Figure - available via license: Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
Content may be subject to copyright.

Gambar 3. Hubungan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul dengan Kadar Glukosa Plasma TTGO
Source publication
Background: The increased circumference of waist and waist-hip ratio describe intra-abdominal fat which is associated with a number of metabolic disorders such as diabetes mellitus.
Objective: The aim of the study is to analyze the correlation between the circumference of waist and waist-hip ratio in plasma glucose levels using the Oral Glucose To...
Similar publications
Background
Visceral adiposity index (VAI) and a body shape index (ABSI) were newly developed indices for visceral fat mass. Whether they are superior to conventional obesity indices in predicting colorectal cancer (CRC) remains unclear. We examined the associations of VAI and ABSI with CRC risk, and investigated their performance in discriminating...
Objective
Growth differentiation factor 15 (GDF15) has been associated with food intake and weight regulation in response to metabolic stress. In animal models, it has been noted that it may play a role in the progression of non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), the leading cause of chronic liver disease in children.
Design
In the current stu...
Background
Obesity and arteriosclerosis are both independently associated with cardiovascular disease risk. Obesity also may increase arterial stiffness.
Aims
This study aimed to investigate the association between anthropometric indices and non-invasive arterial stiffness parameters, using data from a large population-based cohort of seemingly he...
We encountered a 12‐year‐old boy with type 2 diabetes who was born small‐for‐gestational age (SGA). We described his clinical characteristics and a possible etiological factor for development of hyperglycemia. He developed well with sufficient nutrition and progressed to being overweight at 6 years of age due to a high‐calorie high‐protein intake d...
The aim of the present study is to assess the morpho-physiological variability and fat patterning among 170 males ranging in age from 30 to 69 years, residing in Kalpa valley of District Kinnaur, Himachal Pradesh. The subjects were selected randomly from Kalpa village. Seven anthropometric (weight, stature, waist circumference, hip circumference, u...
Citations
... Penelitian lainnya mengatakan bahwa sebagian besar responden lansia di Desa Bolon berjenis kelamin perempuan sebanyak 50 orang (78,1%) (Enggarningsih et al., 2019). Menurut penelitian Rokhmah et al., (2020) mengatakan bahwa perempuan memiliki risiko lebih besar untuk menderita diabetes, karena perempuan berhubungan dengan paritas, kehamilan dan memiliki komposisi lemak tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki sehingga perempuan lebih mudah gemuk yang berkaitan dengan faktor risiko obesitas. ...
Indonesia is one of the top 10 countries with the highest number of DM sufferers. It is predicted to rise to fifth place in 2025 ( number of sufferers of 12.4 million people). One of the factors that influences the occurrence of DM is nutritional status, both obesity and central obesity. Central obesity can be seen from measuring the waist circumference ratio. Achieving good nutritional status is always associated with blood glucose levels. This study aims to determine and analyze the relationship between waist circumference and blood sugar levels in the elderly. The research design used is quantitative research with a cross-sectional survey approach. The population is all elderly people suffering from DM at the Pandu Senjaya Community Health Center in March-April 2024, totaling 58 people. The sample was 58 respondents with a total enumerative sampling technique. The results were 27 elderly people had a waist circumference in the normal category and 31 elderly people had an abnormal waist circumference. Most of the elderly had poor GDS, 38 elderly (65.5%). There is a relationship between waist circumference and blood sugar levels in the elderly at the Pandu Senjaya Community Health Center(p value 0.033)(α=0.05)). It is recommended that the elderly maintain their diet, increase physical activity and manage stress to avoid obesity which results in DM. ABSTRAK Indonesia merupakan salah satu dari 10 besar negara dengan jumlah penderita DM terbanyak. Diprediksikan akan menjadi peringkat ke-5 pada tahun 2025 (jumlah penderita 12,4 juta jiwa). Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya DM adalah status gizi baik obesitas maupun obesitas sentral. Obesitas sentral dapat dilihat dari pengukuran rasio lingkar pinggang. Pencapaian status gizi yang baik berkaitan dengan kadar glukosa darah. Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis hubungan antara lingkar pinggang dengan kadar gula darah sewaktu pada lansia. Desain penelitian yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Populasi yaitu seluruh lansia penderita DM di Puskesmas Pandu Senjaya bulan Maret-april 2024 sejumlah 58 orang. Sampel sebanyak 58 responden dengan teknik total enumerative sampling. Hasil dari penelitian yaitu lansia dengan lingkar pinggang kategori normal sejumlah 27 lansia dan tidak normal 31 lansia. Sebagian besar lansia memiliki GDS (Gula Darah Sewaktu) buruk sebanyak 38 lansia (65.5%). Terdapat hubungan antara lingkar pinggang dengan kadar gula darah sewaktu pada lansia di Puskesmas Pandu Senjaya (p value 0.033) (α=0.05). Disarankan kepada lansia agar menjaga pola makan, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengelola stres sehingga terhindar dari obesitas yang berakibat terkena penyakit DM.
... Kebiasaan konsumsi gorengan, minum, atau makan yang manis dan berlemak dapat berisiko meningkatkan IMT seseorang dan menyebabkan tingginya kadar gula darah [27]. Selain konsumsi gula, kejadian DM dapat disebabkan oleh faktor usia (> 45 tahun), etnis, memiliki riwayat keluarga DM, toleransi glukosa terganggu, hipertensi, dislipidemia, dan lainnya [28]. ...
Consumption pattern, sugar intake, and nutritional status of women aged 35-55 years in Batur Village, Getasan DistrictBackground: According to the Individual Food Consumption Survey of Central Java Province, residents consume an average of 22.9 grams of food from sugar, syrup, and confectionary groups daily, with sugar alone accounting for 20.2 grams. Sweet foods and beverages like sweet tea, tofu, and tempeh are commonly consumed in Central Java. Objective: The study assesses consumption patterns, sugar intake, and nutritional status (including anthropometric measurements, blood sugar levels, fasting blood sugar levels, uric acid levels, and blood pressure) of native Javanese women aged 35-55 in Batur, Getasan. Method: This quantitative research uses a descriptive approach with a sample of 106 women: 48 from Krangkeng village (lower), 22 from Kalitengah village (middle), and 36 from Tekelan village (upper). Research tools include SQ-FFQ, 24-hour food recall, anthropometric measurements, and biochemical and clinical examinations. Results: Food consumption frequency and quantity are highest in Krangkeng village. The average daily sugar consumption per person across all villages is 21.46±10.19 grams, equivalent to an average household purchase of 3,359.43±1,509.13 grams per month (about 3 kg per month per family). Types of sugar consumed include glucose (106.98±30.64 g/day), fructose (5.64±7.99 g/day), sucrose (102.18±23.75 g/day), and lactose (1.98±8.38 g/day). Average measurements for BMI, blood sugar, fasting blood sugar, uric acid, and blood pressure fall within normal ranges for women of this age group. Conclusion: Krangkeng village shows higher food consumption rates, likely due to more access to food supplies. Average daily sugar consumption remains below recommended levels (25 g/day). Overall, the women surveyed's nutritional status, biochemical, and clinical profiles are generally within normal range.
... 12 Rokhmah et al. stated that there was no positive correlation between WHR and plasma blood glucose levels as measured by the Oral Glucose Tolerance Test (OGTT). 13 Waist Hip Circumference Ratio (WHR) is an anthropometry that can describe visceral fat. Excess visceral fat indicates the occurrence of central obesity, which is one of the triggers of cardiovascular disease. ...
LATAR BELAKANG Penyakit kardiovaskular (PKV) menjadi penyebab nomor satu kematian di dunia setiap tahunya. Framingham Risk Score memprediksi kemungkinan kejadian kardiovaskular dalam 10 tahun kedepan. Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) merupakan salah satu antropometri yang mencerminkan lemak bagian perut dan dianggap lebih baik daripada Indeks Masa Tubuh (IMT) dalam memprediksikan risiko kardiovaskular. Asupan lemak yang tinggi akan meningkatkan risiko PKV. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara RLPP asupan lemak dengan risiko kejadian kardiovaskular pada usia produktif. METODE Metode penelitian ini adalah cross-sectional yang melibatkan 173 peserta berusia 30-64 tahun di RW 12, Dutamas, Grogol Pertamburan selama bulan September dan November 2018. Menggunakan data primer untuk menentukan ukuran RLPP, IMT ,data untuk kalkulasi FRS, dan wawancara foodrecall 3x24 jam, pemilihan sampel menggunakan teknik consecutive non-random sampling. Analisis data menggunakan IBM SPSS 23. HASIL Di dapatkan 62 responden laki-laki dan 111 responden perempuan. Baik Laki-laki maupun perempuan lebih banyak yang memiliki WHR beresiko. Meskipun demikian, laki-laki lebih banyak mengalami obesitas daripada perempuan. Laki-laki maupun perempuan lebih banyak dengan asupan lemak mencapai ³80% AKG. Pada uji FRS dengan WHR dan asupan lemak dapatkan nilai p < 0,05 untuk laki-laki dan perempuan sedangkan uji FRS dengan IMT di dapatkan p>0,05 untuk laki-laki dan p<0,05 untuk perempuan. KESIMPULAN Terdapatkan hubungan antara Rasio Lingkar Pinggang Panggul dan asupan lemak dengan risiko kejadian kardiovaskular.
... Obesitas sentral merupakan faktor utama yang mendasari sindrom metabolik. Lingkar pinggang dapat mengukur jaringan lemak subkutan dan jaringan intraabdomen (Rokhmah et al., 2015). ...
Obesity prevalence in students is increasing and can lead to metabolic syndrome at a young age. The habit of harmful sleeping patterns, night eating syndrome, and excessive sugar-sweetened-beverage consumption can increase the risk of metabolic syndrome in obese students. This research aimed to analyze the differences between night eating syndrome, sleeping patterns, and consumption habits of sugar-sweetened beverages based on metabolic types in obese students. This research used a case-control design in Semarang in 2020, with 52 subjects aged 19-24 selected by consecutive sampling. The data included body weight using digital scales, height using microtoise, waist size using Medline, blood pressure using tensimeters, and laboratory tests to check triglyceride levels, HDL cholesterol, fasting blood glucose, and insulin. The instruments used were The Night Eating Questioner to assess the night eating syndrome, Pittsburg Sleep Quality to assess sleeping patterns, and the Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire to see the subject’s sugar-sweetened beverage consumption. The Chi-Square test analyzed the data. There was a difference between night eating syndrome (p=0,006) and sleeping pattern (p=0,012) in Metabolically Healthy Obesity (MHO) and Metabolically Unhealthy Obesity (MUO). There was no significant difference between sugar-sweetened beverage consumption in the two subject groups (p=0,714). In the MUO group, more people experienced poor sleep patterns and night-eating syndrome. Meanwhile, sugar-sweetened beverage consumption in the MHO and MUO groups was still considered normal.
... Pengukuran kadar glukosa darah yang dilakukan sebanyak 8 kali yaitu kadar glukosa darah sebelum di uji (T0) , serta kadar glukosa darah pada menit ke 15 (T1), menit ke 30 (T2), menit ke 45 (T3), menit ke 60 (T4) menit ke 90 (T5), menit ke 120 (T6), dan menit ke 150 (T7) setelah pemberian sukrosa. Adapun pemberian larutan pada metode uji glukosa darah oral dengan melakukan pengujian terhadap kemampuan penurunan kadar glukosa darah secara in vivo dengan diberikan sukrosa secara oral terhadap mencit (Rokhmah et al, 2015). Pada hakikatnya nilai glukosa darah mudah diperoleh karena glukosa mudah dimetabolisme tubuh. ...
Tingginya kasus penderita hiperglikemia pengobatannya memerlukan waktu yang panjang dan biaya relatif mahal, membuat penderita berisiko komplikasi dikarenakan efek samping obat sintetik yang dikonsumsi. Alternatif untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan obat-obatan tradisional. Banyak tanaman obat yang berpotensi sebagai antihiperglikemia salah satunya alga laut yaitu Ulva sp. dan Sargassum sp. Kedua alga ini memiliki kandungan metabolit sekunder yang mampu sebagai antihiperglikemik. Namun, penelitian khusus mengenai perbandingan efektivitas antihiperglikemia dari ekstrak Ulva sp. maupun ekstrak Sargassum sp. sebagai penurun kadar glukosa bagi mencit yang di induksi sukrosa belum pernah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian untuk membandingkan efektivitas ekstrak Ulva sp. dan ekstrak Sargassum sp. sebagai antihiperglikemik pada mencit (Mus musculus). Pada penelitian ini menggunakan 20 ekor mencit yang terbagi dalam 4 kelompok uji. Kelompok (I) kontrol positif diberikan metformin 1,3 mg/20 gram BB mencit kelompok (II) merupakan kontrol negatif diberikan CMC Na 0,5% kelompok (III) Ekstrak Sargassum sp. dosis 0,78 mg/20 gram BB mencit kelompok (IV) ekstrak Ulva sp. dosis 0,78 mg/20 gram BB mencit. Setelah 15 menit pemberian larutan uji selanjutnya diberikan Sukrosa 0,195 gram/20 gram BB mencit secara peroral. Pengamatan dilakukan setelah pemberian sukrosa, pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 120, 150. Setelah didata menggunakan SPSS Hasil menunjukkan bahwa ekstrak Sargassum sp. dengan Ektrak Ulva sp. memiliki efek antihiperglikemik (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol negatif. Namun yang memiliki manfaat sebagai agen antihiperglikemik paling baik yaitu ekstrak Sargassum sp. karena datanya mendekati efek antihiperglikemik metformin.
... Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa RLPP merupakan prediktor yang kuat terhadap peningkatan kadar hs-CRP pada kelompok obesitas [29]. Penelitian di Malang menunjukkan bahwa LP korelasinya lebih kuat dibandingkan dengan RLPP dengan total lemak tubuh yang dinilai dengan IMT [30]. Penelitian lain menyebutkan bahwa lingkar pinggang merupakan prediktor terbaik visceral fat dibandingkan RLPP dan IMT yang kemudian berkorelasi dengan rasio kolesterol/HDl, insulin dan HOMA-IR [31]. ...
p>Proses penuaan mempengaruhi peningkatan distribusi lemak abdominal dengan indikator lingkar pinggang (LP) dan rasio lingkar pinggang panggul (RLPP). Penimbunan lemak abdominal menyebabkan disfungsi jaringan adiposa sehingga mempengaruhi biomarker proinflamasi yaitu kadar serum high-sensitivity C-reactive Protein (hs-CRP). Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan LP dan RLPP dengan kadar hs-CRP lansia wanita. Rancangan penelitian cross sectional pada 53 subjek dipilih secara consecutive sampling . Antropometri yang diukur adalah LP dan RLPP. Pengukuran kadar serum hs-CRP dianalisis dengan metode enyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Wawancara yang dilakukan yaitu data diri, asupan, aktivitas fisik, dan riwayat konsumsi obat. Data asupan diperoleh dengan metode food recall 3x24 jam. Aktivitas fisik diperoleh menggunakan International Physical Activity Questionnaire (IPAQ). Analisis data digunakan uji korelasi Spearman . Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase LP pada lansia wanita yang berisiko sebesar 90,6%, RLPP yang berisiko sebesar 98,1%, dan kadar hs-CRP tinggi sebesar 30,2%. Terdapat hubungan positif antara LP dengan kadar serum hs-CRP (r=0,417 ; p=0,002). Dalam penelitian ini RLPP, aktivitas fisik, asupan energi, karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin A, vitamin C, vitamin D,vitamin E, dan selenium tidak berkorelasi dengan kadar hs-CRP. Simpulan penelitian ini adalah LP berkorelasi positif dengan kadar serum hs-CRP, namun RLPP tidak berkorelasi dengan kadar serum hs-CRP</p
... Penentuan kadar glukosa darah pada penelitian ini menggunakan metode UTGO. Uji toleransi glukosa oral adalah pengujian terhadap kemampuan penurunan kadar glukosa darah secara in vivo dengan cara pembebanan glukosa secara oral (Rokhmah, Handayani, & Al-Rasyid, 2015). Nilai glukosa darah mudah di perol eh karena glukosa mudah dimetabolisme tubuh. ...
Rumput laut Ulva sp. memiliki kandungan serat pangan tinggi yang diketahui memiliki aktivitas hipoglikemik. Penelitian ini telah melakukan penambahan Ulva sp. pada biskuit sebagai makanan sehat yang kaya serat pangan. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian biskuit Ulva terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus jantan yang diinduksi sukrosa jenuh. Selain itu, diamati profil hematologi dan biokimia klinis darah sebelum dan setelah pemberian biskuit Ulva. Uji antidiabetes dilakukan menggunakan uji toleransi glukosa oral terhadap tikus jantan yang diinduksi sukrosa jenuh. Biskuit Ulva yang diberikan 1 g/kg berat badan (BB) tikus dengan perlakuan kontrol negatif (pakan tanpa biskuit), biskuit tanpa Ulva sp., dan biskuit Ulva setara dengan Ulva sp. 1, 5, dan 10 mg/kg BB. Perlakuan dosis diberikan pada 5 ekor tikus percobaan sekali sehari selama 14 hari. Pengamatan terhadap intoleransi glukosa dilakukan melalui pengukuran glukosa darah setelah pemberian sukrosa jenuh ke semua perlakuan pada hari ke-14, dan diukur pada menit ke-0, 30, 60, dan 120. Penimbangan tikus dilakukan pada hari ke-0, 7, dan 14, sedangkan analisis hematologi dan biokimia klinis darah dilakukan pada hari ke-0 dan ke-14. Pemberian biskuit Ulva berpengaruh signifikan terhadap kadar glukosa darah, serta menurunkan hematokrit dan hemoglobin darah tikus. Biskuit dengan dosis Ulva setara 1 mg/kg BB mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus secara efektif pada menit ke-60. Tidak ada perbedaan kenaikan berat badan tikus jantan antara kelompok kontrol negatif dan biskuit Ulva pada hari ke-0, 7, dan 14. Pemberian biskuit Ulva sampai dengan 10 mg/kg BB tidak mempengaruhi SGOT, SGPT, ureum, dan kreatinin tikus.
ABSTRACT
Seaweed Ulva sp. contains high dietary fiber which is known to have hypoglycemic activity. In this study, the addition of Ulva sp. in biscuit products as a healthy food rich in dietary fiber. The objective of this study was to determine the effect of Ulva added biscuits on blood glucose levels reduction in male rats induced by saturated sucrose. In addition, clinical hematology and blood biochemical profiles before and after the administration of Ulva biscuits were also observed. Antidiabetic method used the oral glucose intolerance test method on male rats induced by saturated sucrose. Ulva biscuits were given at 1 g/kg body weight of rats for each treatment. This test used five treatments, namely negative control (rats feeding without biscuits), rat feeding without Ulva added biscuits; and rat feeding with Ulva biscuits equivalent to 1, 5, and 10 mg Ulva sp. /kg BW. Each dose treatment was given to five experimental rats once a day for 14 days. Observations on glucose intolerance included measurement of blood glucose levels by giving saturated sucrose to all treatments and measured at 0, 30, 60, and 120 minutes after administration of saturated sucrose. The weighing was carried out on day 0, 7, and 14, while clinical hematological and blood biochemical analyzes were performed on day 0 and 14. The administration of Ulva biscuits had a significant effect on the blood glucose levels of male rats, lowering hematocrit and hemoglobin in rat blood. The concentration of 0.1% Ulva biscuits in biscuits (equivalent to a dose of Ulva sp. 1 mg/kg BW) was able to effectively reduce the blood glucose levels of rats after 60 minutes. There was no difference in weight gain of male rats between the negative control group and Ulva biscuits on days 0, 7, and 14. The diet of Ulva biscuits with 10 mg/kg BW Ulva sp. did not affect the SGOT, SGPT, urea, and creatinine of rats.
... 12 World Health Organization (WHO) merekomendasikan cut-off point untuk Asia yaitu ≥90 cm untuk laki-laki dan ≥80 cm untuk perempuan, sedangkan cut-off point untuk RLPP yaitu ≥1,0 untuk laki-laki dan ≥0,85 untuk perempuan. 13 Hasil pengukuran yang melebihi cutoff point maka tergolong berisiko mengalami obesitas sentral. ...
Latar Belakang : Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan naiknya kadar glukosa darah, baik disebabkan oleh gangguan pada sekresi insulin, resistensi terhadap insulin maupun karena keduanya. Seseorang dengan obesitas abdominal atau sentral dengan penimbunan lemak disekitar perut mempunyai asosiasi terhadap faktor risiko lebih tinggi terhadap DM. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lingkar pinggang dan RLPP dengan kadar glukosa darah puasa. Metode : Desain studi dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan purposive sampling. Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini adalah bersedia dan menandatangani informed consent, saat pengambilan darah responden puasa tidak makan dan hanya minum air putih selama 8 jam, tidak menderita DM dan tidak sedang mengkonsumsi antidiabetik. Sampel penelitian berjumlah 69 mahasiswa yang berasal dari Prodi S1 Kesehatan Masyarakat. Variabel terdiri dari kadar gula darah puasa, lingkar pinggang, dan Rasio Linggar Pingang Panggul (RLPP). Data dianalisis dengan menggunakan Uji Chi Square dengan signifikasi (α) = 0,05. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 31,9% mahasiswa dengan kategori kadar gula darah puasa yang tinggi (≥ 100 mg/dl), berdasarkan lingkar pinggang sebanyak 33,3% mahasiswa termasuk kategori obesitas, sedangkan berdasarkan RLPP sebanyak 46,4% persen mahasiswa termasuk kategori obesitas, serta. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lingkar pinggang (p=0,459) dan RLPP (p=0,470) dengan kadar gula darah puasa. Simpulan Tidak ada hubungan yang signifikan antara lingkar perut dan RLPP dengan kadar glukosa darah pada mahasiswa Prodi S1 Kesehatan Masyarakat STIKes Kharisma Persada. Dapat dilakukan penelitian yang lebih lanjut dengan melibatkan variabel yang berbeda sehingga hasil penelitian berikutnya lebih luas.
... Pada penelitian ini, outcome klinis yang diukur adalah GDS selama 3 bulan. Kadar GDS merupakan outcome klinis yang paling mudah diukur, praktis, memerlukan biaya yang murah, dan hasil pemeriksaan dapat diketahui dengan cepat untuk menilai efektifitas pengobatan dan pemantauan terapi [13]. ...
Diabetes Melitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit kronis yang membutuhkan terapi untuk mengontrol glukosa darah. Pengontrolan glukosa darah yang buruk berdampak pada penurunan kualitas hidup dan peningkatan biaya. Tujuan penelitian adalah menganalisis perbedaan outcome klinis yaitu kadar Glukosa Darah Sewaktu (GDS) selama 3 bulan berdasarkan kualitas hidup dan biaya medis langsung. Outcome klinis dikatakan terkontrol apabila GDS <200 mg/dL dan tidak terkontrol apabila GDS ≥200 mg/dL. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional dengan jenis observasional. Kriteria inklusi mencakup pasien DM tipe 2 yang memperoleh antidiabetik yang sama minimal 3 bulan di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul pada September 2017. Kriteria eksklusi meliputi kondisi hamil atau menyusui. Pengambilan data dilakukan melalui pengisian kuesioner, rekam medis dan bagian keuangan. Data demografi dianalisis secara deskriptif sedangkan outcome klinis diolah menggunakan uji Kruskal Wallis. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 129 dari 200 pasien menunjukkan outcome klinis tidak terkontrol (64,5%) dengan rata-rata nilai kualitas hidup yang baik (65,7±7,7) serta mengeluarkan biaya medis langsung sebesar Rp 489.005. Terdapat perbedaan outcome klinis berdasarkan kualitas hidup (p=0,000) pada domain fungsi fisik (p=0,034), kepuasan pribadi (p=0,000), kepuasan pengobatan (p=0,000) dan frekuensi gejala penyakit (p=0,012) serta berdasarkan biaya medis langsung (p=0,012). Pasien dengan outcome klinis terkontrol menunjukkan kualitas hidup yang lebih tinggi dan mengeluarkan biaya lebih rendah.
... 15,16 Lingkar pinggang merupakan salah satu indikator yang lebih sensitif dalam menilai distribusi lemak di tubuh terutama yang berada di dinding abdomen. 17 Hasil penelitian di Jakarta menunjukkan status gizi mahasiswa perokok dan non perokok yang tergolong normal sebesar 49,1%, sedangkan penelitian di India menunjukkan perokok aktif yang memiliki status gizi underweight sebesar 36,1%. 6,18 Sebaliknya hasil penelitian di Arab Saudi menunjukkan status gizi perokok yang tergolong overweight dan obesitas sebesar 61,7%. ...
Latar Belakang: Kebiasaan merokok berdampak pada kualitas diet, aktivitas fisik dan status gizi. Rokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan nafsu makan dan mengakibatkan penurunan kemampuan kardiorespirasi sehingga mengganggu aktivitas fisik seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas diet dan aktivitas fisik menurut status gizi pada perokok dewasa awal.Metode: Rancangan penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah sampel 59 subjek yang berusia 20-24 tahun. Data meliputi karakteristik subjek, kualitas diet diperoleh dengan metode Semi Quantitative-Food Frequency Questionniare (SQ-FFQ), aktivitas fisik diperoleh dengan metode International Physical Activity Questionnaire-Short Form (IPAQ-SF), dan status gizi diukur menggunakan lingkar pinggang dan/atau Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP). Analisis data dengan uji chi-square, fisher exact.Hasil: Rerata skor kualitas diet subjek yaitu 40,4±8,7 tergolong kualitas diet rendah. Kualitas diet rendah pada subjek digambarkan dengan rendahnya asupan sayur dan buah, tingginya asupan total lemak, lemak jenuh, kolesterol, natrium, rendahnya skor rasio makronutrien dan rasio asam lemak. Rerata aktivitas fisik subjek yaitu 2569,5±1806,5 METs/min/minggu termasuk dalam aktivitas fisik sedang. Hasil uji perbedaan diperoleh kualitas diet menurut status gizi (p=0,564), aktivitas fisik menurut status gizi (p=0,019). Simpulan: Tidak ada perbedaan signifikan kualitas diet menurut status gizi pada perokok dewasa awal (p>0,05). Ada perbedaan signifikan aktivitas fisik menurut status gizi pada perokok dewasa awal (p<0,05).