagaimana
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 menggambarkan bahwa urgensi Sinkronisasi
Dan Harmonisasi Regulasi Dan Kelembagaan berkaitan
dengan Konvergensi Industri Logistik, Pos, dan Kurir
bertujuan untuk mengintegrasikan, memberdayakan, dan
menguatkan posisi, kedudukan, fungsi, peran, dan tanggung
jawab pelaku usaha logistik sehingga mengarah pada
penciptaan iklim usaha yang kondusif dan mendorong
partisipasi swasta dalam investasi di bidang logistik sehingga
disetiap koridor ekonomi terdapat pelaku logistik (PL) dan
penyedia jasa logistik (PJL) lokal yang menjadi andalan
nasional.
Secara bertahap, pada periode 2011-2015, Pelaku Usaha
Pos BUMN selaku PJL
17
diharapkan menjadi salah satu
penggerak dalam pelaksanaan Cetak Biru Sistem Logistik
Nasional (Sislognas) dengan meningkatkan perannya dalam
logistik pedesaan dan nasional.
18
Seiring dengan kemajuan teknologi telematika, dalam
jangka menengah (periode 2016-2020), Cetak Biru Sislognas
difokuskan pada terbangun dan beroperasinya e-Logistik
Nasional (Inalog) yang terkoneksi dengan Jaringan Logistik
Asean sehingga terwujud konektivitas logistik regional
melalui pembangunan protokol integrasi information
technology (IT) logistik secara nasional dan mengembangkan
paperless system dalam pengelolaan sistem logistik nasional
yang terkoneksi dengan jejaring logistik Asean, dan
pengembangan jejaring infrastruktur informasi logistik
nasional dan logistik Asean.
19
15
Perpres No. 7 Tahun 2005 tentang RPJMN 2004-2009, Bab 33 (Percepatan
Pembangunan Infrastruktur), Bagian IV. 33 – 29.
16
Ibid., Bagian IV. 33 – 62.
17
BUMN Pos sebagai penyelenggara infrastruktur logistik nasional dan
sistem pembayaran nasional, juga tercantum dalam Perpres RPJMN 2004-
2009, Lampiran, Bagian IV, Bab 33, Sub-Bab 3.3 Pos Dan Telematika, Butir
3.3.1 Permasalahan Pos Dan Telematika.
18
Perpres Cetak Biru Sislognas, Bab 5, Huruf B, Angka 1, Implementasi
Jangka Menengah I, Butir b).
19
Idem., Angka 2, Implementasi Jangka Menengah II, Butir d.
Selanjutnya, dalam jangka panjang (periode 2021-2025),
infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
diarahkan pada terintegrasinya e-Logistik Nasional ke dalam
jaringan logistik global sehingga terwujud konektivitas
logistik global, melalui National Business Single Gateway.
20
Integrasi e-Logistik Nasional berbasis infrastruktur TIK
sejalan dengan upaya pembangunan di bidang pos dan
telematika yang diarahkan untuk mengantisipasi implikasi
dari konvergensi telekomunikasi dan teknologi informasi
dalam lingkup kelembagaan dan peraturan, terutama berkaitan
dengan aspek-aspek keamanan, kerahasiaan, privasi, integritas
informasi, dan legalitas dalam penyelenggaraan telematika
yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat (industri)
dengan tetap menjaga keutuhan sistem, peningkatan sinergi,
peningkatan pengetahuan, pemahaman masyarakat terhadap
potensi pemanfaatan telematika dan pengembangan aplikasi
berbasis TIK.
21
UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025, menekankan
urgensi pembangunan infrastruktur transportasi untuk
mendukung terwujudnya sistem distribusi (―logistik‖)
nasional, di antaranya, melalui pos dan telematika (sebagai
―Simpul Multimoda Transportasi‖).
Urgensi tersebut, adalah :
1. Tersusunnya jaringan infrastruktur perhubungan yang
andal dan terintegrasi satu sama lain.
2. Terselenggaranya ―pelayanan pos dan telematika yang
efisien dan modern‖ guna terciptanya masyarakat
informasi Indonesia.
3. Penyediaan berbagai infrastruktur bagi peningkatan
kapasitas kolektif yang, antara lain, meliputi sarana dan
prasarana fisik transportasi dan komunikasi.
4. Pembangunan pos dan telematika diarahkan untuk
mendorong terciptanya masyarakat berbasis informasi
(knowledge-based society) melalui penciptaan landasan
kompetisi jangka panjang ―penyelenggaraan pos dan
telematika dalam lingkungan multioperator‖.
RPJMN ke-1 (2005 – 2009) menyatakan :
22
“Percepatan pembangunan infrastruktur lebih didorong
melalui peningkatan peran swasta dengan meletakkan
dasar-dasar kebijakan dan regulasi serta reformasi dan
restrukturisasi kelembagaan, terutama untuk sector-
sektor „transportasi”, ... , serta „pos dan telematika‟.”
RPJMN ke-2 (2010 – 2014) :
23
“Daya saing perekonomian meningkat melalui ….
percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih
meningkatkan kerja sama antara pemerintah dan dunia
20
Idem., Angka 3, Implementasi Jangka Panjang, Butir d.
21
UU RPJPN 2005-2025, Bab IV (Arah, Tahapan, Dan Prioritas
Pembangunan), Angka 1 (Arah Pembangunan), Butir 2 (Mewujudkan Bangsa
Yang Berdaya-Saing), Huruf D (Sarana dan Prasarana yang Memadai dan
Maju).
22
UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2005 – 2025, Bab IV, Arah, Tahapan, dan Prioritas
Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005–2025 (Bab IV.2.1.).
23
Ibid., Bab IV.2.2.
Ulasan: Konvergensi Regulasi ...
Buletin Pos dan Telekomunikasi Volume 10 No.4 313
usaha; …. Kondisi itu didukung oleh pengembangan
jaringan „infrastruktur transportasi‟ serta „pos dan
telematika‟.”
RPJMN ke-3 (2015 – 2019) :
24
“Ketersediaan infrastruktur yang sesuai dengan rencana
tata ruang ditandai oleh berkembangnya jaringan
“infrastruktur transportasi”; .... terselenggaranya
pelayanan .... “pos dan telematika” yang efisien dan
modern guna terciptanya masyarakat informasi
Indonesia.”
RPJMN ke-4 (2020 – 2024) :
25
“Kondisi maju dan sejahtera makin terwujud dengan
terselenggaranya „jaringan transportasi pos dan
telematika‟ yang andal bagi seluruh masyarakat yang
menjangkau seluruh wilayah NKRI.”
Dengan demikian, konvergensi Jasa-jasa Logistik/Kargo
(Freight Forwarding/FF/Gafeksi), Pos, dan Kurir, akan
bermuara pada integrated logistic. Dalam konteks Indonesia
(RPJMN dan RPJP), dimana, (BUMN/layanan) Pos dan
Telematika diproyeksikan sebagai ‖Simpul Backbone
Infrastruktur Transportasi‖ untuk mewujudkan layanan-
layanan yang bersifat publik (sosial) dan privat (bisnis) secara
lebih efisien dan modern melalui dukungan kerja sama antara
Pemerintah dan Swasta.
Konvergensi Jasa-jasa Logistik, Pos, dan Kurir, dalam
rangka mewujudkan integrated logistic, melalui pola-pola
kerja sama, merupakan proses bisnis yang alamiah. Strategi
ini, dewasa ini, telah menjadi pilihan berbagai negara di
berbagai kawasan (ekonomi) regional dan internasional,
seperti : Asia, Eropa, dan Amerika Serikat.
Proses bisnis alamiah, karena, bagaimana pun, setiap
aktivitas bisnis senantiasa memilih upaya-upaya secara lebih
efisien (dan modern) untuk memperoleh manfaat
(benefit/profit) yang lebih optimal melalui sinergitas potensi
yang dimiliki berbagai pihak (pemerintah dan swasta).
Apalagi, aktivitas-aktivitas bisnis tersebut, memiliki
berbagai ‖karakteristik yang mirip satu sama lain‖ (antara
Logistik, Pos, dan Kurir) sebagaimana ditetapkan CPC/WTO.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Arvis, J.F., dkk. (2007). The Logistics Performance Index and Its Indicators.
Washington, D.C., The World Bank.
World Bank (2004). The Postal Sector in Developing and Transition
Countries. Washington, D.C., The World Bank.
Bowersox, Donald J. dan David J. Closs (1996). Logistical Management; The
Integrated Supply Chain Process. N.Y., McGraw-Hill.
BPS-RI (2009). Berita Resmi Statistik: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Tahun 2008. Jakarta, BPS.
Ghiani, G. G. (2004). Introduction to Logistics System Planning and Control.
Chichester, John Wiley & Sons.
24
Ibid., Bab IV.2.3.
25
Ibid., Bab IV.2.4.
Huala Adolf (2008). Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Bandung,
Refika Aditama.
Kent, John L. dan Daniel J. Flint (1997). Perspectives on the Evolution of
Logistics Thought. Journal of Business Logistics, Vol. 18, No. 2.
KPPU (2008). Analisis KPPU Terhadap Reformasi Regulasi di Sektor
Perposan. Jakarta, KPPU.
LCP. (2001). Logistics in Asia Pacific: Growth Opportunities in a Rapidly
Evolving Marketplace. Herts: Logistics Consulting Partners, Ltd.
Masita, Z. I. (2008). Solusi Sistem Logistik Nasional. -, Asosiasi Logistik
Indonesia (ALI).
Mentzer, J. M. (2004). Global market segmentation for logistics services.
Industrial Marketing Management ,Vol. 33.
Moh. Mahfud MD (1998). Politik Hukum Di Indonesia, Jakarta, Pustaka
LP3ES Indonesia. Nader, F. H. (2008). The Future of Mail. -, Adrenale
Corporation.
OECD (1999). Promoting Competition in Postal Service. OECD-
DIRECTORATE FOR FINANCIAL. Panayides, Photis M. dan Dong-Wook
Song (2008).
Evaluating the integration of seaport container terminals in supply chains.
International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, vol.
38 No. 7.
Porter, M. E. (2008). The Global Competitiveness Report 2008-2009. Geneva,
World Economic Forum.
Rochma, M. (2008, Maret). Prospek Sektor Transportasi di Indonesia.
Economic Review.
Rodrigues, A. M. (2005). Estimation of Global and National Logistics
Expenditure, 2002 Data Update.
Sabath, R. (1998). Volatile Demand Calls for Quick Response: the integrated
supply chain. International Journal of Physical Distribution and Logistics
Management, Vol. 8 No. 2.
Satjipto Rahardjo (1982). llmu Hukum, Alumni, Bandung.
Sunaryati Hartono (1991). Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum
Nasional. Bandung, Alumni.
Surname AP dan T Subarsyah (1999). Dinamika Sistem Hukum Indonesia.
Bandung, Pasundan Law Faculty Alumnus Press.
Peraturan Perundang-undangan :
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 Tentang Pos.
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 5 Tahun 2005 Tentang
Penyelenggaraan Jasa Titipan.
Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor.
KM 38/ PT.102/MPPT-94 Tentang Perusahaan Jasa Titipan.
Jurnal:
Sutan Remy Sjahdeini, Latar Belakang, Sejarah, Dan Tujuan UU Larangan
Monopoli, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 19, Mei-Juni 2002.
Artikel / Makalah:
Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik Hukum Nasional, makalah pada
Kerja Latihan Bantuan Hukum, LBH: Surabaya, September 1985.
Ulasan: Konvergensi Regulasi ...
Buletin Pos dan Telekomunikasi Volume 10 No.4 314
Dhanang Widijawan, ”Politik Hukum Bisnis Logistik, Pos, dan Kurir”,
Proceeding pada Seminar Nasional Logistik yang diselenggarakan oleh
Politeknik Pos Indonesia, Bandung, 18 Mei 2006.
Dhanang Widijawan dan Akhmad Yunani (Tim Research Center for
Logistics and Supply Chain Management Politeknik Pos Indonesia),
“Logistik Dalam Perspektif Akademik”, Seminar Nasional Logistik dalam
rangka Ulang Tahun ke-24 ASPERINDO, di Jakarta, 26 Maret 2010.
Dhanang Widijawan (Reserach Centre Politeknik Pos Indonesia dan Tim
RUU Pos), “Pos Dan Gafeksi Sebagai Simpul Multimoda Transportasi
Dalam Sistem Logistik Nasional”, materi presentasi dengan Ditjen Postel,
Jakarta, 29 Mei 2009.
_____, Proyek Manajemen Regulasi dan Hubungan Kelembagaan (ProReg)
PT Pos Indonesia (Persero), “Legal Opinion : Harmonisasi Dan
Sinkronisasi Regulasi Dan Kelembagaan Berkaitan Dengan Pembatasan
Berat 100 Kg Barang Dalam Kegiatan Ekspor-Impor Oleh Pelaku Usaha
Pos Setelah Diberlakukannya UU No : 38 Tahun 2009 Tentang Pos”,
disampaikan kepada Direksi PT Pos Indonesia (Persero), Bandung, 1 Mei
2012.
Nofrisel, Logistic vs Supply Chain Management : Konsep, Konteks dan
Penerapannya di Dunia Industri, Makalah pada Seminar Nasional Logistik di
Politeknik Pos Indonesia Bandung, 18 Mei 2006.
Tongzon, J. (2004). Determinant of Competitiveness in Logistics:
Implications for Region. International Conference on Competitiveness:
Challenges and Opportunities for Asian Countries (pp. 1-16). Bangkok,
Thailand's National Competitiveness Committee.
Dokumen:
UPU (2008). Acts of the 24th Congress - 2008. Universal Postal Convention
and Final Protocol. Geneva, the UPU.
UPU. (2004). Guide to Postal Reform and Development. Bern, the UPU-
International Bureau.
Menko-Perekonomian. (2008). Cetak Biru Penataan dan
Pengembangan Sektor Logistik Indonesia. Menko Perekonomian RI.
Majalah / Koran / Media Elektronik:
Kompas, 28 Agustus 2003.
Tempo, 12 September 2005.
www.Posindonesia.co.id
Vitasek, K. (2006). Supply Chain and Logistics Terms and
Glossary, Web Publication. www.scvision.com.