Figure - available via license: Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International
Content may be subject to copyright.
Similar publications
Este artigo apreenta um estudo de caso de Arqueologia Subaquática desenvolvido na região da ponta do Pisca-Pisca, município de Palhoça, SC, Brasil, como parte dos procedimentos de licenciamento ambiental para empreendimentos de grande porte. Como resultado, foi identificado um sítio arqueológico submerso, compos por destroços de uma antiga embarcaç...
El objetivo de este artículo ha sido la revisita de esta rica epigrafía de Monte Cildá poniendo el foco en un tema difícil y controvertido como es la cuestión cronológica. Muchas de las inscripciones analizadas tienen la ventaja de situarse en una época en la que el florecimiento de ciertos talleres lapidarios coincidió con una tendencia, nunca gen...
Local authority archaeology services in the UK response to Covid-19
Citations
... The third class is the proletariat class, namely plantation workers. Other classes included in the plantation community were local rulers, namely the sultans who were the owners of the land used as plantations [28]. ...
... This can continue to happen because local authorities give authority to the gardeners not only the use of land concessions but also the control and authority of the mastery of labor. The practice of colonialism through the use of money has been investigated by Restiyadi and Nasoichah from a Marxist perspective [9]. His research findings explain how the use of uang kebon is a binding tool to maintain power over workers through the plantation production system. ...
... Uang kebon is a symbol of the relationship between the capitalist class and the proletariat. This is shown through the practice of using uang kebon only in certain plantation areas which results in the attachment of the workers [9]. The power relations that are practiced by the gardeners to laborers or coolies are through employment contracts and Koeli Ordonantie which puts the coolies as workers who are bound in a certain period and subject to regulations made by plantations. ...
Prasasti merupakan sumber tertulis yang mengisahkan kehidupan masa lalu. Salah satu kerajaan di Nusantara yang mengeluarkan banyak prasasti adalah Kerajaan Bali Kuno yang berkuasa sejak abad VII hingga pertengahan abad XIV Masehi. Artikel ini memaparkan bagaimana ragam alat transportasi air masa Bali Kuno abad IX–XII Masehi serta kondisi geografis perairan pantai Bali Utara berdasarkan data prasasti. Penelitian dilakukan menggunakan ancangan kualitatif dengan metode pengumpulan data arkeologi meliputi pengumpulan data, analisis data, dan penafsiran data. Hasil analisis diketahui bahwa terdapat sebanyak tujuh jenis transportasi air berdasarkan data prasasti, yakni parahu, lañcang, jukung, talaka, jong, bahitra, dan banawa. Secara geografis, pantai utara Bali memang memiliki keistimewaan sebab kondisi laut relatif kondusif bagi perjalanan perahu-perahu yang menggunakan sistem teknologi navigasi sederhana sehingga tidak mengherankan jika parahu dan lañcang paling banyak disebutkan di dalam prasasti. Sementara itu, transportasi air berupa parahu, lañcang, jukung, dan talaka digunakan sebagai transportasi perdagangan antar pulau, baik oleh masyarakat Bali Kuno maupun para saudagar yang berdagang. Sedangkan, bahitra dan banawa memiliki arti yang sama, yakni perahu atau segala jenis kapal yang berlabuh.
Who makes kepeng coins in the early 19th century into the debate. This study aims to know who minted the kepeng coins of Trumon as a colonial administrative instrument in the early-19th century. The study uses descriptive qualitative methods and literature review, by collecting data on kepeng coins from collectors; and information about these issues from relevant references. The result of this study indicated, the English Merchant authorities circulated the kepeng coins of Trumon have minted in England factory. Thus, the kepeng coins of Trumon as a colonial administrative instrument of the British for the purpose to get a profit in trade and win over in competition face The Dutch East Indies government, so the trading areas in Sumatra and both sides of the Malacca Strait were controlled in the interest of the state. AbstrakSiapa yang mencetak uang kepeng di awal abad ke-19, kini diperdebatkan. Tujuan kajian untuk mengetahui siapa yang mencetak uang kepeng negeri Trumon sebagai salah satu instrumen administrasi kolonial awal abad ke-19. Kajian menggunakan metode studi literatur dengan cara mengumpulkan data uang kepeng dari kolektor; dan informasi litaratur dari referensi yang relevan. Selanjutnya dibahas menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan perbandingan. Hasil kajian menunjukkan otoritas dagang-partikelir Inggris mengadakan uang kepeng negeri Trumon melalui pabrik percetakan uang di Inggris. Pengadaan uang kepeng tersebut sebagai salah satu instrumen administrasi kolonial Inggris awal abad ke-19 yang bertujuan untuk meraih keuntungan perdagangan dan kemenangan persaingan menghadapi kolonial Hindia-Belanda, sehingga wilayah perdagangan baik di Sumatra maupun di kedua sisi selat Malaka dikuasainya untuk kepentingan negeri induk.
